Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107948 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melissa Grace Juliyanti
"ABSTRAK
Dalam Konstitusi Jepang 1947 terdapat pasal 9 yang isinya berkaitan dengan kebijakan luar negeri Jepang dan masalah demiliterisasi. Perdana Menteri Abe berencana untuk melakukan amandemen terhadap pasal 9 karena pasal tersebut membatasi Jepang dalam penggunaan kekuatan militer dalam menyelesaikan pertikaian atau konflik internasional sehingga pergerakan Jepang menjadi terbatas khususnya dalam bidang keamanan. Rencana tersebut menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat Jepang. Tulisan ini mencoba menjelaskan bagaimana pandangan masyarakat Jepang mengenai rencana amandemen pasal 9 dalam Konstitusi Jepang 1947 yang ingin dilakukan oleh Perdana Menteri Abe. Hasil analisis menunjukan bahwa mayoritas masyarakat Jepang menolak rencana tersebut. Sampai saat ini Jepang menolak untuk ikut serta dalam segala bentuk peperangan maupun memperkuat kekuatan militernya, dengan alasan rakyat Jepang takut akan terulang kekelaman masa lalu di PD II jika Jepang memperkuat pasukan militernya. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian sejarah dan studi pustaka. Analisis dalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan teknik deskriptif analisis.

ABSTRACT
In Japan rsquo;s 1947 constitution article 9, Japan rsquo;s foreign policy and demilitarization is discussed. Prime Minister Abe planned to make an amendment on article 9 because it limits the military power usage in order to resolve the dispute or international conflict with the result that restrain Japan especially in the national security field. The plan raises pros and cons in Japanese society. This paper will try to explain the Japanese society rsquo;s view on the article 9 amendment plan by Prime Minister Abe. The result shows that the majority of the society objects the plan proposed. To date, Japan has refused to participate in all forms of war as well as strengthening its military strength arguing that the society is afraid of recurring the past World War II if Japan strengthens its military forces. This research was conducted with history research methods and literature studies. This is a qualitative research with descriptive analysis. "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kamila Rona Balqish
"Dalam tatanan dunia yang anarki, negara adalah aktor rasional yang berusaha untuk mempertahankan keberlangsungan dan eksistensi negaranya. Namun, terdapat sebuah anomali, sebuah negara dengan sengaja menolak mengembangkan kekuatan militer yang dapat melindungi dan mempertahankan negaranya. Jepang mengesahkan Pasal 9 dalam konstitusinya pada tahun 1947. Pasal tersebut menolak perang dan menolak hak untuk mengembangkan kekuatan militer atau segala sesuatu yang dapat memicu perang, menjadikan Jepang sebagai sebuah negara pasifis. Melihat anomali tersebut, tulisan ini hendak meninjau bagaimana perkembangan perdebatan dari Pasal 9 dan melihat konteks serta implikasi yang dihasilkan dari perkembangan pasal tersebut.Tinjauan literatur ini dibuat menggunakan metode kronologis dengan meninjau sebanyak 47 literatur akademik. Literatur yang terkumpul dikategorisasikan menjadi tiga tema besar, yang meliputi: (1) perkembangan perdebatan Pasal 9 Konstitusi Jepang, (2) respons terhadap Pasal 9, dan (3) implikasi yang dihasilkan dari Pasal 9. Dalam ketiga tema besar tersebut, penulis mengelompokkan literatur berdasarkan periode waktu (Perang Dingin, Pasca Perang Dingin, dan Pasca 9/11), konteks internal dan eksternal, serta klasifikasi dampak secara teoritik. Penulis menemukan bahwa Pasal 9 dan nilai-nilainya bergeser, yang disebabkan oleh tekanan struktural dan perubahan kondisi domestik. Akan tetapi, Pasal 9 sendiri tidak berubah, melainkan diinterpretasi ulang secara berbeda.

Based on the anarchy world order, the state is a rational actor whose sole purpose is to maintain the survival and existence of the nation. Still, there is a state that renounced military power and the nation's right of belligerency knowing it could jeopardize its own survival ability, an anomaly amongst others. In 1947, Article 9 of the Japanese Constitution came into effect, renouncing war and the use of force as means of settling disputes. Thus, making Japan a pacifist state. The author considers that the abnormal situation of Japan is still happening but slowly shifting towards a different direction. Therefore, this literature review aims to look over the debate development of the Article 9 of the Constitution of Japan and how it affects the nation: to understand the internal and external contexts that exist upon the evolution. This literature review utilizes the chronology method to review 47 accredited academic writings, which are categorized into three major themes: (1) the debate development of Article 9, (2) the response to the development of the article, and (3) the implications caused by the article development. The three major themes are also detailed in timestamps, internal and external context, and theoretical classification of the implications. This literature review finds that Article 9 and its values are shifting, prompted by the changing international environment and internal affairs. However, Article 9 itself has never been changed or replaced. In reality, the shift happened because of the reinterpretation of the Article 9 of the Japanese Constitution."
2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Igat Meliana
"Tesis ini membahas mengenai faktor eksternal yang mempengaruhi dinamika wacana amandemen Pasal 9 Undang-Undang Dasar Jepang 1947 periode 2010 mdash;2016, yaitu tekanan Amerika Serikat, kebangkitan ekonomi dan militer Tiongkok dan ancaman Korea Utara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dinamika wacana amandemen Pasal 9 dipengaruhi oleh presepsi tingkat ancaman dan kerawanan dari Amerika Serikat, kebangkitan ekonomi dan militer Tiongkok, dan ancaman Korea Utara.Kerawanan mendorong sikap pro masyarakat Jepang, namun di sisi lain adanya ketakutan terhadap memburuknya hubungan Jepang dengan Tiongkok dan Korea Utara serta negara-negara di kawasan yang tidak ingin Jepang membangun kekuatan militer kembali, mendorong sikap kontra masyarakat terhadap wacana amandemen.
ABSTRACTThis thesis will focus about external factors influence the dynamics of the discourse of the amendment of Article 9 of the Japanese Constitution period 2010 mdash 2016, namely the United States pressure, the economic and military rise of China and the threat of North Korea. This research is a qualitative research with literature method. The results of this study indicate that the dynamics of the discourse of Article 9 Constitution revision is affected by the perception of the level of threat and vulnerability of the United States, the rise of the Chinese economy and military, and the threat of North Korea. China and North Korea as well as countries in the region that do not want Japan to rearm, pushing people to opposed towards the amendment discourse. "
2017
T49432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellino Sebastian
"Sejak kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Jepang berada di bawah kependudukan Sekutu selama 7 tahun, yaitu 1945-1952. Dalam Konstitusi Jepang yang diberlakukan sejak pada tahun 1947, terdapat pasal (pasal 9) yang memuat larangan bagi Jepang untuk memiliki militer. Namun, kondisi Jepang yang rentan terhadap ancaman negara lain, seperti RRC, Rusia dan Korea Utara membuat Jepang membutuhkan perlindungan dari Amerika. Di sisi lain Amerika melihat Jepang sebagai garis depan dalam menghadapi pengaruh komunisme di Asia pada masa Perang Dingin. Oleh karena itu Amerika merasa perlu membangun pangkalan militer di Jepang. Setengah beberapa dekade ketergantungan dan kehadiran Militer Amerika Serikat di Jepang menjadi perdebatan dalam masyarakat Jepang. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana pro kontra terkait keberadaan militer AS di Jepang dan factor penyebabnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui wawancara terstruktur terhadap berbagai narasumber yang berdomisili di wilayah Jepang dengan kerangka teori dari Foucault tentang kekuasaan dan Barry Buzan tentang pertahanan negara.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa di satu sisi, Jepang masih membutuhkan militer Amerika Serikat, namun di sisi lain keberadaan militer Amerika Serikat menimbulkan beberapa masalah bagi Jepang. Keberadaan militer Amerika di Jepang diperlukan terutama dikaitkan dengan perkembangan kondisi geopolitik di kawasan Asia Timur pada tahun 2022. Antara lain memanasnya hubungan RRC-Taiwan pada bulan Juli 2022, kembalinya uji coba rudal balistik Korea Utara diatas wilayah Jepang pada Oktober 2022, dan tegangnya hubungan Jepang-Rusia sebagai imbas dari invasi Ukraina pada Februari 2022. Di sisi lain, masalah yang timbul di daerah sekitar markas AS (terutama kepulauan Okinawa) seperti tindakan kriminal para personil militer AS dan polusi yang ditimbulkan membuat keberadaan militer Amerika Serikat menimbulkan permasalahan bagi Jepang. Apalagi pemerintah Jepang juga harus membayar ‘Anggaran Simpati’ untuk memelihara pasukan AS di wilayahnya. Hal itu merupakan beban bagi pemerintah Jepang.

Since Japan's defeat in World War II, Japan was under Allied occupation. Within the Japanese Constitution that was published in 1947, lies an article (Article 9) which prohibits Japan from possessing a military. This however left Japan's vulnerable to threats from neighboring countries such as the PRC, the Soviet Union and North Korea and thus required Japan to ask America for military protection. On the other hand, America saw Japan as the front line in preventing the spread of communism in Asia during the Cold War. Because of that America felt the need to build military bases in Japan. After more than half a century later, Japans dependency of the United States Military presence Japan is still prevalent and has becoming a debate within the Japanese Society. This study investigates the pros and cons regarding the presence of the US military in Japan and the multiple factors behind it. The method used in this research is a qualitative method through structured interviews with various sources (in this case, Japanese Nationals) who reside in Japan with the theoretical framework of Foucault on strength and Barry Buzan on national defense.

The results of this study found that on the one hand, Japan still needs the United States military, but on the other hand the presence of the United States military creates several problems for Japan. America's presence in Japan is needed, especially in relation to geopolitical developments in the East Asia region in 2022. This include the rising tension of PRC-Taiwan relations in July 2022, the return of North Korea's ballistic missile tests over Japanese territory in October 2022, and the worsening of Russo-Japan relations as a result of the invasion of Ukraine in February 2022. On the other hand, problems within in the area around US bases (especially the islands of Okinawa) such as criminal acts of US military personnel and various pollutions caused by military activities. Moreover, the Japanese government also has to pay the 'Sympathy Budget' to maintain US troops on its territory which is becoming a huge burden for the Japanese government to bear."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Fadhillah
"Konstitusi Jepang yang disahkan pada tahun 1947 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama Pasal 9 yang bernuansa pasifisme. Beberapa yang menolak mengatakan bahwa pasal tersebut menghalangi Jepang sebagai negara normal sedangkan yang mendukung beralasan bahwa pasal tersebut melindungi Jepang dari perang selama tujuh puluh tahun terakhir. Shinzo Abe, Perdana Menteri terlama Jepang sekaligus termasuk yang kontra Pasal 9, mempunyai ambisi untuk melakukan amendemen konstitusi di periode terakhir dia menjabat. Namun, langkah tersebut tidak mudah karena terhalang oleh ideologi pasifisme yang kuat, persyaratan amendemen yang berat di parlemen, dan pandemi yang melanda. Untuk melewati halangan itu, Abe melakukan komunikasi politik yang bernada persuasif agar masyarakat mendukungnya. Sayangnya, komunikasi yang dilakukan Abe saat masa pandemi sering ditanggapi negatif. Hingga akhir masa jabatannya, Konstitusi Jepang masih tetap utuh. Penelitian ini akan membahas komunikasi politik yang Abe gunakan dalam periode terakhirnya, tantangan yang menyebabkan sulitnya terjadi amendemen, dan dampak dari komunikasi politik yang Abe lakukan. Penulis menggunakan metode penelitian sejarah dalam menganalisis masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat masalah amendemen konstitusi dari sudut pandang para pendukung amendemen. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan, upaya komunikasi politik yang dilakukan Abe masih kurang maksimal.

The Japanese constitution, which was passed in 1947, raised pros and cons in society, especially Article 9 which has a pacifist nuance. Some objected to saying that the article precluded Japan from being a normal country. While those who support it argue that the article protects Japan from war for the last seventy years. Shinzo Abe, Japan's longest-serving prime minister and one of those against Article 9, has ambitions to amend the constitution in his last term in office. However, the move was not easy because it was hindered by a strong pacifist ideology, heavy amendment requirements in parliament, and the pandemic that hit. To overcome this obstacle, Abe carried out persuasive political communications so that the public would support him. Unfortunately, the communication that Abe made during the pandemic was often received negatively. Until the end of his term, the Constitution of Japan remained intact. This study will discuss the political communication that Abe used in his last period, the challenges that made the amendments difficult, and the impact of Abe's political communication. The author uses historical research methods in analyzing this problem. This study aims to look at the issue of constitutional amendments from the point of view of the proponents of the amendments. The results of this study reveal that Abe's political communication efforts are still not optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Hakiki Valentine
"ABSTRAK
Tesis ini membahas alasan dibalik dukungan organisasi Soka Gakkai terhadap
Komeito dengan mitra koalisinya, LDP untuk melakukan penafsiran ulang
terhadap Pasal 9 Konstitusi Jepang 1947. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur/kajian pustaka, studi data
resmi yang dipublikasikan oleh media masa dan situs yang terkait langsung
dengan objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pragmatisme
politik Soka Gakkai melandasi dukungan tersebut karena Soka Gakkai memiliki
kepentingan antara lain: (1) kepentingan politis yaitu keinginan Soka Gakkai
untuk mendominasi seluruh Jepang dengan cara ikut berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan dan arah kebijakan negara, serta mengontrol media dan
public figure, (2) kepentingan ekonomi, yaitu pengamanan aset dan kekayaan
Soka Gakkai.

ABSTRACT
This research analyzes the motives of the Soka Gakkai's support towards the
Komeito and LDP coalition to reinterpret the Article 9 of the Japanese
Constitution. This qualitative research develops the data through literature review,
and by analyzing some official datas that are published by the media and sites
related to the research object. The results showed that political pragmatism of
Soka Gakkai is the main reason of why Soka Gakkai keeps supporting Komeito
and LDP coalition. Soka Gakkai has some interests behind this coalition: (1)
political interests; Soka Gakkai's desire to dominate the whole of Japan by
participating in the decision-making activities and influencing the government
policies as well as controling the media and the public figures, (2) economic
interest; securing the assets and properties of the Soka Gakkai."
2017
T48141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Amiri Praramadhan
"Penelitian ini membahas upaya yang dilakukan sebuah organisasi sayap kanan Jepang bernama Nippon Kaigi untuk mewujudkan rencana remiliterisasi Jepang. Topik tersebut berhubungan dengan arus nasionalisme global yang meningkat beserta status negara Jepang yang memiliki akar sejarah konservatisme yang tinggi. Dalam prosesnya, gagasan remiliterisasi oleh Nippon Kaigi mendapat penolakan dari mayoritas masyarakat. Untuk menelaah upaya yang dilakukan Nippon Kaigi, penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dari ragam literatur untuk membangun pemaknaan mengenai proses dukungan yang mereka lagukan. Melalui penggunaan teori modal sosial, peneliti menemukan bahwa upaya mengusung gagasan remiliterisasi tetap berlanjut berkat cara lain yang ditempuh Nippon Kaigi. Organisasi tersebut mengerahkan modal sosial yang ia miliki untuk meloloskan gagasan remiliterisasi melalui legislasi dalam parlemen dan kerjasama antar partai politik. Organisasi yang juga termasuk sebagai kelompok penekan ini melakukan penghimpunan modal kultural untuk meloloskan agenda remiliterisasi tersebut. Meskipun teori modal sosial bisa menjelaskan cara (modus) yang dilakukan, peneliti menemui hambatan untuk mengungkap motif umum dari rencana remiliterisasi Jepang oleh Nippon Kaigi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fiana Isnaeni Maheda Ronie
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kontroversi khususnya hubungan bilateral antara Prancis dan Australia terkait peresmian Pakta Pertahanan AUKUS yang terdiri dari tiga negara, yaitu: Australia, Inggris dan, Amerika Serikat. Adapun beberapa pertanyan yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah Mengapa negara - negara Eropa memberi respon terkait pembentukkan pakta pertahanan AUKUS, mengapa terjadi pro dan kontra dalam respon negara - negara Eropa terkait pembentukkan pakta pertahanan AUKUS, mengapa Critical Discourse Analysis (CDA) menganalisis respon negara - negara Eropa terkait pembentukkan pakta pertahanan AUKUS, dan bagaimana operasionalisasi CDA, yaitu menurut analisis sosial dan menurut kognisi sosial terkait narasi pro dan kontra pembentukkan pakta pertahanan AUKUS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini Analisis Wacana oleh Teun A. Van Dijk dan Regional Security Complex oleh Barry Buzan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menggunakan data sekunder yaitu diambil dari berita di media massa Inggris, Uni Eropa, dan Eropa terkait AUKUS. Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sikap kontra prancis muncul dari sikap domestik. Sementara itu sikap Uni Eropa, negara – negara di Uni Eropa dan Eropa bersikap netral terhadap pembentukkan AUKUS berdasarkan yang tercermin dari sumber media massa negara – negara di Uni Eropa, Eropa, dan jurnal penelitian dari Uni Eropa.

This research aims to analyze the controversy, especially the bilateral relationship between France and Australia, regarding the inauguration of the AUKUS Defense Pact which consists of three countries, namely: Australia, the United Kingdom and the United States. The questions that will be raised in this study are why European countries respond to the formation of the AUKUS defense pact, why there are pros and cons in the responses of European countries related to the formation of the AUKUS defense pact, why Critical Discourse Analysis (CDA) analyzes the responses of European countries related to the formation of the AUKUS defense pact, and how to operationalize CDA, namely according to social analysis and according to social cognition related to the narrative of the pros and cons of the formation of the AUKUS defense pact. The theories used in this research are Discourse Analysis by Teun A. Van Dijk and Regional Security Complex by Barry Buzan. This research uses a qualitative method that uses secondary data, which is taken from news in the UK, EU, and European mass media related to AUKUS. The findings in this study show that the counter-French attitude arises from domestic attitudes. Meanwhile, the attitude of the European Union, countries in the European Union and Europe are neutral towards the formation of AUKUS based on what is reflected in the mass media sources of countries in the European Union, Europe, and research journals from the European Union"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jely Agri Famela
"Pelaksanaan program deradikalisasi diharapkan mampu untuk menanggulangi permasalahan terorisme di Indonesia. Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan program deradikalisasi yang sudah dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta pendapat pro dan kontra terhadap pelaksanaan program tersebut.
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep-konsep yang terdiri dari terorisme, deradikalisasi dan counter-radicalization. Metode penelitian adalah kualitatif dengan analisis deskriptif-eksplanatif. Teknik penggumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan.
Kesimpulan dari penelitian ini memperlihatkan bahwa ada kesenjangan antara konsep deradikalisasi dengan pelaksanaan program deradikalisasi di lapangan BNPT juga mengalami kendala dalam pelaksanaan program deradikalisasinya. Program deradikalisasi BNPT pun memunculkan pro dan kontra yang berindikasi terhadap efektivitas program dalam penanggulangan terorisme di Indonesia.

The implementation of De-radicalization Program by National Counter Terrorism Agency (NCTA) is expected to be able to overcome terrorism in Indonesia. This research will talk about of De-radicalization Program which is already implemented by National Counter Terrorism Agency in Indonesia but with a lot of pros and cons upon its implementation.
This research uses several conceptual frameworks such as terrorism, de-radicalization, and counter-radicalization. This is a qualitative study using descriptive-explanative analysis. The information used in this research was collected through deep interview from the informant.
The research finds that there is a gap between de-radicalization concept and the implementation of de-radicalization program in the field. NCTA also had a lot of obstacles during its implementation. A lot of pros and cons upon De-radicalization program of NCTA was indicated to its effectiveness to counter terrorism in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Urai Zulhendri
"Pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia telah diatur dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pengaturan tersebut terdapat konsepsi penting terkait pengelolaan minyak dan gas bumi yaitu konsep ?hak menguasai negara?. Pada perjalanan sejarah peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan minyak dan gas bumi sejak awal Indonesia merdeka dan hingga kini, konsepsi ini masih selalu menjadi perdebatan. Hingga akhirnya terjadi judicial review yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU No. 22 tahun 2001. Putusan Mahakamah Konstitusi yang tertuang pada putusan Nomor 36/PUU-X/2012 memiliki ekses besar dengan dibubarkannya BP Migas sebagai badan pelaksana pengelolaan sektor hulu migas Indonesia. Oleh karena itu akhirnya melalui Peraturan Presiden No. 9 tahun 2013 dibentuklah SKK Migas untuk menggantikan peran dari BP Migas. Dalam Perpres No. 9 tahun 2013 ini kemudian akan terlihat implementasi pasal 33 ayat (3) UUD 1945 pada tugas dan kewenangan SKK Migas sebagai pelaksana pengelolaan sektor hulu migas di Indonesia terutama terkait konsepsi hak pengusaan oleh negara.

Management of oil and gas in Indonesia is regulated in Article 33 paragraph (3) of the Constitution of 1945. In these regulation, there is an important concept related to the management of oil and gas specifically the concept of "right of control by the state". In the history of legislation governing the management of oil and gas since the beginning of Indonesia's independence, and until now, this concept is still always a debate. Until finally happened judicial review filed with the Constitutional Court against the Law No. 22/2001 contained in the Constitutional Court decision No. 36/PUU-X/2012 have large excesses with the dissolution of BP Migas as the executing agency management of upstream oil and gas sector in Indonesia. Therefore finally through Presidential Regulation. No. 9/2013, SKK MiGas was formed to replace the role of BP Migas. In Perpres. 9/2013 will then be visible implementation of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution on the duties and authority of the executive management of oil and gas SKK upstream oil and gas sector in Indonesia is mainly related to ?right of control by the state."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>