Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86326 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afif
"Tugas karya akhir ini akan membahas mengenai Hate Speech dalam kolom komentar Instagram yang mengkonstruksi realitas seseorang. Hate Speech merupakan ujaran yang menyerang seseorang ataupun kelompok berdasarkan atribut seperti agama, asal ras, etnis, orientasi seksual, disabilitas, ataupun jenis kelamin. Komentar yang dituliskan dalam media sosial juga memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk mengkonstruksi realitas seseorang. Penelitian ini menggunakan konsep Media dan Konstruksi Realitas Sosial untuk bisa menjelaskan realitas Hates Speech dalam kolom komentar Instagram. Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana komentar yang mengandung hate speech menggambarkan realitas masyarakat Indonesia saat ini.

This paper will discuss about Hate Speech in the comment section of Instagram that may construct a person`s reality. Hate Speech is a speech that attacks a person or group based on attributes such as religion, race, ethnicity, sexual orientation, disability, or gender. Comments written in social media also have a much considerable possibility to construct a person`s reality. This study uses the concept of Media and Construction of Social Reality to be able to explain the reality of Hates Speech in the comment section of Instagram. The results of this study shows how hate speech comments pictures the reality of the current people of Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rizki Yoga
"Ujaran kebencian merupakan ujaran yang dapat menimbulkan kebencian. Fenomena ujaran kebencian dapat muncul dalam berbagai konteks, seperti hukum, psikologi, hingga olahraga, terutama sepak bola. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui/menjelaskan bentuk ujaran kebencian dan medan makna yang digunakan oleh suporter sepak bola ketika menuturkan ujaran kebencian di kolom komentar media sosial Instagram. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah komentar suporter sepak bola yang berisi ujaran kebencian di kolom komentar media sosial Instagram. Sumber data penelitian ini berasal dari kolom komentar dalam unggahan foto di akun Instagram @plesbol.inc selama periode 1—29 Februari 2024. Pengumpulan data dilakukan pada 1—10 Maret 2024 dengan memilih 100 komentar, baik dalam bentuk frasa maupun kalimat. Analisis data dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu mengidentifikasi makna literal dan kontekstual, mengidentifikasi bentuk ujaran kebencian, serta mengidentifikasi medan makna dari masingmasing data yang sudah dikumpulkan. Hasil analisis menunjukkan tiga bentuk ujaran kebencian yang berbeda, yaitu menghina, mengumpat, dan mencemarkan nama baik. Hasil analisis juga menunjukkan terdapat sebelas medan makna yang digunakan, yaitu sifat/ keadaan, binatang, kekerabatan, benda, aktivitas, pelaku kegiatan, anggota tubuh, perilaku komunikasi, penyakit, makhluk halus, dan penampilan fisik.

Hate speech is speech that can cause hatred. The phenomenon of hate speech can appear in various contexts, such as law, psychology, and sports, especially soccer. This paper aims to find out/explain the form of hate speech and the meaning field used by soccer supporters when saying hate speech in the Instagram social media comment section. The method used in this research is descriptive qualitative. The data in this study are soccer supporters' comments containing hate speech in the Instagram social media comment section. The data source of this research comes from the comments column in photo uploads on the @plesbol.inc Instagram account during the period February 1—29, 2024. Data collection was carried out on March 1—10, 2024 by selecting 100 comments, both in the form of phrases and sentences. Data analysis was carried out in three stages, namely identifying literal and contextual meanings, identifying forms of hate speech, and identifying the meaning field of each data that has been collected. The results of the analysis show three different forms of hate speech, namely insulting, swearing, and defaming. The results of the analysis also show that there are eleven fields of meaning used, namely nature/condition, animal, kinship, object, activity, actor, limb, communication behavior, disease, ethereal creature, and physical appearance."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Wiharyani
"Penyebaran konten ujaran kebencian berpotensi memunculkan kekerasan fisik dan konflik sosial. Terlepas dari meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak yang merugikan akibat ujaran kebencian di media sosial, hanya sedikit konsensus yang memusatkan perhatian pada pendekatan untuk menguranginya. Disertasi ini bertujuan merumuskan model pengendalian sosial melalui analisis pola dan efektivitas penanganan ujaran kebencian secara daring di media sosial dengan menggunakan parameter efektivitas regulasi dari Evan (1990). Berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu, terutama di negara Barat yang fokus pada hak kebebasan berpendapat, penelitian ini mengedepankan pendekatan toleransi dalam menganalisis pengendalian terhadap ujaran kebencian secara daring di Indonesia. Melalui pendekatan kualitatif, pertanyaan penelitian dijawab dengan beberapa teknik analisis, termasuk teknik Delphi yang merumuskan konsensus dari para ahli untuk model pengendalian sosial yang efektif. Hasil yang ditemukan dari penelitian ini, antara lain; terdapat pola berbeda dalam tindakan ujaran kebencian secara daring yang dilakukan oleh individu dengan kelompok, regulasi dan penanganan kasus penyebaran ujaran kebencian secara daring selama ini tidak efektif, tidak adanya kolaborasi institusi formal dan informal dalam pengendalian ujaran kebencian, dan fokus program belum menyentuh akar masalah munculnya ujaran kebencian. Akhirnya, penelitian ini berkontribusi memberikan kebaruan terhadap model efektif dalam pengendalian sosial terhadap ujaran kebencian secara daring yang fokus pada peningkatan sosialisasi, edukasi, dan fasilitasi.

Hate speech content dissemination can lead to physical violence and social conflict. Despite heightened awareness of the deleterious impact of online hate speech, particularly on social media platforms, there is little consensus on an approach to control it. This dissertation aims to construct a model of social control through online hate speech patterns and regulation evaluation using regulatory effectiveness parameters from Evan (1990). Unlike previous studies, especially research about online hate speech in western countries that focus on the right to freedom of speech, this research promotes a tolerance-based approach in analyzing social control against online hate speech in Indonesia. Through a qualitative approach, research questions were answered by several techniques, including the Delphi method outlining the consensus from experts for an effective model of social control against online hate speech. The findings of this study are: there are differences in patterns in online hate speech carried out by individuals and groups, existing regulation and the handling of online hate speech cases has been ineffective, there is no collaboration between formal or informal institutions in controlling hate speech, and yet the focus of program has not touched the root of hate speech. Finally, this research contributes to the novelty of an effective model of social control against online hate speech, which focuses on socialization, education, and facilitation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oky Ade Irmawan
"Ujaran kebencian telah menjadi perhatian yang semakin meningkat di era digital, terutama selama masa pemilu. Kompetisi politik dan polarisasi opini publik dapat menciptakan lingkungan yang rentan terhadap penyebaran ujaran kebencian. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa jumlah ujaran kebencian meningkat secara signifikan menjelang pemilu 2024. Fenomena ini menggambarkan tantangan berkelanjutan dalam mengendalikan dan mengurangi ujaran kebencian, terutama selama periode pemilu. Mengingat volume konten yang sangat besar di platform media sosial, mengidentifikasi ujaran kebencian secara manual menjadi tugas yang sulit dan memakan waktu, sehingga diperlukan solusi otomatis yang efisien dan akurat. Penelitian ini bertujuan menemukan model terbaik untuk mendeteksi ujaran kebencian dan mengidentifikasi topik-topik utama yang dibahas selama periode Pemilu Presiden 2024. Data dari Twitter yang diambil sejak Januari hingga Maret 2024 diproses dan diklasifikasi untuk mendeteksi ujaran kebencian dengan menggunakan algoritma machine learning Random Forest, SVM, dan Decision Tree serta algoritma deep learning CNN dan BERT. Hasilnya menunjukkan bahwa BERT memberikan tingkat akurasi terbaik sebesar 95%. Pemodelan topik dengan Latent Dirichlet Allocation (LDA) menghasilkan 17 topik utama, termasuk diantaranya ajakan untuk tidak memilih pasangan calon tertentu, penghinaan terhadap calon presiden, isu dinasti politik, dan tuduhan kecurangan oleh rezim dalam Pemilihan Presiden 2024.

Hate speech has become an increasing concern in the digital age, especially during elections. Political competition and polarization of public opinion can create an environment vulnerable to the spread of hate speech. Research results show that the amount of hate speech leading up to the 2024 election has increased significantly. This phenomenon illustrates the ongoing challenges of controlling and reducing hate speech, especially during elections. Given the massive volume of content on social media platforms, manually identifying hate speech becomes a difficult and time-consuming task, thus efficient and accurate automated solutions are needed. This research aims to find the best model to detect hate speech and identify the main topics discussed during the 2024 Presidential Election period. Data from Twitter taken from January to March 2024 was processed and classified to detect hate speech using Random Forest, SVM, and Decision Tree machine learning algorithms as well as CNN and BERT deep learning algorithms. The results show that BERT provides the best accuracy rate of 95%. Topic modeling with Latent Dirichlet Allocation (LDA) produced 17 main topics, including influences to not to vote for specific candidates, insults to presidential candidates, political dynastic issues, and allegations of fraud by the regime in the 2024 Presidential Election."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melia Fahira Fazrine
"Untuk membantu proses pembelajaran, memperoleh informasi, dan berkomunikasi, mahasiswa membutuhkan sarana yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut, salah satunya adalah media sosial. Namun, penggunaan media sosial memiliki dampak negatif, salah satunya yaitu munculnya ujaran kebencian. Ujaran kebencian dapat berdampak negatif bagi kondisi psikologis mahasiswa dan menurunkan kesejahteraan subjektif. Maka, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara ujaran kebencian di media sosial dengan kesejahteraan subjektif dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang pelaku ujaran kebencian dan sudut pandang yang mengungkap ujaran kebencian. Sebanyak 200 mahasiswa (M=21.39, SD=1.021) berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional untuk melihat hubungan kedua variabel. Alat ukur The PERMA-Profiler untuk mengukur kesejahteraan subjektif dan alat ukur kecenderungan melakukan ujaran kebencian untuk mengukur perilaku ujaran kebencian yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan menggunakan teknik analisis Pearson Correlation, ditemukan bahwa tidak ada hubungan positif dan signifikan antara ujaran kebencian dengan kesejahteraan subjektif dari sudut pandang pelaku (r = -0.078, p > 0.05) dan tidak ada hubungan positif dan signifikan antara kebencian berbicara dengan kesejahteraan subjektif dari sudut pandang yang terpapar (r = 0.073, p > 0.05). Artinya, ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara ujaran kebencian dengan kesejahteraan subjektif pada mahasiswa.

To help the learning process, obtain information, and communicate, students need tools that can meet these needs, one of which is social media. However, the use of social media has a negative impact, one of which is the emergence of hate speech. Hate speech can negatively affect a student's psychological condition and degrade subjective well-being. Thus, this study aims to see the relationship between hate speech on social media and subjective welfare from two points of view, namely the point of view of the perpetrator of hate speech and the point of view that reveals hate speech. A total of 200 students (M= 21.39, SD= 1,021) participated in this study. This study used a correlational research method to see the relationship between the two variables. The PERMA-Profiler measuring instrument for measuring subjective well-being and the tendency to measure hate speech to measure hate speech behavior were used in this study. Based on the correlation test conducted using the Pearson Correlation analysis technique, it was found that there was no positive and significant relationship between hate speech and subjective well-being from the perpetrator's point of view (r = -0.078, p > 0.05) and there was no positive and significant relationship between hate speech and subjective well-being from the exposed point of view (r = 0.073, p > 0.05). Which means, it was found that there is no relationship between hate speech and subjective well-being in students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Indah Pratiwi
"Saat ini pengguna media sosial semakin kreatif dalam menyampaikan ujaran kebencian. Untuk menghindari peraturan kebijakan di media sosial, pengguna menggunakan kode untuk berinteraksi satu sama lain. Kode tersebut merupakan istilah atau julukan berisi kebencian yang ditargetkan pada suatu pihak untuk menyampaikan ujaran kebencian. Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan kode kebencian dalam mengidentifikasi ujaran kebencian pada media sosial. Penelitian ini menggunakan twit berbahasa Indonesia serta menggunakan metode Logistic Regression, Support Vector Machine, Naïve Bayes, dan Random Forest Decision Tree. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fitur kode
kebencian (hate-code HC) yang diusulkan, dapat digunakan sebagai fitur untuk identifikasi
ujaran kebencian. Jika tanpa fitur kode kebencian, F-Measure menghasilkan tidak lebih dari 55%. Namun, performa meningkat jika menggunakan fitur kode kebencian dengan hasil F-Measure sebesar 80.71% yang dikombinasikan dengan metode Logistic Regression Nowadays social media users are increasingly creative in expressing hate speech.

To avoid policy regulations on social media, users use code to interact with each other. The code is a term or nickname containing hatred that is targeted at a individual or groups to convey the utterance of hate. This study aims to use hate codes in identifying hate speech on social media. This study uses twit in Indonesian and uses the Logistic Regression, Support Vector Machine, Naïve Bayes, and Random Forest Decision Tree. The results show the hate code features (HC) that proposed can be used as a feature to identify hate speech. If without the hate code feature, F Measure generates nomore than 55%. However, performance increases if using this feature, with the result of F-Measure of 80.71%
combined with Logistic Regression method.
"
Depok: Fakultas Komputer Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Okky Ibrohim
"ABSTRAK
Penyebaran ujaran kebencian dan ujaran kasar di media sosial merupakan hal yang harus diidentifikasi secara otomatis untuk mencegah terjadinya konflik masyarakat. Selain itu, ujaran kebencian mempunyai target, golongan, dan tingkat tersendiri yang juga perlu diidentifikasi untuk membantu pihak berwenang dalam memprioritaskan kasus ujaran kebencian yang harus segera ditangani. Tesis ini membahas klasifikasi teks multi label untuk mengidentifikasi ujaran kasar dan ujaran kebencian disertai identifikasi target, golongan, dan tingkatan ujaran kebencian pada Twitter berbahasa Indonesia. Permasalahan ini diselesaikan menggunakan pendekatan machine learning menggunakan algoritma klasifikasi Support Vector Machine (SVM), Naïve Bayes (NB), dan Random Forest Decision Tree (RFDT) dengan metode transformasi data Binary Relevance (BR), Label Power-set (LP), dan Classifier Chains (CC). Jenis fitur yang digunakan antara lain fitur frekuensi term (word n-grams dan character n-grams), fitur ortografi (tanda seru, tanda tanya, huruf besar/kapital, dan huruf kecil), dan fitur leksikon (leksikon sentimen negatif, leksikon sentimen positif, dan leksikon kasar). Hasil eksperimen menunjukkan bahwa secara umum algoritma klasifikasi RFDT dengan metode transformasi LP memberikan akurasi yang terbaik dengan waktu komputasi yang cepat. Algoritma klasifikasi RFDT dengan metode transformasi LP menggunakan fitur word unigram memberikan akurasi sebesar 66,16%. Jika hanya mengidentifikasi ujaran kasar dan ujaran kebencian (tanpa disertai identifikasi target, golongan, dan tingkatan ujaran kebencian), algoritma klasifikasi RFDT dengan metode transformasi LP menggunakan gabungan fitur word unigram, character quadgrams, leksikon sentimen positif, dan leksikon kasar mampu memberikan akurasi sebesar 77,36%.


Hate speech and abusive language spreading on social media needs to be identified automatically to avoid conflict between citizen. Moreover, hate speech has target, criteria, and level that also needs to be identified to help the authority in prioritizing hate speech which must be addressed immediately. This thesis discusses multi-label text classification to identify abusive and hate speech including the target, category, and level of hate speech in Indonesian Twitter. This problem was done using machine learning approach with Support Vector Machine (SVM), Naïve Bayes (NB), and Random Forest Decision Tree (RFDT) classifier and Binary Relevance (BR), Label Power-set (LP), and Classifier Chains (CC) as data transformation method. The features that used are term frequency (word n-grams and character n-grams), ortography (exclamation mark, question mark, uppercase, lowercase), and lexicon features (negative sentiment lexicon, positif sentiment lexicon, and abusive lexicon). The experiment results show that in general RFDT classifier using LP as the transformation method gives the best accuracy with fast computational time. RFDT classifier with LP transformation using word unigram feature give 66.16% of accuracy. If only for identifying abusive language and hate speech (without identifying the target, criteria, and level of hate speech), RFDT classifier with LP transformation using combined fitur word unigram, character quadgrams, positive sentiment lexicon, and abusive lexicon can gives 77,36% of accuracy.

"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
T52442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilda Khairani
"Metafora pada umumnya digunakan untuk membantu memahami suatu konsep melalui konsep lain yang lebih mudah dipahami. Namun, metafora seksualitas justru cenderung menyamarkan satu konsep di balik konsep lain. Penggunaan metafora seksualitas sering ditemukan di akun Instagram pemengaruh perempuan, terutama yang menampilkan eksposur tubuh. Strategi tersebut mengundang ujaran berpotensi melecehkan karena UU TPKS yang mengatur tindak pidana terhadap pelecehan seksual telah disahkan. Penelitian ini menggabungkan perspektif semantik, pragmatik, dan analisis wacana kritis yang tergabung dalam teori analisis metafora kritis oleh Charteris-Black (2004) dan mengimplementasikan metode penelitian kualitatif. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana pemetaan konseptual antara ranah sumber dan ranah sasaran metafora seksualitas di Instagram perempuan, (2) apa jenis-jenis metafora seksualitas yang ditemukan, dan (3) apa faktor sosial pemicu metafora. Hasil penelitian menunjukkan bahwa organ payudara perempuan paling banyak menjadi ranah sasaran. Ranah sumber pada umumnya merupakan objek konkret yang dipilih berdasarkan persamaan bentuk dan ukuran dengan payudara perempuan. Jenis metafora yang ditemukan adalah metafora struktural, orientasional, ontologis, nonontologis, dan metaftonimi. Faktor pemicu pemilihan metafora adalah fenomena sosial terkini, budaya populer, citra pemengaruh, pandangan objektivikasi, dan identitas gender.

Metaphors are for the most part utilized as a method for building an idea in a human's mind by utilizing another idea that is more clear. Nevertheless, the metaphor of sexuality in general mask one idea with another. It is every now and again found in the remark part of female influencers' Instagram, particularly those who address themselves with body exposure. This technique triggers potential verbal sexual harassment since UU TPKS is agreed upon. This study consolidated the semantic, pragmatic, and critical discourse analysis viewpoints in critical metaphor analysis (Charteris-Black, 2004) and implemented qualitative methods. The research questions are: (1) how is the conceptual mapping between the source and target domain of sexuality metaphors, (2) what types of metaphors are found, and (3) what social factors that trigger the production of metaphors. Examination showed that the representation of sexuality for the most part denotes the female breasts as a target domain. The source domain is dominated by substantial objects that are picked based on the likeness in shape and size to the female breasts. The types of metaphors found are structural, orientational, ontological, non-ontological, and metaphtonymy. Metaphor of sexuality is influenced by recent social phenomenon, pop culture, image of influencers, objectification views, and gender identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Maruli C.C.
"Pada tahun 2009-2012, rangkaian kekerasan kolektif bernuansa agama, sekte, keyakinan, etnis, golongan dan orientasi seksual terjadi di Indonesia. Berbagai peristiwa tersebut menunjukkan, kekerasan yang dilandasi perasaan kebencian sering terjadi di sekitar kita. Peristiwa tersebut, jatuh korban manusia dan kerugian harta yang tidak sedikit, serta menimbulkan luka yang mendalam dan permusuhan yang berkepanjangan. Fenomena inilah yang disebut dengan "kejahatan kebencian (hate crimes)."
Penelitian ini bertujuan menjelaskan pentingnya pemahaman yang komprehensif mengenai kebijakan-kebijakan penanganan hate crimes oleh lembaga otoritas negara terkait. Selain itu, penelitian ini juga berupaya memberikan pemahaman baru mengenai urgensi kriminalisasi terhadap hate crimes di Indonesia dilihat dari faktor pendukung dan penghambatnya.
Penelitian menghasilkan berbagai temuan, antara lain bahwa terjadi hate crimes secara bias terhadap agama dan orientasi seksual di Indonesia. Terdapat dua kategori hate crimes berbasis agama, yaitu antara agama yang berbeda, dan antara sekte di dalam satu agama yang sama.
Hasil analisis, ada dua syarat agar kriminalisasi hate crimes dapat dilaksanakan. Pertama, prespektif yang digunakan konsensus liberal, konflik, dan labeling. Prespektif tersebut berhubungan timbal balik dengan konstruksi sosial tentang hate crimes. Konstruksi sosial ini signifikan sebagai faktor pendukung dan penghambat kriminalisasi. Jika konstruksi sosial terhadap hate crimes adalah sebagai perilaku jahat, ketidaksetaraan dan penindasan kelompok minoritas, maka persepsi mendukung kriminalisasi. Jika hate crimes bukan kejahatan, maka dapat menghambat kriminalisasi. Kedua, terpenuhinya tujuh parameter Schuyt berhubungan timbal balik dengan legalitas sosial bagi kriminalisasi hate crimes. Kriminalisasi hate crimes tidak selalu berbentuk undang-undang baru, melainkan bisa saja pemberdayaan undang-undang yang ada dan supremasi hukum, serta profesionalisme penegakan hukum.
Kesimpulannya, kriminalisasi hate crimes akan terwujud bila terdapat signifikansi konstruksi dan legalitas sosial sebagai faktor pendukung. Kesimpulan ini menggambarkan teori baru bersifat meso-mikro, karena berkategori teori Posmo. Teori ini dapat menjelaskan kriminalisasi dalam interplay dengan filosofi sosial, kebijakan hukum (meso), namun juga dapat menjelaskan interplay dengan individu dan kelompok.

In 2009-2012, a series of collective violent incidents triggered by religions, sects, beliefs, ethnicity, class and sexual orientation, broke out in various places in Indonesia. Such incidents show that violence based on hatred often occurs around us, causing a long death toll and damaged properties. Such incidents have also inflicted deep social wounds and protracted hostilities. This phenomenon is called "hate crimes." The research aims at describing the importance of a comprehensive understanding on policies employed by related authorities or government agencies in controling hate crimes. In addition, this research is also trying to provide a new understanding on the urgency of the criminalization of hate crimes in Indonesia, viewed from the enabling and constraining factors.
Findings of the research include, among others, biased hate crimes have taken place against religious affiliations and sexual orientation in Indonesia. Two categories are set up for religious-based hate crimes: between different religions and among different sects of the same religion.
Analysis on research findings arrives at a conclusion, that there should at least be present two prerequisites to criminalize hate crimes. First, the use of liberal consensus, conflict, and labeling perspectives as a tool of analysis. All perspectives reciprocally connect with the existing social construction of hate crimes. Social constructions are indeed significant as enabling and constraining factors for criminalization. When the existing social construction perceives hate crimes as an evil act, an inequality and an oppression of minority groups, then the perception encourages criminalization. But when social construction perceives hate crimes as a good behaviour, then the perception discourages criminalization.
Second, Schuyt?s seven parameters are met, which reciprocally relate to the social legality for criminalizing hate crimes. Criminalization of hate crimes is not necessarily present in the form of a new law or act. It could also be manifested by empowering the existing laws, assuring the principle of law supremacy and increasing professionalism among law enforcement agencies.
This research concludes that criminalization of hate crimes could be established only if significant social construction and legality are built as enabling and constraining factors. This conclusion reflects the new theory as meso-micro in character, since it is placed under postmodernism. The theory can explain the relations and interplays between not only criminalization and social philosophies but also interplays of criminalization and individuals and groups."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kahfi Dirga Cahya
"[ABSTRAK
Media massa memiliki peranan dalam mengkonstruksi pemikiran di dalam masyarakat. Salah satu konstruksi yang sering dilakukan adalah mengenai berita pemilihan umum. Namun, konstruksi dalam pemberitaan pemilihan presiden mengenai Joko Widodo dan Jusuf Kalla oleh Tabloid Obor Rakyat sering mengalami pembiasan. Tabloid Obor Rakyat membuat pemberitaan yang menjatuhkan terhadap Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Penulisan ini berusaha menggambarkan reproduksi ideologi kebencian dalam habitus politik Tabloid Obor Rakyat saat pemilihan presiden. Reproduksi itu dilakukan lewat beberapa aspek, salah satunya adalah penanaman ideologi kebencian oleh Tabloid Obor Rakyat. Setelah itu, Tabloid Obor Rakyat biasanya melakukan kuasa simbolik untuk menyamarkan ideologi kebencian. Terbentuknya kuasa simbolik untuk melegitmasi kebencian itu kemudian menghasilkan habitus politik media. Habitus sendiri merupakan kunci dari reproduksi kebencian di Tabloid Obor Rakyat mengenai Joko Widodo dan Jusuf Kalla saat pilpres.

ABSTRACT
Mass media have a function to construct public opinions. One of the construction that is frequently made is about general election. In the contratry, mass media construction in presidential election news frequently bias. Tabloid Obor Rakyat makes coverage which ruin Joko Widodo dan Jusuf Kalla. This paper attempts to illustrate the reproduction of the ideology of hate in Tabloid Obor Rakyat political habitus during presidential election. This reproduction is done by some aspects, and one of them is the naming of the ideology of hate by Tabloid Obor Rakyat. After the spreading of the ideology of hate, Tabloid Obor Rakyat tends to produce symbolic power to camouflage it. The constructed symbolic power to legitimate the hate produce Tabloid Obor Rakyat political habitus. The habitus itself is the key of the hate reproduction in Tabloid Obor Rakyat during the election., Mass media have a function to construct public opinions. One of the construction that is frequently made is about general election. In the contratry, mass media construction in presidential election news frequently bias. Tabloid Obor Rakyat makes coverage which ruin Joko Widodo dan Jusuf Kalla. This paper attempts to illustrate the reproduction of the ideology of hate in Tabloid Obor Rakyat political habitus during presidential election. This reproduction is done by some aspects, and one of them is the naming of the ideology of hate by Tabloid Obor Rakyat. After the spreading of the ideology of hate, Tabloid Obor Rakyat tends to produce symbolic power to camouflage it. The constructed symbolic power to legitimate the hate produce Tabloid Obor Rakyat political habitus. The habitus itself is the key of the hate reproduction in Tabloid Obor Rakyat during the election.]"
2014
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>