Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168370 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Royani
"Kemajuan teknologi informasi yang tidak diimbangi dengan kecerdasan dalam menggunakanya akan membawa dampak buruk bagi sebuah peradaban. Saat ini penyebaran informasi begitu cepat dan mudah dilakukan oleh siapa saja tanpa melalui proses verifikasi, sehingga informasi palsu mudah tersebar secara masif. Sebagai salah satu upaya untuk menurunkan kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax, penelitian ini akan menganalisis hubungan antara kecenderungan perilaku tersebut dengan dua variabel bebas yaitu regulasi emosi dan berfikir kritis. Melalui regulasi emosi yang baik, mahasiswa akan mampu mengontrol emosinya terutama saat menerima informasi yang sensasional. Selain itu dengan berfikir kritis mahasiswa akan mampu menyaring informasi dari berbagai sumber.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, responden yang terlibat adalah mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta. Responden dipilih melalui teknik convenience sampling. Instrument yang digunakan adalah skala regulasi emosi, skala berpikir kritis dan skala kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax. Data dianalisis dengan teknik statistik deskriptif dan analisis pearson corelation.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara regulasi emosi dengan kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax pada mahasiswa. Sementara itu terdapat korelasi negatif yang signifikan antara berfikir kritis dengan kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax pada mahasiswa.

Improvement in information technology that is not balanced with intelligence in using the same will have a negative impact on a civilization. At present, the dissemination of information is so fast and easy to be carried out by anyone without going through the verification process, so that false information is easily spread massively. As an effort to reduce the tendency of hoax information dissemination behavior, this study will analyze the relationship between these behavioral trends and two independent variables, namely emotional regulation and critical thinking. Through good emotional regulation, students will be able to control their emotions, especially when receiving sensational information. In addition, with critical thinking students will be able to filter information from various sources.
This study uses quantitative methods, respondents involved are college students in Jakarta. Respondents were selected through convenience sampling techniques. The instrument used is the emotion regulation scale, critical thinking scale and the tendency of hoax information dissemination behavior. Data were analyzed by descriptive statistical techniques and Pearson correlation analysis.
The result of this study shows that there is no significant correlation between emotion regulation and the tendency of hoax information dissemination behavior to students. Meanwhile there is a significant negative correlation between critical thinking and the tendency of hoax information dissemination behavior to students.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T51744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan Riyadi
"Di era digital ini identik dengan kemajuan tekhnologi, salah satunya adalah kemudahan dalam komunikasi melalui media sosial yang menyebabkan banyaknya informasi yang tidak semua benar atau disebut informasi palsu atau hoax. Ini memunculkan permasalahan intensitas dalam menyebarkan informasi hoax. Karena banyak masyarakat yang tidak berhati-hati dalam menyebarkan informasi, hingga banyak yang menyebarkan informasi palsu secara tidak sengaja tanpa mengecek informasinya terlebih dahulu. Peneliti melihat adanya self control dan religiusitas dapat mengatasi permasalahan banyaknya penyebaran informasi hoax ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari tahu apakah ada hubungan antara self control dan religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax serta mencari tahu seberapa besar kontribusinya.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Respoden dalam penelitian ini adalah komunitas remaja Islam di Jakarta yaitu Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) di Menteng, Jakarta Pusat dengan rentang usia antara 18 sampai 30 tahun. Hasil dari data yang didapat dari kuesioner diolah dengan statistik tekhnik regresi dengan SPSS. Hasil penelitian ini untuk mencari arah hubungan antara variabel self control dan religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax dan melihat apakah ada hubungan antara ketiga variabel tersebut atau tidak serta kontribusinya.
Hasil dari penelitian menunjukan ada hubungan antara self control, religiusitas, dan intensitas penyebaran informasi hoax, hubungan tersebut bersifat negatif, artinya jika self control atau religiusitas seseorang naik, maka intensitas penyebaran informasi hoax orang tersebut akan menurun, begitu juga sebaliknya. Kontribusi dari self control terhadap intensitas penyebaran informasi hoax bernilai sedang, yaitu dengan nilai pearson correlation sebesar 0.485. Sedangkan kontribusi dari religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax bernilai rendah dengan nilai pearson correlation sebesar 0.211. Hal ini menunjukan jika self control memiliki kontribusi lebih besar terhadap intensitas penyebaran informasi hoax dibandingkan religiusitas.

This digital era is identical with technological advances; one of which is ease of communication through social media. It facilitates the spread of a lot of information that is not all true or what so-called false information or hoax. This raises problems in the intensity of hoax spread because there are many people who are not careful in spreading information. Therefore, many people spread false information accidentally because they do not check the truth of the information first. The researcher argues that self-control or religiosity can overcome problems related to the hoax spread.
The objective of this study is to find out whether or not there is a relationship between self-control or religiosity and the intensity of the hoax spread and to find out how much they contribute.
This study applies quantitative method. The respondents of this study were the Muslim youth community in Jakarta; i.e. Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) in Menteng of Central Jakarta with an age range between 18 and 30 years. The results, from the data obtained from the questionnaire, were processed using statistical regression technique with the help of SPSS. The results of the study are intended to find the direction of the relationship between the variables of self-control or religiosity and the intensity of the hoax spread and to see whether or not there is a relationship between the three variables and their contribution.
The results of the study showed that there is a relationship between self-control or religiosity and the intensity of the spread of hoaxes where the relationship is negative. It means that if a person`s self-control or religiosity increases, the intensity of the hoax spread on that person will decrease and vice versa. The contribution of self-control to the intensity of the hoax spread is in moderate value; i.e. the Pearson correlation value is 0.485. In addition, the contribution of religiosity to the intensity of the hoax spread is low; i.e. the Pearson correlation value is 0.211. This shows that self-control has a greater contribution to the intensity of hoax spread than religiosity.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaninta Alvi Andira
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara berpikir kritis dan orientasi religius. Berpikir kritis adalah penilaian yang bertujuan dan bersifat meregulasi diri untuk menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan beserta penjelasan dari pertimbangan yang jelas, konseptual, metodologis, kriteriologis, atau kontekstual berdasarkan penilaian tersebut (Facione, 1990).
Orientasi religius merupakan cara seseorang mempraktikkan atau hidup dengan keyakinan dan nilai agamanya (Allport & Ross, 1967). Pengukuran berpikir kritis menggunakan Tes Analog (Suleeman & Christia, 2016) dan pengukuran orientasi religius menggunakan alat ukur Religious Orientation Scale (ROS) versi revisi (Genia, 1993). Partisipan pada penelitian ini adalah 121 mahasiswa S1 Universitas Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara berpikir kritis dan orientasi religius, baik pada dimensi orientasi religius intrinsik maupun orientasi religius ekstrinsik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki gejala ini dengan memperluas penggunaan sampel penelitian, mengonstruksikan alat ukur orientasi religius dalam konteks Indonesia yang lebih baik, melakukan wawancara, dan memperhitungkan pengelompokkan agama pada partisipan penelitian.

This research was conducted to find the relationship between critical thinking and religious orientation. Critical thinking is purposeful, self-regulatory judgment which results in interpretation, analysis, evaluation, and inference, as well as explanation of the evidential, conceptual, methodological, criteriological, or contextual considerations upon which that judgment is based (Facione, 1990).
Religious orientation is the way in which a person practices or lives out his/her religious beliefs and values (Allport & Ross, 1967). Critical thinking was measured using Tes Analog (Suleeman & Christia, 2016) and religious orientation was measured using the revised version of Religious Orientation Scale (ROS) (Genia, 1993). The participants in this research were 121 undergraduate students of University of Indonesia.
The result shows that there is no significant correlation between critical thinking and religious orientation, whether it is intrinsic or extrinsic religious orientation. Further research is needed to investigate this phenomenon by expanding participants of the research, constructing religious orientation instrument in Indonesian's context, conducting interviews, and considering religious grouping on the participants.
"
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2016
S63088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Fitriyanti
"Mengkonsumsi makanan berlebihan sebagai respon emosi negatif yang dapat merugikan kesehatan individu dan mengarah pada kematian. Di masa pandemi muncul suatu trend menerapkan perilaku sehat yang marak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah benar terdapat efek moderasi yang signifikan dari regulasi emosi pada hubungan emotional eating dan perilaku sehat (aktivitas fisik dan konsumsi makanan sehat) di masa pandemi. Desain penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dan cross-sectional. Partisipan penelitian ini merupakan 129 dewasa muda Indonesia berusia 18-25 tahun (64,3% perempuan; Musia = 21,50, SD = 1,37) yang memiliki tingkat BMI minimal 25 kg/m2. Emotional eating di ukur menggunakan Emotional Eating – Revised (EES-R), regulasi emosi diukur menggunakan Difficulties in Emotion Regulation – Short Form (DERS-SF), dan perilaku sehat diukur menggunakan Skala Perilaku Sehat. Melalui analisis moderator menggunakan Hayes PROCESS ditemukan bahwa tidak adanya peran moderator dari regulasi emosi pada hubungan emotional eating dan perilaku sehat (b = 0,002, t(129) = 1,158, p > 0,001). Artinya, pada tiap tingkat regulasi emosi, tidak terdapat perubahan kekuatan hubungan antara emotional eating dan perilaku sehat yang signifikan. Melalui analisis korelasi Pearson ditemukan emotional eating memiliki korelasi positif dan tidak signifikan dengan perilaku sehat (r (129) = 0,10, p > 0,01); emotional eating memiliki hubungan positif secara signifikan dengan regulasi emosi (r(129) = 0,23, p < 0,01) artinya individu dengan skor tinggi pada regulasi emosi cenderung memiliki tingkat emotional eating yang tinggi pula. Terakhir, regulasi emosi memiliki korelasi positif dan tidak signifikan dengan perilaku sehat (r (129) = 0,03, p > 0,01).

Consuming excessive food as a negative emotional response which can be detrimental to individual health and lead to death. During a pandemic, there is a trend to applying healthy behaviors and widely studied. This research aims is to determine whether there is a significant moderating effect of emotional regulation on the relationship between emotional eating and healthy behavior (physical activity and consumption of healthy foods) during pandemic. The research design used was non-experimental and cross-sectional. Participant in this study were 129 Indonesian young adult aged 18-25 years (64.3% women; Mage = 21.50, SD = 1.37) who had a BMI level at least 25 kg/m2. Emotional eating was measured using Emotional Eating – Revised (EES-R), emotional regulation was measured using Difficulties in Emotion Regulation – Short Form (DERS-SF), and healthy behavior was measured by using Skala Perilaku Sehat. Through a moderator analysis using Hayes PROCESS, it was found that there was no moderating role for emotional regulation on the relationship between emotional eating and healthy behavior (b = .002, t (129) = 1.158, p > .001). This means that at each level of emotional regulation, there is no significant change in the strength of the relationship between emotional eating and healthy behavior. Through Pearson correlation analysis, it was found that emotional eating has a positive and not significant correlation with healthy behavior (r (129) = .10, p > .01); emotional eating has a significant positive relationship with emotional regulation (r (129) = 0.23, p < .01) meaning that individuals with high scores on emotional regulation tend to have high levels of emotional eating as well. Finally, emotion regulation has a positive and not significant correlation with healthy behavior (r (129) = 0.03, p > .01)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfanie Wiyatama
"Prokrastinasi akademik merupakan masalah umum dalam dunia pendidikan yang memiliki dampak negatif terhadap aktivitas akademik siswa. Muraqabah dipandang dapat memberikan pengaruh positif terhadap regulasi diri yang mana salah satu bentuk dari regulasi diri adalah regulasi emosi untuk dapat memberikan pengaruh terhadap prokrastinasi akademik. Penelitian terdahulu mengungkapkan salah satu upaya dalam mengatasi prokrastinasi akademik adalah dengan meningkatkan kemampuan dalam meregulasi emosi. Regulasi emosi yang baik dapat mengubah emosi aversi untuk mengurangi prokrastinasi. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara variabel muraqabah, prokrastinasi akademik, dan regulasi emosi. Serta untuk menginvestigasi peran regulasi emosi sebagai mediator hubungan muraqabah dan prokrastinasi akademik. Penelitian ini menggunakan metode campuran. Pengambilan data secara kuantitatif dilakukan dengan menyebarkan adaptasi skala prokrastinasi akademik (APS), kuesioner muraqabah, dan kuesioner regulasi emosi (ERQ-CA). Sedangkan untuk pengumpulan data kualitatif, menggunakan teknik wawancara. Partisipan dalam penelitian kuantitatif berjumlah 201 siswa, dan partisipan untuk penelitian kualitatif adalah delapan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan pada setiap pasangan variabel, serta regulasi emosi ditemukan memediasi penuh secara signifikan hubungan antara muraqabah dan prokrastinasi akademik pada siswa SMP.

Academic procrastination is a common problem in the world of education that has a negative impact on students’ educational activities. Muraqabah is considered to positively influence self-regulation, where emotion regulation is one of self-regulation’ forms. Previous research has revealed that one of the efforts to overcome academic procrastination is to enhance the ability to regulate emotions. Excellent emotion regulation can change aversion emotions to reduce procrastination. This study investigates the relationship between academic procrastination, muraqabah, and emotion regulation. In addition, it also examines the role of emotion regulation as a mediator in the relationship between muraqabah and academic procrastination in Junior High School Students. This study used mixed methods. Quantitative data were collected by distributing adaptation of the academic procrastination scale (APS) , muraqabah questionnaire, and emotion regulation questionnaire (ERQ-CA). Meanwhile, to collect qualitative data were used interview techniques. Participants in quantitative research were 201 students, and participants in qualitative research were eight students. This study showed a significant correlation in each pair of variables, and emotion regulation was found to significantly mediate the relationship between muraqabah and academic procrastination in junior high school students."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ceisha Kartika Novianti
"Anak usia prasekolah rentan mengalami permasalahan regulasi emosi yang berdampak pada aspek psiko-sosial dan akademik, baik pada saat ini maupun usia mendatang. Regulasi emosi anak terbukti berhubungan dengan regulasi emosi ibu dan sosialisasi emosi juga terbukti mampu berperan sebagai mediator dalam hubungan ini. Penelitian ini ingin mengetahui peran sosialisasi emosi sebagai mediator dalam hubungan antara regulasi emosi ibu dan anak usia prasekolah. Penelitian kuantitatif dengan desain korelasional ini melibatkan 205 ibu dari anak usia prasekolah (3-6 tahun) sebagai partisipan.
Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa tidak terdapat direct effect yang signifikan antara regulasi emosi ibu dan anak usia prasekolah dan tidak terdapat indirect effect yang signifikan melalui sosialisasi emosi secara supportive, tetapi terdapat indirect effect yang ditemukan signifikan melalui sosialisasi emosi secara unsupportive dalam memediasi hubungan antara regulasi emosi ibu dan anak usia prasekolah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi ibu tidak dapat berhubungan secara langsung dengan regulasi emosi anak usia prasekolah, tetapi harus melewati sosialisasi emosi secara unsupportive terlebih dahulu untuk berhubungan dengan regulasi emosi anak usia prasekolah.

Preschool-aged children are vulnerable to emotional regulation problems that have an impact on psycho-social and academic aspects, both now and in the future. Children's emotional regulation has been shown to be related to maternal emotion regulation and emotional socialization has also been shown to be able to act as a mediator in this relationship. The current study examined the role of emotion socialization as a mediator of the relations between maternal emotional regulation and emotion regulation of preschool-aged children. This quantitative study with a correlational design involved 205 mothers of preschool children (3-6 years old) as participants.
Results of the mediation analysis revealed that there was no significant direct effect between the maternal emotion regulation and preschool-aged children was not significant, and there was no significant indirect effect through supportive emotional socialization, whereas there was significant indirect effect through unsupportive emotional socialization in mediating the relationship between maternal emotion regulation and preschool-aged children. Therefore, it can be concluded that maternal emotional regulation cannot be directly related to emotional regulation of preschool-aged children, but must pass through unsupportive emotional socialization first to correlate with emotional regulation of preschool-aged children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmayanti
"Menjalani kehidupan sebagai generasi sandwich menyebabkan seseorang memiliki tanggungan diri sendiri, anak, orangtua, dan mungkin kakek atau nenek dalam waktu bersamaan. Situasi ini menimbulkan berbagai faktor risiko yang dapat memengaruhi kesejahteraan subjektif dalam dirinya. Beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan antara regulasi emosi positif dengan kesejahteraan subjektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara regulasi emosi dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich di Indonesia. Penelitian ini bersifat korelasional dengan melibatkan responden generasi sandwich berusia 35-60 tahun (N=146). Terdapat dua alat ukur penelitian yang digunakan yaitu, skala kesejahteraan subjektif dan skala regulasi emosi. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara regulasi emosi dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich.

Life as the sandwich generation causes a person to have dependents for themselves, children, parents, and maybe grandparents at the same time. This situation raises various risk factors that can affect subjective well-being in him. Several studies said that there is a relationship between positive emotion regulation and subjective well-being. The purpose of this study was to determine whether there is a relationship between emotion regulation and subjective well-being of the sandwich generation in Indonesia. This research is correlational by involving sandwich generation respondents aged 35-60 years (N=146). There are two scales used, namely, the subjective well-being scale and the emotional regulation scale. The results of the analysis show that there is no significant positive relationship between emotion regulation and subjective well-being in the sandwich generation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidela Evaniasari
"Kemampuan berpikir kritis termasuk kemampuan abad 21 yang esensial untuk mahasiswa. Semakin mudahnya akses informasi mengharuskan mahasiswa untuk mampu berpikir kritis agar dapat mengelola informasi dengan tepat. Kemampuan berpikir kritis juga sangat penting di dunia kerja sehingga mahasiswa perlu meningkatkan kemampuan tersebut sejak tingkat pertama perkuliahan. Penelitian ini hendak menelusuri peran kesadaran metakognitif sebagai mediator dalam hubungan antara kecerdasan emosional dan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis pada penelitian ini diukur dengan Tes Analog yang dikembangkan oleh Suleeman & Christia (2016), kecerdasan emosional diukur dengan Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form (TEIQue-SF) oleh Petrides (2009) yang diadaptasi ke bahasa Indonesia oleh Deminiz (2019), dan kesadaran metakognitif diukur dengan Metacognitive Awareness Inventory (MAI) oleh Schraw & Dennison (1994) yang diadaptasi oleh Abdullah (2015) ke dalam bahasa Indonesia. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 100 mahasiswa tahun pertama berusia 17–22 tahun (M = 19.10), dengan partisipan perempuan berjumlah 83 orang (83%) dan partisipan laki-laki 17 orang (17%). Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental menggunakan metode analisis regresi sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran metakognitif (M = 153.81, SD = 12.52) berperan dalam memediasi secara penuh (fully mediated) hubungan kecerdasan emosional dengan kemampuan berpikir kritis (indirect effect = 0.0342, BootSE = 0.0190, CI[0.0014,0.0751]), sedangkan efek langsung dari kecerdasan emosional terhadap kemampuan berpikir kritis tidak menunjukkan signifikansi (direct effect = 0.0250, SE = 0.0239, CI [-0.0224,0.0723]).

Critical thinking skill is an essential 21st century skill set for college students. Increased access to information requires students to be able to think critically in order to manage information accurately. Critical thinking skill is also very important in the workplace, so it is necessary for undergraduate students to improve the skill since the very first-year of college. This study aims to understand the role of metacognitive awareness as a mediator in the relationship between emotional intelligence and critical thinking skill. In this study, critical thinking skill is measured with Tes Analog developed by Suleeman & Christia (2016), emotional intelligence with Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form (TEIQue-SF) by Petrides (2009) which has been adapted into the Indonesian language by Deminiz (2019), and metacognitive awareness with Metacognitive Awareness Inventory (MAI) by Schraw & Dennison (1994) that has been adapted into the Indonesia language by Abdullah (2015). Participants in this study are 100 first-year students aged 17–22 (M = 19.12), with 83 female participants (83%) and 17 male participants (17%). This study is a non-experimental research using simple regression analysis methods. The result of this study indicates that metacognitive awareness (M = 153.81, SD = 12.52) plays a role in mediating the relationship of emotional intelligence with critical thinking (indirect effect = 0.0342, BootSE = 0.0190, CI[0.0014,0.0751]). Meanwhile, the direct effect of emotional intelligence on critical thinking skills does not show any significance (direct effect = 0.0250, SE = 0.0239, CI[-0.0224,0.0723])."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alyah Fauziah Ramadhanti
"Inovasi merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perusahaan pada era globalisasi saat ini dan tentunya tidak terlepas dari peran karyawan yang bekerja secara inovatif pula. Namun, perilaku kerja inovatif ini perlu dipersiapkan ketika berada di perguruan tinggi sebelum memasuki dunia kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku pencarian informasi dan perilaku kerja inovatif pada mahasiswa Universitas Indonesia yang berjumlah 539 mahasiswa. Penelitian ini merupakan perilaku korelasional dengan menggunakan alat ukur perilaku pencarian informasi yang dikonstruksi oleh peneliti dan tim, serta menggunakan Innovative Work Behavior Scale yang dikembangkan oleh Janssen (2000) dan telah diadaptasi oleh Etikariena & Muluk (2014). Data partisipan pada penelitian dianalisis menggunakan Pearson's Correlation, Independent Sample T-Test, dan One-way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara perilaku pencarian informasi dan perilaku kerja inovatif. Keenam dimensi perilaku pencarian informasi juga berkorelasi secara signifikan dengan perilaku kerja inovatif, yaitu kebutuhan informasi, sumber informasi, pengevaluasian informasi, pengambilan informasi, penggunaan informasi, dan etika informasi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan oleh tenaga pendidik atau universitas untuk mengembangkan perilaku pencarian informasi yang dapat memunculkan perilaku kerja inovatif pada mahasiswa.

Innovation is important for organization in this globalization era and surely it cannot be separated from employee's innovative work behavior. However, innovative work behavior needs to be prepared when in college before entering the world of employment. This study was conducted to examine the relationship between information-seeking behavior and innovative work behavior on University of Indonesia students involved 539 students. This research was quantitative research that using an information-seeking behavior instrument constructed by researcher and team, also using Innovative Work Behavior Scale from Janssen (2000) and has been adapted by Etikariena & Muluk (2014). Data were analyzed using the Pearson's Correlation, Independent Sample T-Test, and One-way ANOVA. Results from this research indicates that there is significant relationship between information-seeking behavior and innovative work behavior. The six dimensions of information-seeking behavior also correlate significantly with innovative work behavior, that are information need, information source, information evaluation, information retrieval, information utilization, and information ethics. This research hopefully can be considered by educators to develop student's information-seeking behavior that can lead to innovative work behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Putri Chairunisa
"Permasalahan regulasi emosi umum terjadi pada masa usia prasekolah. Dari berbagai literatur sebelumnya, diketahui bahwa pengasuhan orangtua terhadap anak menjadi hal krusial dalam membentuk regulasi emosi anak usia prasekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara pengasuhan berkesadaran dengan regulasi emosi anak usia prasekolah. Penelitian dilakukan menggunakan convenience sampling dengan total 126 partisipan orangtua dengan anak usia prasekolah (3 – 6 tahun). Pengukuran mengenai penerapan pengasuhan berkesadaran dilakukan menggunakan instrumen Interpersonal Mindfulness in Parenting Scale (IM-P), sedangkan pengukuran mengenai regulasi emosi anak dilakukan menggunakan instrumen Emotion Regulation Checklist (ERC). Pengujian Korelasi Pearson dilakukan untuk menguji hubungan antarvariabel. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dengan antara pengasuhan berkesadaran dengan regulasi emosi anak usia prasekolah. Penelitian ini berkontribusi untuk pengembangan intervensi pengasuhan berkesadaran dalam perkembangan regulasi emosi anak.

Problems in emotion regulation are common in preschool age. In the previous literature, it was known that parenting practice is crucial in shaping the emotion regulation of preschoolers. This study aims to examine the relationship mindful parenting and emotion regulation of preschoolers. Convenience sampling was used with 126 participants of parents with preschool aged children (3-6 years). Mindful parenting was measured using Interpersonal Mindfulness in Parenting Scale (IM-P), while the measurement of children's emotional regulation was measured using the Emotion Regulation Checklist (ERC). Pearson correlation test was conducted to examine the relationship between variables. The results of the study indicate that there is a significant positive relationship between mindful parenting and emotion regulation of preschoolers. This research contributes to the development of mindful parenting interventions for better emotion regulation in preschoolers."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>