Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156286 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safira Amelia
"ABSTRACT
Latar Belakang: Perbaikan status nutrisi merupakan salah satu indikator penting dalam menilai keberhasilan pengobatan tuberkulosis. Tujuan: Mengetahui hubungan antara jenis tuberkulosis dan penyakit komorbid dengan perbaikan status nutrisi pasien tuberkulosis anak setelah dua bulan pengobatan. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada Januari-Oktober 2018 dengan melihat data rekam medis dari 207 pasien anak yang terdiagnosis tuberkulosis selama periode 2012-2018. Hasil: Terdapat hubungan bermakna antara jenis tuberkulosis dengan status nutrisi setelah dua bulan pengobatan fase intensif (nilai p = 0,014; IK95% = 0,422-0,914) dengan kesan bahwa pasien TB ekstraparu mengalami peningkatan status nutrisi lebih baik dibanding pasien TB paru. Selain itu, juga didapat hubungan bermakna antara keberadaan penyakit komorbid dengan status nutrisi pasien (nilai p = 0,020; IK95% = 1,063-2,382), pasien tanpa penyakit komorbid mengalami peningkatan status nutrisi lebih baik dibanding pasien TB dengan penyakit komorbid setelah pengobatan fase intensif. Kesimpulan: Jenis TB dan penyakit komorbid berhubungan dengan kondisi status nutrisi pasien selama dua bulan fase intensif pengobatan tuberkulosis. Tatalaksana komprehensif mencakup manajemen terhadap tuberkulosis dan penyakit komorbid, serta suplementasi nutrisi perlu diperhatikan selama fase awal pengobatan pasien tuberkulosis anak.

ABSTRACT
Background: Nutritional status improvement constitutes one of an indicator to assess anti tuberculosis treatments success. Objective: This research aims to determine whether the diagnosis of tuberculosis (pulmonary or extrapulmonary) and comorbidities are associated with childrens nutritional status during the first 2-month of tuberculosis treatment. Methods: A cross-sectional study conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta in January to October 2018 by reviewing 207 medical records of children diagnosed with tuberculosis from 2012-2018 period of time. Results: Type of TB is associated with nutritional status of children after 2-month intensive phase treatment (p value = 0.014; CI95% = 0.422 to 0.914), children with extrapulmonary TB show better improvement in nutritional status rather than children with pulmonary TB. Comorbidities are associated with nutritional status (p value = 0.020; CI95% = 1.063 to 2.382), tuberculosis children without comorbidities experience better nutritional status improvement rather than those with comorbidities after anti tuberculosis intensive phase treatment. Discussion: Type of TB and comorbidities are significantly associated with nutritional status of tuberculosis children during 2-month intensive phase of anti tuberculosis treatment. Comprehensive treatment including management for tuberculosis and those with comorbidities, along with nutritional supplementation are necessarily maintained during the early phase of treatment in children with tuberculosis."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuhair Amir Alkatiri
"Latar Belakang
Tuberkulosis masih menjadi epidemi global dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Meskipun keberhasilan pengobatan tuberkulosis telah meningkat, banyak pasien yang sembuh mengalami sequelae post-tuberkulosis, termasuk fibrosis paru, yang menyebabkan disabilitas dan menurunkan kualitas hidup. Sequelae ini berkontribusi besar terhadap beban kesehatan, dengan fibrosis menjadi komponen utama dalam perubahan jaringan paru post-tuberkulosis. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi progresi fibrosis, termasuk peran status gizi. Metode
Metode penelitian adalah retrospektif dengan data sekunder berupa rekam medis, diambil pada bulan Januari 2024 sampai bulan Agustus 2024 di RSUP Persahabatan. Sampel berjumlah 62 subjek yang telah menyelesaikan pengobatan TBC paru di RSUP Persahabatan. Data yang diambil meliputi status gizi pasien, derajat keparahan fibrosis paru berdasarkan hasil radiologi, dan pola spirometri pasca infeksi tuberkulosis.
Hasil
Hasil penelitian menunjukkan usia rata-rata pasien dengan fibrosis minimal-ringan, sedang, dan berat masing-masing adalah 39,54 ± 15,23 tahun, 47,27 ± 20,09 tahun, dan 50,90 ± 12,95 tahun, dengan korelasi positif lemah antara usia dan keparahan fibrosis paru (r = 0,284, p = 0,025). Terdapat peningkatan signifikan dalam IMT sebelum dan sesudah pengobatan (p < 0,001), dengan kelompok minimal-ringan dan sedang memiliki IMT yang lebih tinggi dibandingkan kelompok berat. Hanya 18% subjek memiliki data spirometri, di mana semua pasien dengan fibrosis derajat sedang menunjukkan pola restriksi, sedangkan pasien dengan fibrosis minimal-ringan memiliki spirometri normal.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan signifikan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) pada pasien tuberkulosis yang menjalani terapi Obat Anti-Tuberkulosis (OAT), mengindikasikan perbaikan status gizi selama pengobatan. Meskipun demikian, tidak ada hubungan yang signifikan antara peningkatan status gizi dan derajat keparahan fibrosis paru. Hasil spirometri terbatas menunjukkan bahwa subjek dengan fibrosis minimal-ringan cenderung memiliki fungsi paru yang lebih baik dibandingkan dengan subjek dengan fibrosis sedang.

Tuberculosis remains a global health issue with high morbidity and mortality rates. Despite successful treatment, many recovered patients still experience sequelae such as pulmonary fibrosis, which can lead to disability and reduced quality of life. This study aims to evaluate the relationship between nutritional status and the severity of pulmonary fibrosis in patients post-tuberculosis infection. The method used was retrospective with secondary data from medical records of 62 patients who had completed tuberculosis treatment at Persahabatan General Hospital between January and August 2024. Results showed a significant increase in Body Mass Index (BMI) before and after treatment (p < 0.001), indicating an improvement in nutritional status. However, no significant association was found between improved nutritional status and the severity of pulmonary fibrosis. Limited spirometry data showed that patients with minimal-mild fibrosis tended to have better lung function compared to patients with moderate fibrosis. This study highlights the importance of monitoring nutritional status in tuberculosis patients, although its impact on the severity of pulmonary fibrosis requires further investigation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanta Imanda
"Latar Belakang: Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan penunjang utama yang membantu diagnosis tuberkulosis anak di Indonesia. Jenis TB yang diderita pasien ternyata dapat mempengaruhi hasil negatif palsu dari uji tuberkulin.
Tujuan: Menganalisis hubungan antara hasil uji tuberkulin dan jenis tuberkulosis pasien TB paru dan ekstraparu pada pasien tuberkulosis anak.
Metode: Penelitian potong lintang yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada Januari-Oktober 2018 dengan melihat data usia, jenis kelamin, penyakit komorbid, hasil uji tuberkulin, dan jenis tuberkulosis dari formulir TB-01 dan rekam medis dari 230 pasien anak yang terdiagnosis tuberkulosis selama periode 2014-2018.
Hasil: Tidak terdapat hubungan bermakna antara hasil uji tuberkulin dengan jenis tuberkulosis (nilai p = 0,607; RR = 0,937; IK95% = 0,729 sampai 1,203).
Kesimpulan: Hasil uji tuberkulin tidak berhubungan dengan jenis tuberkulosis yang dimiliki pasien anak. Pada kasus yang diduga mengalami anergi, diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan dengan gambaran klinis pasien, pemeriksaan radiologis, dan hasil uji bakteriologis.

Background: Tuberculin skin test is one of the primary diagnostic tools for diagnosing tuberculosis in children. Objective: This research analyse the association between the result of tuberculin skin test and the type of tuberculosis in children with pulmonary and extrapulmonary tuberculosis.
Methods: This research is a cross-sectional study conducted in Cipto Mangunkusomo Hospital, Jakarta in January to October 2018 by reviewing 230 data of age, gender, comorbidities, result of tuberculin skin test, and type of tuberculosis from TB-01 form and medical records of children diagnosed with tuberculosis from 2014 until 2018.
Result: There is no significant correlation between the result of tuberculin skin test and type of tuberculosis in children with pulmonary and extrapulmonary tuberculosis (p value = 0.607; RR = 0.937; CI 95% = 0.729 to 1.203).
Discussion: The result of tuberculin skin test does not have significant correlation with the type of tuberculosis in children with pulmonary and extrapulmonary tuberculosis. In cases with suspected anergy, the diagnosis can be formed by patients clinical features, radiology examination and the result of biological testing.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Luthfi
"Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan global. Terdapat banyak pasien tuberkulosis memiliki status gizi kurang saat awal diagnosis yang berdampak pada penurunan daya tahan tubuh pasien tersebut, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kegagala dapn konversi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi pasien tuberkulosis pada awal diagnosis dengan keberhasilan konversi sputum.
Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari Kartu Pasien TB.01 di UPT Puskesmas Sukmajaya, UPF Puskesmas Villa Pertiwi dan UPF Puskesmas Abadi Jaya n=131. Pada penelitian ini didapatkan 93,2 pasien dengan status gizi kurang BMI0,05 antara status gizi pasien tuberkulosis saat awal diagnosis dengan keberhasilan konversi sputum setelah pengobatan fase intensif dilakukan RR 1,016 ,95 CI,0,932-1,108.

Tuberculosis is one of global health problem. There is many tuberculosis patients who have low nutritional status in the initial of diagnosis that can lower the immune system of the patients and increase the risk of conversion failure. The aim of this study is to evaluate the correlation between the nutritional status of tuberculosis patient in the initial of diagnosis and the success of sputum conversion after an intensive phase of treatment been performed.
This study used a retrospective cohort design using secondary data which obtained from Kartu Pasien TB.01 in UPT Puskesmas Sukmajaya, UPF Puskemas Villa Pertiwi and UPF Puskesmas Abadi Jaya n 131. In this study, 93,2 patients with low nutritional status BMI 0,05 between the nutritional status of tuberculosis patients in the initial of diagnosis and the success of sputum conversion after an intensive phase of treatment been performed RR 1.016, 95 CI, 0.932 to 1.108.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sora Yullyana
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus tuberkulosis terbanyak urutan ke-2 di dunia.
Selama beberapa dekade terakhir, tuberkulosis juga muncul pada populasi anak. Tahun 2017,
proporsi kasus tuberkulosis anak masih mengalami peningkatan menjadi 5.86 per 100.000
penduduk pada umur 0-4 tahun dan 5.89 per 100.000 penduduk pada usia 5-14 Tahun. Studi ini
bertujuan untuk mengetahui distribusi tuberkulosis anak di Kota Administrasi Jakarta Timur.
Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol. Populasi adalah semua kasus tuberkulosis
anak yang ditemukan di pelayanan kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur tahun 2017.
Kelompok kasus adalah seluruh anak berumur 0-14 tahun yang sudah didiagnosis tuberkulosis
positif berdasarkan sistem skoring tuberkulosis paru anak dan tercatat dalam register di
Puskesmas wilayah Jakarta Timur. Kelompok kontrol adalah anak 0-14 tahun yang tinggal di
wilayah Jakarta Timur dan tidak terdiagnosis tuberkulosis paru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kurang gizi kelompok kasus sebesar 29.17%
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil analisis T-test menjelaskan bahwa
anak dengan gizi buruk memiliki risiko TB paru dibandingkan dengan anak dengan status gizi
normal (OR 3.54; 95% CI 1.56-8.04; p 0,002). Hasil analisis regresi logistik menjelaskan bahwa
anak dengan malnutrisi berisiko tuberkulosis paru 3.37 dibandingkan dengan anak dengan status
gizi normal setelah dikontrol oleh variabel kondisi atap, pencahayaan, riwayat imunisasi dasar,
dan riwayat kontak kasus tuberculosis (95% CI 1.10-10.25; p 0.034).
Kegiatan preventif dan promotif merupakan upaya dalam pencegahan dan pengendalian
tuberkulosis paru khususnya pada anak. Upaya preventif dapat dilakukan melalui Gerakan
Temukan Tuberkulosis Obati Sampai Sembuh (TOSS TB). Untuk memperkuat Gerakan TOSS
TB, Pemerintah bersama masyarakat dapat melakukan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(GERMAS).

ABSTRACT
Indonesia is the country with the second highest number of tuberculosis cases in the
world. Over the past few decades, tuberculosis has also emerged in the childhood
population. In 2017, the proportion of cases of childhood tuberculosis still increased by
5.86 per 100,000 population at 0-4 years old and 5.89 per 100,000 population at 5-14
years old. This study aims to determine the association nutritional status and
pulmonary tuberculosis of children in Health Center Area, East Jakarta Administrative
City in 2019.
This study used a case-control design. The population was all children 0-14 years old
who live in the East Jakarta Region in 2018 until March 2019. The case group was all
children 0-14 years old who had been diagnosed with positive tuberculosis based on the
scoring system of pediatric pulmonary tuberculosis and recorded in registers in the
Puskesmas in East Jakarta. The control group was children 0-14 years old who lived in
the east Jakarta region and without pulmonary TB.
The results showed that the proportion of malnutrition of case groups at 29.17% higher
compared to control groups. The results of the T-test analysis explained that children
with malnutrition had a risk of pulmonary tuberculosis compared to a children of
normal nutritional status (OR 3.54; 95% CI 1.56-8.04; p 0.002). The results of the
logistic regression analysis explained that children with malnutrition at risk of
pulmonary tuberculosis 3.37 compared to children with normal nutritional status after
being controlled by variable roof conditions, lighting, history of basic immunization,
and history of contact with tuberculosis cases (95% CI 1.10-10.25; p 0.034).
Preventive and promotive activities are efforts in the prevention and control of
pulmonary tuberculosis, especially in children. Preventive efforts can be made through
the Movement to Find Tuberculosis Treat to Treat (TOSS TB). To strengthen the TOSS
TB Movement, the Government and the community can carry out the Healthy Living
Society Movement (GERMAS)."
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christi Giovani Anggasta Hanafi
"Salah satu karakteristik klinis yang sering diamati pada TB paru adalah adanya kavitas paru pada pemeriksaan radiologis dada. Kavitas paru akan menyebabkan prognosis lebih buruk akibat keterlambatan konversi kultur sputum, hasil klinis yang buruk, dan penularan infeksi yang lebih tinggi. Beberapa faktor yang telah ditemukan berkaitan dengan kavitas paru adalah usia tua, jenis kelamin laki-laki, penyakit penyerta diabetes mellitus, dan malnutrisi. Prevalensi malnutrisi pada pasien dengan TB diperkirakan berkisar antara 50% sampai 57%, dan malnutrisi dikaitkan dengan dua kali lipat risiko kematian. Telah lama diketahui bahwa terdapat hubungan antara TB dan malnutrisi, tetapi dampak malnutrisi terhadap derajat keparahan TB, yang dilihat dari adanya kaviats paru, masih kurang diketahui dan data yang telah ada masih saling bertentangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dan kavitas paru pada pasien tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang. Sebanyak 134 pasien yang memenuhi kriteria menjadi subjek penelitian di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Pasien pada penelitian ini umumnya berjenis kelamin laki-laki (61,9%) dan berusia 18-59 tahun (92,5%). Mayoritas subjek penelitian termasuk dalam kategori status gizi SGA B (malnutrisi ringan-sedang) sebanyak 77 orang (57,5%), SGA A (status gizi baik) sebanyak 35 orang (26,1%), dan SGA C (malnutrisi berat) sebesar 22 orang (16,4%). Proporsi kavitas paru pada pasien TB paru dalam penelitian ini sebanyak 42 orang (31,3%). Penelitian ini mendapatkan hubungan bermakna secara statistik antara status gizi berdasarkan SGA dan kavitas paru (OR=6,933; 95%CI=1,986-24,205; p=0,002; aOR=7,303 (95%CI=2,060-25,890; p=0,002). Variabel lain yang mempengaruhi terbentuknya kavitas paru adalah pemeriksaan bakteriologis (p=0,016), TB resisten obat (p<0,001), dan perubahan BB (p=0,033). Analisis multivariat mendapatkan bahwa pemodelan dapat memenuhi 29,3% faktor prediktor kejadian kolonisasi dan setelah dimasukkan ke dalam perhitungan, maka probabilitas seorang pasien yang mengalami TB resisten obat dan malnutrisi untuk pembentukan kavitas paru adalah sebesar 95,16%. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara status gizi dan kavitas paru pada pasien tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan.

One of the clinical characteristics that is often found in pulmonary TB is the presence of lung cavities on chest radiological examination. Lung cavities will lead to a worse prognosis due to delayed sputum culture conversion, poor clinical outcome, and higher transmission of infection. Several factors that have been found to be related to the lung cavity are elder age, male gender, comorbid diabetes mellitus, and malnutrition. The prevalence of malnutrition itself in patients with TB is estimated to range from 50% to 57%, and malnutrition is associated with a twofold risk of death. It has long been known that there is a relationship between TB and malnutrition, but the impact of malnutrition on the severity of TB, which is observed from lung cavity presence, is still poorly understood and the available data are conflicting. This study aims to determine the relationship between nutritional status and lung cavity in pulmonary tuberculosis patients at Persahabatan General Hospital. This research is a cross-sectional study. A total of 134 patients who met the criteria became research subjects at the Outpatient and Inpatient Department at the Persahabatan General Hospital. Patients in this study were generally male (61.9%) and aged 18-59 years (92.5%). The majority of research subjects were included in the SGA B (mild-moderate malnutrition) category of 77 people (57.5%), SGA A (good nutritional status) of 35 people (26.1%), and SGA C (severe malnutrition). by 22 people (16.4%). The proportion of lung cavities in pulmonary TB patients in this study were 42 people (31.3%). This study found a statistically significant relationship between nutritional status based on SGA and lung cavities (OR=6.933; 95%CI=1.986-24.205; p=0.002; aOR=7.303 (95%CI=2.060-25.890; p=0.002). Variables Other factors that influenced the formation of lung cavities were bacteriological examination (p=0.016), drug-resistant TB (p<0.001), and changes in weight (p=0.033). Multivariate analysis found that modeling could fulfill 29.3% of the predictors of colonization and after taken into account, the probability of a patient with drug-resistant TB and malnutrition for lung cavity formation is 95.16%. Conclusion: There is a relationship between nutritional status and lung cavity in pulmonary tuberculosis patients at Persahabatan General Hospital."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indry Ratnawaty
"ABSTRAK
Nutrisi menjadi suatu bagian penting dalam menilai indikator kesembuhan pada pasien Tuberkulosis TB .Kondisi status nutrisi yang buruk akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis jika tidak segera ditangani akanmeningkatkan keparahan, konversi sputum tidak terjadi, dan risiko kematian. Sehingga penilaian status nutrisi menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status nutrisi berdasarkan karakteristik pada pasien Tuberkulosis di Kabupaten Bogor. Desain penelitian ini adalah deskriptif kategorik dengan pendekatan cross sectional, dengan besar sampel 359 pasien Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Bogor, yang dipilih menggunakan teknik consecutive sampling. Penilaian status nutrisi dilakukan dengan mengukur indeks masa tubuh IMT . Hasil uji statistik menyatakan status nutrisi pada pasien Tuberkulosis di Kabupaten Bogor adalah normal 187 orang 52,1 . Penelitian ini merekomendasikan kepada pengelola program TB untuk mempertahankan pemberian edukasi kepada pasien TB sehingga status nutrisi terus meningkat.

ABSTRACT
Nutritional status is an important indicator of recuperation of patient with tuberculosis TBC . Poor nutritional status due to Mycobacterium tuberculosisinfection may lead to deterioration of condition, absence of sputum conversion, and risk of death. Therefore, assessment of nutritional status is critical. This study aimed to identify descriptive of nutritional status based on characteristics of patient with tuberculosis in Bogor. The study design was descriptive with cross sectional approach and total sample of 359 patients with tuberculosis in Health Centres of Bogor District selected through consecutive sampling. Nutritional status was assessed by measuring body mass index BMI . The result indicated that majority of patients with tuberculosis 52,1 , 187 respondents demonstrated a normal nutritional status. The study suggested for all stakeholders of tuberculosis program to keep providing education for tuberculosis patients to improve their nutritional status."
2017
S68365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hananda Putri Shabira
"Latar Belakang Tuberkulosis resisten obat (TB RO) merupakan fenomena penambah insidensi Tuberkulosis yang sudah menjadi masalah kesehatan kritis secara global. Di dunia, dari 7,5 juta kejadian TB 73% nya merupakan TB RO. Insidensi TB RO di Indonesia sebanyak 24.000 atau 8,8/100.000 penduduk. Salah satu faktor risiko yang penting untuk menjadi perhatian adalah status gizi pasien, dimana didapatkan malnutrisi dapat mempengaruhi prognosis dan keberhasilan pengobatan. Parameter penilaian status gizi secara umum menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang sudah diklasifikasikan oleh WHO untuk penilaian status gizi. Metode Penelitian menggunakan desain kohort retrospektif dengan subjek sebanyak 90 sampel yang diambil menggunakan simple random sampling dengan rekam medis di RSUP Persahabatan tahun 2018-2022. Hasil Karakteristik subjek didapatkan mayoritas laki-laki (56,7%) dan berusia 25-64 tahun (82,2%). Tipe resistensi obat yang paling banyak adalah resistensi rifampisin (71,1%). Sebelum pengobatan, 42,2% pasien berada dalam kategori underweight. Setelah pengobatan, proporsi pasien underweight menurun menjadi 23,3%, sementara pasien normal-overweight dan obesitas masing-masing meningkat menjadi 55,6% dan 21,1%. Peningkatan IMT yang signifikan diamati post-pengobatan (perbedaan rata-rata 1,581, p=0,00). Analisis regresi logistik ordinal menunjukkan bahwa usia (25-64 tahun) secara signifikan berkorelasi dengan peningkatan IMT, sementara pasien dengan TB resisten rifampisin dan pre-XDR menunjukkan kemungkinan lebih besar untuk penurunan IMT. Kesimpulan Terdapat peningkatan signifikan dalam IMT post-pengobatan yang menunjukkan dampak positif dari terapi TB RO terhadap status gizi pasien. Usia dan tipe resistensi obat berperan signifikan dalam mempengaruhi perubahan IMT setelah pengobatan.

Introduction Drug-resistant tuberculosis (DR-TB) is a phenomenon that increases the incidence of tuberculosis, which has become a critical global health issue. Worldwide, among the 7,5 million TB cases, 73% were diagnosed with DR-TB. The incidence of DR-TB in Indonesia is 24,000 or 8,8/100,000 population. One of the important risk factors to consider is the nutritional status of the patient, where it was found that malnutrition can affect prognosis and treatment success. The general parameter for assessing nutritional status is the Body Mass Index (BMI) which has been classified by the WHO for nutritional assessment of patients. Method This study used a retrospective cohort design with 90 samples taken using simple random sampling of the medical records at Persahabatan Hospital from 2018-2022. Results The characteristics of the subjects found mostly were male (56,7%) and aged 25-64 years (82,2%). The most common type of drug resistance was rifampicin resistance (71,1%). Before treatment, 42,2% of patients were in the underweight category. After treatment, the proportion of underweight patients decreased to 23,3%, while the normal-overweight and obese patients each increased to 55,6% and 21,1%. A significant increase in BMI was observed post-treatment (average difference 1,581, p=0,00). Ordinal logistic regression analysis showed that age (25-64 years) was significantly correlated with an increase in BMI, while patients with rifampicin-resistant and pre-XDR TB were more likely to have a decrease in BMI. Conclusion There was a significant increase in BMI post-treatment, indicating the positive impact of DR-TB therapy on patient nutritional status. Age and type of drug resistance play a significant role in influencing BMI changes after treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Velanie Frida
"Latar belakang: Malnutrisi merupakan masalah utama di negara berkembang dan menimbulkan banyak implikasi dalam tumbuh kembang anak. Malnutrisi sering dikaitkan dengan berbagai penyakit infeksi, salah satunya adalah TB. Terapi medikamentosa berupa pemberian OAT dan nutrisi adekuat diharapkan dapat meningkatkan status nutrisi. Penelitian spesifik yang mengamati perkembangan luaran status nutrisi pada pasien TB anak belum pernah dilakukan di Indonesia.
Tujuan: (1)Mengetahui proporsi status nutrisi awal pasien TB anak dan karakteristiknya (2)Mengetahui perubahan status nutrisi dan perubahan berat badan dengan kesesuaian dosis dan keteraturan minum OAT (3)Mengetahui hubungan keteraturan pengobatan OAT dengan perubahan status nutrisi.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada 62 anak dengan penyakit TB dan gizi kurang/buruk usia 1 bulan - 5 tahun yang terdiagnosis pertama kali pada 1 Januari 2010 - 31 Desember 2015. Usia, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis TB, lama terapi, efek samping, jalur nutrisi, status nutrisi dan berat badan saat awal diagnosis, bulan ke-2,4,6 dinilai dalam penelitian ini.
Hasil: Proporsi pasien TB anak dengan gizi kurang adalah 53/62 (85,5%). Sebagian besar subyek berusia 2 tahun, lelaki, bertempat tinggal di DKI Jakarta dan sakit TB paru (42,8%). Seluruh subyek mendapat OAT yang sesuai dan hanya 1 subyek yang minum OAT tidak teratur. Sebanyak 45,2% subyek mendapat terapi OAT selama 6 bulan. Efek samping OAT yang ditemukan adalah neuropati perifer (1 subyek), peningkatan SGOT dan SGPT (1 subyek) dan kolestasis (1 subyek). Proporsi subyek yang mendapat nutrisi enteral adalah 15/62 (24,2%). Sebanyak 56/62 (90,3%) subyek dengan dosis OAT sesuai mengalami perbaikan status nutrisi dan 55/61 (90,1%) subyek yang minum OAT teratur mengalami perbaikan status nutrisi. Peningkatan berat badan sebesar 5% tiap 2 bulan dan 17% setelah 6 bulan terapi OAT terjadi pada 97% subyek. Tidak ada hubungan keteraturan pengobatan OAT dengan perubahan status nutrisi (p = 0,161).
Simpulan: Perbaikan status nutrisi terjadi pada 90% subyek. Peningkatan berat badan pada 97% subjek setiap 2 bulan adalah 5% dan 17% pada bulan ke-6 terapi OAT. Tidak terdapat hubungan keteraturan pengobatan OAT dengan perubahan status nutrisi (p = 0,161).

Background: Malnutrition is one of the major problems in developing countries and has many implications in growth and development of children. Malnutrition is always associated with many infection diseases, one of them is tuberculosis. Medical management includes antituberculosis therapy and adequate nutrition are indicated to improve nutritional status. There is no specific study regarding this outcome in Indonesian children.
Aim: (1)To determine the nutritional status proportion of children with tuberculosis and their characteristics (2)To determine nutritional status outcome and body weight gain associated with adequate dosage and regular antituberculosis therapy (3)To identify correlation between regular antituberculosis therapy and nutritional status outcome.
Methods: A retrospective cohort study was performed in 62 children aged 1 month-5 years who have been first diagnosed with tuberculosis from January 2010 to December 2015. Age, sex, lodging, type of tuberculosis, duration of treatment, side effect, nutritional route, nutritional status, body weight at start, 2nd, 4th and 6th month of antituberculosis therapy were evaluated in this study.
Result: The proportion of mild-moderate malnutrition in children with tuberculosis is 53/62 (85.5%). Most of the subjects are 2 years old, male, live in Jakarta and have pulmonary TB (42.8%). All subjects received standard therapy with adequate dosage and only 1 subject did irregular therapy. The duration of treatment is 6 months for 45.2% subjects. The side effects were peripheral neuropathy (1 subject), elevation of transaminase enzymes (1 subject) and cholestasis (1 subject). Subjects received enteral nutrition are 15/62 (24.2%). There are 56/62 (90.3%) subjects with adequate dosage improved nutritional status and 55/61 (90.1%) subjects with regular treatment improved nutritional status after 6 months treatment. Body weight gain in 97% subjects was 5% every 2 months and 17% at the end of the treatment. No correlation between regular antituberculosis therapy and nutritional status outcome (p = 0.161).
Conclusion: Nutritional status improvement was found in 90% subjects. Body weight gain in 97% subjects was 5% in every 2 months and 17% after 6 months of treatment. No correlation between regular antituberculosis therapy and nutritional status outcome (p = 0.161).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elsi Novitasari
"Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab utama pada kesakitan serta termasuk ke dalam 10 penyebab kematian di dunia. Prevalensi kejadian tuberkulosis paru berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0.4% pada tahun 2013. Status gizi diketahui sebagai salah satu faktor risiko kejadian tuberkulosis paru. Di wilayah Asia, prevalensi malnutrisi pada penderita TB beriksar antara 68.6% - 87%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian tuberkulosis paru pada usia > 18 tahun di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari hasil Indonesia Family Life Survey (IFLS) 5 pada tahun 2014-2015 serta menggunakan desain cross sectional. Sampel pada penelitian ini sebanyak 29.545 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel kontrol pada penelitian ini adalah diabetes melitus, merokok, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Hasil stratifikasi yang diperoleh: Diabetes melitus (OR= 3.02; 95% CI 2.32–3.95), merokok (OR= 2.93; 95% CI 2.24–3.84), usia (OR= 2.79; 95% CI 2.14–3.65), jenis kelamin (OR= 2.77; 95% CI 2.12–3.62), tingkat pendidikan (OR= 2.89; 95% CI 2.22–3.77), tingkat pendapatan (OR = 2,65; 95% CI: 1,82 – 3,87).

Tuberculosis or TB is an infectious disease that is a major cause of illness and is among the 10 causes of death in the world. The prevalence of pulmonary tuberculosis based on the diagnosis of doctors in Indonesia was 0.4% in 2013. Nutritional status is known as one of the risk factors for pulmonary tuberculosis. In the Asian region, the prevalence of malnutrition in TB patients varies between 68.6% - 87%. This study aims to determine the relationship of nutritional status with the incidence of pulmonary tuberculosis at age > 18 years in Indonesia. The data used in this study are secondary data from the results of the Indonesia Family Life Survey (IFLS) 5 in 2014-2015 and using a cross sectional design. The sample in this study were 29.545 respondents who met the inclusion and exclusion criteria. The control variables in this study were diabetes melitus, smoking, age, gender, education level, and income level. Stratification results obtained: Diabetes melitus (OR = 3.02; 95% CI 2.32-3.95), smoking (OR = 2.93; 95% CI 2.24-3.84), age (OR = 2.79; 95% CI 2.14-3.65), gender (OR = 2.77; 95% CI 2.12-3.62), education level (OR = 2.89; 95% CI 2.22-3.77), income level (OR = 2,65; 95% CI: 1,82 – 3,87).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>