Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142940 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Permata Sutan
"Kaheksia merupakan sindrom multifaktorial yang menyebabkan gangguan fungsional progresif dan tidak dapat ditangani dengan terapi nutrisi konvensional. Kaheksia dijumpai pada 45% penderita kanker dan bila tidak diatasi dapat menyebabkan kematian 22% pasien kanker. Terapi medik gizi merupakan bagian dari terapi multimodal yang direkomendasikan dalam tatalaksana kaheksia dengan tujuan menjaga atau meningkatkan asupan makan, status gizi, dan kapasitas fungsional. Serial kasus ini melaporkan empat pasien kaheksia pada kanker dengan intake sulit berusia 42-53 tahun. Tiga pasien berstatus gizi normal, sedangkan satu pasien obes berdasakan kriteria World Health Organization (WHO) Asia Pasifik. Terapi medik gizi diberikan sesuai pedoman pada kanker dengan target pemberian energi sesuai Kebutuhan Energi Total (KET) masing-masing pasien yang dihitung dari Kebutuhan Energi Basal (KEB) yang dikalikan dengan faktor stres 1,5. Protein diberikan minimal 1,2 g/kgBB/hari untuk pasien dengan fungsi ginjal normal dan 0,8 g/kgBB/hari untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis. Nutrien spesifik asam amino rantai cabang (AARC) dipenuhi melalui pemberian bahan makanan sumber dan oral nutrition supplementation (ONS). Keempat pasien pulang dengan perbaikan asupan makan dan peningkatan kapasitas fungsional. Status gizi keempat pasien dapat dipertahankan selama perawatan. Terapi medik gizi dapat meningkatkan asupan makan, menjaga status gizi, dan meningkatkan kapasitas fungsional pasien kaheksia pada kanker dengan intake sulit.

Cachexia is a multifactorial syndrome responsible for progressive functional impairment that cannot be overcome with conventional nutrition therapy. Cachexia was found in 45% of cancer patients and will lead to death in 22% cancer patients. Nutrition therapy is a part of multimodal therapy that was recommended in cachexia therapy to maintain or increase food intake, nutritional status, and functional capacity. This case series report four cancer cachexia patients with low intake aged 42-53 years old. Three patients have normal nutritional status, while one patient is obese based on World Health Organization (WHO) for Asia Pacific criteria. Nutrition therapies were given based on cancer guideline with energy target prescriptions according to total energy requirements for each patients. Proteins were given with minimal 1,2 g/kgBW/day for patients with normal kidney function and 0,8 g/kgBW/day for patient with chronic kidney disease.  Specific nutrient branched-chain amino acids (BCAA) requirements are fulfilled by administration of Oral Nutrition Supplementation (ONS). All four patients were discharged with improvements in food intake and functional capacity. No nutritional status were declined during hospitalization. Medical nutrition therapy could improve food intake, maintain nutritional status, and improve functional capacity in cachexia cancer with low intake patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ngesti Mulyanah
"Latar belakang: Risiko kaheksia pada pasien kanker kepala dan leher KKL meningkat akibat tumor itu sendiri, letak tumor, dan pemberian terapi medis. Penurunan berat badan akibat efek samping radioterapi atau kemoradioterapi dapat menurunkan angka kesintasan dan kualitas hidup, serta meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Terapi medik gizi klinik bertujuan mencegah malnutrisi bertambah berat, memperbaiki kualitas hidup, dan mendukung outcome terapi yang baik. Terapi medik gizi klinik berupa konsultasi individu, meliputi pemberian nutrisi adekuat sesuai kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik, serta terapi medikamentosa dan edukasi.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang, berusia 32 ndash;53 tahun. Satu orang pasien dengan diagnosis karsinoma lidah dan 3 orang dengan kanker nasofaring. Dua dari 4 pasien menjalani kemoradioterapi. Semua terdiagnosis kaheksia pada awal pemeriksaan. Kebutuhan energi total dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict untuk kebutuhan basal dikalikan faktor stres 1,5. Pemantauan meliputi keluhan subjektif dan pemeriksaan objektif tanda vital, kondisi klinis, antropometrik, massa otot, massa lemak, kekuatan genggam tangan, Karnofsky Performance Status, analisis asupan, dan laboratorium . Pemantauan dilakukan secara berkala setiap minggu untuk menilai pencapaian target pemberian nutrisi.
Hasil: Terapi medik gizi klinik pada keempat pasien meningkatkan asupan energi, protein, dan nutrien spesifik asam amino rantai cabang dan eicosapentaenoic acid . Penurunan BB, massa otot, dan kapasitas fungsional yang terjadi pada pasien hanya minimal.
Kesimpulan: Terapi medik gizi klinik pada pasien KKL dengan kaheksia dalam radioterapi atau kemoradioterapi dapat meningkatkan asupan nutrisi dan meminimalkan penurunan status gizi pasien lebih lanjut.

Introduction: The risk of cachexia of head and neck cancer HNC is increased because of the tumor itself, site of the tumor, and side effects of cancer treatment. Weight loss during radiotherapy or chemoradiotherapy will decrease the survival rates and quality of life, and increase morbidity and mortality rates. The purpose of medical therapy in clinical nutrition is to prevent further malnutrition during therapy, improve quality of life, and support the good outcome of cancer treatment. Individual medical therapy in clinical nutrition include adequate energy, macro and micronutrient, and specific nutrients requirements, pharmacotherapy and education.
Methods: Four HNC patients in this case series aged between 32 and 53. One patient diagnosed squamous cell carcinoma of the tongue and 3 patients with nasopharyngeal cancer. Two of four patients received chemoradiotherapy. Total energy requirement was calculated using Harris Benedict equation for basal energy need multipled by stress factor of 1,5. Monitoring include subjective complaints and objective examination vital sign, physical examination, anthropometric, muscle mass, fat mass, handgrip strength, Karnofsky Performance Status, dietary analysis, and laboratory. Monitoring was performed routinely every week to assess achievement of the nutrition therapy target.
Results: Medical therapy in clinical nutrition to four patients can increase the intake of energy, protein, and specific nutrients branched chain amino acid and eicosapentaenoic acid. The decreased of weight, muscle mass, and functional capacity during radiotherapy or chemoradiotherapy were only minimal.
Conclusion: Medical therapy in clinical nutrition for HNC patients with cachexia on radiotherapy or chemoradiotherapy can increase nutrition intake and minimalized further malnutrition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55637
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marisa
"Latar belakang: Kanker sel skuamosa (KSS) lidah adalah keganasan rongga mulut tersering dengan prognosis terburuk. Insiden KSS lidah cenderung meningkat dan semakin banyak pada usia kurang dari 45 tahun. Hampir semua pasien kanker kepala leher mengalami malnutrisi saat didiagnosis kanker. Tiga puluh satu persen pasien KSS kepala leher dengan kaheksia memiliki disease-free survival lebih rendah dibandingkan pasien yang tidak kaheksia. Modalitas terapi KSS lidah seperti radioterapi, kemoterapi, pembedahan, maupun kombinasi ketiganya dapat memperburuk malnutrisi atau kaheksia yang telah terjadi jika tidak ditatalaksana dengan baik. Terapi medik gizi diperlukan pada pasien KSS lidah yang menjalani radioterapi untuk mencegah malnutrisi atau kaheksia.
Metode: Pasien KSS lidah berusia 41-53 tahun. Tiga pasien berjenis kelamin perempuan dan satu orang laki-laki. Dua pasien telah menjalani pembedahan, semua pasien menjalani radioterapi bersamaan dengan kemoterapi. Satu pasien memiliki hasil skrining MST kurang lebih 5, dan selebihnya memiliki nilai 4. Pemantauan dilakukan sebelum, saat, dan sesudah radioterapi meliputi keluhan subjektif, kondisi klinis, pemeriksaan laboratorium, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional dan analisis asupan. Keempat pasien mendapatkan edukasi nutrisi, oral nutrition support (ONS), suplementasi vitamin dan mineral serta asam lemak omega-3.
Hasil: Keempat pasien dapat meningkatkan asupan makanannya. Pasien mengalami penurunan berat badan, tiga pasien mengalami kenaikan berat badan pasca radioterapi. Dua pasien menggunakan NGT serta memiliki penyulit berupa hipertiroid subklinis dan DM tipe 2. Pasien mengalami anemia, dua di antaranya mengalami perbaikan kadar Hb. Terjadi penurunan massa otot namun terdapat perbaikan kekuatan genggaman tangan dan skor EGOG.
Kesimpulan: Terapi medik gizi dapat memperbaiki keluaran klinis, kapasitas fungsional, antropometri, dan laboratorium terutama pada pasien tanpa penyulit

Background. Squamous cell carcinoma of the tongue (SCCOT) is the most common oral cavity cancer with the worst prognosis. The incidence of SCCOT tends to increase at the age of less than 45 years old. Almost all head and neck cancer patients are malnourished at the time of diagnosis. Thirty-one percent of head and neck SCC cachexia patients have a lower disease-free survival than non cachexia. Modalities of tongue SCC therapy such as radiotherapy, chemotherapy, surgery, or a combination of all three can worsen malnutrition or cachexia that has occurred if it is not managed properly. Early medical nutrition therapy is required in SCCOT patients undergoing radiotherapy to prevent cachexia or malnutrition.
Method. Four SCCOT patients 41-53 years old. Three patients were females and one patient was male. Two patients underwent surgery, and all patients underwent concurrent radio-chemotherapy. One patient had MST score more less than 5, and the rest had a score of 4. Monitoring was carried out before, during and after radiotherapy including subjective complaints, clinical conditions, laboratory examinations, anthropometry, body composition, functional capacity and food intake analysis. Four patients received nutritional education, oral nutrition support (ONS), supplementation of vitamins and minerals and omega-3 fatty acid.
Results. All patients can increase their food intake. Patients experienced weight loss, most of them experienced weight gain after radiotherapy. Two patients used tube feeding and had complications of subclinical hyperthyroidism and type 2 diabetes. Patients had anemia, two of them had improved hemoglobin level. There was a decrease in muscle mass but there was an improvement in the strength of hand grip and EGOG score, especially after radiotherapy.
Conclusion. Medical nutrition therapy can improve clinical outcomes, functional capacity, anthropometry, and laboratory especially in patients without complications.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arti Indira
"Latar Belakang: Sebanyak 40 pasien kanker laring mengalami malnutrisi sebelum protokol terapi dimulai, dan meningkat menjadi 54 pasca laringektomi. Laringektomi total menyebabkan pasien bernapas melalui trakeostomi sehingga terjadi disabilitas fisik, perubahan psikis, dan juga masalah nutrisi. Radioterapi merupakan pilihan terapi pada kanker laring dan seringkali memengaruhi status gizi dan kapasitas fungsional.
Metode: Pasien kanker laring stadium III dan IV ini berusia antara 50 ndash;66 tahun. Seluruh pasien telah menjalani laringektomi dengan trakeostomi dan radioterapi eksterna, dan tiga orang menjalani kombinasi dengan kemoterapi. Dua orang menggunakan nasogastric tube NGT untuk asupan nutrisi dan dua orang dengan asupan per oral. Pasien memiliki hasil skrining MST > 2. Pemantauan dilakukan meliputi keluhan subjektif, kondisi klinis, tanda vital, pemeriksaan laboratorium, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional dan analisis asupan 24 jam. Keempat pasien mendapatkan edukasi nutrisi, oral nutrition support ONS dan kapsul omega-3.
Hasil: Dari hasil pemantauan diketahui bahwa pasien kanker laring yang mendapatkan terapi nutrisi dapat meningkatkan asupan makanannya, berat badan, massa otot, kekuatan genggam tangan, dan kadar hemoglobin. Karnofsky Performance Score dari keempat pasien tidak mengalami perubahan.
Kesimpulan: Pemberian terapi nutrisi dapat memperbaiki status gizi, parameter laboratorium dan komposisi tubuh pada semua pasien dalam serial kasus ini.Kata Kunci: kanker laring; radioterapi; terapi medik gizi

Objective: Forty percent of laryngeal cancer patients were already malnourished before the therapy protocol began and increased to 54 post laryngectomy. Total laryngectomy causes the patient to breathe through the tracheostomy resulting physical disability, psychic changes, as well as nutritional problems. Radiotherapy is a treatment of choices for laryngeal cancer, often affects nutritional status and functional capacity.
Methods: Stages III and IV of laryngeal cancer patients aged 50 66 years old with. All patients had undergone laryngectomy with tracheostomy and external radiotherapy, and three patients underwent a combination with chemotherapy. Two patients used nasogastric tube NGT for nutritional intake and two patients with oral intake. All patients had a screening score of MST 2. Monitoring included subjective complaints, clinical conditions, vital signs, laboratory tests, anthropometric measured, body composition analysis, functional capacity and 24 hour records of intake analysis. All patients received nutritional counselling, oral nutrition support ONS and omega 3 capsules.
Results: From the result of monitoring, laryngeal cancer patients who get nutrition therapy could increased their food intakes, body weight, skeletal mass, handgrip strength, and hemoglobin level. The Karnofsky Performance Score of all patients was unchanged.
Conclusions: Nutritional therapy may improve nutritional status, laboratory parameters and body composition in laryngeal cancer patientsKey Word larynx cancer radiotherapy nutritional therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Claresta Diella
"Pasien kanker laring memiliki risiko terjadinya malnutrisi hingga kaheksia yang disebabkan oleh lokasi tumor dan sitokin inflamasi. Angka kejadian kanker laring dengan malnutrisi meningkat pada geriatri. Laringektomi total merupakan salah satu tatalaksana kanker laring dengan komplikasi pasca operasi tersering berupa pharyngocutaneous fistula (PCF). Tatalaksana nutrisi yang adekuat (makronutrien dan mikronutrien) perlu diberikan dengan menyesuaikan toleransi dan kondisi klinis setiap pasien. Keempat pasien pada serial kasus merupakan pasien karsinoma sel skuamosa laring pasca laringektomi total. Semua jenis kelamin pasien adalah laki-laki. Dua dari empat pasien adalah geriatri. Faktor risiko terbanyak adalah merokok. Semua pasien memiliki status gizi malnutrisi sedang berdasarkan ASPEN dan tiga pasien dengan kaheksia kanker. Sarkopenia didapatkan pada satu pasien non geriatri dan satu pasien geriatri. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan kondisi klinis dan toleransi asupan melalui jalur enteral per NGT. Suplementasi mikronutrien dengan dosis penyembuhan luka diberikan pada semua pasien. Tiga pasien tanpa komplikasi mendapatkan suplementasi omega-3. Komplikasi PCF didapatkan pada satu pasien non geriatri dengan status gizi berat badan berlebih berdasarkan IMT, hipoalbuminemia, anemia, dan riwayat pemasangan NGT dan trakeostomi. Asupan energi dan protein pada pasien yang mengalami PCF tidak mencapai target. Pemberian makanan oral pada pasien yang tidak mengalami PCF dilakukan pada hari ke 7-12 pasca operasi. Pasien dengan PCF pulang dengan NGT. Keempat pasien pulang dengan keadaan klinis yang membaik. Skor indeks Barthel dan Karnofsky Performance Scale (KPS) mengalami perbaikan pada akhir masa perawatan. Kesimpulan yang didapatkan yaitu status gizi malnutrisi yang mendapatkan terapi nutrisi optimal akan mengurangi terjadinya komplikasi. Adanya komplikasi pasca operasi berperan dalam terjadinya PCF.

Patients with laryngeal cancer are at risk of malnutrition and cancer cachexia that is induced by tumor location and cytokine inflammatory. Incidence of malnutrition related to laryngeal cancer increases on geriatric patients. Total laryngectomy is one of the surgical procedures for laryngeal cancer with the most postoperative complications, such as pharyngocutaneous fistula (PCF). Adequate nutrition therapy (macronutrient and micronutrient) must be provided by adjusting to the clinical tolerance and condition of every patient. Patients in the case series are four patients with laryngeal squamous cell carcinoma after total laryngectomy. The gender of all patients is male. Two patients are geriatric patients. Smoking is the major risk factor in this case series. All patients were moderately malnourished based on ASPEN criteria, and three patients had cancer cachexia. Sarcopenia was identified in one non-geriatric patient and one geriatric patient. Medical nutrition therapy was provided through enteral NGT according to clinical condition and tolerance intake of the patient. Micronutrient supplementation with dose for wound healing was given to all patients. Three patients without complication received omega-3 supplementation. PCF complication was identified in one non-geriatric patient with overweight status based on BMI, hypoalbuminemia, anemia, and history of tracheostimy dan used NGT. Energy and protein intake did not reach target in this patient. All four patients were discharged with improved clinical condition. There are improved in Barthel index and Karnofsky Performance Scale (KPS). Conclusion of the case series is that adequate medical nutrition therapy provided in malnutrition patient can decrease the risk of complications after surgery. Complication after surgery with comorbid has a role in the development of PCF."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cipuk Muhaswitri
"Malnutrisi pada kanker nasofaring (KNF) disebabkan oleh peradangan, sel tumor dan efek kemoradioterapi. Malnutrisi dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup, fungsi fisik, dan kelangsungan hidup. Pemberian nutrisi pasien KNF yang menjalani radioterapi (RT) memperbaiki status gizi, kapasitas fungsional, dan prognosis keseluruhan. Pasien KNF dengan kaheksia, usia 29 - 67 tahun, tiga pria dan satu wanita yang menjalani kemoradioterapi. Diberikan nutrisi sesuai kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik. Pemantauan pasien di awal, hingga RT selesai, pada keluhan terkait terapi, analisis asupan, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional, dan pemeriksaan CRP. Didapatkan penurunan asupan pada empat pasien saat RT, tetapi meningkat lagi pada tiga pasien setelah pemasangan NGT. Satu pasien dengan peningkatan berat badan (BB), sedangkan 3 pasien lainnya BB menurun 2,2-13% pasca RT. Tiga pasien dengan CRP meningkat pada awal RT, tetapi hanya 1 pasien dengan CRP kembali normal. Massa otot meningkat pada 3 pasien setelah RT. Tiga pasien mengalami perbaikan skor ECOG pasca RT, dan satu pasien dengan skor ECOG tetap stabil. Pemasangan NGT dapat mempertahankan asupan pasien. Terapi nutrisi memperbaiki penurunan BB, tetapi tidak terlihat kaitan dengan CRP, massa otot dan kapasitas fungsional karena faktor lain.

Malnutrition in nasopharyngeal carcinoma (NPC) is induced by inflammation, tumor cells and the effects of chemoradiotherapy. Malnutrition is associated with decrease in quality of life, physical function and survival. Nutritional therapy to NPC who underwent radiotherapy (RT) improves nutritional status, functional capacity, and prognosis. NPC cachexic patients, ages 29 - 67 years, three male and one female, all underwent chemoradiotherapy. Nutrition therapy start with planning of energy, macronutrient, micronutrient and specific nutrients needs. Patients monitoring start from the the beginning, until completed RT, related to therapy, intake analysis, anthropometry, body composition, functional capacity, and C-Reactive Protein (CRP) examination. Decrease intake in four patients during RT, but it increased in three patients after NGT insertion. One patient increase body weight (BW), while other 3 patients dropped BW 2.2-13% post-RT. Three patients increase in CRP at the start of RT, but only 1 CRP patient returned to normal. Muscle mass increased in 3 patients after RT. Three patients had improved ECOG scores after RT, and one patient with ECOG scores remained stable. Insertion of NGT can maintain patient intake. Nutritional therapy maintains BW, but does not appear to be related to CRP, muscle mass and functional capacity due to other factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vikie Nouvrisia Anandaputri
"Latar Belakang. Pasien kanker laring dapat mengalami malnutrisi sebelum
menjalani radioterapi yang ditandai dengan penurunan berat badan yang tidak
disengaja akibat penurunan massa bebas lemak. Kasus serial ini bertujuan untuk
mengamati kaitan asupan protein dengan perbaikan fat free mass index (FFMI).
Metode. Empat pasien pada serial kasus ini didiagnosis karsinoma sel skuamosa
laring pascalaringektomi total dan diseksi leher stadium III dan IV dengan status
gizi malnutrisi berat dan sedang, berat badan normal, dan obes I, berusia 51-62
tahun yang dikonsulkan ke dokter Gizi Klinik pada bulan Agustus sampai
November 2019 sejak awal radioterapi. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan
kondisi klinis melalui jalur oral. Pemantauan dilakukan pada minggu pertama
radiasi, selama radiasi, minggu terakhir radiasi, dan pascaradiasi.
Hasil. Kadar albumin serum keempat pasien dalam batas normal dan meningkat
saat akhir radiasi pada tiga orang pasien. Pasien malnutrisi sedang mengalami
penurunan FFMI dengan asupan protein <2 g/kg BB, pasien malnutrisi berat
mengalami peningkatan FFMI dengan asupan protein 1,1-1,4 g/kg BB. FFMI
pasien obes meningkat lalu menurun dengan asupan protein 0,8-1,7 g/kg BB.
FFMI pasien BB normal meningkat dengan asupan protein 2 g/kg BB. Rentang
asupan protein adalah 0,7-1,5 g/kg BB saat awal radiasi, selama radiasi 0,8-2 g/kg
BB, akhir radiasi 1,1-2 g/kg BB.
Kesimpulan. FFMI cenderung mengalami peningkatan sampai akhir radiasi pada
asupan protein yang mencapai 2 g/kg BB pada pasien BB normal. Perlu penelitian
lebih lanjut mengenai hubungan asupan protein dan FFMI pada pasien KSS laring
yang menjalani radioterapi.

Bacground. Laryngeal cancer patients can experience malnutrition before
undergoing radiotherapy characterized by unintentional weight loss due to a
reduction in fat free mass. Aim of the case series to observe protein intake with fat
free mass index (FFMI) improvement.
Method. Four patients were diagnosed with laryngeal squamous cell carcinoma
post total laryngectomy and neck dissection with nutritional status of severe and
moderate malnutrition, normal weight, and obese grade I, aged 51-62 years who
were consulted to Clinical Nutrition physician in August to November 2019 which
underwent radiotherapy. Medical nutrition therapy is given according to the
clinical condition of each patient through oral. Monitoring was carried out in the
first week, during, the end, and after radiation.
Results. Serum albumin were within normal level and increased at the end of
radiation in 3 patients. FFMI of malnourished patients was decreased with
protein intake <2 g/kg BW. FFMI of severely malnourished patients increases
with protein intake from 1.1 to 1.4 g/kg body weight. FFMI of obese patients
increases then decreases with protein intake from 0.8 to 1.7 g/kg body weight.
FFMI of normoweight patients increases with a protein intake of 2 g/kg BW. The
range of protein intake is 0.7-1.5 g/kg BW at first week, 0.8-2 g/kg BW during,
and 1.1-2 g/kg BW at the end of radiation.
Conclusion. FFMI tends to increase on protein intake 2 g/kg BW in normoweight
patients. Further research is needed regarding the relationship of protein intake
and FFMI in laryngeal patients undergoing radiotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amelya Augusthina Ayusari
"Latar Belakang: Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi di dunia dengan insidensi 25,1% dari semua jenis kanker. Pasien kanker payudara yang menjalani radiasi, umumnya tidak memenuhi kriteria malnutrisi pada skrining gizi namun kebanyakan pasien memiliki massa otot yang rendah, sehingga berpotensi mengalami penurunan kapasitas fungsional. Proses keganasan dan radiasi dapat menyebabkan peningkatan IL-6 yang berdampak pada penurunan kadar Hb. Kadar kolesterol LDL yang tinggi juga sering ditemukan pada pasien dengan obes/riwayat obes, peningkatan ini merugikan karena berdampak pada prognosis dan kesintasan pasien. Terapi medik gizi yang adekuat diperlukan pada pasien kanker payudara.
Metode: Pasien kanker payudara berusia antara 36-79 tahun. Empat pasien telah menjalani mastektomi dan tiga di antaranya telah dikemoterapi. Pasien memiliki hasil skrining MST ≥2. Pemantauan yang dilakukan meliputi keluhan subjektif, kondisi klinis, tanda vital, pemeriksaan laboratorium, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional dan analisis asupan 24 jam. Keempat pasien mendapatkan edukasi nutrisi, oral nutrition support (ONS), suplementasi vitamin dan mineral serta omega-3.
Hasil: Dari hasil pemantauan diketahui bahwa pasien kanker payudara yang mendapatkan terapi medik gizi dapat meningkatkan asupan makanannya, berat badan, massa otot, kekuatan genggam tangan, kadar hemoglobin dan perbaikan kadar kolesterol LDL. Skor ECOG/Karnofsky Performance dari keempat pasien mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan pemeriksaan awal.
Kesimpulan: Terapi medik gizi dapat memperbaiki outcome klinis, kapasitas fungsional, antropometri, dan laboratorium pada semua pasien dalam serial kasus ini.

Background: Breast cancer is the most common cancer in the world with an incidency 25.1% of all types of cancer. Generally, breast cancer patients who had undergoing radiation did not meet the criteria for malnutrition based on nutritional screening, but most patient had low muscle mass that reduce functional capacity. Malignancy and radiation cause an increase of IL-6 which result a decrease in Hb levels. High LDL cholesterol levels were also found in obesity or history of obesity which affected the prognostic and survival of breast cacer patient. The patients mostly had skeletal mass decreased. Adequate nutritional therapy is needed for breast cancer patients.
Method: The case saries reported breast cancer patients aged between 36-79 years. Three patients had mastectomy and chemotherapy, while the other had only mastectomy. Patients had MST screening ≥ 2. Patiens were examined of subjective complaints, clinical conditions, vital signs, laboratory examination, anthropometry, body composition, functional capacity and 24-hour intake analysis. The four patients received nutritional education, oral nutrition support (ONS), vitamin and mineral supplement and omega-3.
Results: Breast cancer patients who got adequate nutritional therapy had increased their food intake, body weight, skeletal mass, handgrip strength, hemoglobin levels and improvement of LDL cholesterol levels. The ECOG/Karnofsky Performance Score of the all patients showed improvement from the initial examination.
Conclusion: Medical nutrition therapy improves the outcome, nutritional status, laboratory parameters and body composition in breast cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Sarah Mutiara
"Latar Belakang: Stroke merupakan penyakit neurologi yang sering dijumpai dengan disabilitas dan mortalitas yang tinggi. Defisiensi vitamin D sering dijumpai pada pasien stroke dan berhubungan dengan meningkatnya risiko stroke serta luaran klinis yang buruk. Terapi medik gizi termasuk pemberian vitamin D diperlukan untuk membantu proses penyembuhan dan memberikan luaran klinis yang baik pada pasien stroke iskemik.
Kasus: Serial kasus ini membahas empat pasien stroke iskemik yaitu dua pasien laki-laki dan dua pasien perempuan dengan usia 46-86 tahun. Tiga pasien didiagnosis sebagai malnutrisi berat secara klinis dan satu pasien dengan berat badan berlebih. Empat pasien tersebut memiliki kadar vitamin D yang rendah yaitu tiga pasien dengan defisiensi vitamin D dan satu pasien dengan insufisiensi vitamin D. Pasien mendapatkan tatalaksana nutrisi selama perawatan di rumah sakit dan rawat jalan.
Hasil: Durasi perawatan rumah sakit pada empat pasien tersebut antara 22-59 hari. Dua pasien stroke iskemik dengan defisiensi vitamin D mengalami kematian saat perawatan di rumah sakit. Dua pasien yang hidup hingga akhir pemantauan mendapatkan suplementasi vitamin D dan didapatkan perbaikan kadar vitamin D. Pasien tersebut menunjukkan perbaikan klinis berupa perbaikan status gizi dan kapasitas fungsional.
Kesimpulan: Tatalaksana medik gizi yang adekuat dan suplementasi vitamin D dapat memperbaiki luaran klinis pasien stroke iskemik.

Background: Stroke is a neurological disease with high disability and mortality. Vitamin D deficiency is common in stroke patients and is associated with increased risk of stroke and poor clinical outcome. Nutritional medical therapy is needed to help the healing process and provide a good clinical outcome in ischemic stroke patients.
Methods: This case series discusses four ischemic stroke patients, consist of two male patients and two female patients with aged 46-86 years. Three patients were diagnosed as clinically severe malnutrition and one patient was overweight. Four patients had low vitamin D levels, consist of three patients with vitamin D deficiency and one patient with vitamin D insufficiency. The patients received nutritional management during hospitalization and outpatient treatment.
Results: The length of stay of these four patients was 22-59 days. Two ischemic stroke patients with vitamin D deficiency were died during hospitalization. Two patients who lived until the end of monitoring received vitamin D supplementation and had improvement in vitamin D levels. These patients showed clinical improvement in nutritional status and functional capacity.
Conclusions: Adequate nutritional medical management and vitamin D supplementation can improve the clinical outcome of ischemic stroke patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>