Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159770 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochamad Zain Anggriadi
"Latar Belakang: Celah langit-langit merupakan salah satu kelainan bawaan yang banyak terjadi. Alpha-smooth muscle actin (ASMA) adalah actin isoform yang dominan di dalam sel-sel otot halus dan berperan penting dalam proses fibrogenesis. Diferensiasi fibroblast menjadi myofibroblast merupakan proses kunci dalam penyembuhan luka dan repair jaringan, namun berbahaya untuk fungsi jaringan apabila berlebihan seperti hypertrophic scars (jaringan parut). Dalam kesembuhan luka Angiogenesis sangat penting untuk penyediaan oksigen dan nutrisi ke sel jaringan yang terluka dan membaginya sel tumor yang memiliki kebutuhan metabolik tinggi, angiogenesis dirangsang oleh vascular endothelial growth factor (VEGF). Faktor aktivitas ASMA dan VEGF yang mempengaruhi pembentukan jaringan parut pasca tindakan yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan maksila.
Tujuan: Dapat Mengetahui ekpresi ASMA dan VEGF pada pasien celah langit langit inkomplit, unilateral  dan bilateral non sindromik.
Metode: Pada penelitian ini dilakukan studi deksripstif laboratorik Ekpresi ASMA dan VEGF dengan pemeriksaan imunohistokimia ASMA dan VEGF terhadap jaringan mukosa pasien langit – langit inkomplit, unilateral dan bilateral serta dilakukan pemeriksaan foto klinis pada minggu pertama, ketiga dan keempat dimana pengambilan jaringan dilakukan unit Celah Bibir dan Langit-Langit RSAB Harapan.
Hasil: Dilakukan pengambilan jaringan pasien 4 pasien celah langit – langit non sindromik. Satu pasien celah langit – langit bilateral non sindromik, satu pasein celah langit – langit inkomplit non sindromik dan dua pasien celah langit – langit unilateral non sindromik. Hasil pemeriksaan imunohistokimia pada pasien  celah langit – langit bilateral non sindromik lebih tinggi dibandingkan dengan pasien celah langit – langit unilateral dan inkomplit. Pada pemeriksaan foto klinis didapatkan kesembuhan luka pada keempat pasien tercapai dalam waktu empat minggu.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan ekspresi gen ASMA dan VEGF di jarigan mukosa palatum pada kasus pasien celah langit – langit inkompilt, unilateral dan bilateral non sindromik yang berpengaruh terhadap kecepatan kesembuhan luka pasca operasi palatoplasti primer. Peningkatan ekspresi asma akan menyebabkan peningkatan luasan terjadi gagalan fusi antara prosessus palatinus.

Background: Cleft palate is one of the many congenital abnormalities that occur. Alpha-smooth muscle actin (ASMA) is the dominant actin of isoform in the smooth muscle cells and plays an important role in the process of fibrogenesis. Differentiation of fibroblasts into myofibroblasts is a key process in wound healing and tissue repair, but is harmful to tissue function when overuse such as hypertrophic scars. In wound healing Angiogenesis is essential for the supply of oxygen and nutrients to injured tissue cells and dividing tumor cells that have high metabolic requirements, angiogenesis stimulated by vascular endothelial growth factor (VEGF). ASMA and VEGF activity factors that influence the formation of post-action scarring which may cause impairment of maxillary development.
Objectives: Can be known for ASMA and VEGF expression in incomplete, unilateral and non-syndromic bilateral cleft palate patients.
Methods: In this study a laboratory deksripstif study of ASMA and VEGF expression was performed with ASMA and VEGF immunohistochemistry examination of mucosal tissue of incomplete, unilateral and bilateral cleft palate patients as well as clinical photo examination in the first, third and fourth week where tissue taking was performed at Celah Bibir dan Langit-Langit RSAB Harapan kita.
Results: Conducted tissue retrieval patients 4 patients cleft palate non-syndrome. One patient had a non syndromic bilateral cleft palate, one patient non syndromic incomplete cleft palate and two non syndromic unilateral cleft palate patients. Immunohistochemical examination results in non-syndromic bilateral cleft palate  higher than with unilateral and incomplete cleft palate patients. At the clinical photo examination, the wound healing in all four patients was achieved within four weeks.
Conclussion: There is a difference in ASMA and VEGF gene expression in the palatum mucosa in the case of incomplete, unilateral and bilateral non syndromic cleft patients affecting the rate of wound healing following primary palatoplasty surgery. Increased expression of asthma will cause an increase in the extent of fusion failure between the palatinus process.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahdadiansyah
"Latar belakang: Palatoplasti merupakan tindakan operasi untuk merekonstruksi celah langit-langit, sehingga fungsi bicara maupun fungsi mastikasi dapat lebih baik. Pada proses penyembuhan pasca palatoplasti, akan terjadi gaya tarik dari flap mukoperiosteal yang disatukan. Gaya tarikan pada mukoperiosteal itu diduga dapat menyebabkan kontraksi jaringan dan menyebabkan terjadinya jaringan parut. Adanya pembentukan jaringan parut tersebut dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan maksila baik ke arah antero-posterior maupun ke arah lateral. MMP-9 merupakan protein yang berperan penting dalam penyembuhan luka pada fase remodelling. Ekspresi MMP-9 ditemukan tinggi pada jaringan yang lebih sedikit terjadinya jaringan parut. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk melihat ekspresi MMP-9 pada pasien pasca palatoplasti primer celah langit-langit unilateral komplit non sindromik. Metode: Studi dilakukan dengan pemeriksaan imunohistokimia pada sampel jaringan mukoperisoteal palatum pasien celah langit-langit pasca palatoplasti primer. Hasil: Pada pemeriksaan imunohistokimia didapatkan hasil intensitas ekspresi MMP-9 pada kelompok favorable berkisar 26,62 % hingga 41,30 %, sedangkan skor intensitas ekspresi MMP-9 kelompok unfavorable berkisar 8,78 % hingga 24,91 %. Kesimpulan: Intensitas ekspresi MMP-9 pada kelompok favorable lebih tinggi (rata-rata 41,30 %) daripada intensitas ekspresi MMP-9 kelompok unfavorable (rata-rata 16,50 %).

Background: Palatoplasty is an operation procedure to reconstruct a cleft palate, so that both speech and mastication functions can be better. In the post palatoplasty healing process, there will be a attraction of the mucoperiosteal flap unity. The attraction force on mucoperiosteal can make a tissue contraction and scarring. The formation of scar tissue can cause interference with the growth of the maxilla both antero-posterior and lateral. MMP-9 is a protein that plays an important role in wound healing at the remodeling phase. MMP-9 expression was high in tissue with less scarring. Objective: This study aims to observe the expression of MMP-9 in post primary palatoplasty non-syndromic complete unilateral cleft-palate patients. Methods: The study uses immunohistochemical examination of mucoperisoteal tissue samples of the palate of patients with cleft palate post primary palatoplasty. Results: In the immunohistochemical examination the results of MMP-9 expression intensity in the favorable group ranged from 26.62% to 41.30%, while the MMP-9 expression intensity score of the unfavorable group ranged from 8.78% to 24.91%. Conclusion: The intensity of MMP-9 expression in favorable groups was higher (on average 41.30%) than the intensity of MMP-9 expression in unfavorable groups (average of 16.50%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ervan Zuhri
"Latar Belakang: ECP mampu menurunkan frekuensi angina, meningkatkan kualitas hidup, serta memperbaiki exercise–induced ischemia time. Manfaat tersebut dapat bertahan beberapa tahun setelah ECP. Mekanisme manfaat jangka panjang ECP tersebut telah dibuktikan akibat adanya angiogenesis yang diduga diperankan VEGF-A, VEGFR-2, dan miR-92a.
Tujuan: Mengetahui efek ECP terhadap VEGF-A dan VEGFR-2, serta hubungannya dengan miR-92a pada pasien angina refrakter.
Metode: Studi ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda yang melibatkan 50 subjek dengan angina refrakter. Subjek dirandomisasi (1:1) ke dalam kelompok terapi ECP atau sham, yang masing-masing dilakukan selama 1 jam, hingga 35 kali. Kadar VEGF-A, VEGFR-2, dan miR-92a plasma diukur sebelum dan sesudah terapi menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) untuk VEGF-A dan VEGFR-2, serta quantitative reverse transcription-polymerase chain reaction (qRT-PCR) untuk miR-92a. Keluaran klinis sekunder seperti derajat angina, kualitas hidup, 6-minutes walk test (6MWT), dan ejection fraction (EF) juga dinilai.
Hasil: Kadar VEGF-A dan VEGFR-2 dipertahankan pada kelompok ECP, sedangkan kadar VEGF-A dan VEGFR-2 mengalami penurunan yang signifikan pada kelompok sham [ΔVEGF-A ECP vs sham: 1 (-139 to160) vs -136 (-237 to 67) pg/ml, p = 0.026; ΔVEGFR-2 ECP vs sham: -171(-844 to +1166) vs -517(-1549 to +1407) pg/ml, p = 0.021, respectively]. Kadar miR-92a meningkat secara signifikan pada kelompok ECP [5.1 (4.2 – 6.4) to 5.9 (4.8 – 6.4), p<0.001] and sham [5.2 (4.1 – 9.4) to 5.6 (4.8 – 6.3), p=0.008]. Tidak terdapat korelasi antara perubahan kadar VEGF-A, VEGFR-2, dan miR-92a [VEGF-A vs VEGFR-2 (r = 0.243, p = 0.09; uji Spearman), VEGF-A vs miR92-a (r = 0.229, p = 0.11; uji Spearman), dan VEGR-2 vs miR92-a (r = 0.08, p = 0.581; uji Spearman)].
Kesimpulan: ECP mampu mempertahankan angiogenesis dengan cara mempertahankan kadar VEGF-A dan VEGFR-2. Pada kondisi iskemia, baik high shear stress (ECP) maupun low shear stress (sham) dapat menginduksi pelepasan miR-92a. ECP mempengaruhi VEGF-A, VEGFR-2, dan miR-92a secara independen.

Background: ECP is able to reduce angina frequency, improve quality of life, and improve exercise time-induced ischemia time. These benefits can last several years after the ECP. The mechanism for the long-term benefit of ECP has been proven by the presence of angiogenesis, which is thought to be mediated by VEGF-A, VEGFR-2, and miR-92a.
Objective: To determine the effect of ECP on VEGF-A and VEGFR-2, and its relationship with miR-92a in patients with refractory angina.
Methods: This study was a double-blind randomized clinical trial involving 50 subjects with refractory angina. Subjects were randomized (1:1) into either ECP or sham therapy groups, each administered for 1 hour, up to 35 times. Plasma VEGF-A, VEGFR-2, and miR-92a levels were measured before and after therapy using the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method for VEGF-A and VEGFR-2, as well as quantitative reverse transcription-polymerase chain reaction (qRT-PCR). ) for miR-92a. Secondary clinical outcomes such as degree of angina, quality of life, 6-minute walk test (6MWT), and ejection fraction (EF) were also assessed.
Results: VEGF-A and VEGFR-2 levels are maintained in the ECP group, while VEGF-A and VEGFR-2 levels decrease in the sham group [ΔVEGF-A ECP vs sham: 1 (-139 to160) vs -136 (-237 to 67) pg/ml, p = 0.026; VEGFR-2 ECP vs sham: -171(-844 to +1166) vs -517(-1549 to +1407) pg/ml, p = 0.021, respectively]. MiR-92a levels increase significantly in the ECP group [5.1 (4.2 – 6.4) to 5.9 (4.8 – 6.4), p<0.001] and sham [5.2 (4.1 – 9.4) to 5.6 (4.8 – 6.3), p=0.008]. There is no correlation between changes in VEGF-A, VEGFR-2, and miR-92a levels [VEGF-A vs VEGFR-2 (r = 0.243, p = 0.09; Spearman's test), VEGF-A vs miR92-a (r = 0.229 , p = 0.11; Spearman's test), and VEGR-2 vs. miR92-a (r = 0.08, p = 0.581; Spearman's test)].
Conclusion: ECP therapy is able to maintain angiogenesis by maintaining VEGF-A and VEGFR-2 levels. In ischemic conditions, both high shear stress (ECP) and low shear stress (sham) can induce the release of miR-92a. ECP affects VEGF-A, VEGFR-2, and miR-92a independently.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhri Prayitno
"Kanker kolorektal merupakan kanker penyebab kematian kedua tertinggi di dunia. Pengobatan kanker kolorektal memiliki kelemahan dari segi biaya, toksisitas, dan efektivitas. Lunasin mampu menghambat kanker secara in vitro sehingga lunasin dapat menjadi solusi terapi yang efektif biaya untuk kanker kolorektal. Penelitian ini menyelidiki pengaruh ekstrak kedelai kaya lunasin (EKKL) pada ekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang berperan dalam proses angiogenesis pada kanker kolorektal. Tiga puluh mencit Swiss Webster dibagi menjadi enam kelompok. Semua kelompok kecuali kelompok normal diinduksi dengan azoxymethane (AOM) dan dextran sodium sulfate (DSS). Kelompok kontrol negatif diberikan larutan garam fisiologis, sedangkan kelompok kontrol positif diberi aspirin. EKKL diberikan kepada ketiga kelompok percobaan dengan dosis yang berbeda (250 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 350 mg/KgBB). Pada minggu kelima, setelah mencit diterminasi, jaringan kolon distal mencit diambil dan diwarnai imunohistokimia, kemudian diamati di bawah mikroskop dan dianalisis menggunakan IHC profiler pada ImageJ. Indeks yang diperoleh dari IHC profiler dihitung untuk mendapatkan indeks H-score. Ekspresi VEGF menurun secara signifikan pada kelompok EKKL dosis 300 mg/KgBB (p=0,031) dengan penurunan rata-rata skor 33,202% dan 350 mg/KgBB (p=0,003) dengan penurunan rata-rata skor 43,334%. Namun, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua kelompok tersebut.

Colorectal cancer is the world’s second highest cause of cancer death. Current treatments for colorectal cancer lack in cost, toxicity, and effectivity. Lunasin has the effect of inhibiting cancer in vitro, hence lunasin might offer the solution of cost-effective therapy for colorectal cancer. We investigate the effect of lunasin-rich soybean extract (LSRE) on vascular endothelial growth factor (VEGF) expression which is responsible for angiogenesis in colorectal cancer. Thirty Swiss Webster mice were divided into six groups. All groups except the normal group were induced by azoxymethane (AOM) and dextran sodium sulfate (DSS). Negative control group received normal saline solution, whereas positive control group were treated with aspirin. LSRE were given to three experimental groups, each with different dosing (250 mg/KgBW, 300 mg/KgBW, and 350 mg/KgBW). On the fifth week, after the mice were terminated, the distal colon tissues were obtained and received immunohistochemistry staining, then observed under a microscope and analyzed using IHC profiler in ImageJ. Index acquired from IHC profiler were calculated to achieve H-score. VEGF expression was significantly decreased in 300 mg/KgBW (p=0.031) and 350 mg/KgBW (p=0.003) of EKKL by an average reduction of 33.202% and 43.334% respectively. However, there was no statistically significant difference between both groups."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Inunu
"Latar Belakang: Pertumbuhan nasofaring merupakan hal penting dalam evaluasi keseimbangan komponen velofaringeal dan dapat dievaluasi menggunakan titik acuan sefalometri pada tulang-tulang penyusun struktur nasofaring. Tujuan: Mengevaluasi karakteristik pertumbuhan nasofaring pada kasus celah bibir dan langit-langit pasca pembedahan Metode: pada sefalogram pasien UCLP pasca pembedahan ditentukan titik PMP (maksila posterior), Ho (hormion) dan At (atlas), dan dihubungkan menjadi segitiga nasofaring. Segitiga tersebut diproyeksikan terhadap sumbu vertikal dan horizontal. Hasil proyeksi dibandingkan dengan kelompok kontrol dan secara longitudinal pada usia 5-7 dan 10-12 tahun. Hasil perbandingan antar kelompok dan dengan kelompok kontrol dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney dan uji Wilcoxon. Hasil: titik PMP pada pasien UCLP terletak lebih superoposterior meskipun segitiga tetap tumbuh harmonis Kesimpulan: pasien UCLP memiliki pola pertumbuhan yang harmonis meskipun bagian posterior maksila terletak lebih superoposterior

Background: Nasopharyngeal growth is essential to the functional balance of velopharyngeal component, and could be evaluated from the bony nasopharynx landmark on a lateral cephalogram Purpose: To evaluate the nasopharyngeal growth’s characteristics on the operated UCLP cases Method: The bony nasopharynx landmarks were traced on the cephalogram as PMP (posterior maxillary points), Ho (hormion) and At (atlas), and being interconnected as a nasopharyngeal triangle, and being projected on the vertical and horizontal axis. The projection results were compared between UCLP and control groups and longitudinally at the age of 5-7 and 10-12. The results were analyzed statistically with Mann-Whitney and Wilcoxon tests. Result: PMP points on the UCLP cases were located more superoposteriorly with a harmonious growth of the triangle Conclusion: the operated UCLP patient has a harmonious nasopharyngeal growth despite from the superoposteriorly located PMP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nimim Putri Zahara
"ABSTRAK
Latar Belakang: Angifibroma nasofaring belia ANB adalah tumor fibrovaskular yang jarang, secara histologi bersifat jinak tetapi secara klinis ganas dengan angka kekambuhan yang masih tinggi. Angka kekambuhan pada tumor ini banyak dihubungkan dengan karakteristik tumor yang dapat dilihat dari sosiodemografi, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat vascular endothelial growth factor VEGF . Tujuan: Mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat VEGF terkait kekambuhan ANB sebagai upaya untuk memprediksi adanya kekambuhan. Metode: penelitian dengan rancangan observasional pendekatan kohort retrospektif yang mengevaluasi karakteristik sosiodemografi, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat VEGF terkait kekambuhan. Hasil: didapatkan 38 jumlah kasus ANB, dengan kasus kambuh sebanyak 11 kasus dan tidak kambuh sebanyak 27 kasus. Insiden ANB terbanyak pada usia dekade kedua 12-30 tahun dengan rerata 15,8 tahun. Keseluruhan kasus berjenis kelamin laki-laki. Sumbatan hidung dan epistaksis merupakan keluhan utama pada semua kasus. Kekambuhan banyak ditemukan pada kasus usia muda, dengan onset cepat, stadium lanjut dan intensitas pewarnaan VEGF tinggi. Proporsi kekambuhan tidak berbeda secara statistik antara karakteristik sosiodemografik, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat ekspresi VEGF. Onset, massa tenggorok, stadium, embolisasi dan intensitas perwarnaan VEGF secara klinis mempunyai perbedaan yang bermakna. Pada penelitian ini embolisasi sebelum pembedahan tidak menurunkan angka kekambuhan. Kesimpulan: proporsi kekambuhan ANB sangat dipengaruhi oleh adanya residu tumor pasca operasi. Semakin bersih tumor diangkat, angka kekambuhan akan semakin menurun

ABSTRACT
Background Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma JNA is rare of fibrovascular tumor, histologically benign but clinically malignant with high recurrency rate. The recurrency rate of JNA was influenced by its characteristics that can be seen from sociodemografical, clinical, radiological, surgical and vascular endothelial growth factor VEGF . Objective the aim of this study is knowing the relation between sociodemographic, clinic, radiologic, surgical technique and expression of VEGF characteristic that influenced recurrency to predict the recurrency of JNA. Methods observasional design with retrospective cohort approach to evaluate the characteristic of sociodemografical, clinical, radiological, surgical technique, and expression of VEGF of JNA and the connection with recurrency. Result 38 cases, with 11 recurrence cases and 27 cases with disease free survival. The incidence of JNA mostly found in second decade 12 30 year with mean age 15,8 year old. All of the cases were male. Nasal blockage and epistaxis were the most common complaint in all cases. Recurrency rate is higher in young age, early onset, late stage and high expression of VEGF. Proportion of recurrency was not statistically significant among characteristics. Onset, oropharyngeal mass, stage, preoperative embolization and intensity of VEGF have clinically difference. In this study, preoperative embolization does not decrease recurrency rate. Conclusion the JNA rsquo s recurrence proportion was influenced by the residual tumor. The less residual tumor will dicrease the recurrency."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muslita Rizky Wahyuni
"Studi mengenai pengukuran dental cast telah beberapa kali dilakukan namun sedikit sekali yang terkait dengan Celah Bibir dan Langit-langit Bilateral karena jumlah kasus yang sangat jarang. Tujuan dari studi ini untuk mengevaluasi pertumbuhan maksila pasien Celah Bibir dan Langit-langit Bilateral menggunakan beberapa perlengkapan alat dan software menggunakan landmark yang sama dengan studi pengukuran lengkung maksila dan sudut palatal shelves. Penelitian Retrospektif ini diselenggarakan di RS Harapan Kita Cleft Center Jakarta, Indonesia. 35 dental cast sebelum labioplasti dan 35 dental cast setelah labioplasti dari pasienyang sama didigitisasi menggunakan scanner desktop 3D E4 dari 3shape. Lebar lengkung maksila dengan pengukuran linear dan palatal shelve dilakukan pada penelitian ini. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali oleh orang yang sama (intra observer) dan measurement error dihitung menggunakan dahlberg test. Laju pertumbuhan linear pada pasien ini baik, 45,1% pasien mengalami laju pertumbuhan positif setelah pembedahan, 34,3% laju pertumbuhan positif antar kaninus, dan 14,3% pasien mengalami laju pertumbuhan negatif pada interkaninus maksila dan intertuberositas. Laju pertumbuhan angular 22,9% mengalami hasil negatif dan 5,7% mengalami laju pertumbuhan positif. Laju pertumbuhan relatif normal pada penelitian ini. Palatal shelve mengalami pendangkalan pada penelitian ini namun pada tuber maksila kiri ada peninggian.

There were several studies regarding to measure the growth from dental cast, but it is severely limited study which is related to Bilateral Cleft Lip and Palate (BCLP) since the case is quite rare. The aim of this study is to evaluate the maxillary growth of BCLP patients using different tools and software with the same landmark to the previous methods for dental arch width and palatal shelves angle. This retrospective study was held in Children and Maternal Cleft Center Harapan Kita Hospital, Jakarta, Indonesia. 35 dental casts before labioplasty and 35 dental casts before palatoplasty from the same patients were digitized using 3D desktop scanner E4 from 3shape. Dental arch width of BCLP maxillary growth rate with linear measurement and palatal shelf angle were conducted in this study. The measurements were performing twice by same person (intra observer) and the measurement error was calculated by Dahlberg test. The growth rate linear in this patients results are good, 45.1% of patients experiencing positive growth rate post surgery, 34.3% positive growth surgery intercanine, but negative growth rate on intertuberosity, 14.3% patients have negative maxillary intercanine results and positive intertuberosity growth rate, and finally 14,3% patients experiencing negative growth rate in both maxillary intercanine and intertuberosity . Angular growth rate 22.9% have negative results and 5.7% have positive growth rate results. The dental arch linear growth rate relatively normal in this research. The palatal shelves were elevated in this research but in left tuber maxillary the degree is increasing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Maharddhika
"Latar Belakang: Labioplasti dan palatoplasti merupakan tindakan definitif dalam tatalaksana celah bibir dan langit-langit. Pasca tindakan pembedahan, rata-rata ditemukan konstriksi lengkung gigi dalam arah antero-posterior dan lateral. Tujuan: Mengevaluasi dimensi lengkung gigi pada pasien UCLP dan BCLP pasca labioplasti dan palatoplasti menggunakan model studi pada usia 5 tahun. Metode: Dilakukan pencetakan model studi rahang atas dan bawah pada pasien UCLP dan BCLP pasca labioplasti dan palatoplasti, kemudian dilakukan pengukuran lebar lengkung gigi anterior dan posterior serta panjang lengkung gigi rahang atas dan bawah. Hasil perbandingan antar kelompok dan dengan kelompok kontrol dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi lengkung gigi rahang atas antara kelompok kontrol, UCLP dan BCLP. Kesimpulan: Gangguan tumbuh kembang lengkung gigi pada pasien UCLP dan BCLP pasca labioplasti dan palatoplasti tercermin pada model studi saat pasien berusia 5 tahun

Background: Labioplasty and palatoplasty has been becoming the mainstay of treatment in cleft patients. Dental arch constriction in lateral and antero-posterior direction was among the most frequently encountered feature in the operated cases. Purpose: To evaluate the dental arch dimension of operated UCLP and BCLP cases by using dental cast at five years of age Method: dental arch dimensions were measured from the dental cast of the operated UCLP and BCLP cases. The results were compared between both group and a control group consisted of normal subjects. The statistical analysis was performed with Mann-Whitney and Kruskall-Wallis test. Results: There were statistically significant differences on the upper dental arch dimensions between those groups. The differences were also observed at the lower dental arch but not statistically significant. Conclusion: Dental arch constriction of the operated cases of UCLP and BCLP could be observed from the dental cast at five years of age."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Kurniawan
"ABSTRAK
Latar Belakang. Tindakan pembedahan radikal pada pasien dengan kanker seringkali menyebabkan komplikasi limfedema. Limfedema dapat diatasi dengan operasi transfer jaringan atau rekonstruksi limfatik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pembentukan pembuluh limfe baru dengan penambahan flap jaringan pasca diseksi kelenjar limfe, dilihat dari peningkatan ekspresi VEGF-C, infiltrasi makrofag, dan pembentukan fibrosis.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pada 20 ekor tikus Sprague Clawley jantan berumur 8-12 minggu, yang dibagi rata kedalam tiap kelompok perlakuan, di Animal House Skill Lab Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada Januari-Maret 2018. Tiap tikus akan menjalani diseksi, kemudian diacak untuk menerima flap jaringan maupun hanya diseksi inguinal, dan dievaluasi setelah 2 bulan. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada akhir penelitian untuk menilai pembentukan fibrosis dan dilanjutkan pemeriksaan immunohistokimia. Analisis data dilakukan dengan program SPSS 20.0.Hasil. Sebanyak 8 tikus 88.9 yang menerima flap jaringan menunjukkan hasil positif pada tes methylene blue dibandingkan 2 tikus 22.2 pada kelompok kontrol p < 0.05 . Pada 18 tikus tersebut, pewarnaan HE juga menunjukkan adanya pembentukan jaringan ikat pembuluh yang lebih lebar pada tikus yang diberi perlakuan, meski tidak signifikan secara statistik. Pemeriksaan immunohistokimia juga menunjukkan ekspresi VEGF-C yang lebih jelas dengan dominasi warna coklat pada tikus perlakuan p < 0.05 . Ekspresi protein CD68 juga lebih jelas pada tikus perlakuan meski perbedaannya tidak signifikan.Kesimpulan. Penambahan flap jaringan dapat membantu memperbaiki aliran limfa yang dibuktikan dengan peningkatan aliran limfe dan ekspresi VEGF-C.

ABSTRACT
Background. Radical surgeries for patients with cancer often cause lymphedema complications. Lymphedema may be solved with tissue transfer or lymphatic reconstruction surgery. This research aims to prove new formations of lymphatic vessels by the addition of tissue flap post dissection of lymphatic vessels, marked by increased expression of VEGF-C, macrophage infiltration, and fibrosis formation.Methods. This is an experimental study on 20 male Sprague Clawley mice aged 8-12 weeks, divided evenly for each experiment group, at Animal House Skill Lab Faculty of Medicine Universitas Indonesia from January-March 2018. Each mouse underwent dissection, randomized for flap addition or only inguinal dissection, and evaluated after 2 months. Histopathologic assessment was conducted at the end of study period to evaluate fibrosis formation and followed by immunohistochemistry analysis. Data analysis was conducted with statistical program SPSS 20.0Results. 8 mice 88.9 , which received tissue flap showed positive results on methylene blue test compared to 2 mice 22.2 from control group p < 0.05 . From the 18 mice, HE staining also showed wider formation of lymphatic connective tissue on flap-receiver mice, although it was not statistically significant. Immunohistochemistry analysis also showed clearer VEGF-C formation showed by brown coloration in flap-receiver mice p < 0.05 . Expression of CD68 protein was also clearer in flap-receiver mice although the difference was not significant.Conclusion. Addition of tissue flap may help improve lymphatic circulation proven by increased lymphatic circulation and VEGF-C expression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rizki A.
"Latar Belakang: Ulkus diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus yang menjadi salah satu masalah utama di bidang kesehatan. Di Indonesia, angka mortalitas ulkus diabetik mencapai 17-30%, dengan laju amputasi sekitar 15-30%. Pemberian terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dapat meningkatkan oksigenasi endotel dan merangsang produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang merupakan faktor pertumbuhan paling spesifik dan poten untuk proses angiogenesis sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah TOHB berpengaruh terhadap peningkatan kadar VEGF pasien ulkus diabetik.
Metode: Dilakukan penelitian uji ktinis eksperimental dari bulan Februari 2006 sampai April 2006 terhadap 12 pasien ulkus diabetik yang mendapat TOHB 3 X 30 menit per hari selama 5 hari (kelompok TOHB) dan 10 pasien ulkus diabetik yang tidak mendapat TOHB (kelompok non-TOHB, kelompok kontrol). Kadar VEGF pada kedua kelompok diukur pada hari pertama dan hari kelima.
Hasil: Pada kelompok TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1241,325 + 237,6533 pg/ml dan setelah 5 hari nilat rerata menjadi 1244,458 + 264,5641 pg/ml, (p = 0,583). Sedangkan pada kelompok non-TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1262,350 + 227,9603 pg/ml kemudian pada hari ke-5 nilai rerata menjadi 1112,460 + 220,3795 pg/ml, (p = 0,093). Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna nilai rerata kadar VEGF antara kelompok TOHB dan kelompok nonTOHB pada hari pertama (p= 1) maupun hari kelima (p = 0,872).
Kesimpulan: Terapi oksigen hiperbarik selama 5 hari tidak meningkatkan kadar VEGF pada pasien ulkus diabetik.

Background: Diabetic ulcer is a complication of diabetes mellitus which one of the main health problem. In Indonesia the mortality rate of diabetic ulcer is about 17-30%, while the amputation rate is about 15-30%. Hyperbaric oxygen therapy (TOHB) increase endothelial oxygenation and stimulates vascular endothelial growth factor (VEGF) as the most specific and potent growth factor for angiogenesis and increases wound heating process.
Aim of the study: The aim of the study is to know if TOHB can increase the level of VEGF in diabetic ulcer patients.
Methods: Clinical experimental study was conducted from February 2006 until April 2006 of 12 diabetic ulcer patients who received TOHB 30 minutes, 3 times a day for 5 days (TOHB group) and 10 diabetic ulcer patients as a control group who did not receive TOHB (non-TOHB group). The VEGF level in both groups was measured on days 1 and 5.
Results: In TOHB group the mean level of VEGF on day 1 was 1241.325 + 237.6533 pg/ml and became 1244.458 + 264.5641 pg/ml (p = 0.583) on day 5, while in non-TOHB group the mean level of VEGF on day | was 1262.350 + 227.9603 pg/ml and became 1112.460 + 220.3795 pg/ml (p = 0.093) on day 5. There were no significant differentiation of VEGF level between TOHB group and non-TOHB, group both on day 1 (p = 1) and day 5 (p = 0.872).
Conclusion: Hyperbaric oxygen therapy for 5 days did not increase the VEGF level of diabetic ulcer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T22682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>