Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152030 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Handy Kurniawan
"Penentuan jenis kedaulatan suatu negara atas perairannya sangat penting. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana hak dan kewajiban yang dimiliki serta mekanisme apa yang dapat diterapkan untuk melaksanakan penegakan hukum. Dalam UNCLOS 1982 telah ada konsensus umum tentang jenis dan, kewenangan dalam ruang lingkup zona maritim yurisdiksi negara pantai. Sementara dalam beberapa kasus ruang maritim bersama klaim maritim yang tumpang tindih juga telah menimbulkan perselisihan maritim antara negara-negara pantai. Begitu pula dengan Indonesia masih menyisakan sengketa batas maritim dengan Malaysia di Laut Sulawesi yang sampai saat ini belum terselesaikan terkait delitimasi/penetapan garis batas maritim di Laut Teritorial, ZEE dan Landas Kontinen.

Determination of the type of sovereignty of a country over its waters is very important. This is to find out the extent to which rights and obligations are owned and what mechanisms can be applied to implement law enforcement. In UNCLOS 1982 there was a general consensus on types and, authorities within the scope of the coastal jurisdiction of coastal states. While in some cases the maritime space together with overlapping maritime claims has also led to maritime disputes between coastal countries. Likewise, Indonesia still leaves a maritime boundary dispute with Malaysia in the Sulawesi Sea which has yet to be resolved regarding the determination / determination of maritime boundaries in the Territorial Sea, EEZ and Continental Shelf."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T519233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revaldi Nathanael Wirabuana
"Indonesia dan Malaysia telah terlibat dalam sebuah sengketa mengenai batas maritim di Laut Sulawesi. Sengketa tersebut berasal dari klaim atas zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang tumpang tindih sehingga berakibat kepada konsesi minyak, persitegangan militer, hingga penangkapan ikan illegal. Negosiasi untuk menentukan batas maritim telah dilakukan sejak lama; dimulai dengan negosiasi pra-1969 yang berujung pada sengketa kedaulatan atas pulau Sipadan & Ligitan, hingga negosiasi yang dimulai pada tahun 2005 hingga kini. Skripsi ini akan menganalisa prinsip-prinsip penentuan batas maritime, serta proyeksi dari negosiasi atau mekanisme lainnya untuk menyelesaikan sengketa di Laut Sulawesi.

Indonesia aod Malaysia are witness to ao ongoing dispute over maritime boundary in Sulawesi Sea. The dispute revolves around overlapping claims over exclusive economic zone aod continental shelf, resulting into conflicts on oil concessions, military skirmishes, aod illegal fishing. Negotiations to delimit maritime boundary has been done for a long time: from the pre-1969 negotiations that ended up in the sovereignty claims over Sipadao & Ligitan, to the current negotiations initiated in 2005. This thesis will analyze the principle of maritime boundary delimitation, aod the future projection of negotiations aod other possible mechaoisms to resolve the dispute in Sulawesi Sea."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta : Sekretariat Jenderal Dewan Kelautan Indonesia , 2008
341.45 IND e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dewan Kelautan Indonesia, 2015
341.45 IND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Berdasarkan ketentuan dalam United Nation Convention of the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982, setiap negara pantai yang bermaksud untuk menarik batas terluar landas kontinen melebihi 200 mil laut dari garis pangkal diharuskan melakukan submisi yang dindukung dengan data teknis dan ilmiah. Batas waktu melakukan submisi ini adalah pada 13 Mei 2009 dan akan diuji kebenatan submisinya oleh the Commission on the Limmits of Continental Shelf (CLCS). Indonesia sebagai negara kepulauan sekaligus sebagai submisi ini, sehingga batas landas kontinen Indoenesia dimungkinkan melebihi 200 mill laut. Tulisan ini merupakan Dekstop Study terkait Pasal 76 UNCLOS 1982, dengan maksud untuk memberikan masukan awal tentang potensi wilayah perairan Indonesia yang dimungkinkan untuk ditindakalanjuti dengan melakukan submisi ke CLCS.
Dekstop Study ini didasarkan pada data-data yang tersedia antara lain: 1. Data batimeri dari model ETOPO2, Geodas dan hasil proyek DRRM. 2. NOAA. 3. PP 38/2002 berisikan koordinat titik-titik dasar. 4. Garis pantai dari World Vector Shorelines. 5. Peta-peta ZEE hasil DMRM dan lain-lain."
341 JBM 1:1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Mangisi
"Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 atau dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, dalam UNCLOS 1982 telah diatur mengenai pembagianpembagian wilayah laut dan penggunaanya bagi masyarakat internasional, seperti halnya laut lepas yang telah dinyatakan sebagai wilayah laut yang tidak boleh berada dikedaulatan negara manapun termasuk digunakan untuk keperluan pribadi negara, seperti halnya Cina yang membangun Pangkalan Militernya di wilayah Laut Cina Selatan yang merupakan laut lepas. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian adalah penelitian yuridis-normatif dengan metode pengumpulan data studi kepustakaan (Library Reasearch) yang berupa Perundang-undangan , buku-buku, serta jurnal maupun internet yang berkaitan dangan pokok permasalahan dalam peneilitian ini, serta menggunakan analisis data kualitatif. Cina menggunakan klaim historisnya yang dikenal dengan “Nine Dash Line”,dengan klaim ini Cina mengakui bahwa Laut Cina Selatan merupakan bagian dari yurisdiksinya dan Cina memiliki kehendak untuk melakukan berbagai kegiatan-kegiatan di wilayah tersebut, untuk itu Cina melakukan pembangunan Pangkalan Militernya di Laut China Selatan tepatnya di Mischief Reef yang merupakan bagian dari Laut lepas bahkan hanya berjarak 250 mil dari Filipina dan jarak yang dimiliki dengan negara Cina cukuplah jauh, berdasarkan UNCLOS 1982 bahwa tindakan yang dilakukan oleh Cina tersebut telah bertentangan dengan UNCLOS 1982."
Jakarta: Seskoal Press, 2022
023.1 JMI 10:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Inline with the implications, problems have arisen by the implementation of Part VI of the Convention such as overlapping existing and potential claims to the maritime jurisdiction zone and more difficult tasks in surveillance in the field of fisheries, energy, and mineral resource exploration and exploitation, shipping including activities of smuggling and espionage, protection of the ocean environment and marine research."
IMJ 1:3 (1995)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dzaky Aziz
"Islamic Banking as one of the systems favored by Muslim countries, especially Indonesia and Malaysia. Through time, there are still a number of problems regarding the resolution of Islamic Banking disputes. In this study, the two countries will have to deal with issues concerning the dispute resolution of Islamic Banking disputes and also the extent of the authority of the Religious Courts in each country to handle the settlement of Islamic Banking disputes. This research was conducted based on the normative juridical method through the analysis of relevant regulations from each country, also referring to some literature. The results of this study will be explained in the form of recommendations that will be addressed to certain parties in Indonesia and Malaysia including the Government to improve the implementation of Sharia Banking Dispute Resolution.

Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem yang disukai oleh negara-negara yang beragama Islam, terutama Indonesia dan Malaysia. Melalui waktu, masih ada beberapa masalah tentang penyelesaian sengketa Perbankan Syariah. Dalam penelitian ini, akan dibahas masalah-masalah yang harus diatasi oleh kedua negara mengenai resolusi perselisihan Perbankan Syariah dan juga sejauh mana kewenangan Pengadilan Agama di masing-masing negara untuk menangani penyelesaian perselisihan Perbankan Syariah. Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode yuridis normatif melalui analisis peraturan yang relevan dari masing-masing negara, juga mengacu pada beberapa literatur. Hasil penelitian ini akan dijelaskan dalam bentuk rekomendasi yang akan ditujukan pada pihak-pihak tertentu di Indonesia dan Malaysia termasuk Pemerintah untuk meningkatkan implementasi Resolusi Perselisihan Perbankan Syariah.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Sathila Kusumaningtyas
"Tesis ini meneliti tentang hambatan yang dihadapi Indonesia, Malaysia, dan Filipina dalam kerja sama patroli maritim trilateral (trilateral maritime patrol) di Laut Sulu dan Sulawesi dengan menggunakan kelima variabel rezim keamanan yakni norma dan prinsip, aturan main, kepentingan nasional, kekuatan politik, dan pengetahuan yang didasari oleh ancaman yang ada di kawasan Laut Sulu dan Sulawesi. Analisis tersebut memberikan hasil bahwa ketiga negara kesulitan melakukan kerja sama dikarenakan beberapa hambatan berikut: prinsip kedaulatan dalam ASEAN Way yang dianut ketiga negara justru menghambat pelaksanaan patroli, aturan main dalam TCA tidak mengikat secara hukum dan tidak mengatur perluasan hak pengejaran seketika, adanya kepentingan nasional yang tumpang-tindih membuat negara-negara lalai akan tujuan utama kerja sama, dan terdapat ketimpangan yang cukup besar dalam kekuatan politik ketiga negara. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara dengan insentif kerja sama terbesar perlu untuk terus mendorong kedua negara lainnya untuk segera merealisasikan kerja sama. Selain itu ketiga negara perlu menunjuk keketuaan atau koordinator secara bergiliran untuk menjamin pertanggungjawaban pelaksanaan kerja sama dan merumuskan aturan main yang lebih mengikat secara hukum.Ketiga negara juga perlu untuk bekerja sama dalam capacity building untuk membantu negara yang lebih lemah menyetarakan (jenis dan teknologi) kapal-kapal yang akan digunakan untuk patroli agar memudahkan dalam komando dan pengendaliannya.

This thesis examines the obstacles faced by Indonesia, Malaysia and the Philippines in the cooperation of trilateral maritime patrols in the Sulu Sea and Sulawesi. In analyzing these obstacles, this thesis uses the five variables of the security regime: norms and principles, rules of conduct, national interests, political power, and knowledge based on the threats that exist in the Sulu and Sulawesi. The purpose of this exercise to identify the constraints that exist in the joint trilateral joint patrol cooperation between Indonesia, Malaysia and the Philippines. This thesis finds that the three countries embrace the norms and principles of the ASEAN Way which embraces the principle of sovereignty, and as such erodes the effectiveness of cooperation. In addition, the TCA principles result in the absence of legally-binding, and the regulation of the extention of the right of hot pursuit. The over-emphasis on non-intervention in the pursuit of national interests leads tothe neglect of the main purpose of cooperation, and there is considerable imbalance in the political power of the three countries. Therefore, referring to the concept of the security regime, this cooperation will not work effectively if the variables in the regime are not met. Indonesia as a country with the largest cooperation incentives needs to continue to encourage the other two countries to immediately realize the critical significan of the cooperation. In addition, the three countries also need to appoint a coordinator to ensure the accountability of the implementation of cooperation.There is also a need to formulate more legally binding rules. Finally, the states in the region need cooperate in the capacity building that helps weaker states to equalize the type and technology of vessels to be used for patrols to facilitate command and control.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>