Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 224254 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Rizqiyatul Himmah
"Kondisi Indonesia yang saat ini telah menjadi salah satu negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) membuka peluang bagi putusan arbitrase internasional untuk dapat diakui dan dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia. Dalam hal ini klasifikasi suatu putusan arbitrase, apakah merupakan putusan arbitrase internasional atau putusan arbitrase nasional, menjadi penting karena berpengaruh terhadap kewenangan pengadilan terhadap perkara arbitrase internasional. Namun pada praktiknya dijumpai adanya perbedaan persepsi mengenai putusan arbitrase internasional menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Undang-Undang Arbitrase) dan konvensi internasional.
Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif skripsi ini akan memberikan analisis mengenai aspek-aspek Hukum Perdata Internasional serta analisis mengenai pertimbangan hukum para hakim di Indonesia dalam pengklasifikasian putusan arbitrase internasional pada perkara Nomor 144/K/Pdt/2012 dan perkara Nomor 175/PDT/2018/PT.DKI. Selain itu juga ditemukan keperluan atas keselarasan pengaturan mengenai putusan arbitrase internasional dalam Undang-Undang Arbitrase dan konvensi-konvensi internasional demi mencapai kepastian hukum.

The condition of Indonesia which is one of the member country of the New York Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) give an opportunity to the recognition and enforcement of foreign arbitral awards in the jurisdiction of Indonesia. According to this condition the classification of arbitral awards, whether international arbitral award or national arbitral award, is important because it could affects the authority of the national court against international arbitration cases. In fact, there is a different perspective about international arbitral awards under the Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law) and international convention.
By using juridical normative approach, this thesis would give an analysis about the Private International Aspects and law considerations of Indonesian judges in the classification of international arbitral awards on case No. 144/K/Pdt/2012 and case No. 175/PDT/2018/PT.DKI. In addition, it is also requiring the regulation conformity of international arbitral awards under Arbitration Law and international conventions in order to attain the legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedetto Setyo Satrio Utomo
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peraturan perundang-undangan terkait pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dan prakteknya di lembaga peradilan di Indonesia berdasarkan aspek-aspek Hukum Perdata Internasional. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dalam UU Arbitrase belum jelas dan memadai. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aturan mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dan alasan-alasan pembatalan putusan arbitrase. Lembaga peradilan di Indonesia pada prakteknya masih inkonsisten dalam menerapkan aturan-aturan tersebut.
Contohnya adalah kasus antara PT Sumber Subur Mas, Yusman Tamara, Imelda Irawan melawan Transpac Capital Pte. Ltd., dan Transpac Industrial Holdings Limited ;dan kasus antara PT Daya Mandiri Resources Indonesia (d/h PT Risna Karya Wardhana Mandiri) dan PT Dayaindo Resources melawan Suek AG.

Arbitral Award with the practice of Indonesian Court in accordance with the aspects of Private International Law. The author uses a juridical-normative research method with an addition of literature studies.
This research shows that the regulation about the annulment of international arbitral award in Law of Arbitration has not been clear and sufficient. This can be seen from numerous rules about the annulment of International Arbitral Award and the grounds of the annulment of arbitral awards. The Indonesian Court has been inconsistent to implement these regulations.
The examples are the case between Transpac Capital Pte. Ltd., and Transpac Industrial Holdings Limited; and the case between PT Daya Mandiri Resources Indonesia (d/h PT Risna Karya Wardhana Mandiri) and PT Dayaindo Resources melawan Suek AG.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Adhitya Akbar
"Arbitrase merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang sangat popular digunakan oleh kalangan pelaku bisnis. Namun, hal tersebut tidak menjamin bahwa suatu putusan dapat dilaksanakan pada suatu negara, karena terhalang oleh suatu ketertiban umum negara tersebut. Kemajuan pesat di bidang bisnis baik nasional maupun internasional seperti penanaman modal (investment), kontrak kerjasama investasi asing (joint venture agreement), maupun alih teknologi (transfer of technology), dll. Memerlukan mekanisme penyelesaian sengketa hukum yang cepat dan tepat manakala terjadi perselisihan (misunderstanding) bahkan sengketa hukum (dispute). Permasalahan timbul ketika terjadi persengketaan dan memakai forum Arbitrase untuk penyelesaian sengketa tersebut. Persengketaan tersebut berkaitan dengan suatu putusan arbitrase yang akan dilaksanakan di Indonesia tidak dilakukan dengan itikad baik oleh pihak yang kalah. Hal ini tentu saja berkaitan langsung dengan apakah pengadilan negeri memiliki kewenangan terhadap suatu putusan arbitrase atau tidak. Kondisi dimana pihak yang bersengketa tentu menginginkan kepastian hukum, jika putusan tersebut ingin dilaksanakan namun terhalang oleh ketertiban umum dan hukum custom yang dimiliki oleh suatu negara.
Maka dari itu terbentuklah 3 rumusan masalah yaitu: (1)Apakah Pengadilan Negeri memiliki kewenangan menolak dan melaksanakan putusan Arbitrase Internasional?; (2)Bagaimana kepastian hukum yang akan didapat oleh suatu pihak yang mempunyai sengketa di Indonesia dimana sengketa tersebut bersinggungan dengan  ketertiban umum?; (3) Haruskah ketertiban umum dirumuskan secara terperinci ?. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.
Hasil dari penelitan ini yakni kewenangan pengadilan ada pada sebelum dan sesudah proses arbitrase tersebut, namun dalam prosesnya, peran pengadilan mempunyai peran yang sangat penting. Kepastian hukum dalam hal-hal yang bersinggungan dengan ketertiban umum di Indonesia tidak dapat dipastikan karena ketertiban umum dinilai berubah-ubah. perumusan ketertiban umum secara terperinci dianggap penting, sehingga para investor yang akan berinvestasi mempunyai guide line dalam keuntungan dan kerugian yang akan didapat.

Arbitration is a very popular dispute resolution institution used by business people. However, this does not guarantee that a decision can be implemented in a country, because it is obstructed by a country's public order. Rapid progress in the field of business both nationally and internationally such as investment foreign investment cooperation contracts, and transfer of technology, etc. Requires a mechanism for resolving legal disputes quickly and precisely when disputes occur (misunderstanding) and even legal disputes. Problems arise when disputes occur and use the Arbitration forum to resolve the dispute. The dispute is related to an arbitration award that will be carried out in Indonesia not carried out in good faith by the losing party. This is of course directly related to whether the district court has authority over an arbitration award or not. Conditions where the parties to the dispute certainly want legal certainty, if the decision is to be implemented but is hindered by public order and custom law owned by a country.
Based on the description, 3 problem formulations are determined namely: (1) What is the authority of the court of an international arbitration award ?; (2) How will legal certainty be obtained by a party that has a dispute in Indonesia where the dispute is related to Public Policy ?; (3) Should the Public Policy be formulated in detail? The type of research used is normative legal research.
The result of this research is that the authority of the court is before and after the arbitration process, but in the process, the role of the court has a very important role. Legal certainty in matters pertaining to Public Policy in Indonesia cannot be ascertained because Public Policy is judged to be changing. The formulation of a detailed Public Policy is considered important, so that investors who will invest have a guide line in the profits and losses that will be obtained.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumagit, Rian Benedictus
"Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU APS”), telah mengatur mengenai alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan Arbitrase. Permohonan pembatalan putusan ini diajukan di Pengadilan Negeri. UU APS tidak memberikan pembedaan terhadap pembatalan baik terhadap putusan arbitrase nasional maupun pembatalan atas putusan arbitrase internasional. Faktanya, pengaturan mengenai alasan pembatalan putusan arbitrase dalam UU APS terdapat ketidakharmonisan aturan yang menimbulkan multitafsir. Pasal 70 UU APS menggunakan frase “sebagai berikut” yang apabila diartikan maka ketentuan mengenai alasan pembatalan putusan arbitrase adalah bersifat limitatif. Disisi lain dalam Penjelasan Umum Bab VII UU APS menggunakan frase “antara lain” yang apabila ditafsirkan maka alasan pembatalan putusan arbitrase adalah bersifat tidak limitatif. Ketidakharmonisan dalam pengaturan mengenai pembatalan putusan arbitrase dalam UU APS ini tentunya menimbulkan ketidakpastian. Terhadap hal tersebut, Mahkamah Agung telah mengeluarkan SEMA No. 7 Tahun 2012. SEMA tersebut pada pokoknya menyatakan bahwa ketentuan mengenai alasan pembatalan putusan arbitrase dalam Pasal 70 UU APS tidak dapat disimpangi. Dengan demikian ketentuan dalam Pasal 70 UU APS bersifat limitatif. Meskipun telah terdapat SEMA, ternyata ketentuan SEMA masih belum banyak dipergunakan dan dipertimbangkan oleh hakim pengadilan dalam memeriksa dan memutus pembatalan putusan arbitrase. Masih terdapat putusan yang mengabulkan pembatalan putusan arbitrase di luar dari ketentuan Pasal 70 UU APS yang bersifat limitatif. Walaupun berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat, namun SEMA hanya bersifat pedoman, sehingga hakim berpendapat bahwa ketentuan SEMA dapat di simpangi. Hal tersebut juga menyebabkan ketidakseragaman pada putusan pengadilan yang memutus tentang alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrase di Indonesia.

Indonesian Law Number 30 year 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution (“UU APS”). The law regulates the reasons that can be used to file an application for the annulment of an arbitration decision, which is submitted to the District Court. UU APS does not differentiate between the annulment of national arbitration decisions and the annulment of international arbitration decisions. In fact, there is inconsistency in the regulation of the reasons for the annulment of arbitration decisions in the UU APS, leading to multiple interpretations. Article 70 UU APS uses the phrase "sebagai berikut" (as follows), which, when interpreted, implies that the provisions regarding the grounds for annulment of arbitration decisions are restrictive. On the other hand, in the General Explanation of Chapter VII of the UU APS, the phrase "antara lain" (among other things) is used, implying that the grounds for annulment of arbitration decisions are non-restrictive. The inconsistency in the regulation of the annulment of arbitration decisions in the UU APS undoubtedly creates uncertainty. In response to this, the Supreme Court issued Regulation No. 7 of 2012 (SEMA No. 7 Tahun 2012). This regulation essentially states that the provisions regarding the grounds for annulment of arbitration decisions in Article 70 of the UU APS cannot be deviated from. Thus, the provisions in Article 70 of the UU APS are restrictive. Despite the existence of SEMA, it appears that its provisions are not widely used and considered by court judges in examining and deciding on the annulment of arbitration decisions. There are still decisions that grant annulment of arbitration decisions outside the restrictive provisions of Article 70 of the UU APS. Although SEMA is valid and binding, it is considered a guideline, so judges believe that its provisions can be deviated from. This also causes inconsistency in court decisions regarding the reasons that can be used to file for the annulment of arbitration decisions in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Meskipun Indonesia telah memilìki Undang-Undang Arbìtrase' penolakan keputusan arbitrase internasional masih terjadi. Salah satunya aclalah objek analisis dalam artìkel ini, yaìtu kasus Astro Jaringan Semua Plc Asia. Penerapan keputusan arbitrase intemasìonal dari Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Penolakan ini diperkuat oleh Mahkamah Agung. Artikel ini membahas seksama pertimbangan pengadilan untuk penolakan tersebut. Terdapat beberapa alasan yang tidak sesuai dengan UU Arbitrase baik di tingkat pengadilan mattpun Mahkamah Agung Penolakan tersebut dapat menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan perdagangan internasional, khususuya terhadap pengusaha asing. Pemerintah seharusnya mengakui dan melaksanakan keputusan arbitrase internasìonal sebagai konsekuensì dari keanggotaan Indonesia di konvensì New York tahun 1958

Although Indonesia has had Arbitration Law 'rejection of international arbitration decision is still going on. One of them aclalah object of analysis in this article, namely the case Plc Astro All Asia Networks. The application of international arbitration decisions of Singapore was rejected by the Central Jakarta District Court's refusal was confirmed by the Supreme Court. This article discusses the careful consideration of the court for the refusal. There are several reasons that are not in accordance with the Arbitration Act well at the level of the Supreme Court's refusal mattpun court could have an adverse impact on the international trading environment, khususuya against foreign businesses. The government should recognize and enforce international arbitral decisions as a consequence of Indonesia's membership in the New York Convention of 1958"
Universitas Indonesia, 2012
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Joan Elma T. Margie
"Penyelesaian sengketa di luar pengadilan terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan keuntungan dan kemudahan yang diperoleh dari proses tersebut. Dalam penulisan skripsi ini membahas tentang sengketa yang terjadi dalam perjanjian kontrak kerjasama yang tercantum di dalamnya klausula arbitrase. Pengaturan mengenai Arbitrase ini sendiri telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Melalui penelitian ini maka akan diteliti permasalahan yang timbul terkait dengan pelaksanaan eksekusi melalui putusan arbitrase international. Selain itu, penelitian ini bertujuan mempelajari dan menganalisis kualifikasi tentang ketertiban umum dengan pembatalan atau penolakan putusan arbitrase asing dan cara kerjanya di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum sosiologis yang merupakan penelitian hukum mengacu pada hukum dan perjanjian dan diperiksa oleh keputusan pengadilan atau arbitrase.Untuk itu diperlukan metode penafsiran sesuai dengan doktrin yang dilakukan untuk melakukan penemuan hukum, sehingga dapat menciptakan kepastian hukum dalam penyelesaian perkara arbitrase.

Settlement of disputes outside the courts continued to increase along with the increasing knowledge of the community will benefit and convenience gained from the process. In writing this essay discusses the dispute in a cooperative contract agreement that the arbitration clause contained therein. Regulation of arbitration itself has been regulated by Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution.
Through this research will be examined problems that arise related to the execution through international arbitration decision. In addition, this research aims to study and analyze the qualifications of public order with the cancellation or denial of a foreign award and how it works in Indonesia.
The method used in this study is the legal approach which is a legal research sosiological refers to the laws and treaties and examined by a court decision or arbritati.That was necessary method of interpretation in accordance with the doctrine committed to the discovery of the law, so as to create legal certainty in the settlement arbitration.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S44089
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Githa Bianti
"Penulisan ini mengeksplorasi kasus antara Mr. Ang Choon Beng@Ang Siong Kiat dengan PT MNC dan afiliasinya yang berhasil membuat Putusan Arbitrase SIAC No. 139/2011 dan No. 53/2013 menjadi tidak dapat dieksekusi di Indonesia dengan alasan Put and Call Option Agreement sebagai perjanjian pokok yang mengikat para pihak dibatalkan melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Brt, dimana gugatan pembatalan perjanjian tersebut diajukan secara internal oleh PT Global Mediacom Tbk selaku pemegang saham mayoritas PT MNC. Analisis kasus ini menunjukkan masih adanya praktik dalam peradilan di Indonesia dimana pihak Indonesia yang dikalahkan dalam proses arbitrase di luar negeri memanfaatkan kelemahan instrumen hukum dan hukum acara yang bertele-tele di Indonesia sehingga memberikan celah baginya untuk menunda atau bahkan membuat Putusan Arbitrase Internasional tersebut tidak dapat dieksekusi. Ironisnya, meskipun penyelesaian melalui arbitrase telah menjadi opsi yang paling diminati oleh kaum pebisnis sebagai forum penyelesaian sengketa untuk transaksi bisnis internasional mereka, namun campur tangan pengadilan dalam proses eksekusi suatu putusan arbitrase di Indonesia sebagai langkah terpenting justru menjadi batu sandungan yang memberikan ketidakpastian hukum. Inilah yang mengakibatkan Indonesia dikenal sebagai ‘unfriendly arbitration state’ dalam dunia internasional. Pentingnya penegakkan asas iktikad baik dalam berarbitrase dan amandemen UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menjadi krusial agar dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak dalam berarbitrase.

This writing explores the case between Mr. Ang Choon Beng@Ang Siong Kiat with PT MNC and its affiliates who succeeded in making SIAC Arbitration Award No. 139/2011 and No. 53/2013 became non-executable in Indonesia on the grounds that the Put and Call Option Agreement as the main agreement that binds the parties was annulled through Decision of the West Jakarta District Court No. 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Brt, where the lawsuit for canceling the agreement was filed internally by PT Global Mediacom Tbk as the majority shareholder of PT MNC. The analysis of this case shows that there are still practices in Indonesian courts where the Indonesian party who was defeated in the arbitration process abroad takes advantage of the weaknesses of legal instruments and procedural law which are lengthy in Indonesia to provide a loophole for them to postpone or even make the International Arbitration Award non-executable. Ironically, even though settlement through arbitration has become the most popular option for business people as a dispute resolution forum for their international business transactions, court intervention in the process of executing an arbitral award in Indonesia as the most important step actually becomes a stumbling block that creates legal uncertainty. This is what has resulted in Indonesia being known as an 'unfriendly arbitration state' in the international world. The importance of upholding the principle of good faith in arbitration and amendments to Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution is crucial in order to provide legal certainty for the parties to arbitrate."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Ranissya Diza Liestiara
"Dari beberapa penyelesaian sengketa yang dikenal saat ini, arbitrase merupakan salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa yang umumnya dipilih oleh para pihak dan disepakati sebagai klausula penyelesaian sengketa di dalam sebuah kontrak yang mengikat para pihak tersebut. Pemilihan ini didasarkan kepada beberapa kelebihan dari arbitrase, yang salah satunya ialah penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini menghasilkan putusan yang bersifat final dan mengikat. Namun demikian, pada kenyataannya, para pihak yang telah mengikatkan dirinya untuk tunduk pada putusan arbitrase ternyata masih melakukan upaya hukum berupa pembatalan putusan arbitrase yang senyatanya bertentangan dengan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase yang tercermin dari pencantuman klausula arbitrase di dalam kontrak. Dengan menggunakan jenis penelitian doktrinal, tulisan ini akan menganalisis kekuatan mengikat dari klausula arbitrase yang tercantum di dalam kontrak bagi para pihak yang terikat di dalam kontrak tersebut serta kaitannya dengan alasan-alasan yang diajukan oleh para pihak dalam melaksanakan upaya hukum permohonan pembatalan putusan arbitrase di Indonesia. Adapun temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya inkonsistensi dalam pengaturan mengenai alasan permohonan pembatalan putusan arbitrase di dalam UU 30/1999 yang berimplikasi kepada banyakan permohonan pembatalan putusan arbitrase yang diajukan dengan alasan di luar ketentuan Pasal 70 UU 30/1999.

Of the several dispute resolutions known today, arbitration is one type of alternative dispute resolution that is generally chosen by the parties and agreed upon as a dispute resolution clause in a contract that binds the parties. This choice is based on several advantages of arbitration, one of which is that dispute resolution through arbitration results in a final and binding decision. However, in reality, the parties who have bound themselves to submit to the arbitration award still make legal efforts in the form of canceling the arbitration award which is in fact contrary to the agreement of the parties to resolve disputes through arbitration as reflected in the inclusion of the arbitration clause in the contract. By using doctrinal research, this paper will analyze the binding force of the arbitration clause contained in the contract for the parties bound by the contract and its relation to the reasons submitted by the parties in exercising legal remedies for the annulment of arbitral awards in Indonesia. The findings obtained from this research are that there are inconsistencies in the provisions regarding the grounds for requesting the annulment of arbitral awards in Law 30/1999 which have implications for the large number of requests for annulment of arbitral awards submitted for reasons outside the provisions of Article 70 of Law 30/1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkisyabana Yulistyaputri
"Terhadap putuasan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK dapat diajukan 2 (dua) upaya hukum, yaitu keberatan sesuai dengan UU 8/1999 dan juga pembatalan sesuai dengan UU 30/1999. Adanya dua tindakan yang dapat dilakukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut menimbulkan pertanyaan terkait proses arbitrase dalam upaya penyelesaian sengketa konsumen dan juga perlindungan konsumen dalam proses tersebut, serta implikasi putusan Mahkamah Konkstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014 tentang Pembatalan Putusan Arbitrase terhadap proses penyelesaian sengketa konsumen di BPSK, karena keduanya bertentangan dengan sifat final and binding dari putusan arbitrase. Melalui metode penelitian doktrinal didapatkan hasil bahwa proses penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dengan tujuan utama mengusahakan upaya damai di antara pihak yang bersengketa, dan juga untuk mempersingkat waktu serta biaya penyelesaian sengketa, sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan konsumen secara maksimal. 3 (tiga) tahun sejak duicapkannya Putusan Mahkamah Konstitusi terkait, terdapat peningkatakan putusan terkait pembatalan putusan arbitrase dan juga keberatan atas putusan BPSK, walaupun hal tersebut tidak berlangsung seterusnya. Putusan Mahkamah Konstitusi berasaskan erga omnes, sehingga ketika putusan tersebut telah dibacakan, tidak hanya mengikat pihak yang terlibat dalam pokok perkara, namun juga bagi semua orang. Hal ini menyebabkan walaupun para Pemohon dalam pokok perkara dalam putusan Mahkamah Konkstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014 adalah pihak yang bersengeta di BANI, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga tetap berlaku bagi putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh lembaga lain selain BANI, termasuk BPSK. UU 8/1999 dan UU/1999 telah berusia lebih dari 20 (dua puluh) tahun, sehingga sejatinya diperlukan suatu pembaharuan sesuai dengan kondisi yang ada saat ini, agar dapat lebih memberikan perlindungan konsumen secara maksimal.

Against the arbitration decision issued by BPSK, 2 (two) legal remedies can be filed, namely objection in accordance with Law 8/1999 and also annulment in accordance with Law 30/1999. The existence of two actions that can be taken against the arbitration award issued by BPSK raises questions related to the arbitration process in an effort to resolve consumer disputes, consumer protection in the process, as well as the implications of the Constitutional Court Decision Number 15/PUU-XII/2014 on the Cancellation of Arbitration Awards on the process of resolving consumer disputes at BPSK, because both are contrary to the final and binding nature of arbitration awards. Through the doctrinal research method, it is found that the process of resolving consumer disputes is carried out with the main objective of seeking peaceful efforts between the parties to the dispute, and also to shorten the time and cost of dispute resolution, so as to provide maximum legal certainty and consumer protection. 3 (three) years since the issuance of the relevant Constitutional Court Decision, there has been an increase in decisions related to the annulment of arbitration awards and also objections to BPSK decisions, although this has not continued. The Constitutional Court's decision is erga omnes, so that when the decision has been read out, it is not only binding for the parties involved in the subject matter, but also for everyone. This is why even though the Petitioners in the main case in Constitutional Court Decision No. 15/PUU-XII/2014 are parties to a dispute at BANI, the Constitutional Court's decision also applies to arbitration decisions issued by institutions other than BANI, including BPSK. Law No. 8/1999 and Law No. 1999 are more than 20 (twenty) years old, so a renewal is actually needed in accordance with current conditions, in order to provide maximum consumer protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang The arbitrase dan Resolusi Sengketa Alternatif telah diatur pada penegakan putusan arbitrase internasional di Indonesia. sebelum berlakunya UU arbitrase, primer ,sebelum Mahkamah Agung menghasilakn Peraturan No. 1 Tahun I994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghargaan Arbitrase Asîng (Peraturan) masih ada halangan kepada para pemangku kepentingan dalam melaksanakan putusan arbitrase internasional di Indonesia. Selama waktu itu Mahkamah Agund Indonesia sebagai badan tertinggi peradilan berpendapat bahwa putusan arbitrase internasional tidak diimplementasikan di Indonesia. Segera setelah penerbitan Peraturan putusan arbitrase asing dapat diterapkan karena kejelasan dalam Hukum prosedur Indonesia tentang hal itu. Dalam rangka untuk mengatur dalam hukum nasional, pada tanggal 12 Agustus 1999 UU Arbitrase diundangkan yang mengatur' tentang bagaimana putusan arbitrase intentasional yang dilaksanakan. Tulisan ini akan membahas bagaimana pelaksanaan hukum arbitrase saat Undang-Undang ini akan datang ke 12 tahun.

Law No. 30 of 1999 on The Arbitration and Alternative Dispute Resolution has been set on the enforcement of international arbitral award in Indonesia. before the enactment of Law arbitration, primer, before the Supreme Court Regulation No. menghasilakn 1 Year I994 on Procedures for the Implementation of Foreign Arbitral Awards (the Regulation) is no obstacle to the stakeholders in implementing the decision of the international arbitration in Indonesia. During that time the Court Agund Indonesia as the highest body of justice argued that the international arbitration decision is not implemented in Indonesia. Immediately after the issuance of foreign arbitral awards may be applied for clarity in Indonesia procedure law about it. In order to set in national law, on August 12, 1999 Arbitration Act was enacted which set 'of how the arbitration decision international implemented. This paper will discuss how the implementation of the current arbitration law this Law will come to 12 years."
Universitas Indonesia, 2011
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>