Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192352 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karina Komala
"Latar belakang. Prevalensi preeklampsia masih tinggi pada ibu hamil dan janin di negara berkembang. Patofisiologi preeklampsia masih belum dapat dipahami sepenuhnya. Stres oksidatif, inflamasi dan malnutrisi masih menjadi hipotesis utama yang dihubungkan dengan kejadian preeklampsia. Koenzim Q10 merupakan komponen penting dalam tubuh sebagai antioksidan.
Tujuan. Studi ini merupakan studi potong lintang komparatif pertama di Indonesia. Subjek penelitian diambil dari dua rumah sakit di Jakarta. Studi untuk menilai status gizi ibu hamil di Indonesia, asupan koenzim Q10, dan kadar koenzim Q10 plasma pada ibu hamil yang dihubungkan dengan kejadian preeklampsia.
Metode. Sebanyak 72 subjek preeklampsia dan non-preeklampsia direkrut dari RS Cipto Mangunkusumo dan Koja, Jakarta pada bulan September 2018 sampai November 2018. Kriteria inklusi meliputi subjek usia >18 tahun, usia kehamilan >34 minggu dan in partu, kehamilan tunggal, intrauterin, hidup, dan kriteria ekslusi meliputi riwayat penyakit kronik misalnya hipertensi kronik, diabetes mellitus, dan penyakit ginjal sebelum dan saat hamil. Data karakteristik, data klinis, sampel plasma darah, kuesioner food recall 1x24 jam dan FFQ semikuantitatif diambil pada peneltian ini. Data dianalisis statistik menggunakan SPSS versi 20.0.
Hasil. Kejadian preeklampsia lebih banyak terjadi pada usia yang lebih tua yaitu >35 tahun (p = 0,001). Tingkat pendidikan, pekerjaan, usia kehamilan, riwayat obstetri yaitu paritas, dan status gizi antara perempuan hamil dengan preeklampsia dan non-preeklampsia secara statistik tidak berbeda bermakna. Semua subjek pada kelompok preeklampsia dan non-preeklampsia (termasuk hamil normal) memiliki kadar koenzim Q10 plasma yang rendah. Kadar koenzim Q10 di plasma pada kelompok preeklampsia cenderung lebih rendah daripada non-preeklampsia tetapi secara statistik tidak berbeda bermakna.
Kesimpulan. Semua subjek pada kelompok preeklampsia dan non-preeklampsia (termasuk hamil normal) memiliki kadar koenzim Q10 plasma yang rendah, walaupun asupan koenzim Q10 adalah kategori cukup namun kualitasnya rendah pada sebagian besar subjek preeklampsia dan non-preeklampsia.

Background: Preeclampsia remains a major issue in developing countries. Studies on this disease have yet to clearly elucidate the precise mechanism of its pathogenesis. Oxidative stress, inflammation, and malnutrition have been correlated with preeclampsia. Coenzyme Q10 (CoQ10) is a vital nutrient for pregnant women as an antioxidant.
Aim: This was the first comparative cross-sectional study in two hospitals in Jakarta to investigate the nutrition status of pregnant women in Indonesia, CoQ10 intake and plasma levels during pregnancy, and correlation with the incidence of preeclampsia.
Methods: Seventy-two preeclamptic and non-preeclamptic pregnant mothers were enrolled in this study. We included patients above 18 years old, gestational age >34 weeks, singleton pregnancy, and excluded patients with history of chronic hypertension, diabetes mellitus, and renal diseases before or during current pregnancy. Clinical data and 24-hour food recall and semi-quantitative food frequency questionnaire were collected. Plasma CoQ10 levels were also obtained. Data was statistically analyzed using SPSS version 20.0.
Results: Age (above 35 years old) was significant when comparing preeclampsia and non-preeclampsia group (p = 0.001). Education, work status, gestational age, pregnancy history, BMI, dietary intake, and nutrition status were not statistically significant between both groups. The plasma CoQ10 levels in preeclampsia group were lower than non-preeclampsia group, albeit not statistically significant. The main results show all subjects were patients with severe late-onset preeclampsia with decreased plasma CoQ10 level.
Conclusions: Both preeclamptic and non-preeclamptic subjects in Indonesia show reduced plasma CoQ10 levels. Despite adequate intake, plasma CoQ10 levels in pregnant women remain low.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Dorna Yanti Lola
"Preeklampsia merupakan gangguan kehamilan, timbul setelah minggu ke-20 kehamilan, dan merupakan penyebab yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janin yang dikandungnya. Penelitian ini bertujuan membandingkan kadar vitamin C dan MDA serum pada perempuan hamil dengan preeklampsia dan nonpreeklampsia, berusia ≥18 tahun. Studi potong lintang komparatif ini dilakukan bulan Maret Juli 2015 di RS Tarakan, Jakarta Pusat. Metode consecutive sampling digunakan untuk mendapatkan 52 subjek penelitian kelompok preeklampsia dan non-preeklampsia. Data sosio-demografi, riwayat obstetrik, asupan vitamin C secara semi-quantitative FFQ diperoleh melalui wawancara langsung dengan subjek penelitian. Dilakukan penentuan status gizi berdasarkan pengukuran LiLA, IMT sebelum dan kenaikan berat badan selama kehamilan, kadar vitamin C dan MDA serum dengan metode spektrofotometri. Tingkat pendidikan, paritas, usia kehamilan, LiLA dan perubahan berat badan selama kehamilan tidak berbeda pada kedua kelompok. Perbedaan bermakna didapatkan pada usia ibu hamil, asupan vitamin C, kadar vitamin C dan MDA serum antara kedua kelompok. Wanita hamil seharusnya mengonsumsi vitamin C yang cukup sebelum dan selama kehamilan. Studi kasus-kontrol diperlukan untuk menindaklanjuti penelitian ini.

Preeclampsia is a pregnancy disorder, occurs after 20th week of pregnancy. It's the cause of unfavourable pregnancy results for mother and her offspring. This study aimed to investigate serum vitamin C and MDA concentrations among preeclamptic and non-preeclamptic pregnant women, of ≥18 years age. This comparative cross sectional study was conducted between March July 2015 in Tarakan Hospital, Central Jakarta. Consecutive sampling method was used to obtain 52 subjects of preeclampsia and non-preeclampsia groups. Data on sociodemographic, obstetric history, vitamin C intake using semi-quantitative FFQ were obtained by interviewing the subjects. Nutritional status on MUAC, BMI before and weight increment during pregnancy, serum vitamin C and MDA concentrations using spectrophotometric methods, were assessed. No differences on education, parity, gestational age, MUAC and weight increment during pregnancy were observed between the two groups. However, there were significant differences on women?s age, vitamin C intake, serum vitamin C and MDA concentrations between the two groups. Women should consume sufficient vitamin C intake before and during pregnancy. A case-control study is proposed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisadelfa Sutanto
"Preeklampsia merupakan gangguan kehamilan yang mengancam kesehatan ibu dan bayi Penelitian ini merupakan studi potong melintang yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar vitamin E dan MDA pada 48 subyek preeklampsia dan non preeklampsia di RS Tarakan Jakarta Penilaian mencakup wawancara sosio demografi riwayat obstetri asupan vitamin E dengan FFQ semikuantitatif LILA kadar vitamin E dan MDA serum Kategori usia usia kehamilan dan kadar MDA lebih tinggi pada preeklampsia Edukasi untuk perempuan usia reproduktif tentang pentingnya asupan makanan vitamin E yang cukup diperlukan untuk mencapai keberhasilan kehamilan.

Preeclampsia is a disorder of pregnancy that deteriorate mother and baby rsquo s health This study was a cross sectional study aiming to investigate differences in the levels of vitamin E and MDA of 48 subjects with preeclampsia and non preeclampsia in Tarakan Hospital Jakarta Assessment included interviews of socio demographic obstetric history vitamin E intake with semiquantitative FFQ MUAC serum vitamin E and MDA concentrations Categories of age gestational age and MDA levels were higher among preeclamptics Education for reproductive age women about the importance of sufficient intake of vitamin E foods is necessary to achieve successful pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metta Dewi
"Latar Belakang: Inflamasi pada kehamilan normal disebabkan oleh oksidatif stress yang disebabkan oleh produksi radikal bebas dan peningkatan biomarker inflamasi, seperti IL-6. 830 wanita meninggal setiap harinya karena hamil dan melahirkan, diantaranya 15% disebabkan oleh komplikasi pada kehamilan seperti preeklampsia. Preeklampsia merupakan sebuah sindrom yang muncul pada kehamilan, terutama pada trimester ketiga, dan terasosiasi dengan inflamasi yang berlebihan. Sebagai antioksidan, vitamin C diduga berperan menurunkan stress oksidatif pada kehamilan dan persalinan, sehingga menurunkan tingkat kematian ibu, sehingga dilakukan penelitian untuk mencari hubungan antara asupan vitamin C dan kadar IL-6 sebagai biomarker dari inflamasi. Metode: Penelitian berdesain potong- lintang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Magunkusumo pada 40 orang ibu hamil trimester ketiga dikelompokkan menjadi preeklampsia dan non-preeklampsia. Subjek diwawancara menggunakan semi-kuantitatif food frequency questionnaire yang diolah dengan NutriSurvey untuk asupan vitamin C, dan ELISA untuk kadar IL-6. Data diuji distribusinya dengan uji normalitas Shapiro-Wilk, kemudian dilakukan analisis univariat dengan uji T tidak berpasangan, Mann-Whitney, dan Chi-square; serta bivariat dengan uji korelasi Spearman. Analisis dilakukan dengan SPSS for Windows ver. 20. Hasil: Hasil yang tidak signifikan ditunjukkan pada usia subjek dan usia gestasi terhadap preeklampsia dan non- preeklampsia dengan p=0,545 dan p=0,34. Asupan vitamin C yang ditunjukkan oleh subjek preeklampsia sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non-preeklampsia dengan median sebesar 76,37(28,05–396,88) mg dan 68,87(8,57–198,53) mg dengan p=0,358. Sedangkan, kelompok preeklampsia menunjukkan kadar IL-6 yang lebih tinggi dibandingkan kelompok non-preeklampsia [15,8(2,2–67,4) pg/ml vs 6,8(1,8–43,5) pg/ml] dengan perbedaan yang tidak signifikan. Uji korelasi non-parametrik menunjukkan tidak adanya asosiasi yang signifikan antara vitamin C dan kadar IL-6 (p=0,361; r= -0,147). Selain itu juga, tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara asupan vitamin C dan kadar IL-6 untuk setiap kelompok dengan r= -0,143 dan -0,198 secara berturut-turut. Pembahasan: Tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C dan kadar IL-6 pada ibu hamil trimester ketiga pada penelitian ini. Hasil ini dapat disebabkan oleh asupan vitamin C pada subjek yang kurang (<85 mg) pada kedua kelompok dan juga inflamasi pada trimester ketiga yang meningkat. Selain itu, penelitian ini hanya meneliti hubungan asupan vitamin C dengan kadar IL-6, sedangkan peran melawan stress oksidatif dan inflamasi melibatkan seluruh antioksidan, baik eksogen maupun endogen. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antioksidan lainnya dengan IL-6 sangat disarankan.

Background: Inflammation in pregnancy is primarily caused by systemic oxidative stress due to production of free radicals and increased levels of inflammatory biomarkers such as IL-6. Every day, 830 women associated with pregnancy and childbirth die globally, approximately 15% of which is caused by prenatal complications such as preeclampsia. Preeclampsia is a syndrome developed during pregnancy which occurs mostly on the third trimester and is strongly associated with inflammation. As an antioxidant, vitamin C could potentially play a role in reducing oxidative stress in either pregnancy or delivery, thus decreasing mortality rate. Therefore, a research to investigate the relationship between vitamin C intake and levels of IL-6 as a biomarker of oxidative stress was conducted. Methods: A cross-sectional study done in Cipto Mangunkusumo National General Hospital. 40 women in third trimester pregnancy are then grouped into preeclampsia and non- preeclampsia, and surveyed via Food Frequency Questionnaire and NutriSurvey for vitamin C, as well as ELISA assay for IL-6 expression. All data was firstly analyzed using Shapiro- Wilk normality test, then analyzed univariately using unpaired T-test, Mann-Whitney, and Chi-square; bivariate analysis was conducted with Spearman correlation test. All analysis was done using SPSS software ver. 20. Results: There is no significant difference shown between mean age and gestational age of the preeclampsia and non-preeclampsia group with p=0.545 and p=0.34 respectively. Subjects in the preeclampsia group were shown to consume vitamin C slightly higher than the non-preeclampsia with median values of 76.37(28.05–396.88) mg and 68.87(8.57–198.53) mg respectively with p=0.358. On the other hand, the preeclampsia group expressed higher level of IL-6 than the non-preeclampsia [15.8(2.2–67.4) pg/ml vs 6.8(1.8–43.5) pg/ml] with no significant difference. A nonparametric correlation test showed no significant association between vitamin C (p=0.361; r = -0.147) and total IL-6 level. There was also no significant difference between vitamin C consumption and IL-6 level for each group with r= -0.143 and -0.198 respectively. Discussion: There was no significant association between vitamin C intake and IL-6 level on third trimester pregnancy women (p= 0.361). This result could be caused by inadequate intake of vitamin C in both groups and the increase of inflammation on the third trimester. In addition, this study only examined association between vitamin C and IL-6 level, while role of neutralizing oxidative stress and inflammation involved both endogenous and exogenous antioxidants. Therefore, further research should be considered to study vitamin C alongside the other antioxidants level and IL-6 level."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riene Agustine
"ABSTRAK
Latar Belakang: Angka kematian ibu yang diakibatkan oleh kasus preeklampsia bervariasi antara 4-16 . Salah satu komplikasi yang diakibatkan oleh preeklampsia adalah Acute Kidney Injury AKI , berkaitan dengan peningkatan produksi thrombus yang berhubungan dengan peningkatan produksi D-dimer di urin. Pada studi 2013 menunjukkan bahwa D-dimer urin merupakan alat diagnostik yang baik untuk menilai adanya penumpukan fibrin pada endotel glomerulus pada pasien preklampsia dengan AKI.Tujuan: Penelitian ini bertujuan melihat perbandingan kadar D-dimer urin pada wanita hamil normotensif, preeklampsia berat disertai oligouria dan non oligouria sehingga dapat dijadikan pilihan pemeriksaan awal preventif lain terhadap komplikasi AKI. . Metode: Penelitian potong lintang dilakukan sejak September 2016 sampai Januari 2017 di Instalasi Gawat Darurat, Poliklinik, Instalasi Rawat Inap Departemen Obstetri dan Ginekologi, RSCM. Sebanyak 140 pasien hamil yang telah memenuhi syarat dan ditawarkan untuk ikut penelitian untuk diperiksa kadar D-dimer darah dan urinnya. Subyek penelitian diambil dengan metode consecutive sampling, kemudian dibagi menjadi 3 kelompok yaitu hamil dengan normotensi 45 subyek , pasien hamil dengan PEB tanpa oligouria 44 subyek , dan pasien hamil dengan oligouria 51 subjek . Kadar D-dimer diperiksa dengan menggunakan Abcam Human D-dimer ELISA. Penelitian ini telah disetuji oleh Komite Etik dan Penelitian di tahun 2016.Hasil: Terdapat perbedaan kadar D-dimer urin antara ketiga kelompok p 0,013 dan secara spesifik perbedaan terletak antara kelompok normotensi dibandingkan dengan PEB tanpa oligouria p 0,005 , tidak terdapat perbedaan bermakna antara PEB non oligouria dibandingkan PEB oligouria p 0,019 . Nilai diagnostik D-dimer urin dalam mendeteksi AKI pada PEB dengan sensitivitas 78 dan spesifisitas 55 memiliki nilai AU 0,407 40,7 dengan titik potong > 308,45 ng/dL. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya kadar D-dimer urin tidak secara signifikan mendiagnosis AKI.Kesimpulan: Kadar D- dimer urin tidak berbeda bermakna pada kelompok pasien PEB dengan oligouria maupun tanpa oligouria.Kata Kunci: Preeklampsia Berat, Kadar D-dimer urin, Acute Kidney Injury.

ABSTRACT
Introduction Maternal mortality rate MMR caused by preeclampsia was ranged between 4 and 16 . One of the complication of preeclampsia is acute kidney injury AKI which is related to increase of thrombus formation that correlates with the production of D dimer level in urine. This aim of study is to determine urine D dimer level in normotensive, severe preeclampsia with oliguria and non oliguric patients.Methods This was a cross sectional study from September 2016 to January 2017 to patients in Obstetric Emergency Unit, Policlinic, ward and ICU, Obstetrics and Gynecology Department Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. There were 140 subjects of pregnant women fulfilled the subject rsquo s criteria included in the study. They were divided into 3 groups including pregnant normotensive 45 subjects , severe features of preeclampsia with oliguria 44 subjects , and no oliguric 51 subjects . Research was approved by Ethics Committee for Health Researches in 2016.Results Urine D dimer levels were different between each group p 0.013 and specific difference were found between normotensive group and no oliguric severe preeclampsia p 0.005 . No difference were found between group of no oliguric and oliguric severe preeclampsia p 0.119 . Urine D dimer provided 78 of sensitivity and 55 of specificity to support the diagnosis of acute kidney injury in severe preeclampsia, with cut off level 308.45 ng dL however, AUC of urine D dimer was 0.407 40.7 . High level of urine D dimer could not specifically diagnose AKI.Conclusion Urine D dimer level cannot differ between severe features of preeclampsia patient with oliguria and no oliguria.Keywords Severe features preeclampsia, Urine D dimer, Acute Kidney Injury."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, Wicensius Parulian
"Preeklampsia berat (PEB) berefek negatif pada ibu dan bayi. Pada ibu, terdapat angka kematian maternal yang tinggi akibat PEB, sedangkan pada bayi, salah satu masalah yang serius ialah penurunan skor Apgar ketika bayi lahir. Masih sedikit penelitian yang menunjukkan hubungan antara kondisi preeklampsia pada ibu dengan kondisi bayi pada saat dilahirkan.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui PEB dan hubungannya dengan skor Apgar bayi sebagai indikator kondisi fisiologis bayi ketika lahir. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross-sectional dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien ibu hamil di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2011 (n=2223).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi PEB adalah 16,3%. Rerata skor Apgar bayi pada menit ke-5 adalah 8,1 (SD 1,7). Pasien dengan PEB memiliki risiko 1,67 kali lebih besar (95% CI 1,61—1,72) daripada pasien tanpa PEB untuk memiliki bayi dengan skor Apgar yang rendah. Dengan uji Chi-square diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan proporsi bayi dengan skor Apgar. Terdapat hubungan yang signifikan antara skor Apgar dan prevalensi PEB di RSCM pada tahun 2011 (p<0,0001).

Severe preeclampsia contributed negative effects to both maternal and neonatal problems. It contributed to the high prevalence of maternal death and a serious neonatal outcome which is the depressed Apgar score. There were still few researches exploring the relationship between severe preeclampsia and neonatal outcomes.
The objective of this study was to know the prevalence of severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 and its relationship with Apgar score as indicator of physiological condition of neonates at birth. The design of this study was cross-sectional which used medical records of patients at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 as samples (n=2223).
The result of this study showed that the prevalence of severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 was 16,3%. The mean of Apgar score at the 5th minute of neonates in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 was 8,1 (SD 1,7). Patients with severe preeclampsia had 1,67 times higher risk (95% CI 1,61—1,72) than patients without severe preeclampsia to have neonates with depressed Apgar score. There was a significant association between prevalence of severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 and Apgar score (p<0,0001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gisheila Ruth Anggitha N.
"Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal di Indonesia. Suatu studi menyatakan Preeklampsia Berat (PEB) merupakan penyebab kematian ibu sebesar 1,5-25% dan bayi 45-50% di Indonesia. Status paritas dinilai menjadi salah satu faktor penting terhadap tingginya angka kejadian PEB. Walaupun sudah cukup banyak studi epidemiologi mengenai kaitan antara PEB dan paritas, sangat disayangkan RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rumah sakit pusat rujukan nasional belum pernah melaporkan data serta analisis kasus PEB.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi tentang distribusi karakteristik sosiodemografi pasien RSCM, prevalensi PEB di RSCM, serta hubungan antara status paritas dan PEB. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah potong lintang. Data dikumpulkan dengan menggunakan rekam medis pasien Departemen Obstetri Ginekologi RSCM sepanjang tahun 2011. Dari 2517 data, 2462 data memenuhi kriteria yang kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi-square.
Pada penelitian ini ditemukan karakteristik sosiodemografi pasien hamil RSCM berasal dari Jakarta (79,05%), beragama Islam (87,98%), pendidikan terakhir SMA (35,2%), ibu rumah tangga (71%), dan menggunakan jaminan persalinan (44%). Prevalensi angka kejadian PEB di RSCM tahun 2011 sebesar 16,4%. Status paritas memiliki hubungan yang signifikan dengan prevalensi angka kejadian PEB di RSCM tahun 2011, dengan proporsi angka kejadian PEB paling tinggi ada pada kelompok grande multipara (24,3%).

Preeclampsia is one of the major causes of maternal and fetal morbidity and mortality in Indonesia. One study showed that severe preeclampsia caused 1,5-25% of maternal death and 45-50% of neonatal death in Indonesia. Parity seems to become one of the major risk factors that contribute to the high incidence of severe preeclampsia. Although there have been many studies about epidemiology of correlation between parity and preeclampsia, RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) as a central national refferal hospital has not yet reported any data and analysis about severe preeclampsia case.
The aim of this study was to know about the characteristics sosiodemographic of obstetric patients, prevalence of severe preeclampsia, and relationship between parity and prevalence of severe preeclampsia in RSCM in 2011. The method used in this study was cross sectional. The data were obtained from medical record of all patients from Department Obstetric Gynecologic RSCM in 2011. From 2517 data, 2462 data were fulfilled research criteria, and were analyzed using Chi-Square test.
Through this study, we obtained some characteristics of maternal in RSCM, i.e. originated from Jakarta (79,05%), Moslem (87,98%), last educational was high school (35,2%), housewife (71%), and had labor inssurance (44%). Prevalence of severe preeclampsia in RSCM in 2011 was 16,4%. There was a significant relationship between parity and incidence of severe preeclampsia in RSCM in 2011 (p=0,002), which the highest proportion of incidence severe preeclampsia was in the grande multipara group (24,3%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Riani
"Latar belakang: Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit akibat peradangan kronik folikel pilosebasea yang sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda. Pada pasien perempuan didapatkan prevalensi AV yang lebih tinggi dan dampak psikososial yang lebih berat. Beberapa studi meneliti terdapat hubungan antara peningkatan kadar homosistein dengan derajat keparahan AV, namun peran homosistein dalam patogenesis AV masih belum jelas. Kadar homosistein ditentukan oleh multifaktor sehingga temuan di Indonesia dapat berbeda dibandingkan penelitian terdahulu. Secara fisiologis, kadar homosistein pada perempuan lebih rendah dari laki-laki.
Tujuan: Mendapatkan data kadar homosistein plasma pada pasien perempuan dengan AV ringan (AVR), AV sedang (AVS), dan AV berat (AVB) serta mengetahui korelasi kadar homosistein plasma dengan berbagai derajat keparahan AV.
Metode: Studi potong lintang dilakukan terhadap 46 subjek penelitian (SP), direkrut secara consecutive sampling, yang terdiagnosis AV berdasarkan kriteria Lehmann pada bulan April-Juni 2019. Setiap SP akan diambil darahnya untuk dilakukan pemeriksaan kadar homosistein plasma dengan metode chemiluminescent microparticle immuno assay (CMIA).
Hasil: Pada pasien perempuan dengan AV didapatkan rerata kadar homosistein plasma kelompok AVR, AVS, dan AVB yaitu 7,39 (1,84) μmol/L, 7,14 (1,73) μmol/L, dan 6,95 (1,14) μmol/L. Terdapat korelasi negatif lemah yang tidak bermakna antara kadar homosistein plasma dengan derajat keparahan AV (r=-0,0964, p=0,524).
Kesimpulan: Kadar homosistein plasma ditemukan lebih rendah pada kelompok AVS dan AVB. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semakin rendah kadar homosistein plasma, maka semakin berat derajat keparahan AV.

Background: Acne vulgaris (AV) is a skin disorder caused by chronic inflammation of pilosebaceus that is primarily found in adolescents and young adults. In female patient, there is a higher prevalence of AV and more severe psychosocial impact. Several studies have investigated association between the levels of serum homocysteine and severity of AV, but the role of homocysteine in AV is not clearly understood. Homocysteine levels are thought to be affected by varying factors, so it is assumed that homocysteine levels in Indonesian people will yield a different results. Physiologically, female has a lower homocysteine levels.
Objective: This study aims to know the levels of homocysteine plasma in female patients suffering from mild, moderate, and severe AV, also its correlation with the degree of AV severity.
Methods: This cross-sectional study included 46 subjects, recruited by consecutive sampling, who have been diagnosed with AV based on Lehmann criteria on April-June
2019. Blood sample will be taken from each subject to measure homocycsteine plasma levels by using chemiluminescent microparticle immuno assay method (CMIA).
Results: In female patients, the mean plasma homocycteine levels of mild, moderate, and severe groups were respectively 7,39 (1,84) μmol/L, 7,14 (1,73) μmol/L, and 6,95 (1,14) μmol/L. There was no significant corelation between plasma homocysteine levels and the degree of acne severity (r=-0,0964, p=0,524).
Conclusion: Levels of plasma homocysteine was found lower on moderate and severe AV groups. The lower the levels of plasma homocysteine, the more severe the the degree of acne severity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Viryawan
"ABSTRACT
Kehamilan dengan preeklampsia berat (PEB) merupakan kehamilan risiko tinggi, yang dapatmenyebabkan kematian ibu bahkan bayi. PEB merupakan theory of disease, dengan banyak faktorrisiko dan penyebab, salah satunya adalah tingginya kadar gula darah yang umum terjadi pada ibuhamil. Penelitian ini bertujuan mencari prevalensi PEB dan hubungannya dengan kadar glukosa darahsewaktu. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan subjek seluruh ibu hamil dirumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2011 yang memenuhi kriteria penelitian; datadidapat dari rekam medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi PEB di RSCM selamatahun 2011 adalah 16.4% dan prevalensi pasien hamil yang terdeteksi mempunyai peningkatan guladarah sewaktu adalah 8.3%. Dengan uji Chi-square untuk mengetahui beda proporsi antara kehamilandengan PEB dan tidak PEB pada kelompok kadar glukosa darah rendah, sedang dan tinggi didapatkanhasil yang signifikan (p=0.004). Disimpulkan bahwa kadar gula darah sewaktu ibu hamil berhubungandengan prevalensi PEB.

ABSTRACT
Pregnancy with severe preeclampsia is a high risk pregnancy, which can lead to maternal and babies
death. Severe preeclampsia is a theory of disease that has numerous risk factors, including elevation
of blood glucose that is common occurred in pregnancy. This study aimed to know the relationship
between maternal blood glucose levels and the prevalence of severe preeclampsia. This study used
cross-sectional methods. Subject was pregnant women in Cipto Mangunkusumo hospital (RSCM )in
the year 2011 who fullfil the research criteria; data were obtained from medical records. The results
showed that the prevalence of severe preeclampsia in RSCM during 2011 was 16.4%, and the
prevalence of pregnant patients who had an elevation of blood sugar level was 8.3%, and there was
significant relationship between severe preeclampsia with elevation of blood sugar (Chi-square test;
p=0.004). In conclusion, maternal blood sugar levels is related to the prevalence of severe
preeclampsia."
2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Jonathan Aditama Midlando
"Preeklamsia (PEB) yang menjadi eklamsia merupakan penyebab angka kematian ibu (AKI) tertinggi kedua di Indonesia setelah perdarahan. Beberapa studi menunjukan bahwa PEB dapat menjadi salah satu penyebab bayi berat lahir rendah (BBLR). BBLR merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada bayi yang baru lahir. Saat ini belum terdapat penelitian mengenai prevalensi preeklampsia berat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan hubungannya dengan BBLR. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi PEB di RSCM dan hubungannya dengan BBLR. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan data diambil di RSCM dengan menggunakan rekam medik pasien Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM pada tahun 2011 pada bulan September 2012. Pada penelitian ini, didapat 2312 data rekam medik yang sesuai dengan kriteria inklusi. Data dianalisis dengan uji chi-square menggunakan program SPSS 20.0 for windows untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara PEB dengan BBLR. Hasil penelitian menunjukan prevalensi PEB di RSCM sebesar 16,6% dan prevalensi BBLR sebesar 27,3%. Terdapat hubungan yang bermakna antara PEB dengan kejadian BBLR di RSCM pada tahun 2011 (p = 0,001).

Severe preeclampsia, which then became ecclampsia, is the second most frequent cause of maternal mortality in Indonesia after bleeding. Many researches concluded that severe preeclampsia implicates to the low birthweigh of the neonates. Low birthweight is one of the indications for mortality and morbidity of the neonates. Until today, there is no research existed discussing severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo hospital (RSCM) and its association with low birthweight. The goal of this research was to know the prevalence of severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo hospital in 2011 and its association with low birthweight. This research was an analytic study with cross-sectional approach. The data were collected from medical records of Department of Obsteric and Gynecology RSCM on September 2012. This research collected 2312 data of women who have given birth and matched the research criteria. Data were analyzed with chi-square test using SPSS program for windows to find the association between severe preeclampsia and low birthweight data showed that the prevalence of severe preeclampsia in Cipto Mangunkusumo hospital was 16,6% and the prevalence of low birthweight was 27,3%. There was a significant association between severe preeclampsia and low birthweight at Cipto Mangunkusumo hospital in the year of 2011 (p=0,001)."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>