Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146024 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Rizaldi Pratama
"Riset ini membahas mengenai kepentingan politik pemerintah pusat di wilayah otonom. Hong Kong adalah wilayah otonomi khusus Tiongkok yang memiliki hak otonomi eksklusif kecuali pada bidang keamanan nasional dan kebijakan luar negeri. Permasalahan berawal dari Keputusan National Peoples Congress Standing Committee (NPCSC) tahun 2014 mengenai pelaksanaan universal suffrage untuk pemilihan Chief Executive Hong Kong Keputusan tersebut dianggap tidak demokratis oleh kelompok pro-demokrasi. Kelompok pro-demokrasi menduga ada intervensi politik Pemerintah Tiongkok yang ingin membatasi perkembangan demokrasi melalui keputusan NPCSC. Permasalahan tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana Pemerintah Tiongkok menggunakan Keputusan NPCSC mengenai Reformasi Pemilihan Umum Hong Kong tahun 2014 sebagai alat dalam membatasi perkembangan Demokrasi di Hong Kong. Untuk menganalisa masalah tersebut, riset ini menggunakan metode kualitatif dengan studi literatur. Lebih lanjut, permasalahan dalam riset ini dianalisis menggunakan teori Terry M. Moe mengenai rational choice di dalam institusi.
Teori ini menjelaskan bagaimana pihak yang berkuasa mempertahankan status quo kekuasaannya. Terdapat dua temuan dari riset ini. Pertama, terdapat hubungan antara Pemerintah Tiongkok dan NPCSC yang keduanya dikontrol oleh Partai Komunis Tiongkok. Kedua, hubungan tersebut mempengaruhi keputusan NPCSC tahun 2014 untuk memberikan syarat-syarat yang sulit dilaksanakan oleh calon Chief Executive untuk maju di pemilihan umum. Syarat-syarat yang ada adalah bentuk electoral authoritarian regime dari Pemerintah Tiongkok yang ingin mempertahankan status quo. Status quo yang berjalan pada tahun 2014 adalah keunggulan kelompok loyalis pro-Beijing di pemerintahan Hong Kong. Konsekuensi dari diloloskannya Keputusan NPCSC tahun 2014 oleh parlemen Hong Kong adalah tetap berjalannya status quo sampai dengan tahun 2047, walaupun dengan adanya universal suffrage. Tahun 2047 adalah batas akhir perjanjian Sino-British Joint Declaration yang menjamin hak otonomi eksklusif Hong Kong.

This research discusses the central governments interests in autonomous region. Hong Kong is Chinas Special Administrative Region which has its own exclusive autonomy in many aspects of government except in national security and foreign affairs. The problem came from a decision made by National Peoples Congress Standing Committee in 2014 about the implementation of universal suffrage in Hong Kongs Chief Excecutive election. The decision was deemed undemocratic by pro-democracy groups. They assumed that Chinas government was trying to obstruct the growth of democracy in Hong Kong throught NPCSCs decision. This problem raises a question about how the Chinese government used NPCSCs decision about Hong Kongs electional reform 2014 as a tool to limit the development of democracy in Hong Kong. To analyze this problem, this research uses qualitative method with literature studies. Furthermore, the problem in this research is analyzed using Terry M. Moes theory on rational choice in an institution.
This theory explains how the dominant group defends the status quo under its rule. There are two findings in this research. First, there is a relationship between Chinese government and NPCSC in which both of them are controlled by Communist Party of China. Second, the previously mentioned correlation has an impact towards 2014 NPCSC decision in form of requirements which deter Chief Executive candidates to run for the office. Those requirements are form of electoral authoritarian regime from the Chinese government which wants to preserve the status quo. The status quo in 2014 the status quo gave advantages to pro-Beijing loyalists in Hong Kong government. The consequence of the passage of NPCSC decision by Hong Kong parliament in 2014 is the preservation of status quo until 2047, although with the existence of universal sudfrage. 2047 is the deadline of Sino-British Joint Declaration which guarantees autonomous rights of Hong Kong.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Regina Audria
"Penelitian ini membahas mengenai sikap pemerintah RRT terhadap Hong Kong sesudah Gerakan Payung 2014. Permasalahan ini dimulai dari National People’s Congress Standing Committee (NPCSC) mengeluarkan keputusan terkait dengan universal suffrage pada pemilihan kepala eksekutif Hong Kong tahun 2017, yang memicu terjadinya Gerakan Payung 2014. Melalui gerakan ini, para demonstran menuntut universal suffrage bagi masyarakat Hong Kong. Gerakan yang berlangsung selama 79 hari ini tidak menghasilkan apapun, bahkan pemerintah RRT juga tidak memperlihatkan sikap terbuka untuk berkompromi dengan para demonstran. Permasalahan ini menimbulkan pertanyaan bagaimana sikap pemerintah RRT sesudah Gerakan Payung . Untuk menganalisa masalah tersebut, penulis menggunakan metode kualitatif dengan studi literatur sehingga mampu menjelaskan permasalahan dengan jelas dan detil. Lebih lanjut, permasalahan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan pendekatan sejarah. Penelitian ini menemukan bahwa sikap pemerintah RRT sesudah Gerakan Payung 2014 adalah menjadi lebih ketat terhadap demokrasi di Hong Kong, terutama dalam bidang bidang politik, media, dan ekonomi Hong Kong.

This research discusses the attitude of the PRC Governemt towards Hong Kong after the Umbrella Movement 2014. The issue begun when the National People’s Congress Standing Committee (NPCSC) issued a decision about the implementation of universal suffrage in Hong Kong’s Chief Executive election 2017, which triggered the Umbrella Movement 2014. Through this movement, the demonstrators demand universal suffrage for the people of Hong Kong. The movement that lasted for 79 days did not bring anything, and indeed the PRC Government did not show an open attitude to compromise with the demonstrators. This problem raises a question about the attitude of the PRC Government after this Umbrella Movement. To analyze this problem, this research uses qualitative method with literature studies to explain the problem clearly and in detail. Furthermore, the problem in this research is analyzed using historical approach. This study found that after the Umbrella Movement 2014 PRC Government’s attitude was become more stringent towards democracy in Hong Kong, especially in politics, media, and the economy of Hong Kong."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yahuda, Michael
London: Routledge, 1996
951.250 5 YAH h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yahuda, Michael
London: Routledge, 1996
951.250 5 YAH h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Amarilly Dwi Putri
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rohelda Neptjun
"ABSTRAK
Dengan sudut pandang politik internasional, skripsi ini mencoba membahas masalah kepentingan Hong Kong atas Integrasi Politik RRCina- Hong Kong 1997 Periode 1984-1989. Hong Kong menjadi masalah yang menarik untuk dibicarakan karena keberadaannya sebagai salah satu pusat keuangan internasional di dunia, pusat perdagangan internasional dan berbagai reputasi lainnya. Beritanya menghangat kembali karena pecahnya peristiwa Tiananmen tanggal 3 dan 4 Juni 1989 di Beijing, yang dianggap mempunyai kaitan yang erat dengan kepentingan integrasi Hong Kong ke RRCina 1997. Peristiwa Tiananmen ternyata membawa dampak yang besar sekali terhadap perkembangan ekonomi dan politik Hong Kong, yaitu terjadi pelarian modal dan personil potensial Hong Kong ke luar Hong Kong. Sementara itu modal yang akan masuk ditangguhkan oleh pemiliknya. Sebelum peristiwa tersebut terjadi, keadaan Hong Kong telah stabi1, dengan dikeluarkannya Deklarasi Bersama Inggris-RRCina 1984. Deklarasi itu merupakan persetujuan mengenai nasib Hong Kong setelah 1997, yang menjelaskan bahwa Hong Kong akan tetap menjalankan sistem kapitalisme selama 50 tahun setelah 1997 dan menjadi Wilayah Administrasi Khusus dengan hak-hak otonomi tinggi. Peranan pemerintah dan para koalisi domestik Hong Kong sangat diperlukan untuk memulihkan kepercayaan masyarakatnya dan juga masyarakat luar. Untuk membahas mengenai peranan, kepentingan dan tindakan yang dilakukan oleh elit Hong Kong tersebut, penulis menggunakan teori Struktur Domestik dari Pete r Gourevitch dan Teori Pluralisme dari Paul Viotti dan Mark V-Kauppi. Selanjutnya dilihat pula peranan pemerintah Inggris dan pemerintah RRCina untuk memulihkan kestabi1an politik dan ekonomi Hong Kong."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentina Dwiastuti Setyaningsih
"Pandemi Covid-19 mengubah seluruh aspek kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Selain krisis kesehatan, dunia harus menghadapi krisis ekonomi. Menariknya, pengiriman uang dari luar negeri (remitansi) selama pandemi dari Hong Kong ternyata cenderung stabil. Pada tahun 2020, Bank Indonesia menyatakan bahwa remitansi, yang mayoritas berasal dari pekerja migran, dari Hong Kong turun, namun tidak signifikan. Fenomena ini menarik mengingat tahun 2020 banyak negara mengalami resesi ekonomi, termasuk Hong Kong. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi politik untuk melihat bagaimana beberapa faktor ekonomi dan politik akan memengaruhi stabilitas remitansi pekerja domestik migran Indonesia di Hong Kong. Penelitian ini berangkat dari teori Dilip Ratha (2003) tentang stabilitas remitansi di masa krisis ekonomi. Ratha berargumen bahwa ada dua faktor, yaitu (1) negara penerima pekerja migran biasanya memiliki stabilisator otomatis yang memungkinkan adanya perlindungan pendapatan bagi pekerja migran dan (2) kemudahan pada infrastruktur keuangan remitansi. Skripsi ini menemukan relevansi faktor infrastruktur keuangan bagi remitansi pada pengalaman di Hong Kong selama pandemi Covid-19, di mana adanya berbagai kebijakan dan fasilitas finansial yang memudahkan pengiriman remitansi. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kualitatif untuk mengungkap kenyataan empiris yang dialami pekerja domestik asal Indonesia di Hong Kong. Hasilnya, penelitian ini menemukan beberapa faktor ekonomi lain yang tidak diajukan oleh Ratha. Stabilitas remitansi pada masa krisis akibat pandemi di Hong Kong juga turut dipengaruhi oleh perjuangan serikat buruh migran di Hong Kong dalam merespons krisis pandemi dan ekonomi. Selain itu, penelitian ini turut menemukan berbagai mekanisme dan praktik yang dilakukan para pekerja migran Indonesia di Hong Kong. Pekerja domestik migran harus melakukan berbagai cara untuk bisa mengirimkan uang dengan jumlah yang bertambah dari sebelum pandemi dan berusaha agar keluarga dan diri sendiri tetap bisa bertahan hidup. Faktor terakhir ini adalah politik bertahan hidup yang serupa dengan konsep ‘gerakan balik’ dari Karl Polanyi (2001). Faktor ini bersama dua faktor lainnya adalah penyebab terjadinya stabilitas remitansi ke Indonesia.

The Covid-19 pandemic has changed all aspects of people’s lives around the world. In addition to the health crisis, the world must face an economic crisis. Interestingly, remittances from abroad during the pandemic from Hong Kong tended to be stable. In 2020, Bank Indonesia stated that remittances, the majority of which came from migrant workers, from Hong Kong fell, but not significantly. This phenomenon is interesting considering that in 2020 many countries will experience an economic recession, including Hong Kong. This study uses political economy approach to see how several economic and political factors will affect the stability of the remittances of Indonesian migrant domestic workers in Hong Kong. This study departs from the theory of Dilip Ratha (2003) regarding the stability of remittances in the period of economic crisis. Ratha argues that there are two factors, namely (1) migrant worker receiving countries usually have automatic stabilizers that allow for income protection for migrant workers and (2) ease of remittance financial infrastructure. This thesis finds the relevance of financial infrastructure factors for remittances to the experience in Hong Kong during the Covid-19 pandemic, which is the existence of various policies and financial facilities that facilitate the delivery of remittances. This study uses qualitative data collection methods to reveal the empirical reality experienced by domestic workers from Indonesia in Hong Kong. As a result, this study found several other economic factors that were not proposed by Ratha. The stability of remittances during the crisis due to the pandemic in Hong Kong was also influenced by the struggle of the migrant workers' unions in Hong Kong to respond to the pandemic and economic crisis. In addition, this research also finds various mechanisms and practices used by Indonesian migrant workers in Hong Kong. Migrant domestic workers must do various ways to be able to send money in increased amounts from before the pandemic and try to keep their families and themselves alive. This last factor is the politics of survival which is similar to the concept of ‘double movement’ from Karl Polanyi (2001). This factor along with two other factors are the causes of the stability of remittances to Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentina Dwiastuti Setyaningsih
"Pandemi Covid-19 mengubah seluruh aspek kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Selain krisis kesehatan, dunia harus menghadapi krisis ekonomi. Menariknya, pengiriman uang dari luar negeri (remitansi) selama pandemi dari Hong Kong ternyata cenderung stabil. Pada tahun 2020, Bank Indonesia menyatakan bahwa remitansi, yang mayoritas berasal dari pekerja migran, dari Hong Kong turun, namun tidak signifikan. Fenomena ini menarik mengingat tahun 2020 banyak negara mengalami resesi ekonomi, termasuk Hong Kong. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi politik untuk melihat bagaimana beberapa faktor ekonomi dan politik akan memengaruhi stabilitas remitansi pekerja domestik migran Indonesia di Hong Kong. Penelitian ini berangkat dari teori Dilip Ratha (2003) tentang stabilitas remitansi di masa krisis ekonomi. Ratha berargumen bahwa ada dua faktor, yaitu (1) negara penerima pekerja migran biasanya memiliki stabilisator otomatis yang memungkinkan adanya perlindungan pendapatan bagi pekerja migran dan (2) kemudahan pada infrastruktur keuangan remitansi. Skripsi ini menemukan relevansi faktor infrastruktur keuangan bagi remitansi pada pengalaman di Hong Kong selama pandemi Covid-19, di mana adanya berbagai kebijakan dan fasilitas finansial yang memudahkan pengiriman remitansi. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kualitatif untuk mengungkap kenyataan empiris yang dialami pekerja domestik asal Indonesia di Hong Kong. Hasilnya, penelitian ini menemukan beberapa faktor ekonomi lain yang tidak diajukan oleh Ratha. Stabilitas remitansi pada masa krisis akibat pandemi di Hong Kong juga turut dipengaruhi oleh perjuangan serikat buruh migran di Hong Kong dalam merespons krisis pandemi dan ekonomi. Selain itu, penelitian ini turut menemukan berbagai mekanisme dan praktik yang dilakukan para pekerja migran Indonesia di Hong Kong. Pekerja domestik migran harus melakukan berbagai cara untuk bisa mengirimkan uang dengan jumlah yang bertambah dari sebelum pandemi dan berusaha agar keluarga dan diri sendiri tetap bisa bertahan hidup. Faktor terakhir ini adalah politik bertahan hidup yang serupa dengan konsep ‘gerakan balik’ dari Karl Polanyi (2001). Faktor ini bersama dua faktor lainnya adalah penyebab terjadinya stabilitas remitansi ke Indonesia.

The Covid-19 pandemic has changed all aspects of people’s lives around the world. In addition to the health crisis, the world must face an economic crisis. Interestingly, remittances from abroad during the pandemic from Hong Kong tended to be stable. In 2020, Bank Indonesia stated that remittances, the majority of which came from migrant workers, from Hong Kong fell, but not significantly. This phenomenon is interesting considering that in 2020 many countries will experience an economic recession, including Hong Kong. This study uses political economy approach to see how several economic and political factors will affect the stability of the remittances of Indonesian migrant domestic workers in Hong Kong. This study departs from the theory of Dilip Ratha (2003) regarding the stability of remittances in the period of economic crisis. Ratha argues that there are two factors, namely (1) migrant worker receiving countries usually have automatic stabilizers that allow for income protection for migrant workers and (2) ease of remittance financial infrastructure. This thesis finds the relevance of financial infrastructure factors for remittances to the experience in Hong Kong during the Covid-19 pandemic, which is the existence of various policies and financial facilities that facilitate the delivery of remittances. This study uses qualitative data collection methods to reveal the empirical reality experienced by domestic workers from Indonesia in Hong Kong. As a result, this study found several other economic factors that were not proposed by Ratha. The stability of remittances during the crisis due to the pandemic in Hong Kong was also influenced by the struggle of the migrant workers' unions in Hong Kong to respond to the pandemic and economic crisis. In addition, this research also finds various mechanisms and practices used by Indonesian migrant workers in Hong Kong. Migrant domestic workers must do various ways to be able to send money in increased amounts from before the pandemic and try to keep their families and themselves alive. This last factor is the politics of survival which is similar to the concept of ‘double movement’ from Karl Polanyi (2001). This factor along with two other factors are the causes of the stability of remittances to Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemenade, Willem Van
New York: Alfred A. Knopf, 1997
338.951 KEM c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>