Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170545 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Wayan Gede Mandyasa
"Deforestasi merupakan isu yang sangat serius bagi kawasan hutan yang berada di negara tropis, khususnya Indonesia. Untuk merespon hal tersebut, beberapa upaya telah dilakukan untuk mengurangi laju deforestasi. Upaya yang terakhir adalah dengan menetapkan Kebijakan Moratorium Hutan pada tahun 2011 sebagai bagian dari skema REDD. Studi ini mengamati beberapa faktor penyebab deforestasi dan selanjutnya menguji apakah Kebijakan Moratorium Hutan berdampak pada deforestasi di level nasional dan regional. Studi ini menggunakan beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab tidak langsung (underlying causes) dari deforestasi. Data merupakan data panel yang berasal dari 33 Provinsi di Indonesia mulai tahun 2003 - 2016, yang dibagi lebih lanjut ke dalam delapan periode. Data di analisa dengan menggunakan metode estimasi Ordinary Least Square (OLS). Hasil estimasi menunjukkan bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi deforestasi, termasuk konsesi hutan, FDI sektor primer, pertumbuhan populasi, dan kebakaran hutan, secara statistik signifikan mempengaruhi laju deforestasi di level nasional dan regional. Selanjutnya, hasil estimasi tersebut secara parsial menunjukkan bahwa kebijakan moratorium hutan tidak menurunkan deforestasi secara signifikan. Selain itu, studi - studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa koordinasi diantara para pihak baik di pusat dan daerah harus diperbaiki untuk meningkatkan implementasi kebijakan tersebut, khususnya di tingkat regional. Lebih lanjut, para pemangku kebijakan yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan ini harus dapat memberikan alternatif kebijakan yang dapat memberikan manfaat bagi komunitas yang tinggal di sekitar Kawasan hutan.

Deforestation is a very serious issue for forest areas in tropical countries. In response to this, efforts have been made to reduce the deforestation rates. The latest effort was the establishment of the Forest Moratorium Policy in 2011, as a part of the Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) scheme. This study examines several determinants of deforestation in Indonesia and tests whether the forest moratorium policy has had an effect on the deforestation rate at national and regional levels. Several possible underlying causes of deforestation are considered. The study uses panel provincial data covering the period 2003-2016. To standardize the data, it has been divided into eight periods. The cross-section consists of 33 provinces in Indonesia. Estimation was conducted using ordinary least squares (OLS) multiple regression methods. The estimated results show that deforestation drivers, including forest concessions, primary sector foreign direct investment, population growth, and forest fire incidents, are statistically significant at the national and regional levels, as predicted. Furthermore, the results partly suggest that implementing the forest moratorium policy did not produce any statistically significant effect in reducing deforestation, either at the national or regional levels. Coordination between central and regional stakeholders should be improved to further empower the policy implementation, especially at the regional level. Furthermore, actors responsible for implementing the Forest Moratorium Policy propose a policy that provides economic benefits to communities surrounding the primary natural forests, in order to prevent primary forest encroachment."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T52005
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Socia Prihawantoro
"Penilitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya laju deforestasi di Indonesia, baik Itu diukur antar waktu, maupun dibandingkan dengan Iaju deforestasi di negara lain. Mengingat pentingnya hutan bagi perekonomian, maka perlu dilakukan tindakan Pengereman terhadap laju deforestasi yang tinggi tersebut.
Berbagai kebijaksanaan di bidang kehutanan telah dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian laju deforestasi indonesia tetap tinggi. Hal ini Menimbulkan pertanyaan: ?Apakah deforestasi juga dipengaruhi oleh kegiatan bukan Kehutanan?? Seianjutnya, ?apabila memang demikian, selain sektor kehutanan, sektor-sektor ekonomi apa saja yang mempengaruhi terjadinya deforestasi di Indonesia?
Dengan menggunakan kerangka metodologi Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh struktural kegiatan ekonomi
terhadap deforestasi di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut pertama-tama dilakukan pengembangan terhadap data SNSE Indonesia 1993, sehingga didalamnya tercakup sektor-sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap deforestasi. Dan SNSE yang sudah dikembangkan tersebut dihitung angka-angka pengganda yang dapat menjadi indikator pengaruh kegiatan ekonomi terhadap deforestasi, baik secara Iangsung maupun tidak Iangsung; baik dalam arti global, transfer open loop, maupun closed loop. Dari angka-angka pengganda tersebut dapat dlilakukan anailsis tentang keterkaitan struktural keglatan ekonomi terhadap deforestasi.
Hasil perhitungan angka-angka pengganda menunjukkan bahwa secara Iangsung, sektor-sektor Industri berbasis kayu merupakan sektor-sektor utama yang memberikan dorongan terhadap terjadinya deforestasi. Sementara itu dl blok institusi, sector rumah tangga yang berbasis pertanian dan pedesaan merupakan sector yang pengaruhnya terhadap deforestasi paling besar. Secara transfer-hal ini hanya Lerjadi di blok kegiatan produksi saja? sektor ekonomi yang memberikan dorongan paling kuat terhadap deforestasi adaiah sektor - sektor industri berbasis kayu.
Secara open loop? hal ini terjadi pada blok faktor produksi dan institusi-sektor ekonomi yang membedakan tekanan paling kuat terhadap deforestasi adalah faktor produksi berbasis pertanian dan rumah tangga berbasis pertanian dan pedesaan.
Secara closed loop-hal ini hanya tarjadi di blok kegiatan produksi saja? sektor ekonomi yang memberikan tekanan paling kuat terhadap deforestasi adalah sektor sektor produksi berbasis pertanian.
Secara global, sektor ekononmi yang berpengaruh kuat terhadap detorestasi adalah sektor industri berbasis kayu, faktor produksi berbasis pertanian dan pedesaan, serta rumah tangga berbasis pertanian dan pedesaan.
Secara tidak langsung?dalam hal ini pengaruh tidak langsung adalah pengaruh global dikurangi pengaruh langsung?sektor ekonomi yang berpengaruh kuat terhadap deforestasi adalah sektor industri berbasis kayu, sektor produksi berbasis pertanian, faktor produksi berbasis pertanian dan pedesaan, serta rumah tangga berbasis pertanian dan pedesaan.
Dengan menggunakan structural pada analysis, dapat diketahui bahwa sektor industri berbasis kayu berpengaruh terhadap deforestasi terutama melalui sektor lndustri Kayu Gergajian dan Awetan. Sedangkan keglatan produksi berbasis pertanian berpengaruh terhadap deforestasi terutama melalui tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji di pedesaan yang diteruskan oleh rumah tangga pengusaha pertanian dengan lahan 0-0,5 ha.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa selain
dipengaruhi oleh sektor-sektor Industri berbasis kayu, deforestasi juga dipengaruhi oleh sektor-sektor ekonomi berbasis pertanlan dan pedesaan. Oleh karena itu kebijakan untuk mengurangi lalu deforestasi, selain melalul kebijakan kehutaflan, perlu pula dilakukan melalui sector pertanian dan pedesaan."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barkah Ilham Purnawan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas kebijakan moratorium kehutanan dalam mengurangi deforestasi di Indonesia dan mengukur dampaknya terhadap industri perkebunan kelapa sawit. Untuk tujuan ini, model regresi data panel digunakan dengan menggunakan data panel 14 provinsi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Hasilnya mengungkapkan bahwa kebijakan moratorium kehutanan dapat mengurangi deforestasi dengan sedikit meningkatkan kawasan berhutan di Sumatera dan Kalimantan. Peningkatan temporal di kawasan hutan ini dihasilkan melalui industri perkebunan hutan yang akan lebih aktif dalam melakukan penanaman kembali pada area konsesi. Selain itu, kebijakan moratorium juga tampaknya mempengaruhi industri perkebunan hutan untuk secara intensif menggunakan input mereka untuk mempertahankan / meningkatkan output industri; oleh karena itu, industri perkebunan kelapa sawit akan lebih memilih untuk menghasilkan produk akhir yang memiliki nilai tambah tinggi dibandingkan produk yang memiliki nilai tambah yang rendah. Selain itu, kebijakan moratorium ini ternyata tidak terbukti memberikan dampak negatif yang signifikan pada industri perkebunan kelapa sawit.

This study examines the effectiveness of the Forest Moratorium Policy (FMP) in reducing deforestation in Indonesia and measures its impact on the palm oil industry. To this end, panel data regression model is employed with longitudinal data of 14 provinces in Sumatera and Kalimantan Islands. The results reveal that the FMP could reduce deforestation by slightly increasing a trend of forested area. This temporal increase in forested area is generated by the forest plantation industry that would be more active in replanting their concession area under the FMP. Moreover, the FMP also appear to influence the forest plantation industry to intensively utilize their inputs to maintain/increase their output; hence, they would prefer to produce final products that have the high value-added instead of low value-added, while the FMP would not give significant negative impact on the palm oil industry."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T51998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Halim
"ABSTRAK
Dua puluh tahun pasca reformasi menyisakan pekerjaan rumah yang berat yakni pengelolaan pemerintahan daerah dalam hal ini penataan daerah. Penataan daerah salah satunya mencakup pengembangan DOB yang perlu dilakukan dalam rangka pendidikan politik masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan publik yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini merupakan amanat dari tujuan negara dalam konstitusi. Hasil penelitian menunjukkan banyaknya inisiatif dan usulan pembentukan DOB dianggap membebani keuangan negara namun pembentukan DOB provinsi merupakan jalan untuk mempersingkat rentang kendali span of control untuk mengoptimalkan pelayanan publik. Sampai dengan tahun 2014 terdapat 542 daerah otonom yang terdiri dari 34 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota. Dengan komposisi ini belum ideal mengingat provinsi sebagai daerah yang berperan melalukan pengawasan atas daerah kabupaten dan kota tidak memiliki jumlah yang ideal. Terdapat provinsi yang membawahi lebih dari 20 kabupaten/kota namun terdapat provinsi yang membawahi 5 daerah kabupaten/kota. Selain daerah provinsi berperan sebagai daerah yang menjalankan asas dekonsentrasi dan wakil pemerintah pusat juga terdapat pelayanan publik yang hanya terdapat pada daerah provinsi. Oleh karena itu, dalam penataan daerah sebagaimana amanat UU Pemda bahwa pemerintah harus menyusun grand strategy dan grand design penataan daerah. Salah satunya adalah dengan pengembangan atau pembentukan DOB provinsi. Namun, dengan alasan besarnya biaya ekonomi, polarisasi masyarakat dalam etnis dan pertimbangan banyak DOB tidak mampu mengoptimalkan pelayanan publik atau meningkatkan kesejahteraan rakyatnya sehingga pemerintah mengambil kebijakan penundaan pembentukan DOB. Pemerintah sejak tahun 2014 mengambil kebijakan moratorium DOB akan tetapi tidak memiliki bentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan sehingga bertentangan asas kepastian hukum. Dilain pihak, amanat UU No. 23 Tahun 2014, agar pemerintah membuat "desain besar penataan daerah" belum juga dikeluarkan. Padahal melalui desain itu, pemerintah bisa memberikan solusi atas banyaknya usulan pengembangan DOB yang tertunggak di DPR, DPD dan Mendagri.

ABSTRACT
Twenty years of post reform leaves a heavy homework i.e. management of local governance in this regional arrangement. The regional setup, one of which includes the development of DOB the new autonomous region that needs to be done in the framework of political education of the community and improving the quality of public services which in turn improves the welfare of society. This is a mandate of the destination country in the Constitution. The results showed the large number of initiatives and proposals for the establishment of the financial burden of the State considered the DOB but formation of DOB province is the way to shorten the control range span of control to optimize the public service. Up to the year 2014 there are 542 autonomies composed of 34 provincial, County and City 93 415. With this composition has not been ideal considering the province as areas that play a role placing oversight of County and city don 39 t have the ideal amount. There a province that includes more than 20 counties cities but there a province that includes 5 areas of counties cities. In addition to the provinces acted as areas that run basic deconcentration and the representative of the Central Government, there is also a public service which is only found in areas of the province. Therefore, in the area as local government act mandate that the Government should devise a grand strategy and grand design Setup area. One of them is with the development or establishment of the DOB of the province. However, by reason of the magnitude of the economic costs, the polarization of society in ethnic and consideration of many DOB is not capable of optimizing public services or improving the welfare of its people so that the Government took the policy of procrastination the formation of the DOB. The Government beginning in 2014 taking policy moratorium DOB but does not have the form of legislation as a foundation so that it goes against the principle of legal certainty. On the other hand, the mandate of law No. 23 of the year 2014, to allow the Government to make the "great design" Setup has not yet issued. Whereas through the design of it, the Government can provide solutions to the large number of proposals for the development of the DOB in DPR, DPD and Minister of the Interior.Keywords Formation of the Plan, the new autonomous region, provinces, moratorium DOB, the development of the regions."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Oditra
"Skripsi ini membahas kebijakan moratorium yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia namun menjadi permasalahan yaitu mengenai pertimbangan pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan moratorium Pengiriman Pekerja Migran Indonesia Sektor Domestik ke Negara Arab Saudi, dan memberikan penjelasan bagaimana upaya pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia Sektor Domestik melalui kebijakan moratorium ke Negara Arab Saudi sehingga tidak ada lagi kasus-kasus pelanggaran HAM yang dialami Pekerja Migran Indonesia kelak. keduanya ditinjau berdasakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Dalam penelitian ini, Penulis melakukan studi literatur dan wawancara ke pihak Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pertimbangan pemerintah dalam memberlakukan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia ke Arab Saudi disebabkan oleh banyaknya kasus-kasus terutaman pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dialami oleh para Pekerja Migran Indonesia di Arab Saudi. Moratorium ini mendorong pemerintah Indonesia untuk dapat membenahi sistem perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Arab Saudi salah satunya dengan menyepakati Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.

This thesis provides a comprehensive explanation of the Indonesian government can implement a moratorium on the Sending of Indonesian Domestic Migrant Workers to Saudi Arabia. through a moratorium on policy to the State of Saudi Arabia. both are reviewed based on Undang 18 of 2017 concerning the Protection of Indonesian Migrant Workers. In this study, the literature study and interview with the National Agency for Placement and Protection of Indonesian Workers.
The results of this study reveal that the government's consideration in imposing a moratorium on the sending of Indonesian Migrant Workers to Saudi Arabia is due to the many cases of human rights violations experienced by Indonesian Migrant Workers in Saudi Arabia. This moratorium encourages the Indonesian government to improve the protection system of Indonesian Migrant Workers in Saudi Arabia, one of them by agreeing to a Memorandum of Understanding (MoU) between the governments of Indonesia and Saudi Arabia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Virginia
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana Peran Nongovernmental Organisation dalam advokasi kebijakan untuk mengatasi masalah deforetasi dengan studi kasus Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dalam advokasi kebijakan moratorium hutan. Pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan kualittaif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan peran Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI sebagai nongovernmental organisation dalam advokasi kebijakan moratorium hutan. Hasil dari penelitian ini adalah kegiatan advokasi WALHI menyasar pada isi kebijakan moratorium dan tata laksana dengan sasaran Presiden dan melalui Staf Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Demi melancarkan kegiatan yang dilakukan WALHI juga menggalang pendukung dan sekutu. WALHI telah melakukan berbagai kegiatan dalam advokasi kebijakan moratorium seperti membuat Platform kebijakan moratorium, membuat kajian dan launching kajian, melakukan media visit dan media briefing, diskusi informal, kampanye melalui media sosial dan kampanye kreatif. Dimana masing-masing kegiatan memiliki hambatan atau tantangannya masing-masing. Kegiatan Advokasi yang dilakukan oleh WALHI telah berhasil memperpanjang kebijakan moratorium hutan serta membuat pemerintah menambah jumlah luasan PIPIB akan tetapi belum mampu merubah kebijakan moratorium seperti yang diharapkan. Rekomendasi yang diberikan adalah memperluas sasaran advokasi, membuat kajian pemerintah daerah serta melakukan evaluasi pemahaman masyarakat mengenai kebijakan moratorium.

ABSTRACT
This research describe about the role of Nongovernmental Organisation in Policy Advocay to solve Deforestation problem with case study of Wahana Lingkungan Hidup Indonesia in Forest Moratorium Policy Advocacy. This research is a qualitative research and uses qualitative approach with data collection techniques are in depth interview and literature study. The research amin to describe the role of Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI in forest moratorium policy advocacy as nongovernmental organisation. The result of this reasearch is the policy advocacy that is undertaken by WALHI targettig the content of policy and the structure such as President through Presiden tstaff and Ministry of Environment and Forestry. To support their activites WALHI has formed allies with the other organisations. WALHI has done some advocacy activities such as making platform, research and research launching, media briefing and media visit, informal discussion, mass media campaigne, social media campaigne and creative campaigne. Each activities has its challange and or obstacle. The policy advocacy activities of WALHI has the obstacle at collecting the data. The advocacy that has been done by WALHI has made the government extended the policy on 2013 and 2015and increasing the total amount of forest area on the moratorium indicative map even though it didn rsquo t not make any change at the substance of the policy as they wanted. So the recommendation for WALHI to do are expanding the target of the advocacy to Ministry of Home Affair, make a research about the compliance of local government and evaluate the pubic understanding about this policy."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fallissa Ananda Putri
"Kyoto Protocol merupakan instrument utama dalam mitigasi perubahan iklim dengan periode komitmen pengurangan emisi yang akan berakhir pada tahun 2012. Hingga saat ini, belum terdapat keputusan mengenai bentuk mitigasi perubahan iklim setelah berakhirnya periode komitmen pertama tersebut. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) merupakan konsep mitigasi perubahan iklim khusus kehutanan yang telah menjadi wacana sejak tahun 2005 dan berpotensi menjadi skema pengurangan emisi untuk periode komitmen kedua. Sebagai pemilik wilayah hutan yang relatif besar, Indonesia telah aktif dalam berbagai program REDD, dan pada tahun 2011 menandatangani letter of intent dengan Norwegia yang berujung pada moratorium hutan nasional. Sebagai skema yang belum baku dalam tataran hukum lingkungan internasional, Indonesia dan Norwegia tidak wajib untuk mengurangi emisi dalam bentuk REDD. Namun kegiatan moratorium hutan tetap dilaksanakan dan hal tersebut tidak menutup kemungkinan Indonesia dapat memiliki peran dalam negosiasi periode komitmen kedua.

Kyoto Protocol is the main instrument in the mitigation of climate change in the emissions reduction commitment period which ends in 2012. Up until today, there has not been any decision regarding the mitigation of climate change after the end of the first commitment period. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) is a concept of climate change mitigation that has the potential of becoming the emissions reduction scheme in the second commitment period. As the owner of a relatively large area of forest, Indonesia has been active in various programs of REDD, and in 2011 it has entered a letter of intent with Norway that resulted in the application of national forestry moratorium. As a scheme that has not been standardized in the scope of international environmental law, Indonesia and Norway do not have the obligation to reduce emissions through REDD. However, forestry moratorium is still conducted and such activity opens the possibility of Indonesia to have a big role in the negotiations of the second commitment period."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1325
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Peggy Awanti Nila Krisna
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perdagangan hasil dan hutang luar negeri terhadap deforestasi di Indonesia. Data yang digunakan merupakan data sekunder deret waktu selama 1974-2006 dan dianalisis dengan ekonometrika. Model terdiri dari tiga persamaan struktural yang merupakan model rekursif selanjutnya diestimasi dengan metode Seemingly Unrelated Equations (SUR).

The aim of this research is to know the influence of forest products trase and external debt to deforestation in Indonesia. The data used ini our analysis is time series during 1974-2006 periods and analyzed by econometrics. Model consisted of three structural equations representing as recursive model then estimated with the Seemingly Unrelated Equations (SUR) method."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27675
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>