Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121540 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Septiana Dewi Kusumawati
"Persalinan preterm merupakan persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat bayi yang dilahirkan kurang dari 2500 gram. Persalinan preterm masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatal di dunia. Risiko terjadinya bersifat multifaktorial salah satunya ketuban pecah dini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara ketuban pecah dini dengan persalinan preterm di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta periode Januari-Juni 2017. Penelitian ini menggunakan desain pendekatan crossectional dengan jumlah sampel sebanyak 652 sampel yang diambil dari seluruh rekam medik ibu bersalin di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Januari-Juni 2017 yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
Hasil analisis multivariat menunjukan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara ketuban pecah dini dengan persalinan preterm setelah mengontrol variabel ketiga, yang terbukti secara statistic dengan pvalue 0,000 dan OR 3,255. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini berisiko 3 kali lebih besar untuk persalinan preterm dibandingkan ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini. Berdasarkan hasil tersebut diharapkan ibu hamil selalu waspada dan menjaga kesehatan agar tidak terjadinya ketuban pecah dini sehingga mampu mempertahanka kehamilannya sampai usia cukup bulan.

Preterm labor is delivered before 37 completed weeks with the weight of a baby born less than 2500 grams. Preterm labor is still the main cause of neonatal morbidity and mortality in the world. The risk of occurrence is multifactorial, one of which is premature rupture of the membranes. This study aims to see the relationship between premature rupture of membranes and preterm labor at Dr. RSUPN. Cipto Mangunkusumo Jakarta period January-June 2017. This study used a crossectional design with a total sample of 652 samples taken from all medical records of maternity at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo for the period January-June 2017 that fulfills the inclusion and exclusion criteria.
The results of multivariate analysis showed that there was a significant relationship between premature rupture of membranes and preterm labor after controlling for the third variable, which was proven statistically with a value of 0,000 and OR 3,255. So it can be concluded that mothers who experience premature rupture of membranes have a risk three times greater for preterm labor than mothers who do not experience premature rupture of membranes. Based on these results, it is expected that pregnant women will always be vigilant and maintain health so as not to cause premature rupture of the membranes so that they are able to maintain their pregnancy until they are quite a month old.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesty Lusinta
"Latar belakang. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan komplikasi yang paling sering pada kehamilan, yang dapat berakibat terhadap kejadian sepsis neonatorum. Sepsis neonatorum masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi, terutama di negara berkembang. Faktor-faktor pada ibu, pemberian antibiotik dan pemeriksaan mikrobiologi dapat mempengaruhi kejadian sepsis neonatorum pada bayi yang lahir dari ibu dengan KPD.
Metodelogi penelitian. Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap pasien dengan KPD dan bayi yang dilahirkannya di RSCM, Jakarta, Indonesia periode September 2012 – Agustus 2013. Dilakukan evaluasi terhadap faktor-faktor pada ibu, pemberian antibiotik dan pemeriksaan mikrobiologi yang dapat mempengaruhi kejadian sepsis neonatorum.
Hasil. Diantara 3438 persalinan, terdapat 958 kasus KPD pada periode tersebut. Sebanyak 29 rekam medis ibu yang tidak ditemukan dan 85 dieksklusi. Dari 844 rekam medis ibu, hanya ditemukan 677 rekam medis bayi, dengan 12 gemeli sehingga total sampel yang dapat dianalisis adalah 689. Insiden KPD di RSCM adalah sebesar 24,55%. Ditemukan 146 kasus sepsis neonatorum. Pemeriksaan mikrobiologi masih belum merupakan prosedur tetap dalam penatalaksanaan pasien KPD. Antibiotik yang paling banyak digunakan untuk pasien KPD adalah ampisilinsulbaktam. Ambang waktu lama ketuban pecah yang berpotensi untuk terjadinya sepsis neonatorum adalah 12 jam. Faktor pada ibu yang berpengaruh terhadap kejadian sepsis neonatorum adalah usia kehamilan <37 minggu, infeksi intra uterin, warna ketuban yang tidak jernih, indeks cairan amnion 2,5-4,9 dan lama ketuban pecah >12 jam.
Kesimpulan. Insiden sepsis neonatorum terkait KPD di RSCM masih cukup tinggi. Perlu dibuat panduan penatalaksanaan KPD dengan memperhatikan faktor pada ibu. Pemeriksaan mikrobiologi sebaiknya dijadikan prosedur tetap dalam penatalaksanaan pasien KPD, yang dapat juga menjadi panduan dalam pemilihan antibiotik.

Background. Premature rupture of membranes (PROM) is one of the most common complications of pregnancy that has an impact on neonatal septic. Neonatal septic remains one of the main causes of neonatal mortality and morbidity, particularly in developing countries. Maternal factors, antibiotic administration and microbiology detection can influence on neonatal septic following PROM.
Methods. This cross-sectional study was performed at CM hospital, Jakarta, Indonesia from September 2012 to August 2013 to evaluate neonatal septic that were born from mother with PROM. Maternal risk, antibiotic administration, microbiology detection and its influences on neonatal septic were evaluated.
Results. Among 3438 deliveries, there were 958 cases of PROM in CM hospital during September 2012 - August 2013. Out of 958 PROM cases, 29 medical records were not found and 85 were excluded. Of the remaining 844 women, we just found 677 medical records of the babies, including 12 twin babies and leaving 689 babies eligible for analysis. The incidence rate of PROM was 24,55%. Overall, there were 146 neonatal septic cases. The microbiological examination is still not a remains procedure in the management of PROM. Ampicillin-sulbactam is the most widely used antibiotics for PROM. Prolonged rupture threshold potential for the occurrence of neonatal sepsis is 12hours. Maternal factors that influence the incidence of neonatal sepsis are gestational age <37 weeks, intrauterine infection, discolored amniotic fluid, amniotic fluid index of 2.5 to 4.9 and a long membrane rupture >12 hours.
Conclusion. The incidence of PROM related neonatal septic in CM hospital is still high. The management of PROM guidelines needs to be made by taking maternal factors into account. The microbiological examination should be a remains procedure in the management of PROM, which can also provide guidance in the selection of antibiotics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Nur Amalina
"Latar Belakang: Persalinan prematur tetap menjadi perhatian kesehatan global yang signifikan, dengan berkontribusi pada kematian neonatal dan dampak kesehatan jangka panjang yang buruk. Indonesia juga terus menghadapi tingkat kejadian persalinan prematur yang tinggi, yang mengakibatkan Tingkat Kematian Neonatal (NMR) sebanyak 14 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Mengingat sebagian besar kematian ini dapat dicegah, pemahaman terhadap faktor risiko merupakan langkah awal dalam mencegah persalinan prematur. Metode: Studi potong lintang analitik ini dilakukan dengan menggunakan data dari tahun 2021 yang berasal dari Departemen Obstetri dan Ginekologi, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Faktor-faktor risiko yang mencakup usia, hipertensi, kehamilan ganda, riwayat persalinan prematur sebelumnya, dan diabetes, dianalisa hubungannya dengan persalinan prematur. Hasil: Studi ini mencakup 185 kasus persalinan prematur dan 185 kasus non-persalinan prematur. Usia rata-rata adalah 28,65 tahun (SD = 5,206). Perbedaan yang signifikan secara statistik teramati antara hipertensi (χ2(1) = 11,52, p < 0,001, Cramer’s V = 0,176, OR = 2,412), kehamilan ganda (χ2(1) = 6,58, p = 0,01, Cramer’s V = 0,133, OR = 9,409), dan riwayat persalinan prematur sebelumnya (χ2(1) = 10,25, p = 0,01, Cramer’s V = 0,166, OR = 2,107) dengan kejadian persalinan prematur. Perbedaan signifikan secara statistik dalam usia rata-rata tidak teramati antara wanita yang mengalami persalinan prematur dan yang tidak mengalami persalinan prematur (p = 0,872). Kelompok usia (p = 0,872) dan diabetes (p = 0,171) dilaporkan tidak memiliki perbedaan signifikan secara statistik terhadap kejadian persalinan prematur. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa hipertensi, kehamilan ganda, dan riwayat persalinan prematur sebelumnya adalah faktor risiko terhadap kejadian persalinan prematur.

Introduction: Preterm labor remains a significant global health concern, contributing to neonatal mortality and long-term adverse health outcomes. Indonesia also continues to face a high prevalence of preterm labor, resulting in a Neonatal Mortality Rate (NMR) of 14 deaths per 1,000 live births. Given that a substantial proportion of these deaths is preventable, an accurate assessment of risk factors represents the initial step in preventing preterm labor. Methods: This analytic cross-sectional study was conducted through utilizing data from the year 2021, with the data originating from the Department of Obstetrics and Gynecology, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Risk factors which included age, hypertension, multiple gestations, history of previous preterm labor, and diabetes, were examined for their association with preterm labor. Results: The study included 185 cases of preterm labor and 185 non-preterm labor cases. Mean age was 28.65 years (SD = 5.206). A statistically significant difference was observed between hypertension (c2(1) = 11.52, p < 0.001, Cramer’s V = 0.176, OR = 2.412), multiple gestations (c2(1) = 6.58, p = 0.01, Cramer’s V = 0.133, OR = 9.409), and history of previous preterm labor (c2(1) = 10.25, p = 0.01, Cramer’s V = 0.166, OR = 2.107) with the occurrence of preterm labor. A statistically significant difference in mean ages were not observed between those that had preterm labor and those without preterm labor (p = 0.872). Age groups (p = 0.872) and diabetes (p = 0.171) was reported to not have statistically significant differences to the occurrence of preterm labor. Conclusion: This study illustrates hypertension, multiple gestations, and history of previous preterm labor, to be risk factors towards the occurrence of preterm labor."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Iskandar
"Latar Belakang: Mortalitas neonatus global terjadi pada 19/1000 kelahiran hidup dan 35% diakibatkan komplikasi prematuritas dan ketuban pecah dini (KPD) preterm terjadi pada 30-40% dari seluruh kasus. Manajemen KPD preterm memerlukan ketepatan diagnosis, rujukan, dan intervensi agar tidak terjadi morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Di RS Cipto Mangunkusumo terdapat 737 persalinan preterm dari 1524 total kelahiran tahun 2017.
Tujuan: Mengetahui hubungan proses rujukan terhadap luaran neonatus pada kasus ketuban pecah dini pada kehamilan preterm.
Metode: Kohort retrospektif di RS Cipto Mangunkusumo pada pasien rujukan KPD preterm bulan Januari 2016-September 2017. Analisis statistik dengan SPSS 20.0.
Hasil:
Terdapat 214 kasus KPD preterm. Asal rujukan terutama dari rumah sakit dan 36 kasus dirujuk karena tidak ada NICU dan 66 kasus karena fasilitas yang ada tidak mencukupi. Pemeriksaan sesuai standar pada 91 kasus, pemberian antibiotika pada 161 kasus dan pemberian kortikosteroid di tempat rujukan 143 kasus. Terdapat 94 neonatus dengan komplikasi; korioamnionitis klinis(18.69%), APGAR skor menit 1<7(19.16%), APGAR skor menit 5<7 (9.8%), RDS(32.34%), sepsis(37.38%) dan mortalitas(9.8%). Dari analisis multivariat, hubungan didapatkan antara asal rujukan dengan APGAR skor menit 1, usia kehamilan dan kortikosteroid dengan RDS, usia kehamilan, lama rujukan, kortikosteroid dan korioamnionitis klinis dengan sepsis neonatus.
Kesimpulan: Alur rujukan KPD preterm berlangsung sesuai alur rujukan berjenjang. Terdapat hubungan antara proses rujukan dengan luaran neonatus.

Background:  Neonatal mortality rate is 19/1000 live birth worldwide with 35% mortality due to complication of prematurity. Preterm premature ruptured of membrane caused 30-40% preterm birth. In Cipto Mangunkusumo hospital, total of peterm birth in 2017 was 737 cases from 1524 total birth. To prevent neonatal and maternal morbidity and mortality, prompt diagnosis, referral process and obstetric intervention are needed.
Purpose: To evaluate the correlation between referral process and neonatal ocutcome in preterm premature ruptured of membrane.
Method: This research was conducted in Cipto Mangunkusumo hospital on January 2016 to September 2017 with retrospective cohort study. Referral data and neonatal outcomes who fulfilled the inclusion criteria were collected and analyzed.
Result: From data collection from January 2016 to July 2017, 334 cases with preterm premature ruptured of membrane and 214 cases fulfilled the inclusion criteria. Patients most  reffered from hospital due to limited facility (35.29%) and due to NICU was full (64.71%). Administration of antibiotic was found in 75.23% cases and 66.82% cases with corticosteroid administration from the first referral provider. Newborn with complication was found in 43.93%; clinical chorioamnionitis (18.69%), APGAR score minute 1 <7 (19.16%), APGAR score minute 5 <7 (9.8%), RDS (32.34%), neonatal sepsis (37.38%) and early neonatal mortality (9.8%). From bivariate analysis, first care provider has correlation with APGAR score minute 1 < 7 (p=0.00 1), RDS (p=0.003), and neonatal sepsis (p=0.01). Administration of corticosteroid correlated significantly with APGAR score minute 1 < 7 (p=0.003, RR 0.4, CI95% 0.23-0.96), RDS (p=0.002, RR 0.46, CI95% 0.27-0.79) and neonatal sepsis (p=0.001, RR 0.46, CI95% 0.28-0.75). Time of referral correlated significantly with neonatal sepsis (p=0.014, RR 1.7, CI95% 1.2-1.26). After multivariate analysis, correlation found in: first care provider with APGAR score minute 1, gestational age and corticosteroid administration with RDS, gestational age, length of referral and corticosteroid administration with neonatal sepsis.
Conclusion: There is correlation between referral process and neonatal outcome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Wiratama Lokeswara
"Latar belakang: Menurut data WHO, sebanyak 15 juta bayi di dunia dilahirkan kurang bulan setiap tahunnya, dan Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia. Salah satu komplikasi pada bayi kurang bulan yang sering terjadi adalah sepsis. Sepsis Neonatorum Awitan Dini (SNAD) merupakan infeksi sistemik pada bayi pada usia kurang dari 72 jam yang seringkali disebabkan oleh transmisi patogen secara vertikal sebelum atau saat proses kelahiran. Strategi utama dalam penanggulangan kejadian SNAD bergantung pada identifikasi faktor risiko, termasuk ketuban pecah berkepanjangan. Namun, sampai saat ini masih belum ada kesepakatan terkait ambang batas waktu ketuban pecah yang meningkatkan risiko kejadian SNAD secara signifikan pada populasi bayi kurang bulan.
Tujuan: (1) Mengetahui sebaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia gestasi, usia ibu, berat lahir dan metode persalinan. (2) Mengetahui sebaran subjek penelitian berdasaran gejala klinis dan hasil pemeriksaan kultur. (3) Mengetahui hubungan antara waktu ketuban pecah dengan kejadian SNAD pada ambang batas waktu 24 jam, 18 jam dan 12 jam di RSCM.
Metode penelitian: Sebuah studi kasus-kontrol dilakukan pada populasi bayi kurang bulan yang lahir di RSCM dari tahun 2016-2017. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok: (1) kelompok kasus yang mengalami SNAD; dan (2) kelompok kontrol yang tidak mengalami SNAD; dipilih secara simple random sampling. Jumlah total subjek pada penelitian ini adalah 154 bayi kurang bulan (77 kasus dan 77 kontrol). Pengambilan data dilakukan pada Januari-Agustus 2018 dengan melihat rekam medis subjek penelitian, dilanjutkan dengan analisis bivariat menggunakan uji Chi Squared dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil penelitian: Semua karakteristik tidak memiliki perbedaan yang bermakna, kecuali usia gestasi (p=0,012) dan berat lahir (p=0,02). Gejala klinis yang paling sering ditemukan dan memiliki hubungan yang bermakna adalah sesak napas (63,0%; p<0,001) dan instabilitas suhu (40,9%; p<0,001).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara waktu ketuban pecah dengan kejadian SNAD pada bayi kurang bulan di RSCM pada ambang batas waktu 12 jam, 18 jam dan 24 jam. Ketuban pecah lebih dari 12, 18 dan 24 jam meningkatkan risiko SNAD pada bayi kurang bulan 2,3 kali lipat, dan ketuban pecah lebih dari  12 jam meningkatkan risiko 2,9 kali lipat setelah adjustment.

Introduction: According to WHO, 15 million babies are born premature annually, and  Indonesia ranks 5th worldwide. One of the most frequent complications in preterm infants is sepsis. Early onset neonatal sepsis (EONS) is defined as the systemic infection in infants less than 72 hours old which is often caused by vertical transmission of pathogens before or during labour. With the current lack of consensus in the definition of neonatal sepsis, identification risk factors, including prolonged premature preterm rupture of membranes (ROM), becomes the main strategy. Unfortunately, there is also currently lack of worldwide agreement in the threshold of duration of ROM which significantly increases the risk of EONS in preterm infants.
Objectives: (1) To determine the distribution of subjects based on selected characteristics: gender, gestational age, maternal age, birth weight and mode of delivery. (2) To determine the distribution of subjects based on clinical symptoms and bacterial culture examination. (3) To determine the association between the duration of ROM and the incidence of EONS in preterm infants, at the thresholds of 24 hours, 18 hours and 12 hours, in RSCM.
Methods: A case-control study was done on preterm infants born in RSCM in 2016-2017. The subjects were divided into 2 groups: (1) the case group for preterm infants who had EONS; and (2) the control group for preterm infants who did not have EONS; each selected by simple random sampling. The total number of subjects in the study was 154 preterm infants (77 in the case group and 77 in the control group). Data collection from the medical records of the subjects was performed in January-August 2018, followed by bivariate analysis using Chi Square Test and  multivariate analysis using logistic regression.
Result: Characteristics had insignificant differences, except gestational age (p=0,012) and birth weight (p=0,02). The clinical symptoms which were most frequent and had significant associations with EONS were respiratory instability (63,0%, p<0,001) and temperature instability (40,9%, p<0,001).
Conclusion. There is a significant association between the duration of ROM at 12, 18 and 24 hours, and the incidence of EONS in preterm infants, especially at duration of more than 12 hours. Prolonged PPROM for 12, 18, and 24 hours increases the risk of EONS in preterm infants 2.3 times (unadjusted) and PPROM for 12 hours increases the risk of EONS in preterm infants 2.9 times after adjustment for other factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berli Kusuma
"Kelahiran preterm merupakan penyebab utama kematian bayi di bawah lima tahun. Penyebabnya multifaktorial dan salah satu faktor yang diperkirakan berhubungan dengan kelahiran preterm adalah ketuban pecah dini. Kebanyakan ibu hamil dengan ketuban pecah dini akan bersalin secara spontan dalam beberapa hari, namun sebagian kecil dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan. Oleh karena perbedaan tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya hubungan ketuban pecah dini dengan kelahiran preterm.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kelahiran preterm dan hubungannya dengan ketuban pecah dini di RSCM tahun 2011. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil di RSCM dari rekam medik pasien Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM sepanjang tahun 2011. Dari 2185 (jumlah sampel minimal 96 subjek) data pasien yang memenuhi kriteria inklusi, diketahui prevalensi kelahiran preterm di RSCM pada tahun 2011 adalah sebesar 26,8%. Terdapat hubungan antara kelahiran preterm dan ketuban pecah dini di RSCM pada tahun 2011 (p=0,003).

Preterm birth is the most common cause of death among child under five years old. This condition is multifactorial. Premature rupture of membrane often associated with preterm birth. Most of pregnant woman with premature rupture of membrane will birth the baby spontaneously. However, some of them will remain pregnant untill some weeks or months. Because of that difference, it is important to do further studies to discover the association of preterm birth and premature rupture of membrane.
The aim of this study is to determine the prevalence of preterm birth and its association to premature rupture of membrane in Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2011. Using a cross-sectional design, the data was collected from the medical record in Obstetric and Gynecology Department in the year of 2011. From 2185 (minimum sample 96 subject) data that comply the inclusion criteria, this study revealed that the prevalence of preterm birth in Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2011 is 26,8%. There is an association between preterm birth and premature rupture of membrane in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 (p=0.003).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Marlita Sari
"Prevalensi persalinan preterm di dunia terjadi sekitar 11,1 kelahiran hidup. Namun, persalinan preterm menyumbang angka kesakitan dan kematian neonatus sebesar 75-80 . Morbiditas bayi preterm dapat berlanjut sampai tahap perkembangan berikutnya sehingga menjadi beban secara fisik, psikologis dan ekonomi. Faktor yang diduga berperan dalam terjadinya persalinan preterm adalah ketuban pecah dini KPD. Penelitian sebelumnya memperlihatkan adanya hubungan ketuban pecah dini terhadap persalinan preterm, namun perlu dilakukan penelitian pada populasi berbeda seperti di RSUD kota Cilegon.
Tujuan: Penelitian. Mengetahui besar pengaruh ketuban pecah dini terhadap kejadian persalinan preterm di RSUD Cilegon periode Juli 2014-Desember 2015. Metode Penelitian. Desain adalah kasus kontrol menggunakan data sekunder rekam medik. Populasi kasus yaitu semua ibu hamil yang melahirkan dengan usia kehamilan < 37 minggu lengkap di RSUD Cilegon dan populasi kontrol adalah semua ibu hamil yang melahirkan dengan usia kehamilan > 37 minggu di RSUD Cilegon. Sampel diambil dalam periode Januari 2014-Desember 2015. Metode analisis yang digunakan adalah regresi logistik.
Hasil: Penelitian. Pada analisis bivariat hubungan ketuban pecah dini dengan persalinan preterm diperoleh OR 2,97 95 CI: 1,92-4,59 sebelum dikontrol dengan variabel kovariat. Setelah dilakukan analisis multivariat diperoleh model akhir hubungan ketuban pecah dini dengan persalinan preterm dengan mengendalikan faktor pendidikan, riwayat persalinan preterm dan anemia didapatkan OR 2,58 95 CI: 1,68-3,98.
Kesimpulan: Ibu hamil dengan ketuban pecah dini berisiko 2,58 kali untuk mengalami persalinan preterm dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini setelah dikontrol oleh variabel pendidikan, riwayat persalinan preterm, dan anemia.

The prevalence of preterm labor in the world occurs approximately 11.1 of live births. However, preterm labor contributes a quite large of neonatal morbidity and mortality rates of 75 80. Morbidity preterm infants may continue to influence the next level of infant rsquo s development, so that it becomes the burden of physical, psychological and economic factors. One of the causal factors that may affect of preterm birth is premature rupture of membranes PROM. Previous studies have shown an association between premature rupture of membrane with preterm labor, but it still needs doing the study in different populations such as RSUD Cilegon.
Objective: To obtain the magnitude of the risk preterm labor caused by preterm rupture of membrane during pregnancy at RSUD Cilegon period July 2014 December 2015. Method. This case control research used data from medical record. Case population is whole mothers whom delivered 37 weeks completed of gestation, while control population is whole mothers whom delivered 37 weeks at RSUD Cilegon. Sample was taken from July 2014 to December 2015 and the data was analized with logistic regression.
Result: On bivariat analysis found OR 2.97 95 CI 1,92 4,59 before controlled by co variate variables. The fitted model on multivariate analysis after controlling education, history of preterm labor, and anemia maternal variable found OR 2.58 95 CI 1,68 3,98.
Conclusion: The mother who has preterm rupture of membrane during pregnancy having risk 2.58 times to have preterm labor after controlled by education, history of preterm labor and anemia maternal variable.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T46846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fildzah Hilyati
"Ketuban pecah dini (KPD) menempati peringkat ke-11 dari 20 penyebab morbiditas pada ibu melahirkan di dunia. Kasus KPD di Indonesia mencapai 10% dari jumlah kelahiran dan berpotensi untuk meningkatkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi karakteristik sosiodemografi pasien di rumah sakit Cipto Magunkusumo (RSCM), prevalensi KPD di RSCM, serta hubungannya dengan APGAR score buruk bayi yang dilahirkan. Desain yang digunakan adalah studi potong lintang dengan menggunakan data rekam medis pasien Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM tahun 2011 (n=2171). Proporsi kasus KPD di RSCM diketahui sebesar 25% serta APGAR score buruk menit 1 sebesar 11% dan menit 5 sebesar 3,3%. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi APGAR score buruk secara bermakna antara kelompok KPD dan tanpa KPD, yakni p=0,477 untuk menit 1 dan p=0,332 untuk menit 5. Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara ibu melahirkan dengan KPD dengan APGAR score buruk menit 1 dan menit 5 bayi yang dilahirkan.

Premature rupture of membranes (PROM) is the 11th rank out of 20 most common causes of death during labor. PROM cases affect 10% labor in Indonesia and increase morbidity and mortality of neonates. The aim of this study was to achieve information about sociodemographic characteristics of obstetric patients, prevalence of PROM, and relationship between PROM and low APGAR score in RSCM in 2011. The method of this study was cross sectional using data obtained from all medical records of patients in Obsteric and Gynecology Department RSCM in 2011 (n= 2171). From this study, we obtained the proportion of PROM in RSCM in 2011 was 25% while proportion of low minute-1 APGAR score was 11% and low minute-5 APGAR score was 3,3%. Data analysis using Chi-square test showed there was no significant difference of PROM and low APGAR score in minute 1 (p=0,477) and minute 5 (p=0,332). In conclusion, there is no relationship between PROM and low APGAR score in minute 1 and minute 5 of neonates.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Tanamas
"Latar Belakang : WHO melaporkan angka persalinan preterm mencapai 15 juta persalinan dan menyumbang kematian neonataus hingga 1 juta kasus. Berbagai faktor yang berhubungan dengan kematian neonatus terkait ketuban pecah dini sudah banyak diteliti, namun hubungannya terhadap kematian neonatus belum konsisten di berbagai literature. Peneliti ingin meneliti hubungan faktor-faktor tersebut di RSCM.
Metode : Penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan rekam medis ibu dan neonatus yang mengalami kasus ketuban pecah dini preterm (<37 minggu) dari tahun 2013-2017 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Luaran neonatus yang dinilai adalah nilai APGAR menit ke-1 dan ke-5, Respiratory Distress Syndrome, sepsis neonatorum, dan kematian neonatus. Data dianalisis secara univariat dan multivariat.
Hasil : Terdapat 1336 kasus ketuban pecah dini preterm dalam periode 5 tahun, namun hanya 891 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Faktor utama yang terkait morbiditas dan mortalitas neonatus dengan kasus ketuban pecah dini adalah usia kehamilan, dimana usia <28 minggu memiliki RR 18.8, IK 95%12.9-27.3; p=<0.01 dan berat badan lahir <1000 gr memiliki RR 34.1, IK 95%11.1-104.5; p=<0.01. Sepsis secara klinis meningkat risiko kematian neonatus RR 8.1, IK 95%5.2-12.8; p=<0.01.
Kesimpulan : Usia kehamilan yang semakin muda dan berat badan lahir yang semakin rendah meningkatkan risiko morbiditas dan kematian neonatus

Background :  WHO reported the rate of preterm labor are 15 million cases and contributed to 1 million neonatal death. Factors contributed to neonatal death in preterm premature rupture of membrane has been reported in many literatures, however the results are inconsistent. The Authors want to analyze factors contributing to neonatal death in RSCM
Method : This is a retrospective cohort using medical records of both mother and neonatal of preterm premature rupture of membrane from 2013-2017 in RSCM. Neonatal outcome analyzed in this study are minute-1 and minute-5 APGAR, respiratory distress syndrome, neonatal sepsis, and neonatal death. Data was analyzed with univariate and multivariate analysis.
Result : There was 1336 cases of preterm premature rupture of membrane during 5 years period. However, only 891 cases analyzed in this study. Main factors contributed to morbidity and mortality in preterm premature rupture of membrane are gestational age and birth weight, which gestational age <28 weeks has RR 18.8, IK 95%12.9-27.3; p=<0.01 and birth body weight <1000 gr has RR 34.1, IK 95%11.1-104.5; p=<0.01. Clinically sepsis increases neonatal mortality RR 8.1, IK 95%5.2-12.8; p=<0.01.
Conclusion : Younger gestational age and lower birth weight increase the risk of neonatal morbidity and mortality."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson Khodavian
"Latar Belakang: Disfagia adalah gangguan fungsi menelan yang disebabkan oleh gangguan neurologik, non-neurologik, ataupun campuran. Disfagia dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang membahayakan kehidupan jika tidak ditangani dengan baik. Profil pasien disfagia baik di Indonesia maupun di negeri lain tidak terdata dengan baik sehingga diperlukan lebih banyak penelitian dalam hal ini guna meningkatkan kualitas dan efisiensi rehabilitasi disfagia di masa yang mendatang. Metode: Penelitian deskriptif retrospektif ini dilakukan di RSCM dengan mendata profil 52 pasien disfagia yang datang ke poli rehabilitasi medik RSCM dari Januari sampai dengan Juni 2023 yang terpilih menggunakan teknik consecutive sampling. Usia, jenis kelamin, fase disfagia, etiologi disfagia, dan derajat disfagia dari subjek terpilih dikumpulkan melalui akses rekam medis masing-masing pasien. Hasil: Subjek berumur 58–67 tahun paling prevalen dengan perbandingan keseluruhan jenis kelamin subjek laki-laki terhadap perempuan sebesar 1.08:1. Seluruh subjek didiagnosis dysphagia orofaringeal dan 84,6% kasus disebabkan oleh etiologi neurologik. Derajat disfagia beragam di antara subjek dengan skor penetration-aspiration scale (PAS) 8 paling prevalen (32,7%). Kesimpulan: Penelitian ini telah mendata profil usia, jenis kelamin, fase disfagia, etiologi disfagia, dan derajat disfagia dari 52 pasien disfagia yang terpilih. Data yang telah terkumpul dan disajikan direkomendasikan untuk dipakai dan dianalisis lebih lanjut oleh penelitian lain di masa mendatang.

Background: Dysphagia is defined as the dysfunction in swallowing which is caused by neurologic, non-neurologic, and other mixed etiologies. Dysphagia can lead to multiple life-threatening complications if proper intervention isn’t given. Profiles of patients with dysphagia aren’t well documented in Indonesia nor in other countries. This calls for more researches to study this topic to increase the quality and efficiency of dysphagia rehabilitation in the future. Methods: A retrospective descriptive study was done at RSCM by collecting the data of 52 patients with dysphagia that visited RSCM’s medical rehabilitation ward from January to June of 2023 chosen with the consecutive sampling technique. Age, gender, dysphagia phase, dysphagia etiology, and dysphagia degree of selected subjects was collected by accessing the their medical records. Results: Subjects aged 58–67 years old were the most prevalent with an overall comparable man to woman ratio of 1.08:1. All subjects were diagnosed with oropharyngeal dysphagia mostly caused by neurologic etiologies (84,6%). Dysphagia degree amongst subjects showed a considerable variety with a penetration-aspiration scale (PAS) score of 8 being the most prevalent (32.7%). Conclusion: This research has documented the age, gender, dysphagia phase, dysphagia etiology, and dysphagia degree profiles of 52 selected dysphagic patients. The data presented is recommended to be used and analysed further in future studies."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>