Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 234520 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afifah Rizky Ramadhani
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh kemenangan pasangan Irwan Prayitno dan Nasrul Abit pada Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sumatera Barat tahun 2015. Kemenangan pasangan Irwan Prayitno dan Nasrul Abit ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor jaringan sosial, dukungan partai politik dan kepemimpinan Irwan Prayitno. Dalam melakukan analisis, penulis menggunakan konsep social capital oleh Robert Putnam, modal politik dan kepemimpinan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan data primer dan data sekunder. Temuan penelitian memperlihatkan bahwa kemenangan pasangan Irwan Prayitno dan Nasrul Abit disebabkan oleh modal sosial dan politik yang kuat yang bersumber dari faktor jaringan sosial dan dukungan partai politik pengusungnya. Selain itu, Kepemimpinan yang ditampilkan oleh Irwan Prayitno mampu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sehingga memperkuat modal sosial yang dimiliki oleh Pasangan Irwan Prayitno dan Nasrul Abit.

ABSTRAK
This research is based on the case of Irwan Prayitno and Nasrul Abit who won The Local Leaders Election in West Sumatera in 2015. The victory of Irwan Prayitno and Nasrul Abit was caused by three factors, such as social networks, support of political parties and Irwan Prayitnos leadership. By conducting and analyzing this research, the author uses the concept of social capital by Robert Putnam, therefore supported by political capital and leadership theory. This study uses qualitative methods with primary and secondary data. The research shows that the triumph of Irwan Prayitno and Nasrul Abit were strongly influenced by social and political capital which is originated by social networks and the support of political parties. Morever, the leadership which is showed by Irwan Prayitno was able to gain trust from the community so as to strengthen the social capital owned by Irwan Prayitno and Nasrul Abit."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Budi Eko Wardani
"Perubahan partai politik setelah rezim Orde Baru membawa konsekuensi serius bagi peran partai politik. Pertama, adanya pergeseran peran partai politik dari aktor di pinggiran kekuasaan menjadi aktor utama yang berperan membentuk kekuasaan politik. Kedua, adanya keharusan partai politik melakuka reformasi internal untuk tujuan memenangkan kekuasaan politik sekaligus menjawab tuntutan publik. Ketiga, terkait keterlibatan partai politik dalam pemilihan untuk mengisi jabatan politik dan jabatan politik.
Partai politik lalu dihadapkan pada paradigma baru yaitu bekerja profesional, memiliki kemampuan bekerjasama atau bernegosiasi dengan partai lain dalam meraih kemenangan, serta melihat konstituen sebagai aset atau kapital yang harus terus dikumpulkan dan dipelihara. Salah satu strategi memenangkan pemilihan umum adafah melalui koalisi politik. Koalisi partai politik membentuk pemerintahan dan untuk memperkuat posisi tawar dalam proses politik di parlemen atau kabinet, menjadi hal tak terhindarkan dalam kehidupan partai di era reformasi ini. Fenomena tersebut dianggap wajar mengingat hasil Pemilu 2004 menghasilkan kekuatan partai yang terfragmentasi secara berimbang. Hal ini membuat keputusan membentuk koalisi menjadi tak terhindarkan. Salah satunya yang terjadil dalam pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada).
Pilkada yang dimuiai pada Juni 2005 menjadi arena politik baru bagi partai-partai politik. Dari 211 Pilkada pada 2005, ada 126 Pilkada yang dimenangkan oleh pasangan yang diusung koalisi partai. Sedang 85 lainnya dimenangkan oleh pasangan salon yang didukung partai tanpa koalisi. Bagi partai, koalisi dalam Pilkada memiliki kekhasan yang patut dicatat, yaitu: (1) secara kuantitas formasi koalisi bisa sangat banyak yang disebabkan oleh banyaknya pemilihan; (2) adanya kebutuhan pemetaan yang memungkinkan pengurus pusat partai memberikan kebebasan relatif pada pengurus daerahnya untuk memutuskan koalisi; dan (3) kecenderungan pofa koalisi dalam Pilkada yang sangat menyebar dan nyaris sulit untuk diramalkan. Salah satu kasus yang diamati untuk menunjukkan kecenderungan tersebut adalah Pilkada Provinsi Banten pada 26
Tesis ini menggunakan tiga kerangka teori untuk menjawab pertanyaan penelitian. Pertama adalah teori koalisi politik dari William Riker yang menekankan prinsip ukuran (Minimal Winning Coalitions) dan Robert Axelrod yang menekankan prinsip kedekatan preferensi kebijakan (Minimal Connected Winning). Kedua, teori pilihan rasional untuk melihat kontestasi pilihan-pilihan kepentingan yang menjadi dasar pengambilan keputusan para aktor untuk berkoalisi. Keputusan berkoalisi adalah sebuah pilihan rasional dalam rangka memaksimalkan kepentingan atau keuntungan yang dapat diraih. Ketiga, adalah teori oligarki dari Robert Michels. Teori ini digunakan untuk melihat pengaruh struktur partai dalam mempengaruhi pembentukan koalisi partai.
Setidaknya ada lima faktor yang diuji dalam tesis ini - mengacu pada kasus Pilkada Banten- untuk melihat pengaruhnya dalam pembentukan koalisi partai. Pertama adalah pemetaan kekuatan politik di DPRD. Tingkat pengaruh faktor ini sedang karena diperlukan untuk memenuhi persyaratan pencalonan 15% suara atau kursi. Tetapi calon dapat saja membentuk koalisi dengan partai-partai non parlemen jika diperlukan. Kedua, pertimbangan platform partai dalam pembentukan koalisi, apakah sifatnya ideologis atau pragmatis. Tingkat pengaruh faktor ini rendah karena partai pada dasarnya dapat membangun koalisi dengan partai manapun tergantung pemaksimalan kepentingan yang dapat diraih.
Faktor ketiga adalah mekanisme internal penjaringan oleh partai politik. Tingkat pengaruh faktor ini rendah karena tidak ada keharusan partai melakukan penjaringan internal, dan kalaupun dilakukan, hasilnya tidak mengikat atau dapat dibatalkan oleh pengurus pusat. Keempat adalah peran dewan pengurus pusat (DPP) partai. Tingkat pengaruh faktor ini tinggi karena rekomendasi atau persetujuan DPP bersifat mutlak sehingga tidak ada alternatif lain bagi pengurus daerah selain mengikuti petunjuk DPP. Dan kelima adalah peran figur bakal calon kepala daerah. Tingkat pengaruh faktor ini tinggi dalam pembentukan koalisi karena figur yang mendanai penggalangan dukungan selama pencalonan. Partai politik secara institusi biasanya tidak rnengeluarkan materi untuk mendukung pencalonan kepala daerah.

The post new order change within political parties brought serious consequences towards their role: These include: the shift within the political parties' role from being marginal actors in the national power sphere, towards assuming a main role in the formation of political power; political parties being obliged to conduct internal reforms for the sake of winning the contested political power and in order to answer public demands; political parties' involvements in elections dedicated towards filling political position slots.
Political parties were then introduced to a new paradigm which encompassed virtues such as professionalism, ability to cooperate and negotiate with other parties in the attempt of winning the election, and in how they were to view constituents as valuable assets of which supports must always be gathered and preserved. One of the strategies in winning political elections is by creating political coalition(s). Political coalitions in building a new government and in order to create a better bargaining power in the parliamentary or cabinet political processes have become an inevitable phenomenon in this post-reform era. This phenomenon was considered as an obvious one due to the fact that the 2004 election had bred out a fragmentated and balanced political party power configuration. Such configuration later induced many parties to form coalitions as a necessity to anticipate the situation in other elections, as can be seen in the direct regional leader election ("Pemilihan Kepala Daerah Langsung" - PiLKADA).
The Pilkada, which began on June 2005, became a new arena for political parties. From over 211 Pilkada held in 2005, 126 of them were won by candidates supported by party coalitions, while another 85 were won by candidates supported by parties not engaging in coalitions. For many parties, the coalitions made during the Pilkada had certain features: (1) Quantitatively, the abundance of coalitions was made possible due to the many elections held; (2) mapping requirements made many central party officials to allow greater freedom for their local agents to decide coalitions; (3) the tendency within Pilkada coalition patterns exhibited a divergent and unpredictable trend. One of the examined which showed such tendency was the Banten Province Pilkada held on November 26, 2006 in which 4 candidate pairs who participated in this event were all supported by political party coalitions.
This thesis applies three theoretical frameworks in order to answer its research question. The first one is political coalitions theory by William Riker, which emphasizes the measurement principle (Minimal Winning Coalitions), and Robert Axelrod, which emphasizes the policy preference connectedness principle (Minimal Connected Winning). The second one is the rational choice theory which will be used to analyze the contestation of interest choices, which serves as a basis for actors' decision making to form coalitions. Such decision can be seen as a rational choice in order to maximize an actor's interest and benefits. The third theoretical framework applied here is oligrarchic theory by Robert Michels. This theory will be used to view how party structures influence the decision to form coalitions.
There at least five factors which this thesis seeks to analyze, referring to the Banten Pilkada case, in order to see their effect to party coalition formations. The first factor is the political power mapping in DPRD level. This factor's level of influence is medium, due to its function to fulfill the 15% vote or chair requirement. However, candidates may likely form coalitions with non-parliamentary parties if necessary. The second factor is the party platform considerations in coalition formations, whether they include the involvement of ideological preferences or more pragmatic stances. The influence level of this factor can bee deemed low due to the fact that most parties are likely to build coalitions with any party depending on the interest maximization which can be gained.
The third factor is the internal networking mechanisms by political parties. This factor's level of influence is low due to the inexistence of requirements by parties to conduct internal networkings. However, if such mechanism is to occur, the results would likely to be non-bounding or cancellable according to the decision of central organizers. The fourth factor is the role of party's central organizing board (Dewan Pengurus Pusat - DPP). This factor has a high level of influence due to the absolute recommendation or agreement made by the DPP which in turn negates all other alternatives for local organizers to follow except the ones established by the DPP. The fifth factor is the role of local leader candidates. This factor is highly influential in determining the coalition formation due to the role of certain figures who financially support the candidates. Political parties are normally refrained from committing material supports during the local leader elections."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19281
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairurrizqo
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemenangan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf dalam Pemilihan Kepala Daerah Gubernur Jawa Barat Tahun 2008. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori komunikasi politik dari Harold Lasswell, Dan Nimmo dan Brian McNair serta pendekatan Konsep Strategi Politik dari Peter Schroder. Selain itu untuk melakukan analisa terhadap faktor eksternal yang mempengaruhi kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf dilakukan dengan menggunakan pendekatan perilaku memilih (Voting Behaviour) dari Sidney Verba dan adaptasi modelnya dari Saiful Mujani dan William Liddle.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan 11 narasumber. Selain itu juga dilakukan studi literatur dengan mengumpulkan dokumen-dokumen terkait.
Temuan di lapangan menujukkan faktor internal kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf ; Pertama, Fokus pada daerah pemilihan tertentu; Kedua, Fokus pada pemilih dengan segmentasi tertentu; Ketiga, Pesan Politik dan Isu yang sesuai dengan daerah pemilihan serta segmen pemilih tertentu dan Keempat, Faktor popularitas Dede Yusuf. Kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf juga didorong oleh faktor eksternal situasi sosial-politik di Jawa Barat, diantaranya; Pertama, Kekecewaan masyarakat terhadap Incumbent Gubernur; Kedua, Identitas Kepartaian yang Lemah; Ketiga Kuatnya orientasi isu dari pemilih dan Keempat, Gagalnya Komunikasi Politik dari kandidat lain dan partai politik pengusungnya dalam meyakinkan pemilih.
Implikasi teoritis menunjukkan bahwa pola kampanye dan komunikasi politik dalam pilkada harus menyesuaikan antara pesan politik untuk mempengaruhi pemilih, dengan metode komunikasi politik yang digunakan. Selain itu, segmentasi fokus dan segmentasi pemilih penting sebagai bagian dari strategi politik. Temuan ini sesuai dengan pendekatan Laswell dalam Teori Komunikasi politik dan urutan pola Komunikasi Politik dari Dan Nimmo.

This Reseach based on the case of Ahmad Heryawan and Dede Yusuf Winning The Local Head of Province Election in West Java at 2008. This research using Theory of Political Communication from Harold Lasswell, Dan Nimmo and Brian McNair. This research, also using Political Strategy approach from Peter Schroder. In order to find out the external factors that wins Ahmad Heryawan and Dede Yusuf, this research using Theory of Voting Behaviour from Sidney Verba and and the adaptation model from Saiful Mujani and William Liddle.
This reseach using Qualitative aprroach with Case Study method. Data collecting did by field observation and indepth interview with 11 informant. This research also using literature study by collecting document from all the Candidate, Statistics Center Council (BPS) and also Newspapaper and Online News. This reseach using Descriptive Analysis to analize information and data from the informant and document.
There are several facts researcher finds as the internal factors that wons Ahmad Heryawan and Dede Yusuf at The West Java Local Election. First, Winning Team focus at several District. Second, Winning Team focused on certain age Voter (Specially young and beginner Voter). Third, Political Message, Tag-Line, and Issue which well-suited with the segmentation of District and Voters. Fourth, Popularity of Dede Yusuf which well-known as an artist and entertainer. Another findings of research was that the Winning of Ahmad Heryawan-Dede Yusuf affected by several external factors, such as: First, Dissapointment of people about the Incumbent Governor. Second, Weak Party Identification. Third, Voter who has strong attractiveness on issue orientation.
Theoritical Implication showed that strategy of campaign and political communication in the Local Province Elecetion should adjust and focused between political message to influence the voter, with the political communication methods. Another implication showed that District Segmentation and Voters Segmentation was important as the part of the Political Strategy. This observation finding’s suited and proper with Lasswell in Theory of Political Communication and pattern of Political Communication concept from Dan Nimmo."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ilvia Difa Nawi
"Skripsi ini membahas mengenai faktor keuntungan yang didapatkan oleh Rahmat Effendi sebagai petahana dalam Pilkada Kota Bekasi tahun 2018. Rahmat Effendi mendapatkan faktor keuntungan sebagai petahan, diantaranya adalah pro incumbent endorser bias, lalu campaign discount, dan district partisan bias. Dalam Pilkada Kota Bekasi tahun 2018, terdapat dua pasang calon yang maju. Diantaranya adalah Rahmat Effendi-Tri Ardhianto dan Nur Supriyanto-Adhy Firdaus. Rahmat Effendi sebagai petahana mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dari penantangnya dalam Pilkada Kota Bekasi tahun 2018, sehingga Rahmat Effendi dapat memenangkan Pilkada Kota Bekasi tahun 2018. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitatif yang dilakukan dengan wawancara mendalam.

This thesis discusses the profit factors obtained by Rahmat Effendi as incumbents in the Bekasi City Election in 2018. Rahmat Effendi gets a profit factor as a defense, including the pro incumbent endorser bias, then a discount campaign, and a biased district partisan. In the Bekasi City Election in 2018, there are two pairs of candidates who advance. Among them are Rahmat Effendi-Tri Ardhianto and Nur Supriyanto-Adhy Firdaus. Rahmat Effendi as a incumbent benefits far more than the challenger in the Bekasi City Election in 2018, so Rahmat Effendi can win the Bekasi City Election in 2018. The method used in this thesis is a qualitative method carried out by in-depth interviews.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Alvianto
"Penelitian ini akan mendeskripsikan proses pembentukan koalisi partai politik Golkar, PKB dan PBB pendukung pasangan Irvan dan Herman pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Cianjur tahun 2015. Kasus yang diteliti tersebut menarik untuk diangkat karena pembentukan partai koalisi umumnya dilakukan sebanyak mungkin partai pendukung yang terlibat di dalamnya. Pembentukan koalisi partai politik studi kasus koalisi Pemilihan Kepala Daerah cenderung lebih mengedepankan kondisi proses dibanding kuantitas jumlah partai pendukung, dan hasilnya adalah kemenangan. Kondisi proses yang akan dilihat dibagi menjadi beberapa faktor. Pertama, latar belakang yang mendorong terbentuknya partai koalisi. Kedua, intensitas komunikasi berdasarkan elektabilitas kandidat partai koalisi. Ketiga, pengalaman pemilihan kepala daerah sebelumnya di Kabupaten Cianjur. Keempat, kontrol eksternal koalisi sebagai penentu akhir. Kerangka teori dan kosep yang digunakan dalam menganalisis kasus yang diangkat adalah koalisi dan pembentukan koalisi. Analisis deskripsi proses pembentukan koalisi partai dalam penelitian ini diharapkan akan mampu menggambarkan bagaimana proses politik berlangsung dalam sebuah kontestasi politik di tingkat lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model analisa deskriptif. Teknik pengumpulan data primer dan sekunder melalui wawancara mendalam serta sumber-sumber literatur yang relevan.

This study will describe the process of forming a coalition of Golkar, PKB and PBB political parties supporting the Irvan and Herman pair in the 2015 Cianjur District Head Election. The case studied was interesting to appoint because the formation of coalition parties was generally carried out as much as possible the supporting parties involved. The formation of a political party coalition coalition case study of Regional Head Elections tends to prioritize quality over the quantity of supporting parties, and the result is victory. The quality of the process to be seen is divided into several factors. First, the background that drives the formation of a coalition party. Second, the intensity of internal communication based on the electability of the survey results of coalition party candidates. Third, the experience of the previous regional head elections in Cianjur Regency. Fourth, the external control of the coalition determines the final victory. The theoretical framework and concept used in analyzing the cases raised are coalitions and coalition formation. Analysis of the description of the party coalition formation process in this study is expected to be able to describe how the political process takes place in a political contestation at the local level. This study uses a qualitative approach with a descriptive analysis model. Primary and secondary data collection techniques through in-depth interviews and relevant literature sources.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Darry Abbiyyu
"

Penelitian ini membahas mengenai loyalitas dan peran kepala desa serta botoh sebagai broker politik pada kemenangan Syahri Mulyo-Maryoto Birowo di Pilkada Kabupaten Tulungagung tahun 2018. Beberapa studi menjelaskan sebuah kelaziman bahwa seorang kandidat menggunakan jasa broker politik sebagai bagian dari strategi pemenangan pada pilkada di Indonesia (misalnya Aspinall 2014 ; Aspinall dan As`ad 2015 ; Tawakkal dan Garner 2017 ; dan Darwin 2017). Beberapa penulis seperti Tawakall dan Garner (2017) dan Aspinall dan As`ad (2015) masih melihat masalah itu dari satu aspek bahasan seperti klientelisme. Dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan studi pustaka dan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam. Saya beragumen bahwa kemenangan Syahri Mulyo-Maryoto Birowo tidak dapat dilepaskan dari penggunaan kepala desa dan botoh sebagai broker politik karena posisi yang tidak menguntungkan dari kandidat disebabkan jumlah koalisi partai pengusung sedikit dan ditetapkannya Syahri Mulyo sebagai tersangka oleh KPK menjelang hari pemilihan. Penelitian ini bertujuan untuk membahas loyalitas broker politik kepada kandidat meskipun dalam posisi yang tidak menguntungkan dan peran broker dalam bagian strategi pemenangan kandidat. saya berpendapat bahwa loyalitas broker politik terhadap kandidat terjadi karena adanya kedekatan personal yakni jaringan kekerabatan dan juga sebagai bagian dari balas budi antara broker politik terhadap kandidat yang selama ini dianggap memiliki jasa kepada kepala desa dan botoh selain itu juga ada kedekatan emosional antara kandidat dengan broker politik menimbulkan semangat untuk memenangkan kandidat yang dalam istilah lokal disebut banteng ketaton karena ada anggapan bahwa kandidat merupakan korban politik setelah ditetapkan tersangka oleh KPK. Kemudian sebagai strategi pemenangannya kepala desa dan botoh sebagai broker politik ini memiliki tiga peranan yaitu berperan mempropaganda masyarakat mengenai kelebihan kandidat dan kekurangan kompetitor, melakukan mobilisasi massa, serta pembelian suara.


This study discusses the loyalty and role of the village head and botoh  as a political broker in the victory of Syahri Mulyo-Maryoto Birowo in Tulungagung Local Election in 2018. Several studies explain the prevalence that a candidate uses the services of a political broker as part of the local election strategy in Indonesia ( for example Aspinall 2014; Aspinall and As`ad 2015; Tawakkal and Garner 2017; and Darwin 2017). Some writers such as Tawakall and Garner (2017) and Aspinall and As`ad (2015) still see the problem from one aspect of discussion such as clientelism. By using qualitative methods, namely by literature study and collecting data through in-depth interviews. I argued that the victory of Syahri Mulyo-Maryoto Birowo could not be separated from the use of the village head and botoh as a political broker because the unfavorable position of the candidate was due to the number of coalition party bearers and the stipulation of Syahri Mulyo as a suspect by the KPK before election day. This study aims to discuss the loyalty of political brokers to candidates even in unfavorable positions and the role of brokers in the part of the candidate winning strategy. I argue that the loyalty of political brokers to candidates occurs because of personal closeness, namely kinship networks and also as part of reciprocity between political brokers to candidates who have been considered to have services to village heads and botoh are also in addition to emotional closeness between candidates and political brokers. provoked enthusiasm to win candidates who in local terms were called banteng ketaton because there was an assumption that candidates were political victims after the KPK had named the suspect. Then as a strategy for winning the village head and body as a political broker this has three roles, namely the role of propagating the community regarding the advantages of candidates and lack of competitors, mass mobilization and vote buying.

 

"
2019
T53056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwina Ega Aryani
"Penelitian ini membahas mengenai koalisi diantara Partai Gerindra, PKS, dan Partai Demokrat pada Pemilukada Kota Depok Tahun 2015. Fokus penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat proses yang mendorong partai untuk membentuk atau tergabung dalam suatu koalisi. Koalisi yang terbentuk diantara ketiga partai tersebut merupakan sebuah upaya kerja sama dalam memenangkan Idris Abdul Shomad dan Pradi Supriatna. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan dilengkapi dengan data sekunder lainnya. Dari penelitian ini ditemukan bahwa survei calon kandidat dan pengaruh dari interaksi partai baik secara internal maupun interaksi partai dengan pihak luar sangat mempengaruhi sikap partai dalam membentuk koalisi.

This research analyzes the coalition among Partai Gerindra, PKS, and Partai Demokrat in Pemilukada Kota Depok in year 2015. The focus of this research is to explain that there is a process that encourage parties to form or to join a coalition. The coalition that was formed by mentioned parties is a form of cooperation in order to make Idris Abdul Shomad and Pradi Supriatna the winner of the Pemilukada. This research used qualitative method with in-depth interviews and other secondary data. The research finds out that survey for candidates and the effect of interaction, both internally and externally, by the party are extremely effecting the party preference on making coalition."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jamila Catheleya Emor
"Saat ini strategi komunikasi pemasaran politik telah berkembang luas. Salah satunya adalah dengan pendekatan political marketing. Penelitian ini ingin melihat bagaimana strategi komunikasi pemasaran politik Partai Aceh. Partai Aceh merupakan Partai Lokal konsekuensi dari hasil kesepakatan MoU Helsinki antara Pemerintah RI dengan GAM. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif untuk mendapat gambaran jelas strategi partai Aceh dalam memenangkan Pemilu pasca MoU berturut-turut. Informan penelitian adalah aktor politik di Aceh yang terlibat aktif pada pemilu 2014. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Partai Aceh masih menggunakan cara-cara komunikasi pemasaran tradisional. Untuk menjadi partai modern maka Partai Aceh harus mempebahrui dan beradaptasi dengan kondisi situasi masyarakat saat ini.

Nowadays marketing communication strategy on politics has variably developed. One of them is using political marketing and branding perspective. This research aims to find out how Aceh Party planning on their marketing communication strategy in Aceh. This research was conducted on qualitative descriptive method with the informant whom actively participated in 2014 election. The description will give valuable feedback for Aceh Party in creating communication strategy. The results shows Aceh Party using traditional ways on building its strategy, Aceh Party sucesfully won and dominates the legislative member in Aceh Parliament though.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46334
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Dwita Apriani
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh keterpilihan seorang perempuan sebagai bupati untuk pertama kalinya di provinsi Bali yang dikenal memiliki budaya patriarki kuat. Selain itu terdapat kesenjangan antara penelitian sebelumnya dengan hasil akhir dari pemilukada Tabanan 2010, dimana kandidat yang di dalam survei prapemilukada memiliki elektabilitas tertinggi karena dinilai sebagai figur pemimpin yang baik oleh masyarakat, pada hasil akhir pemilukada Tabanan berhasil dikalahkan oleh kandidat perempuan yang pada saat survei hanya memiliki elektabilitas sebesar 5,7 persen, namun diusung oleh partai yang berbasis di daerah itu. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban bagaimana pengaruh faktor partai politik dan faktor kandidat terhadap perilaku memilih dalam pemilukada Tabanan, 2010.
Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori perilaku memilih khususnya pendekatan psikologis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian bertipe eksplanatif dengan sumber data primer dan skunder. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 400 responden, sehingga tingkat kepercayaannya 95% dan margin of errornya 5%.
Temuan di lapangan memperlihatkan bahwa dalam pemilukada Tabanan 2010, faktor identifikasi partai politik terutama identifikasi pemilih dengan PDIP berpengaruh terhadap perilaku memilih masyarakat di daerah itu. Di lain sisi, faktor figur cukup berpengaruh namun bukan faktor utama yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Tabanan dalam pemilukada 2010.
Implikasi teoritis menunjukkan bahwa pendekatan psikologis dalam teori perilaku memilih dapat diaplikasikan dalam kasus pemilukada Tabanan 2010. Tesis ini juga membantah tesis Yudistira Adnyana yang menemukan bahwa faktor kandidat atau figur merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku memilih di Bali dan faktor partai politik sangat lemah.

The thesis is directed by the election of a woman as a head of district in Bali for the first time,which has been regarded as a Province in a strong patriarchy culture. Beside that,there is a huge diference between the results of the former research with the result of this Tabanan local election,where the candidate that is proven as the one with the highest electability,for it's good leadership in the society, was being defeated by the women candidate that only scored 5.7% electability on the survey,that was also done to answer how the political party and candidate factors affect the result of Tabanan local election.
As the theoritical basis, this research uses voting behavior theory, especialy the phsycological approach. The method that is being used in this research is the quantitative method. It's an explanatory research with a primary and secondary data usage. The sample used in this research is 400 respondents,hence it's confident interval is 95% and 5% margin of eror.
Data found in the field showed that in Tabanan local election 2010,the factor of political party identification among the society-especially the one with PDIPaffects the voting behavior. Meanwhile,the factor of figure personal attribute affects but not as the main factors in the voting behavior of Tabanan local election.
The theoritical implication shows that the phsycological approach in voting behavior may be applied in Tabanan Regent General Election in 2010. This thesis also denied the Yudistira Adnyana's thesis. He found that the candidate factors or figure factors are the main factors determining/affecting the voting behavior in Bali,and so the political factor contributes in a small amount.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T29602
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>