Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114487 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Idham Aditya Utama
"Konsep komunitas keamanan berusaha untuk menentang dominasi pemikiran realis dalam kajian keamanan, dengan pandangan bahwa hubungan damai antarnegara dapat tercipta, dengan adanya lsquo;dependable expectation of peaceful change rsquo; di dalam komunitas keamanan. Meski demikian, bagaimana konsep ini mewujudkan hal tersebut masih diperdebatkan dalam berbagai literatur yang menggunakan berbagai pandangan berbeda dalam penjelasannya, seperti democratic peace theory, international community, liberal peace, atau neo-liberal institusionalism. Hal tersebut disebabkan oleh minimnya penjelasan yang disampaikan oleh Karl Deutsch, sebagai pelopor dari konsep ini. Oleh karenanya, tulisan ini akan mencoba untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan komunitas keamanan serta memaparkan indikator-indikator apa yang dapat menunjukkan telah terbentuknya suatu komunitas keamanan pada suatu kawasan. Pendapat tersebut didatangkan dari pemetaan dan pembahasan berbagai literatur yang menjelaskan faktor-faktor pembentuk komunitas keamanan. Penulis berargumen bahwa komunitas keamanan dibentuk oleh tiga faktor, yakni identitas kolektif dan kompatibilitas nilai; power; dan institusi, yang saling berkaitan. Selain itu, penulis melihat bahwa keberhasilan terbentuknya komunitas keamanan dapat dilihat melalui adanya diskursus mengenai identitas kolektif dan norma komunitas, yang memperlihatkan adanya mutual trust dan dibedakannya insiders dan outsiders; definisi bersama mengenai ancaman, yang menunjukkan bahwa kekuatan militer dan capacity building diarahkan pada ancaman bersama; stabilitas domestik, yang memperlihatkan internalisasi sifat pasifis; keberadaan core states atau terdapatnya supranational institution untuk menentukan tindakan kolektif, memastikan tidak digunakannya kekerasan, dan memastikan keamanan anggota komunitas; multilateralisme, yang menunjukkan koordinasi dan korvergensi kepentingan; cooperative dan comprehensive security, yang memperlihatkan keterkaitan dan kesamaan persepsi akan ancaman; dan mekanisme penggunaan kekuatan militer. Melihat hal tersebut, penulis juga melihat bahwa konsep komunitas keamanan merupakan lsquo;via media rsquo; bagi berbagai teori dan perspektif ilmu komunitas keamanan, yang menginkorporasikan baik aspek rasionalis maupun sosiologis dalam hubungan antarnegara, atau yang dinyatakan sebagai konstruktivisme moderat.

The concept of security community tries to contest the domination of realism in security studies with its argument that states could maintain a peaceful relationship among them, through the dependable expectation of peaceful change rsquo; in a security community. However, how the concept manifests that condition is still debatable in various literatures that use different perspectives in their explanations, such as democratic peace theory, international community, liberal peace, or neo-liberal institutionalism. The debate is caused by the lack of explanation in Karl Deutsch work, as a pioneer of the concept. Therefore, this literature review seeks to define factors that influence the formation of security community and to suggest some points that indicate the successful and working constitution of security community in a region. The outcomes derive from the mapping and the observation of various literatures that elaborate the factors that constitute the security community. I argue that security community is constituted by three factors, namely collective identity and the compatibily of values; power; and institutions, which are interrelated. Furthermore, the successful formation of security community then can be indicated by the presence of discourses on collective identity and the norms of the community, which show the presence of mutual trust and identification of insiders and outsiders; shared definition of threats, as it ensures any use of force is directed to them; domestic stability, that shows internalized pacifism; the existence of core states or the establishment of supranational institution to determine collective action, to ensure the non-use of violent, and to ensure the security of the members of community; cooperative and comprehensive security, which show interrelated and common perception of security; and the mechanism of use of military force. Departing from those points, I also consider that the concept of security community is a via media of various theory and perspective in International Relations that incorporates both rational and sosiological aspects in interstate relations, or what is considered as moderate constructivism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati Ayuningrum
"ABSTRAK
Penelitian ini akan mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang tahun 2015. Kebijakan ini dilihat oleh banyak pihak sebagai kebijakan yang kontroversial. Kebijakan ini muncul sebagai respon atas berubahnya situasi keamanan regional Jepang serta adanya ancaman yang nyata dari Korea Utara dan Cina dalam perspektif Jepang. Pada proses formulasinya, terjadi perdebatan yang cukup keras dalam Diet Jepang antara dua kelompok, yaitu partai pendukung dan partai yang menolak Rancangan Undang-Undang Keamanan tahun 2015 tersebut. Pada akhirnya, kebijakan tersebut berhasil diloloskan melalui mekanisme pengambilan suara pada kedua majelis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang tahun 2015 ini berhasil disahkan karena mayoritas partai pendukung memenangkan peroleh suara di kedua majelis, hal ini tidak lepas dari partai penguasa pemerintah LDP yang berhasil melakukan upaya social lobbying kepada partai pendukung lainnya. Faktor lainnya, terletak pada inkonsistensi partai oposisi sehingga membuat mereka kalah dalam pengesahan RUU Keamanan Baru tersebut. Penelitian ini menggunakan group theory dalam pembuatan kebijakan publik dan konsep pasifisme.

ABSTRACT
This thesis will discuss the factors leading to the passage of Japan`s defense security policy change in 2015. This change was seen by many sides as controversial. It was passed as a reaction to Japan`s regional security change of situation and the existence of real threats posed by China and North Korea in Japan`s point of view. On its formulation, there were many intense debates inside the Diet between two groups: the government and opposition parties. In the end, the bill was passed through voting mechanism in both legislative houses. This thesis showed that the changes to defense and security policy were closely linked to the ruling party (LDP) which succeeded in its social lobbying efforts toward the other political parties in its coalition. The other factor was the inconsistency of the opposition parties, which put them on the loss regarding the passage of the defense and security bill. This thesis was researched by utilizing group theory in public policy formulation and concept of pacifism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional, 2010
355.03 KEA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Denik Iswardani Witarti
"This thesis focuses on national regulations on Small Arms and Light Weapons (SALW) and their consequences to the national security of Indonesia. It is a qualitative research with descriptive analysis using one variable, SALW affairs in Indonesia.
The illicit spread of SALW in Indonesia especially in the conflict areas, such as Mollucas, Poso, Aceh and Papua causes insecurity. The proliferation of illicit SALW in Indonesia has derives from two resources; first, the internal sources, the ones stolen from TNI/Polri storage, sold by active members of TNI/Polri as well as deserters, and local producer of homemade firearms. Second, the external sources, the ones smuggled from Afghanistan, Thailand, Cambodia, Vietnam, and Philippines, through black market.
As a matter of fact, state should address this issue as one of their national security agenda. Even all of element have responsibilities to creation of national security, state is the major actor in curbing the SALW illicit trafficking. In addition, SALW can not solved by individual country because it relates to transnational actors. UN has an Action Program to curbing the illicit trade of SALW, however, it will be effective if supported by national legislation. Indonesia has some laws to regulate SALW, but it is too general. The weaknesses, especially in term of operational measures, should be adjusted to the recent situation.
I-low to deal with spread of SALW should be prioritized considering geopolitical aspects because Indonesia has four choke point (Malaka, Sunda, lombok and Wetar straits), and most of illicit transaction occurs in the sea territories. As conclusion, the lack of control on SALW proliferation has been exacerbating internal conflicts in Indonesia and decreasing the national security. To solve the problems, the government should work with all stakeholders (include non governmental organization) and create better domestic regulations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roby Burrahman
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peta kerawanan konflik Sunni- Syi'i di Indonesia yang mengalami tren ketegangan yang semakin meningkat. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif ini diupayakan mampu menggambarkan secara menyeluruh tentang sumber kerawanan, titik-titik kerawanan, dan dampak-dampak yang ditimbulkan dari hubungan Sunni-Syi'i di Indonesia sehingga diperoleh peringatan dini melalui proses warning intelligence yang dijadikan sebagai bahan untuk pengambilan kebijakan dalam menyikapi perkembangan hubungan kedua kubu ini serta faktor-faktor yang mempengaruhi keduanya.
Temuan penelitian ini menghasilkan adanya indikasi-indikasi kuat mengenai peran aktor negara dan non negara yang mengeksploitasi hubungan Sunni-Syi'i di Indonesia. Konflik antar keduanya dapat ditelusuri lebih jauh penyebabnya sebagai akibat dari adanya proyek gerakan Syi'ahisasi yang dipelopori oleh Iran sebagai pusat Syi'ah internasional. Benturan keduanya dipicu oleh penetrasi gerakan Syi'ahisasi dengan penolakan masyarakat yang sudah sadar akan ketidakcocokan Syiisme bila dikembangkan di tempat mereka secara khusus dan di Indonesia secara umum. Gerakan Syi'ahisasi sudah terindikasi kuat pula dapat berdampak negatif bagi keamanan nasional dengan berbagai informasi yang relevan terkait adanya indikasi gerakan ideologi transnasional Syi'ah yang juga menjangkiti negara-negara muslim lainnya.

This study aims to determine the vulnerability map of Sunnis-Shiites conflict in Indonesia, which experienced a trend of increasing tensions. The research uses qualitative methods which is able to describe the source of vulnerability, the points of vulnerability , and impacts on the whole arising from the Sunnis-Shiites relations in Indonesia in order to obtain early warning through the process of warning intelligence that serve as material for making policy in addressing the development of relations between two sides and factors affecting them.
The findings of this study resulted in the strong indications of the role of state and non-state actors are exploiting Sunnis-Shiites relations in Indonesia. Cause of escalating conflict can be traced even further as a result of the Shia movement project spearheaded by Iran as Shia international center. The conflicts are triggered by the penetration of Shia movement toward rejection from people who are already aware of incompatibility of Shiism when it is developed in a special place and in Indonesia in general. The Shia movement project has been strongly indicated it can also negatively affect national security with a variety of relevant information related to indications of a transnational movement of Imamah ideology that also plagued other muslims countries.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rachmat Ariwijaya
"Secara keseluruhan, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis capaian Kebijakan Satu Peta (KSP) Nasional dalam jangka waktu implementasi pada tahun 2016 sampai 2020 serta melihat dampaknya terhadap penguatan keamanan nasional Indonesia. Pemerintah merumuskan KSP atau One Map Policy dikarenakan pemetaan dan pendataan informasi geospasial (IGT) yang sudah ada masih terjadi tumpang tindih dan belum dimanfaatkan secara optimal dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan khususnya dalam rangka memperkuat keamanan nasional Indonesia. KSP yang diimplementasikan secara elektronik pada tahun 2016 menjadi momentum bagi penguatan keamanan nasional Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dipadukan dengan penelitian kepustakaan dan wawancara mendalam dengan para pemangku kepentingan yang melaksanakan KSP. Ruang lingkup penyelidikan dibatasi pada peta tematik wilayah pertahanan militer yang dibuat dengan perbandingan skala 1:1.000.000 untuk menganalisis aspek militer dan peta tematik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 sampai 2019 dengan perbandingan skala 1: 250.000 untuk menganalisis aspek ekonomi pada penguatan keamanan nasional. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pemetaan dan pengumpulan data informasi geospasial telah dilakukan sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia untuk keperluan transportasi, eksplorasi sumber daya alam, kepentingan ekonomi dan militer. Keberhasilan implementasi KSP ialah telah berhasil menyatukan 85 peta tematik dari berbagai kementerian/lembaga menjadi satu standar, satu database, satu referensi ke dalam satu geoportal nasional. Pada peta tematik wilayah pertahanan telah terimplementasi dan memperjelas batas darat dan laut nasional. Untuk hasil peta tematik RPJMN 2015 sampai 2019 telah terimplementasi dan memberikan informasi proyek pembangunan yang dilakukan pemerintah ke dalam satu peta elektronik geoportal nasional. KSP diperbaharui dengan Perpres No. 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Perpres No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan KSP pada tingkat ketelitian skala 1:50.000.

This study aims to analyze the implementation of the National One Map Policy (KSP) during 2016-2020 and its impact on strengthening Indonesia's national security. The government formulated the KSP or One Map Policy, because the existing mapping and data collection of geospatial information (IGT) was overlapped and has not been optimum yet on its policy’s formulation and implementation, especially in the context of strengthening Indonesia's national security. KSP which was implemented electronically in 2016 became one of the momentums for strengthening Indonesia's national security. This study used qualitative methods combined with library research and in-depth interviews with stakeholders who formulated and implemented KSP. The scope of the investigation was limited to the thematic map of the military defense area made with a ratio of 1: 1,000,000 to analyze the strengthening of military aspects and the thematic map of the 2015 to 2019 National Medium Term Development Plan (RPJMN) with a scale of 1: 250,000 to analyze economic aspects in strengthening national security. The results of this study found that mapping and data collection of geospatial information had been carried out before and after Indonesia's independence for transportation, natural resource exploration, economic and military purposes. The implementation of KSP achieved the goal by integrating 85 thematic maps from various ministries/agencies with same standard, database, and reference into one national geoportal. On the defense area’s thematic map, it implemented and helped to clarify the national land and sea boundaries and for the thematic map of the 2015 - 2019 RPJMN, it implemented and provided information on development projects carried out by the government into one National Geoportal electronic map. The amendment of KSP was amended with Presidential Regulation Number 23 of 2021 concerning amendments to Presidential Regulation Number 9 of 2016 focusing on the acceleration of KSP implementation at a scale of accuracy of 1:50,000."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Nindya Puteri
"Skripsi ini membahas tentang keberlakuan alasan keamanan nasional sebagai pengecualian asas non-refoulement yang dikenal sebagai kerangka perlindungan terhadap warga negara asing di suatu negara. Pertanyaan dasar yang menjadi pusat penelitian skripsi ini adalah dapat tidaknya alasan keamanan nasional diberlakukan sebagai pengecualian terhadap asas non-refoulement setelah terjadinya perkembangan terhadap pengaplikasian asas itu sendiri. Dalam satu sisi, kedaulatan setiap negara dalam hubungan internasional harus dihormati. Hal ini termasuk menyangkut permasalahan tindakan-tindakan yang dilakukan negara untuk menjaga keamanan nasional mereka. Di sisi lain, pertumbuhan rezim perlindungan yang ditawarkan oleh asas non-refoulement telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi metode pemenuhan dan perlindungan HAM yang dikenal di berbagai kerangka hukum HAM internasional maupun regional sebagai norma yang tidak dapat diderogasi. Hal ini mengakibatkan nonrefoulement sering diaplikasikan sebagai norma yang tidak dapat dikecualikan bahkan didiskusikan untuk meraih status norma jus cogens, norma tertinggi dalam hirarki hukum internasional. Pada kondisi tersebut, negara-negara dihadapkan kepada tantangan dalam menggunakan alasan keamanan nasional untuk mengenyampingkan kewajiban non-refoulement dalam rangka menerapkan kebijakan domestik dalam memerangi terorisme. Dengan demikian skripsi ini membahas pertemuan atau persinggungan antara dua kepentingan yaitu kepentingan untuk menjunjung dan melindungi HAM dan kepentingan keamanan nasional.

This study explains about the application of national security exception to the principle of non-refoulement that is recognized as a protection framework for aliens in foreign countries. The fundamental question of this study is whether the national security exception can be applied considering the current development of non-refoulement application itself. On one hand, state’s sovereignty is honored in international relation. This includes state’s discretion to take measures to safeguard their national security. On the other hand, the growth of protection regime offered by non-refoulement principle has developed so as to be a method in fulfilling and protecting human rights which is recognized under numerous international and regional human rights instruments as a norm that is nonderogable. This has caused non-refoulement to be applied without exceptions even being discussed as attaining the status of jus cogens, the highest norm in the hierarchy of international law. In this condition, states are challenged to invoke national security to set aside their non-refoulement obligation in enforcing their national policy to combat terrorism. Hence, this study discusses about the clash between two interest namely the upholding and protection of human rights and national security.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakha Candra Permana
"Penelitian ini membahas bagaimana pentingnya mitigasi potensi ancaman terhadap implementasi golden visa di Indonesia terhadap keamanan nasional. Kebijakan golden visa sudah banyak dilakukan oleh banyak negara guna menghadapi persaingan global yang disebabkan oleh derasnya arus globalisasi. Namun, dalam perkembangannya banyak negara yang kemudian menghentikan atau memberikan evaluasi pada kebijakan tersebut menyusul kekhawatiran atas potensi ancaman yang menganggu keamanan nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan intelijen serta collaborative governance sebagai kerangka analisis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pengumpulan data penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap key informan serta studi literatur terhadap sumber terbuka. Hasil penelitian menunjukan golden visa dapat memberikan dampak terhadap perekonomian nasional, akan tetapi untuk menghadapi potensi ancaman yang dapat muncul seperti tindak pidana pencucian uang, konflik sosial, pendanaan terorisme, serta pelanggaran keimigrasian maka kolaborasi dalam melakukan analisis intelijen melalui wadah Timpora memiliki suatu peran yang strategis. Memaksimalkan Timpora dalam melakukan analisis intelijen diantara akan dapat memberikan optimalisasi terhadap upaya mitigasi potensi ancaman golden visa di Indonesia serta memberikan implikasi pada ketahanan nasional yang dimiliki.

This research discusses the importance of mitigating potential threats to the implementation of the golden visa in Indonesia on national security. The golden visa policy has been implemented by many countries to face global competition caused by the rapid flow of globalization. However, in the course of its development, many countries then stopped or evaluated this policy following concerns over potential threats that could disrupt national security. This research uses an intelligence and collaborative governance approach as an analytical framework. This research uses qualitative methods and research data collection is carried out by conducting interviews with key informants and studying literature on open sources. The research results show that the golden visa can have an impact on the national economy, however, to deal with potential threats that could arise such as money laundering crimes, social conflicts, terrorism financing, and immigration violations, collaboration in conducting intelligence analysis through Timpora has a strategic role. . Optimizing Timpora in conducting intelligence analysis will be able to provide optimization of efforts to mitigate the potential threat of the golden visa in Indonesia as well as have implications for national resilience."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Tri Nugroho
"Meningkatnya kompleksitas dan interkonektivitas dalam globalisasi membuat pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sangat berkembang
pesat. Perkembangan teknologi ini menimbulkan berbagai macam aspek, diantaranya memberikan suatu kemudahan bagi penggunanya. Dan menimbulkan
budaya baru dalam kehidupan sehari-hari. Implementasi TIK tidak hanya membuat TIK menjadi bernilai sangat strategis.
Seiring dengan kemajuan teknologi tersebut, dalam pemanfaatan teknologi untuk mencegah dan menanggulangi perbuatan melawan hukum dan
perlindungan terhadap keamanan nasional terus ditingkatkan. Pemanfaatan teknologi ini dapat bersifat langsung (interception) dan tidak langsung (the use of data). Yang dimaksud dengan pemanfaatan teknologi yang bersifat langsungyaitu
dengan melakukan intersepsi atau saat ini lebih dikenal dengan istilah Lawful Intercept (LI). Yang dapat diartikan sebagai suatu proses intersepsi yang dibenarkan dalam kaca mata hukum.
Lawful Interception (LI) mempresentasikan regulasi berpayung hukum atas otorisasi penyelidikan jalur komunikasi pada operator penyelenggara
layanan telekomunikasi untuk tujuan penegakan hukum, menjaga kepentingan keamanan negara serta untuk menangkal upaya terorisme global. Hal ini berarti, intersepsi pada kanal komunikasi baik berupa penyadapan jalur komunikasi
layanan suara, sms, ataupun dalam bentuk komunikasi data seperti browsing, chating, email bisa dilakukan secara legal bila jalur-jalur tersebut terindikasi menjadi sarana untuk melakukan suatu tindakan pelanggaran hukum, mengancam keamanan negara serta menjadi media untuk aksi teroris. LI telah menjadi isu penting bagi negara-negara maju seperti Uni Eropa, USA, Australia, dan sejumlah negara Asia untuk diimplementasikan sesuai kebutuhan dari negara-negara bersangkutan
The increase in the complexity and interconnectivity in the globalization made the development of Information and Communication Technology (ICT) developing
very fast. The development of this technology caused various aspect sorts, among them to give an ease for his user. And caused the new culture in the everyday life.
The ICT implementation didn't only make ICT become valuable very strategic.Together with the progress of this technology, in the utilization of technology to prevent and deal with the action against the law and the protection towards the
national security continued to be increased. The utilization of this technology could be direct (interception) and indirectly (the use of the data). That was meant with the utilization of technology that was direct that is with interception or at this time more was known with the Lawful Intercept (LI) term. That could be interpreted as a process interception that was justified in the legal aspect.Lawful Interception (LI) presented the law of regulation on authorization of lines of communication investigation to the organizing operator of the
telecommunications service for the aim of law enforcement, maintained the interests of the security of the country as well as to ward off global terrorism efforts. This was significant, interception on communication canal took the form
of the tapping of lines of communication of the voice service, sms, or in the form of data communication like browsing, chatting, the email could be carried out in a legal manner when the lines is indicated became means of carrying out aviolation action of the law, threatened the security of the country as well as to the media for the terrorist's action. LI became important rumors for advanced country like the European Union, the USA, Australia, and several Asian countries to implement in accordance with the requirement from relevant countries.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 2006
327 GLO (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>