Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184941 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aldeka Kamilia Mufidah
"Pendahuluan: Pendidikan dokter terdiri dari dua tahap pembelajaran, yaitu tahap akademik (preklinik) dan tahap klinik. Dosen yang ideal merupakan komponen terpenting dalam proses pembelajaran tersebut. Kedua tahap pembelajaran tersebut memiliki metode dan lingkungan pembelajaran yang berbeda sehingga diperkirakan terdapat perbedaan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik. Penelitian ini bertujuan membandingkan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik menurut persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang (cross sectional) ini menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian mandiri kuesioner yang valid dan reliabel (Cronbachs alpha 0.950). Sampel diperoleh secara cluster random sampling dari populasi mahasiswa tingkat tiga dan lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebanyak 200 orang. Data yang diperoleh dianalisis bivariat.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa tahap akademik dengan klinik terhadap atribut dosen yang ideal yaitu atribut penuh persiapan (p 0.010), kompetensi klinis (p 0.028), bersikap tidak diskriminatif (p 0.001), pengajaran yang interaktif (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), dan memberikan tugas yang jelas dan sesuai topik (p0.005). Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa berjenis kelamin perempuan dengan laki-laki terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut profesionalisme (p 0.014) dan empati (p 0.010), serta terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dari Jabodetabek dengan luar Jabodetabek terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut role model (p 0.027). Hasil analisis peringkat menunjukkan atribut dosen kedokteran yang ideal pada tiga peringkat teratas pada tahap akademik ialah profesionalisme, pengetahuan, komitmen terhadap perkembangan peserta didik, kejelasan, bersikap jujur, respek, mampu membimbing mahasiswanya dalam proses pembelajaran, dan keterampilan komunikasi yang baik. Sedangkan pada tahap klinik ialah pengetahuan, kompetensi klinis, respek, profesionalisme, mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran, ketulusan hati, kejelasan, dan bersikap jujur.
Diskusi: Pada tahap akademik, pembelajaran cenderung lebih terstruktur dan dominan kuliah, dengan lingkungan belajar yang formal sehingga dosen yang penuh persiapan dipersepsi sebagai dosen yang ideal. Sementara di tahap klinik, pembelajaran lebih bersifat experiential, mahasiswa dominan memelajari keterampilan klinik dengan lingkungan belajar tidak formal berupa lingkungan pelayanan kesehatan, sehingga kompetensi klinik dan pengajaran yang interaktif menjadi atribut yang ideal. Baik mahasiswa tahap akademik maupun mahasiswa tahap klinik memandang atribut terpenting yang harus dimiliki seorang dosen ideal adalah penguasaan pengetahuan, profesionalisme, kejelasan dan kualitas personal seperti jujur dan respek.

Medical education consists of two stages of learning, preclinical and clinical. An ideal medical teacher needs attributes for supporting learning process. Both stages have different environments of learning and learning methods, so that the ideal medical teachers attributes in both stages are estimated to be different. This study aims to compare the attributes of ideal medical teacher between preclinical stage and clinical stage according to medical students view in faculty medicine of Universitas Indonesia.
Method: This cross-sectional study using primary data with questionnaire which is valid and reliable (Cronbachs alpha 0.950). The sample was obatained by cluster random sampling from two groups, medical students in third years and fifth years of Faculty Medicine of Universitas Indonesia. Total 200 data were analyzed by bivariate analysis.
Result: The results of bivariate analysis showed that there were differences in perceptions between preclinical and clinical students on the ideal attributes of medical teacher, such as well-prepared (p 0.010), clinical competence (p 0.028), non-discriminative (p 0.001), interactive teaching (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), and provide clear and on-topic assignment (p 0.005). There are differences in perceptions between female and male students on the ideal attributes of medical teacher, such as professionalism (p 0.014) and emphaty (p 0.010) and there are differences in perceptions between students from Jabodetabek and outside Jabodetabek on the ideal attributes of medical teacher, such as role model (p 0.027).  The results shown that the ideal attributes of medical teacher based on top three in preclinic stage are professionalism, knowledge, commitment to the development of students, clarity, honest, respect, guiding students in the learning process, and good communicator skill. Meanwhile in clinical stages are knowledge, clinical competence, respect, professionalism, creating conducive atmosphere to learning, sincerity, clarity, and honest.
Discussion: In the preclinical stage, learning methods are more structured such as lectures with a formal learning environment, so that the well-prepared attribute is considered as ideal attributes for medical teacher. While in the clinical stage, learning methods are more experiential and students tend to be more in learning clinical skills with a non-formal learning environment, so that the clinical competent and interactive teaching attributes are considered as important attribute for medical teacher. Both students at the preclinical and clinical stages considered the attributes of knowledge, professionalism, clarity, and personal attributes such as honest and respect as the important attributes for ideal medical teacher.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Armyanti
"Latar Belakang. Contoh peran merupakan metode pengajaran dan pembelajaran yang efektif untuk pembentukan karakter profesional. Dosen kedokteran dapat berfungsi sebagai contoh peran positif dan negatif, serta sangat penting pada pembelajaran profesionalisme dokter. Penelitian ini bertujuan untuk eksplorasi contoh peran negatif dan positif dosen kedokteran pada pembelajaran profesionalisme.
Metode. Penelitian. Penelitian ini menggunakan disain studi kasus kualitatif. Sampel dipilih dengan purposive sampling pada kelompok mahasiswa dan dosen, alumni, serta pengelola program pendidikan. Pengambilan data primer dilakukan melalui diskusi kelompok terarah, wawancara mendalam, dan observasi. Analisis data dilakukan dengan analisis tematik.
Hasil. Penelitian. Diskusi kelompok terarah dilakukan empat kali pada mahasiswa akademik dan profesi. Wawancara mendalam dilakukan pada 14 responden dosen, alumni, dan pengelola program pendidikan , dan observasi dilakukan pada empat dosen akademik dan dua dosen profesi. Peran dosen sebagai contoh peran negatif cenderung lebih sering terjadi pada dosen tahap akademik.Pproses belajar dengan melihat contoh sangat dipengaruhi oleh peran dosen, mahasiswa, dan institusi. Contoh peran positif dapat dipelajari melalui proses self-learning dan coaching-scaffloding. Contoh peran negatif dipelajari melalui proses self-learning serta artikulasi. Atribut utama contoh peran negatif pada tahap akademik adalah tidak disiplin, emosional, dan non-akses, sedangkan untuk tahap profesi adalah emosional, non-akses, dan berorientasi pada uang.
Kesimpulan. Dosen kedokteran sebagai contoh peran positif dan negatif selalu ditemukan pada pelaksanaan pendidikan kedokteran. Proses pembelajaran melalui contoh positif dan negatif merupakan dua hal yang berbeda, dan dipengaruhi oleh peran dosen refleksi diri, mawas diri, umpan balik , mahasiswa motivasi internal, kemampuan identifikasi atribut, refleksi diri, feedback-seeking behaviour , dan institusi pengembangan kompentensi dosen, regulasi, reward-punishment.

Background. Role model medical teacher is the most effective teaching learning method in professionals development. At the same time, physician teacher could became positive and negative role model, and have significant meaning in medical professionalism development. The study aim was to explore positive and negative role model medical teacher in teaching learning professionalism.
Methods. This qualitative research, using a case study design, and sample chosen by purposive sampling to medical students, medical teachers, alumnae, and institution. Primary data collected by focus group discussion, in depth interviews, and nonparticipant observation, until data saturation reached. A thematic analysis was conducted to identify the atribute of positive negative role model medical teacher at pre clinic and clinical phase and the learning process beyond.
Results. Four FGDs, fourteen indepth interviews, and six non participant observations done in this research. Negative role model tend to occure in pre clinical phase. The learning outcome of role modelling can be distinguish, depend on the motivation of observer and the articulating step. Positive role model chosen due to admiration and can be taught through exploration self learning and coaching scaffloding. Learning from negative role model influenced by observer motivation and taught through exploration self learning and articulating. The main attribute of negative role model at pre clinical phase were undisciplined, emotional unstable, and non access, meanwhile at clinical phase, the main attribute were emotional unstable, non access, and money oriented.
Conclusion. Negative positive role model exist in medical education. The learning process through positive and negative role models were two different things, influenced by the teacher abilities to self reflection, introspection, and giving feedback students motivation, attribute role model identification skill, self reflection, and feedback seeking behaviour and institutions obligations to develop faculty development, regulation, and reward punishment among academics society.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Ahmad Gamal Arigi
"Latar Belakang: Pendidikan kedokteran dianggap sebagai salah satu pendidikan yang memiliki stressor tinggi. Banyaknya sumber stressor dari mahasiswa tersebut apabila tidak sejalan dengan strategi coping yang baik maka berdampak terhadap keinginan untuk menunda menyelesaikan tugas akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan dan perbandingan jenis penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa kedokteran tahap preklinik. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dilakukan pada 202 mahasiswa semester 2, 4, 6 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram pada April 2023. Data didapatkan menggunakan instrument Brief Cope dan kuesioner Prokrastinasi akademik yang sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Hasil: Terdapat hubungan antara penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik mahasiswa kedokteran Preklinik dengan nilai p=0.002 (<0.05). Terdapat perbedaan nilai penggunaan strategi coping dan Prokrastinasi akademik pada mahasiswa semester 2, 4 dan 6 dengan nilai uji P pada nilai penggunaan strategi coping 0,008 (p<0,05) dan nilai prokrastinasi akademik sebesar 0,010 (p<0,05). Problem focused coping pada aspek planning dan jenis prokrastinasi akademik pada aspek penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 3.20 dan 2.55. Kesimpulan: Prokrastinasi akademik pada mahasiswa merupakan masalah yang sering terjadi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu strategi coping. Sehingga diperlukan pengembangan dan penerapan strategi coping yang efektif guna mengurangi prokrastinasi akademik dan meningkatkan prestasi akademik serta kesejahteraan mereka.

Background: Medical education is an education that has a high stressor. The many sources of stress for these students, if not accompanied by effective coping strategies, will have an impact on starting and delaying completing academic assignments. This study explores the relationship and comparison of coping strategies and academic procrastination in medical students at the preclinical stage. Methods: This study used a cross-sectional study design and was conducted on 202 students in grades 2, 4, and 6 of the Faculty of Medicine, University of Mataram, in April 2023. Data were obtained using the Brief Cope instrument and an academic procrastination questionnaire, which had been tested for validity and reliability. Results: There was a relationship between the use of coping strategies and academic procrastination in preclinical medical students, with p = 0.002 (<0.05). There are differences in scores using coping strategies and academic procrastination for students in grades 2, 4, and 6, with a P value of 0.008 (p<0.05) for coping strategies and 0.010 (p<0.05) for academic procrastination. Problem-focused coping on planning aspects and types of academic procrastination on aspects of delays in starting or completing assignments have the highest average scores of 3.20 and 2.55. Conclusion: Academic procrastination among students is a problem that often occurs. One of the factors that can influence it is the coping strategy. It is necessary to develop and implement effective coping strategies to reduce academic procrastination and increase academic achievement and welfare."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifka Annisa Taufiq
"Kuliah merupakan salah satu metode pengajaran yang masih banyak digunakan saat ini. Kuliah yang efektif bisa mempengaruhi kualitas pembelajaran yang dihasilkan. Atribut dosen yang baik dalam memberikan kuliah bisa digunakan untuk mengetahui bentuk pengajaran yang efektif untuk mahasiswa. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 300 responden yang berasal dari tiga tahun pendidikan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan telaah kritis beberapa jurnal dan telah melalui review pakar. Hasil penelitian mendapatkan bahwa atribut utama dosen yang baik menurut mahasiswa adalah "memiliki kemampuan komunikasi yang baik", "mampu menyampaikan presentasi (materi kuliah) dari berbagai media dengan baik", "tepat waktu dalam menghadiri kuliah", "memiliki pengetahuan yang baik mengenai materi kuliah yang dibawakan", "mampu membuat suasana perkuliahan yang rileks meskipun serius/memiliki selera humor", dan "antusias dan bersemangat dalam membawakan kuliah". Sebagai kesimpulan, atribut dengan median skor tertinggi pada masing-masing tahun pendidikan mahasiswa dan jenis kelamin terdapat pada atribut yang sama.

Lecture is one of the teaching methods that are still widely used today. Effective lectures can affect the quality of learning. Good lecturer attributes in giving lectures can be used to find out effective forms of teaching for students. This study is a cross-sectional study. Sample of this study amounted to 300 respondents from three different years of education. This study uses a questionnaire compiled by researchers based on a critical review of several journals and has been through expert review. The results of the study found that the main attributes of a good lecturer according to students were "have good comunication skills", "able to deliver presentations (lecture material) from various media well", "on time to attend college", "have good knowledge about the lecture material delivered", "able to make the atmosphere of the lecture relaxed though serious/have a sense of humor", and "enthusiastic and excited on lecturing". In conclusion, attributes with the highest median scores in each student's education year and gender are found in the same attributes."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavinda Safitry
"Latar Belakang: Kompetensi "mengambil keputusan terhadap dilema etika yang terjadi pada pelayanan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat" tercantum dalam SKDI 2005 sehingga harus ada dalam kurikulum dan dilaksanakan di dalam modul. Penerapan proses pengambilan keputusan etis (PKE) berkaitan dengan manajemen pasien, karena itu pembelajaran pada tahap klinis pendidikan kedokteran menjadi keharusan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses pembelajaran pengambilan keputusan etis di tahap klinispendidikan kedokteran di FKUI.
Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan mengidentifikasi komponen Buku Kurikulum, Buku Rancangan Pengajaran modul praktik klinik, dan dokumen lain; wawancara mendalam pengelola program studi, pengelola modul, staf pengajar; serta Focus Group Discussion (FGD) pada mahasiswa.
Hasil: Tidak ada modul praktik klinik yang lengkap mencantumkan PKE dalam dokumen. Pengelola modul kurang memahami kompetensi PKE SKDI 2006. Sebagai klinisi, staf pengajar mampu mengidentifikasi dan mengambil keputusan penyelesaian dilema etika. Mahasiswa memahami PKE dan menemukan kasus berdilema etika dalam proses pembelajaran tahap klinik. Mahasiswa mendiskusikan dilema etika yang ditemui dengan residen dan/atau dokter penanggungjawab kasus. Mahasiswa memiliki prior knowledge yang didapat pada tahap preklinik.
Kesimpulan: Proses pembelajaran pengambilan keputusan etis di tahap klinis merupakan hidden curriculum.Perlu dilakukan peningkatan kapasitas staf pengajar di bidang teori etika kedokteran dan penyusunan modul agar PKE menjadi komponen tertulis dalam kurikulum.

Background: Ethical Reasoning is one of competency component stated in the ?2006 Indonesian Medical Doctor Competencies Standard? therefor it has to be taught in medical faculties. The competency should be stated in all documents related to the curriculum. The learning of ethical reasoning should be done in clinical years since it is related to patient's managements. This research was done to evaluate the ethical reasoning learning process in the clinical stage medical education in Faculty of Medicine University of Indonesia.
Method: This is a descriptive qualitative research which identifies the component of curriculum inside the curriculum documents; indepth interview to the module developer, module organizer, and teachers; and focus group discussion with clinical year medical students.
Result: Ethical Reasoning Competency was not written as the aim of any module, as seen in the Instructional Design of all documents. The module developer did not recognize this competency despite their daily practice of ethical reasoning. The students learnt ethical reasoning in clinical stage by observing the medical staff during their interaction with patient with ethical dilemma. The student were able to identify the cases based on their prior knowledge from previous stage.
Conclusion: Ethical reasoning learning process in clinical stage is part of hidden curriculum.Capacity building for faculty members in medical ethics theory and module development for the faculty member are needed to make the ethical reasoning process as a part of the curriculum.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Isnayanti
"Latar belakang : Penalaran klinik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang dokter. FK UMSU telah menerapkan metode problem based learning agar kemampuan berpikir kritis dan keterampilan penyelesaian masalah mahasiswa terbentuk. Sayangnya mahasiswa masih sering kesulitan untuk mengaplikasikan ilmunya saat berhadapan dengan pasien di pendidikan klinik. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan terhadap rancangan pengajaran penalaran klinik melalui uji coba metode pengajaran penalaran klinik dengan menggunakan pasien simulasi pada pendidikan kedokteran tahap preklinik.
Metode : Desain penelitian adalah eksperimental, dilakukan pada mahasiswa angkatan 2012 FK UMSU dengan jumlah sampel sebanyak 36 orang. Sampel dibagi menjadi dua kelompok melalui randomisasi sistematik. Kelompok intervensi diberi simulasi pengajaran penalaran klinik, sedangkan kelompok kontrol belajar mandiri. Kedua kelompok diberikan pretes dan postes dalam bentuk script concordance test. Persepsi kelompok intervensi terhadap pengajaran dinilai melalui focus group discussion (FGD). Perbedaan rerata pretes dan postes dianalisis secara kuantitatif dengan uji t, sedangkan data FGD dianalisis secara tematik.
Hasil : Hasil uji t tidak berpasangan data prestes dan postes menunjukkan bahwa kemampuan penalaran klinik kelompok intervensi tidak lebih baik atau sama dengan kelompok kontrol (perbandingan data pretes yaitu t=0,921; df=34; α=0,363, sedangkan perbandingan data postes yaitu t =-0,249; df=32; α= 0,805). Selain itu, hasil uji t berpasangan menunjukkan bahwa tidak didapatkan perbedaan rerata pretes dan postes antara kelompok intervensi dan kontrol (rerata pretes dan postes kelompok intervensi adalah t=-0,113; df =17; α=0,911, sedangan kelompok kontrol adalah t= -1,231; df= 17; α=0,235). Secara keseluruhan, melalui intervensi dalam penelitian ini tidak ada perbedaan bermakna peningkatan kemampuan penalaran klinik kelompok intervensi setelah diberikan pengajaran penalaran klinik dengan simulasi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil analisis FGD menunjukkan bahwa mahasiswa belum memahami konsep penalaran klinik dengan baik. Namun, mahasiswa berpendapat metode pengajaran ini bermanfaat untuk mengajarkan keterampilan penalaran klinik. Adapun hambatan atau kesulitan yang dihadapi saat aplikasi pengajaran adalah kurangnya pengetahuan mahasiswa dan peran pasien simulasi dan fasilitator yang belum maksimal. Secara keseluruhan, mahasiswa menyambut baik metode pengajaran penalaran klinik dengan menggunakan pasien simulasi.
Kesimpulan : Mahasiswa yang mendapatkan pengajaran penalaran klinik dengan menggunakan pasien simulasi tidak lebih baik kemampuan penalaran kliniknya dibandingkan dengan mahasiswa yang belajar mandiri. Hal ini dapat terjadi karena keterbatasan penelitian dalam proses simulasi pengajaran. Metode pengajaran penalaran klinik dengan pasien simulasi dapat dilakukan di FK UMSU dengan memperbaiki segala aspek terkait proses pembelajaran di pendidikan tahap preklinik.

Background: Clinical reasoning is one of the skills that must be achieved by a medical doctor. Faculty of Medicine (FM) UMSU has implemented problem based learning method to develop critical thinking and problem solving skills. Unfortunately, the students still often feel difficult to apply their knowledge when dealing with patients in clinical training. This study aims to provide feedback to the current design of clinical reasoning teaching by testing a method using simulated patients in preclinical phase.
Method: An experimental study was performed among year 2012 students of FM UMSU with the total sample of 36 students. They were divided into two groups through systematic random sampling. The intervention group was given a clinical reasoning teaching method using a simulated patient, while the control group conducted self directed learning. Both groups were given pretest and postest with script concordance test format. The perception toward the teaching method of the intervention group was collected through focus group discussion (FGD). The mean difference between pretest and posttest data was analyzed using the T test, while FGD data was analyzed based on themes emerged strongly and consistently.
Result: The clinical reasoning skills of intervention group was not better or equal to the control group (the comparative of pretest data is t=0,921; df=34; α=0,363, while postest data is t =-0,249; df=32; α= 0,805). There was no difference in the mean of pretest and posttest between intervention and control groups (mean difference between pretest and posttest data of intervention group is t=-0,113; df =17; α=0,911, while control group is t= -1,231; df= 17; α=0,235). Overall, there was no significant difference in increased clinical reasoning skills of intervention group after being given a clinical reasoning teaching using simulated patient compared to the control group. The FGD data showed that students did not understand the clinical reasoning concept well. However, students thought this teaching method was useful for teaching clinical reasoning skills. The barriers encountered during implementation was the lack of knowledge of students and that the role of patients simulated and facilitators are not yet adequate. Overall, students had good perceptions on the clinical reasoning teaching method using simulated patient.
Conclusion: Clinical reasoning skills of students who experienced the clinical reasoning teaching method by using patient simulation were not better than students who studied independently. This was probably due to limitations in the detailed processes of implemented teaching method. The clinical reasoning teaching method using patient simulation can be potentially conducted at FM UMSU by overcoming limitations related to the learning processes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laureen Celcilia
"Latar belakang: Mahasiswa kedokteran tidak jarang mengalami tekanan selama pendidikannya yang dapat mengakibatkan depresi serta mengganggu kualitas tidur, terutama selama pandemi Covid-19. Depresi pada mahasiswa kedokteran dapat memberikan dampak buruk, seperti penurunan performa akademik, penurunan kemampuan bersosialisasi, dan penurunan kemampuan manajemen waktu belajar Kualitas tidur yang baik diperlukan untuk meningkatkan kinerja, prestasi, dan menghindari berbagai masalah kesehatan.
Metode: Subjek penelitian ini adalah mahasiswa FKUI tahap klinik. Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) digunakan untuk menilai kualitas tidur dan The Center for Epidemiologic Studies Deppresion Scale Revised (CESD-R) untuk menilai gejala depresi. Data primer diolah menggunakan SPSS 26.0 dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan uji korelasi Spearman.
Hasil: Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, didapatkan sebanyak 16,4% (n=24) subjek penelitian mengalami depresi. Selain itu, sebanyak 63,7% (n=93) subjek penelitian memiliki kualitas tidur yang buruk. Persebaran data skor depresi dan skor kualitas tidur didapatkan tidak normal (p=0,000). Kualitas tidur dan gejala depresi memiliki korelasi positif yang signifikan secara statistik pada mahasiswa FKUI tahap klinik (r=0,419; p=0,000).
Simpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara gejala depresi dengan kualitas tidur pada mahasiswa FKUI tahap klinik dengan koefisien korelasi positif dan kekuatan sedang. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan mengembangkan program yang mendukung kualitas tidur untuk meningkatkan kesehatan mental mahasiswa.

Introduction: Medical students often experience pressure during their education which can lead to depression and poor sleep quality, particularly during the Covid-19 pandemic. Depression can negatively impact medical students, such as decreased academic performance, decreased social skills, and decreased study time management skills. Good sleep quality is needed to improve performance, achievement, and avoid various health problems.
Methods: The study was done in a cross-sectional manner with primary data taken from Faculty of Medicine Universitas Indonesia (FMUI) clinical students. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire was used to assess sleep quality and the Center for Epidemiological Studies Depression Scale Revised (CESD-R) questionnaire for depressive symptoms. Primary data were analyzed using SPSS 26.0 with Kolmogorov- Smirnov normality test and the Spearman correlation test.
Results: Based on CESD-R, 16.4% (n=24) of the subjects were depressed. In addition, based on PSQI, 63.7% (n=93) study subjects had poor sleep quality. The data distribution on depression scores and sleep quality scores was found to be abnormal (p=0.000). Sleep quality and symptoms of depression had a statistically significant positive correlation in clinical FMUI students (r=0.419; p=0.000).
Conclusion: This study concluded that there is a significant correlation between symptoms of depression and sleep quality in clinical FMUI students, with a positive and moderate strength correlation coefficient. Prevention can be done by developing programs that support sleep quality to improve students' mental health.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ragatama Riyanto
"Latar Belakang Pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan besar dalam pendidikan kedokteran, dengan masuknya berbagai metode pembelajaran daring, termasuk simulasi virtual dan gamifikasi. Penggunaan kedua metode tersebut disebutkan cukup baik dalam meningkatkan pembelajaran pada berbagai topik. Inovasi tersebut juga muncul untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran seperti pada pembelajaran pengobatan rasional (POR). Penelitian ini bertujuan sebagai asesmen awal untuk menggambarkan persepsi mahasiswa preklinik FKUI terhadap pembelajaran daring menggunakan simulasi virtual berbasis web dan gamifikasi yang nantinya akan menjadi dasar perancangan pada pembelajaran POR. Metode Penelitian ini dilaksanakan dengan menyebarkan survei daring dengan consecutive sampling. Pengumpulan data berlangsung sejak bulan Agustus–Desember 2022. Analisis data menggunakan NVIVO 12 secara kualitatif dengan analisis tematik. Hasil Berdasarkan hasil analisis tematik 282 mahasiswa preklinik FKUI, didapatkan tiga tema besar, yakni optimisme, pesimisme, dan netralitas pada persepsi terhadap simulasi virtual berbasis web dan gamifikasi. Optimisme meliputi persepsi positif pada simulasi virtual, sementara pesimisme meliputi persepsi negatif. Terdapat subtema pada masing-masing tema, seperti kebermanfaatan simulasi virtual, output pembelajaran, motivasi mahasiswa, karakteristik pembelajaran, realisme simulasi virtual, sarana dan prasarana penyelenggaraan simulasi virtual serta impresi terhadap simulasi virtual. Pada tema netralisme didapatkan satu subtema berupa familiaritas mahasiswa terhadap simulasi virtual. Kesimpulan Persepsi mahasiswa kedokteran terhadap simulasi virtual, baik berbasis web dan berbasis gamifikasi dalam pembelajaran penggunaan obat rasional (POR), bervariasi. Meskipun begitu, optimisme terhadap manfaat teknologi tersebut besar. Dengan implementasi H5P dan pesatnya perkembangan teknologi, simulasi virtual berpotensi untuk diterapkan ke depannya dalam pendidikan kedokteran, khususnya pembelajaran POR.

Introduction The COVID-19 pandemic has caused major changes in medical education, with the introduction of various online learning methods, including virtual simulations and gamification. The use of these two methods is said to be quite good in improving learning on various topics. This innovation also appears to increase learning success, such as in rational drug use learning (RDU). This research aims as an initial assessment to describe FMUI pre-clinical students' perceptions of online learning using web-based virtual simulations and gamification which will later become the basis for designing RDU learning. Method This research was carried out by distributing an online survey with consecutive sampling. Data collection took place from August–December 2022. Data analysis used NVIVO 12 qualitatively with thematic analysis. Results Based on the results of the thematic analysis of 280 FMUI pre-clinical students, three major themes were obtained, namely optimism, pessimism and neutrality in perceptions of web-based virtual simulations and gamification. Optimism includes positive perceptions of the virtual simulation, while pessimism includes negative perceptions. There are subthemes in each theme, such as the usefulness of virtual simulations, learning output, student motivation, learning characteristics, realism of virtual simulations, facilities and infrastructure for organizing virtual simulations and impressions of virtual simulations. In the theme of neutralism, one sub-theme was found in the form of students' familiarity with virtual simulations Conclusion Medical students' perceptions of virtual simulations, both web-based and gamification-based in learning rational drug use (POR), vary. Even so, there is great optimism regarding the benefits of this technology. With the implementation of H5P and the rapid development of technology, virtual simulation has the potential to be applied in the future in medical education, especially POR learning."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Merdika Putri Kusuma
"ABSTRAK
Meskipun penyakit mental di masyarakat modern merupakan masalah yang terus berkembang dan ilmu psikiatri senantiasa memberikan banyak inovasi dan terobosan ilmiah, stigma terhadap disiplin ilmu psikiatri masih tinggi, khususnya bagi mahasiswa kedokteran. Mengetahui bagaimana pandangan mahasiswa kedokteran terhadap disiplin ilmu psikiatri dan hubungan antar rotasi klinik serta lama waktu studi terhadap perbedaan pandangan penting untuk memberi gambaran ketersedian sumber daya kesehatan jiwa kedepannya dan kualitas perawatan pasien dengan penyakit jiwa di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional study menggunakan kuesioner yang berjudul Perception of Psychiatry. Subjek adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun pertama, keempat, kelima, serta alumni. Data yang diperoleh diolah dengan analisis chi-square atau fisher. Peneliti melihat perbedaan dan signifikansi antara data dari dua kelompok (sebelum-sesudah rotasi klinik, tahun pertama dan keempat, serta tahun kelima dan alumni) serta diantara dua gender berbeda (total subjek = 224). Hasil menunjukkan bahwa rotasi klinik dan lama waktu studi tidak mempengaruhi pandangan mahasiswa terhadap disiplin ilmu psikiatri secara signifikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mayoritas dari responden yang terdiri dari mahasiswa dan alumni memiliki pandangan yang baik terhadap disiplin ilmu psikiatri dan gender memiliki peran dalam pandangan responden terhadap ilmu psikiatri, dengan responden wanita memiliki pandangan lebih positif dibandingkan pribadi.

ABSTRACT
Despite mental illnesses continue to be emerging problems in modern society, stigma towards psychiatry as a discipline is still high, especially amongst medical students. Identifying the attitudes of medical students towards psychiatry discipline also relation between exposure to psychiatric clerkship and length of medical training are very important for portraying the adequacy of mental healthcare workforces and the quality of care for mental illness patients further in Indonesia. This study used cross-sectional method, utilizing questionnaire titled Perception of Psychiatry. Subjects are students of Faculty of Medicine, Universitas Indonesia from first, fourth, fifth-year along with alumni. Attained data were analysed using chi-square or fisher method. Researchers investigated the differences between two sample groups (before- and after clinical rotation, first- and fourth-year, fifth-year and alumni) and between different genders of respondents (total subjects=224). Results showed that clinical rotation and duration of medical training did not affect the views of medical students towards the discipline of psychiatry in Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. The majority of responses showed positive attitudes towards the discipline of psychiatry and genders do play a role in determining the views of students towards psychiatry discipline, with female tends to have more positive attitude compared to male respondents."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Kurniawan
"Latar belakang: Umpan balik konstruktif merupakan komponen esensial dalam proses pembelajaran mahasiswa kedokteran. Keberhasilan dalam menyampaikan umpan balik berperan dalam meningkatkan performa dan keterampilan klinis mahasiswa. Kurikulum pendidikan kedokteran yang terbagi menjadi tahap preklinik dan klinik memungkinkan adanya perbedaan persepsi mahasiswa terkait umpan balik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan persepsi umpan balik yang diterima oleh mahasiswa fakultas kedokteran tahap preklinik dan klinik.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang ini dilakukan pada mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia menggunakan instrumen kuesioner. Kuesioner terdiri dari 22 pertanyaan Likert-scale 1-5 tentang peran penting (5 pertanyaan), metode (12 pertanyaan), dan hambatan (5 pertanyaan) penyampaian umpan balik konstruktif. 209 mahasiswa preklinik dan 129 mahasiswa klinik berpartisipasi dalam penelitian ini.
Hasil: Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan signifikan antara persepsi mahasiswa kedokteran preklinik dan klinik terhadap respon pertanyaan pada domain peran penting, metode, dan hambatan umpan balik konstruktif (p>0.05). Terdapat perbedaan persepsi secara signifikan (p<0.05) pada pertanyaan umpan balik berfokus pada tingkah laku dibandingkan individunya, umpan balik diberikan kapanpun selama proses pembelajaran, dan pengetahuan untuk memberikan umpan balik konstruktif kurang memadai.
Kesimpulan: Mahasiswa kedokteran tahap preklinik dan klinik menyatakan setuju bahwa umpan balik konstruktif berperan penting dalam meningkatkan pembelajaran mahasiswa. Sementara persepsi mahasiswa terhadap domain metode dan hambatan pemberian umpan balik menunjukkan respon yang bervariasi. Tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa preklinik dan klinik terhadap umpan balik konstruktif secara signifikan.

Background: Constructive feedback is an essential component in the medical student learning process. The important role of constructive feedback is to improve student performance and clinical skills. The medical education curriculum is divided into preclinical and clinical medical years allows for differences in student perceptions regarding feedback. This study aims to compare the perception of feedback received by preclinical and clinical medical students.
Methods: This cross-sectional study was conducted on medical students at the University of Indonesia. The Likert-scale questionnaire consisted of 22 questions about the important role (5 questions), methods (12 questions), and barriers (5 questions) to constructive feedback. 209 preclinical students and 129 clinical students participated in this study.
Results: The results showed that there was no significant difference between the perceptions of preclinical and clinical medical students on the questions of importance, methods, and barriers to constructive feedback (p<0.05). There was a significant difference in perception (p<0.05) on the question, feedback focuses on behavior rather than the person, Feedback is provided at any time during the learning process, and There is inadequate knowledge for providing constructive feedback.
Conclusion: Preclinical and clinical medical students agree that constructive feedback plays an important role in improving student learning. Preclinical and clinical students perceptions of the methods and barriers to providing feedback showed varied responses. There is no significant difference in the perception of preclinical and clinical students to constructive feedback.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>