Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164460 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agreta Indah Gusumawati
"Desentralisasi di Indonesia telah mendorong terjadinya pemekaran daerah. Banyak daerah telah memisahkan diri dari kabupaten/kota yang ada dan mendirikan kabupaten/kota baru. Akibatnya, jumlah kabupaten/kota di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari 276 (65 kota, 249 kabupaten) pada tahun 1998 menjadi 514 (98 kota; 416 kabupaten) pada tahun 2014. Melalui penelitian ini, kami menganalisis dampak pemekaran daerah terhadap kinerja kabupaten/kota. Secara khusus, dengan menggunakan metode Difference-in-Differences dan data di level kabupaten/kota dari tahun 2001 hingga 2013, kami membandingkan tingkat kinerja yang diukur melalui beberapa indikator layanan publik di kabupaten/kota hasil pemekaran dengan kabupaten/kota yang tidak mengalami pemekaran. Studi mengenai desentralisasi menunjukkan bahwa pemerintah daerah dapat menangani secara kompeten wewenang dan tanggungjawab yang didelegasikan dari pemerintah pusat jika mereka memiliki kapasitas dan sumber daya yang cukup. Oleh karena daerah di perkotaan relatif lebih mampu daripada di daerah kabupaten, maka daerah yang baru dibentuk di daerah perkotaan cenderung berkinerja baik. Dengan demikian, dampak pemekaran terhadap pelayanan publik akan positif di daerah kota dan negatif di daerah kabupaten. Kami menemukan bahwa untuk kabupaten/kota yang dibentuk dari 2001 hingga 2003, sesuai dengan ekspektasi kami, dampaknya cenderung positif untuk kota dan negatif untuk kabupaten. Untuk pemekaran yang terjadi dari tahun 2007 hingga 2009, dampaknya secara statistik tidak signifikan baik untuk kota maupun kabupaten.

Decentralization in Indonesia has led to the concurrence of local government proliferation. Many areas have split from existing municipalities and established new ones. As a result, the number of municipalities in Indonesia has almost doubled from 276 municipalities (65 kota; 249 kabupaten) in 1998 to 514 municipalities (98 kota; 416 kabupaten) in 2014. We analyze the impacts of the proliferation on the performance of municipalities. In particular, using the Difference-in-Differences method and municipality-level data from 2001 to 2013, we examine whether the level of performance–measured by several public service indicators–increased more substantially in newly created municipalities than in municipalities whose boundaries remained unchanged. Studies of decentralization suggest that local governments can competently handle greater tasks they have assumed from the central government if they have sufficient capacity and resources. Since municipalities in urban areas (kota) are on average more capable than those in rural areas (kabupaten), newly created municipalities in urban areas should be able to perform well. Thus, the impacts of the proliferation should be positive in urban areas and negative in rural areas. We find that for municipalities established from 2001 to 2003, consistent with our expectations, the impacts tend to be positive for kota and negative for kabupaten. For the wave of proliferation from 2007 to 2009, the impacts are mostly not statistically significant for both kota and kabupaten."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T52006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Faisal
"[ABSTRAK
Karya tulis ini berfokus pada isu pemekaran wilayah (khususnya kota dan
kabupaten) di Indonesia. Teori-teori menyarankan bahwa pemekaran,
dikombinasikan dengan desentralisasi dapat membawa manfaat bagi masyarakat.
Para pendukung pemekaran menekankan keunggulan pemerintahan yang kecil
dengan masyarakat yang lebih homogen dapat lebih efektif dalam memberikan
pelayanan public. Hal ini didukung dengan adanya transfer fiskal dari pemerintah
pusat yang menjamin kelangsungan operasi pemerintah daerah. Tapi, banyak
penelitian menyimpulkan pelayanan public di daerah otonomi baru belum sesuai
dengan apa yang diharapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kinerja daerah otonom baru dalam
memberikan pelayanan public dan meningkatkan kinerja ekonomi dengan
menggunakan metode difference in difference. Kami menemukan bahwa, kota
baru berhasil mengoptimalkan otonomi yang lebih luas untuk menjaga atau
bahkan melampaui prestasi pelayan public dari kota yang tidak mengalami
pemekaran. Sebaliknya, kabupaten baru mengalami kesulitan untuk memperbaiki
kondisi mereka setelah pemekaran. Kami menekankan pentingnya perbaikan
prosedur evaluasi terhadap pengusulan pembentukan daerah otonomi baru untuk
menghasilkan daerah otonomi baru yang lebih berkualitas.

ABSTRACT
This paper focuses on the separation of municipalities (cities and districts)
in Indonesia. Theories suggest that separations, combined with decentralization,
bring about benefits to the people. Proponents of separations in the real world also
emphasize various promises of separations and the creation of new local
governments. The presence of generous fiscal transfers from the central
government is also likely to allow the newly created municipalities to provide a
higher level of public services. But anecdotes suggest that public services have
not improved in many of the new regions.
This research aimed to assess new autonomous region performance in
delivering public service and improving economic performance by using
Difference in Difference method. We found that, in following years after
separation, new cities was managed to optimize the effect of separation to keep up
or even surpass unseparated region?s public service achievement. In contrast, new
rural districts suffer difficulties to improve their condition following the
separation. We stressed the improvement of screening procedure in order to create
more qualified and self-reliant new autonomous regions in the future.;This paper focuses on the separation of municipalities (cities and districts)
in Indonesia. Theories suggest that separations, combined with decentralization,
bring about benefits to the people. Proponents of separations in the real world also
emphasize various promises of separations and the creation of new local
governments. The presence of generous fiscal transfers from the central
government is also likely to allow the newly created municipalities to provide a
higher level of public services. But anecdotes suggest that public services have
not improved in many of the new regions.
This research aimed to assess new autonomous region performance in
delivering public service and improving economic performance by using
Difference in Difference method. We found that, in following years after
separation, new cities was managed to optimize the effect of separation to keep up
or even surpass unseparated region?s public service achievement. In contrast, new
rural districts suffer difficulties to improve their condition following the
separation. We stressed the improvement of screening procedure in order to create
more qualified and self-reliant new autonomous regions in the future., This paper focuses on the separation of municipalities (cities and districts)
in Indonesia. Theories suggest that separations, combined with decentralization,
bring about benefits to the people. Proponents of separations in the real world also
emphasize various promises of separations and the creation of new local
governments. The presence of generous fiscal transfers from the central
government is also likely to allow the newly created municipalities to provide a
higher level of public services. But anecdotes suggest that public services have
not improved in many of the new regions.
This research aimed to assess new autonomous region performance in
delivering public service and improving economic performance by using
Difference in Difference method. We found that, in following years after
separation, new cities was managed to optimize the effect of separation to keep up
or even surpass unseparated region’s public service achievement. In contrast, new
rural districts suffer difficulties to improve their condition following the
separation. We stressed the improvement of screening procedure in order to create
more qualified and self-reliant new autonomous regions in the future.]"
2015
T45208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Permata Sari
"Tesis ini merupakan studi empiris yang fokus utama analisisnya adalah pengaruh kebijakan publik terhadap penerimaan pajak riil pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan analisis deskriptif disimpulkan bahwa: (1) Pertumbuhan penerimaan pajak riil relatif lambat, karena relatif tingginya laju inflasi; (2) Rasio pajak pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, sudah meningkat; (3) sampai saat ini, rasio pajak semakin rendah bila tingkat pemerintahan semakin rendah; dan (4) peranan penerimaan pajak dalam APBN dan APBD (PAD) sudah semakin besar, yang menyiratkan semakin baiknya tingkat kemandirian fiskal. Dengan menggunakan model ekonometrika dapat disimpulkan bahwa dampak kebijakan publik terhadap penerimaan pajak di Indonesia tidaklah besar. Hal ini menunjukkan bahwa dampak kebijakan-kebijakan publik yang diputuskan terhadap perbaikan efisiensi dan efektifitas pemungutan pajak, maupun peningkatan potensi pajak, khususnya perluasan basis pajak belum seperti yang diharapkan.

This thesis is an empirical study that the main focus of analysis is to influence public policy on real tax revenue of central government, provinces and districts/cities in Indonesia. Based on descriptive analysis concluded that: (1) real tax revenue growth is relatively slow, because of relatively high inflation rate, (2) The ratio of central government taxes, provincial and district/city, have increased, (3) until recently, the lower the tax rate when the lower levels of government; and (4) the role of tax revenue in the State Budget (APBN) and Regional Budget/APBD (PAD) has been getting larger, which implies the good level of fiscal independence. By using the econometric model can be concluded that the impact of public policies on tax revenue in Indonesia was not large. This shows that the impact of public policies that decided to improve efficiency and effectiveness of tax collection, as well as potential tax increase, particularly the expansion of tax base has not been as expected."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T30246
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Galih Maggieta Putri
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mencoba mengumpulkan bukti empiris terkait komponen APBD yaitu dana perimbangan, belanja modal, dan pinjaman daerah untuk dinilai pengaruhnya terhadap tingkat kemandirian daerah. Tingkat kemandirian daerah menunjukan seberapa besar daerah dapat mengelola keuangannya sendiri tanpa bergantung pada bantuan Pemerintah pusat terutama pada era otonomi daerah. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia yang melaporkan secara rutin Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari tahun 2006 hingga tahun 2010.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel dimana metode yang digunakan adalah Random Effect Method. Hasil pengujian menyatakan bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian daerah sementara belanja modal dan pinjaman daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian daerah.

The purpose of this study is to try to collect empirical evidence related components of local budget which are intergovernmental transfer, capital expenditures, and regional loans its effect on the level of local independence. Degree of independence of the region shows how large an area can manage its own finances without relying on the help of the central government, especially in the era of regional autonomy. The sample used in this study is the Regency / City in Indonesia who regularly report Budget Realization Reports (APBD) from 2006 until 2010.
This research is a quantitative research using panel data where the method used is the Random Effect Method. The test results stated that the intergovernmental transfer positive influence on the level of local independence while capital spending and regional loan has no effect on the level of local independence.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S43978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etra Efendi
"ABSTRAK
Upaya Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat Melalui Mal Pelayanan Publik Di Indonesia Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini belum sesuai dengan harapan masyarakat. Masyarakat menginginkan pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, aman dan nyaman. Selain itu pelayanan publik yang ada masih terpisah berdasarkan jenis dan cakupan masing-masing pelayanan yang terpisah. Tesis ini membahas tentang bentuk pelayanan publik yang terintegrasi dalam satu tempat antara pelayanan dari pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, kementerian/lembaga, BUMN, BUMD dan swasta yang dinamakan Mal Pelayanan Publik. Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Mal Pelayanan Publik merupakan bentuk pelayanan publik yang mampu menjawab permasalahan pelayanan publik yang belum sesuai dengan harapan masyarakat, karena menggabungkan pelayanan yang selama in terpisah-pisah menjadi satu tempat dan melibatkan seluruh komponen pelayanan publik yaitu pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, kementerian/lembaga, BUMN, BUMD dan swasta. Disamping itu terdapat beberapa kendala yang harus diselesaikan dalam implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik, supaya dapat diwujudkan di seluruh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Maka dari itu perlu adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan dasar hukum Mal Pelayanan Publik dari Peraturan Menteri menjadi Peraturan Presiden, sehingga Mal Pelayanan Publik bisa dibangun di seluruh Indonesia. Kata Kunci : Pelayanan Publik, Mal Pelayanan Publik, Urgensi, Kendala, kemudahan berusaha.

ABSTRACT
Upaya Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat Melalui Mal Pelayanan Publik Di Indonesia Public services organized by the government are currently not in line with the expectations of the community. The public wants public services that are fast, precise, cheap, safe and convenient. In addition, existing public services are still separate based on the type and scope of each separate service. This thesis discusses the form of integrated public services in one place between the services of the provincial government, the district municipal government, the ministries agencies, the state owned enterprises, enterprises and private and the private sector called the Public Service Mall. The research method used is the literature that is juridical normative. The results of this study indicate that Public Service Mall is a form of public service that is able to answer the problems of public services that have not been in accordance with the expectations of the community, because it combines the services during the separated into one place and involves all components of public services namely provincial government, local government districts municipalities, ministries agencies, state owned enterprises, enterprises and private. Besides, there are some obstacles that must be solved in the implementation of Public Service Maintenance, in order to be realized in all provincial government and local government of regency city in Indonesia. Therefore, it is necessary for government efforts to improve the legal basis of Public Service Mal from Ministerial Regulation to Presidential Regulation, so that Public Service Malls can be built throughout Indonesia. Keywords Public Service, Public Service Mall, Urgency, Constraints, ease of doing business "
2018
T49867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurkholis
"ABSTRAK
Kebijakan desentralisasi di Indonesia secara tegas mulai dilaksanakan pada tahun 2001, dan telah membawa perubahan yang besar terhadap kondisi perekonomian daerah. Saiah satu usaha dalam meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat pembangunan perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah, dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat di samping sebagai sarana percepatan pertumbuhan kehidupan berdemokrasi dalam era desentralisasi adalah kebijakan pembentukan daerah. Pembentukan daerah yang secara massive terjadi adalah berupa pemekaran wilayah, khususnya wilayah Kabupaten/Kota. Terkait dengan kebijakan desentralisasi dan pembentukan daerah, ukuran yang optimal bagi pemerintahan daerah menemukan urgensinya karena memiliki keserasian dan kesinergian dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah. Studi ini berusaha mengidentifikasi faktor-faktor yang signifikan dipertimbangkan dalam proses pemekaran daerah selama ini dan mengukur ukuran optimal bagi pemerintahan Kabupaten/Kota yang mendukung terwujud dan tercapainya tujuan dari kebijakan desentralisasi. Dari hasil studi ini, nantinya akan dapat disimpulkan bagaimana pola reformasi terhadap pemerintahan Kabupaten/Kota di Indonesia yang sehanisnya dilakukan. Hasil analisis dengan menggunakan model probit menunjukkan bahwa suatu wilayah Kabupaten/Kota akan memiliki peluang besar/kecenderungan untuk dimekarkan selama ini adalah apabila daerah tersebut (berdasarkan urutan bobot pertimbangan, dari yang terbesar sampai terkecil): a) terletak di luar Jawa dan Bali; b) daerah berstatus Kabupaten; c) memiliki rasio PDS terhadap pengeluaran total yang besar; d) bukan daerah Baru basil pemekaran; e) memiliki PDRB yang berkontribusi besar terhadap PDRB total (atas dasar harga berlaku) seluruh Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi; f) mempunyai jumlah penduduk yang besar; g) mempunyai wilayah yang cukup luas; h) mendapatkan alokasi DAU yang besar; dan i) memiliki nilai PDRB yang relatif kecil. Dari faktor-faktor yang signifikan menjadi pertimbangan dilakukannya pemekaran wilayah selama ini tersebut, terlihat bahwa kinerja dari pembangunan daerah masih belum/tidak signifikan untuk dipertimbangkan. Hasil regresi fungsi translog dan fungsi kuadratik dengan menggunakan pendekatan minimisasi pengeluaran per kapita menunjukkan eksistensi economies of scale dari besarnya jumlah penduduk Kabupaten/Kota. Dengan menggunakan pendekatan maksimisasi, ditunjukkan pula bahwa pengeluaran Pemerintah KabupatenlKota selama ini belum efisien dan belum mendukung upaya pencapaian kinerja pembangunan seperti yang dicita-citakan.
Dengan berbagai ketentuan, variabel yang signifikan digunakan dalam pengukuran ukuran optimal adalah jumlah penduduk. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan minimisasi dan maksimisasi, ukuran optimal bagi KabupatenlKota yang diperoleh tidak tunggal (berbeda-beda), baik antara Kabupaten dan Kota, antar setiap jenis pengeluaran per kapita, maupun antar waktu. Hasil perhitungan dengan pendekatan maksimisasi dan minimisasi menunjukkan adanya sating kesinergian. Secara umum, ukuran jumlah penduduk yang optimal bagi daerah KabupatenlKota agar pengeluaran per kapita dapat minimum dan jumlah penduduk minimal agar PDRB per kapita dapat meningkat adalah sekitar 2 (dua) juta jiwa. Realitas ukuran Pemerintah Kabupaten/Kota yang secara umum relatif kecil dibandingkan dengan ukuran optimal dan ukuran minimal, menunjukkan masih belum efisiennya pengeluaran Pemerintah Kabupaten/Kota, dan juga belum mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehingga, kebijakan pemekaran wilayah yang dilakukan selama ini justru membuat semakin tidak tercapainya tujuan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suahasil Nazara
"This study tries to measure the optimum size of local government (municipality and city) which will support the accomplishment of decentralization policy 's objectives. The result of this study will be beneficial to know how the reformation pattern toward local government in Indonesia should lie done. The regression result of translog and quadratic functions using cost per capita minimization approach shows the existence of economy of scale from the size of municipality/city?s population. Using maximization approach, it is also shown that local ,government expenditure is not efficient yet and has H01 supported the efforts to accomplish the desired development performance. With various regulations, the significant variable used in the measurement of optimum size is the number of population.
The result of using minimization and maximization approaches show that the optimum size for local government is d@rent between municipality and city; among each kind of per capita expenditure, and across time. Generally the optimum size of population for local government such that per capita expenditure can be minimized and minimum size of population such that Regional GDP per capita can be increased are approximately two million people. The reality of local government's size, which in general is relatively small compared to the optimum and minimum measurement shows the inefficiency of local government expenditure, and its ineffectiveness to improve the welfare of society. Hence, local government fragmentation policy that has been done so far is actually worsening the accomplishment of decentralization policy's objectives."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
JEPI-7-2-Jan2007-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cakra Yudi Putra
"Stunting masih menjadi masalah serius yang dihadapi setiap negara, termasuk Indonesia. Stunting menyebabkan banyak kerugian karena kekurangan gizi akut yang dialami selama 1000 hari pertama kelahiran akan menyebabkan konsekuensi negatif jangka panjang. Dari segi kesehatan, anak dengan stunting lebih berisiko terpapar berbagai penyakit serta mengalami gangguan kognitif, motorik, sosio-emosional. Stunting juga merugikan secara ekonomi karena anak dengan stunting akan memiliki produktivitas yang rendah sehingga berdampak pada status pekerjaan dan upah yang tidak layak. Dampak sosial ekonomi dari stunting secara massif diperkirakan menimbulkan kerugian bagi Indonesia sekitar 3% per tahun terhadap produk domestic bruto (PDB). Hingga saat ini, prevalensi stunting di Indonesia masih tetap tinggi walaupun sudah menunjukkan indikator perbaikan. Hal tersebut dikarenakan determinan stunting yang sangat kompleks. Faktor penyebab stunting tidak hanya dari faktor makanan atau asupan gizi saja, melainkan multidimensi termasuk aspek lingkungan dan politik. Aspek politik juga dapat memengaruhi stunting yang diukur dari komitmen politik pemerintah daerah sebagai pemangku kebijakan yang mengesahkan peraturan daerah sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan program pengentasan stunting. Maka dari itu penelitian ini menguji dampak peraturan daerah urusan kesehatan terhadap prevalensi stunting. Unit analisis yang digunakan adalah kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2007 dan 2013 dengan metode regresi difference-in-difference. Penelitian ini menemukan bahwa pengesahan dan implementasi peraturan daerah kesehatan tidak berpengaruh signifikan dalam menurunkan prevalensi stunting. Penelitian ini menekankan pada pentingnya pemerintah daerah dalam memastikan implementasi peraturan daerah kesehatan dengan cara menyusun indikator target capaian, tata kelola dan implementasi, serta evaluasi capaian peraturan daerah kesehatan secara berkala.Implikasi dari temuan penelitian ini adalah bahwa pemerintah kabupaten/kota harus sepenuhnya memahami dalam mendesain peraturan daerah terkait penanganan stunting yang spesifik untuk menangani determinan stunting sesuai dengan standar World Health Organization dan berbagai literatur yang berkembang sehingga peraturan daerah yang disahkan mampu mengorkestrasi sumber daya dengan harmonis dalam rangka menurunkan prevalensi stunting.

Stunting is still a severe problem experienced by every country, including Indonesia. Not only because stunting cause adverse consequences on health, but economically, children with stunting will have low productivity, which will result in inadequate employment status and wages. In addition, stunting is estimates to cause losses for Indonesia’s Gross Domestic Product (GDP) around 3% per year. By now, the prevalence of stunting in Indonesia remains high, even though the indicators of improvement have shown. This condition is because the determinants of stunting are very complex – not only food factors or nutritional intake but also environmental and political aspects measured by the political commitment of local governments in passing local regulations as the legal basis for implementing stunting alleviation programs. Therefore, this study measures the impact of local health regulations on stunting prevalence with the unit of analysis used is districts/cities in Indonesia in 2007 and 2013 with the difference-indifference regression method. This research found that the ratification and implementation of regional health regulations did not significantly reduce the prevalence of stunting. This research emphasizes the importance of local governments in ensuring the implementation of regional health regulations by developing indicators for achievement targets, governance, and performance, as well as evaluating the achievements of regional health regulation regularly. The research implies that it is recommended that local governments have to entirely understand in designing regional regulations related to stunting management that are specific to dealing with the determinants of stunting in accordance with World Health Organization standards and various developing literature. Therefore, the regulations that are passed can orchestrate resources harmoniously to reduce the prevalence stunting. "
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyivin Aji Wicaksono
Depok: Universitas Indonesia, 2008
6155
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Utari Mahar
"ABSTRAK

Skripsi ini membahas mengenai pengaruh pergantian kepala daerah terhadap pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan dimulai sejak proses perencanaan hingga pertanggungjawaban dan pemeriksaan. Untuk mengukur kinerja pengelolaan keuangan, penelitian ini menggunakan proksi realisasi anggaran belanja semester pertama atas belanja total, belanja barang dan jasa, dan belanja modal, serta proksi hasil pemeriksaan BPK berupa pertumbuhan opini audit, jumlah temuan atas kelemahan sistem pengendalian internal, jumlah temuan atas ketidakpatuhan regulasi, dan nilai ketidakpatuhan regulasi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan pengujian hipotesisnya dilakukan dengan menggunakan regresi data panel untuk tahun anggaran 2011 dan 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pergantian kepala daerah hanya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap realisasi belanja barang dan jasa pada semester pertama. Namun, berdasarkan uji statistik, terdapat cukup bukti bahwa pergantian kepala daerah yang diinteraksikan dengan tingkat kemenangan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap realisasi belanja modal semester satu dan pertumbuhan opini audit. Kemudian ketika diinteraksikan dengan lama masa jabatan, pengaruhnya menjadi positif dan signifikan terhadap realisasi belanja barang dan jasa semester satu, namun negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan opini audit.


ABSTRACT

This thesis discusses the effect of regional head change on financial management. Financial management begin from the planning process to accountability and audit. To measure the performance of financial management, this study uses a proxy realization of total budget realization on the half term, spending on goods and services on the half term, and capital expenditures on the half term, as well as a proxy from BPK audit report, which consist of the growth of audit opinion, the number of findings on internal control systems weakness, the number of findings on regulatory non-compliance, and the value of regulatory non-compliance findings. This study uses quantitative methods and the hypothesis testing is done by panel data regression for fiscal year 2011 and 2012. The results of this study indicate that the change of the head region only effects negatively and significantly on the one half term of good and service expenditure realization. Then, based on the statistical tests, there is enough evidence that the change of the head region which is moderated with the number of voting has significant and positve effect on the realization of one half term capital expenditures and the growth of BPK audit opinion. When it is moderated with how long he/she became a head of region, the effect is positive and significant on the realization of one half term capital expenditures, but negative and significant on the growth of BPK audit opinion.

"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S56690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>