Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138914 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rambe, Seira Yuana Putri Boru
"ABSTRAK
Latar BelakangWorld Resources Institute WRI berdasarkan kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 2014, terdapat 3.101 titik api dipulau Sumatera dan 87 dari jumlah tersebut ditemukan di Provinsi Riau. Asap yang berasal dari kebakaran hutan menghasilkan senyawa karsinogenik yaitu Benzo a pyrene dengan metabolit utamanya Benzo a pyrene-diol epoxide BPDE yang bersifat mutagenik tinggi sehingga menyebabkan kerusakan DNA dan meningkatkan terjadinya risiko kanker termasuk kanker paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar BPDE serum pada petugas pemadam kebakaran pasca kebakaran hutan tahun 2015 di Provinsi Riau.MetodePenelitian dengan desain potong lintang yang dilakukan pada Mei 2016 bertempat di kantor pusat pemadam kebakaran kota Pekanbaru, terhadap 70 orang petugas pemadam kebakaran yang ikut memadamkan api kebakaran hutan di Provinsi Riau periode Agustus-Oktober 2015. Dilakukan pengambilan darah untuk pengukuran kadar BPDE serum, pengukuran kadar CO ekspirasi menggunakan alat CO analyzer, pengisian kuesioner data dasar, status merokok, keluhan respirasi, fagerstorm dan penggunaan APD.HasilNilai tengah kadar BPDE serum dan kadar CO ekspirasi yaitu 16 ng/ml 1,93-71,13 dan 9 ppm 0-54 . Kadar BPDE serum pada perokok 15,26 ng/ml 1,93-48,47 , bukan perokok 15,63 8,42-50,51 dan bekas perokok 22,07 13,46-71,13 nilai p = 0,025. Kadar BPDE serum pada kelompok yang tidak menggunakan APD dan yang menggunakan APD 17,15 ng/ml vs 15,63 ng/ml . Kadar CO ekspirasi pada perokok 11,52 ppm 0-54 , bukan perokok 7,02 ppm 0-45 dan bekas perokok 7,00 ppm 0-27 nilai p = 0,05. Keluhan respirasi terbanyak berupa dahak/reak sebanyak 44,3 .KesimpulanKadar BPDE serum lebih tinggi pada bekas perokok dan pada responden yang tidak menggunakan APD Kadar CO ekspirasi didapatkan lebih tinggi pada perokok Keluhan respirasi terbanyak adalah dahak/reak.Kata kunci : Benzo a pyrene diol epoxide, asap kebakaran hutan, pemadam kebakaran
BackgroundWorld ,hr> ABSTRACT
Resources Institute WRI based on the 2014 forest fires in Indonesia, showed 3.101 firespots in the Sumatera island and 87 of them were located in the Riau Province. Forestfire smoke produced carcinogenic compound, Benzo a pyrene, with its main metabolic which is Benzo a pyrene-diol epoxide BPDE . It had a high mutagenic characteristic and could cause damage to DNA and increased the risk of cancer, especially lung cancer. This study rsquo;s purpose was to know serum BPDE levels in firefighters after forestfire 2015 at Riau Province.Method A cross sectional study conducted in May 2016 at Pekanbaru rsquo;s Fire Departement, involve 70 firefighters who took part in extinguishing at the Riau rsquo;s forestfires between August-October 2015. Blood samples were taken to check the serum BPDE levels, the level of exhale carbon monoxide CO during expiration using a CO analyzer and filling questionaire about smoking status, respiratory symptoms, fagerstrom and universal precaution. ResultMedian for serum BPDE levels and CO expiration levels to be 16 ng/ml 1,93-71,13 and 9 ppm 0-54 . Serum BPDE levels in smokers 15,26 ng/ml 1,93-48,47 , non-smokers 15,63 8,42-50,51 and ex-smokers 22,07 13,46-71,13 with p=0,025. Serum BPDE levels in firefighters not using universal precautions were higher than the firefighters who did 17,15 ng/ml vs 15,63 ng/ml . CO expiration level was higher in smokers 11,52 ppm 0-54 , non-smokers 7,02 ppm 0-45 and ex-smokers 7,00 ppm 0-27 , with p=0,05. Sputum was the major respiratory symptoms 44,3 .ConclusionSerum BPDE levels are higher in firefighters who are ex-smokers and firefighters who not using universal precautions compared with those who use. CO expiration levels are higher in smokers and the major respiratory complaints is sputum."
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nofiarni Yusril
"Latar Belakang : Benzopyrene polycyclic aromatic adalah agen karsinogenik yang ditemukan dalam asap rokok. Benzo a pyrene Diol Epoxide BPDE adalah salah satu metabolit benzopyrene. Perokok kretek adalah orang yang merokok minimal 1 rokok kretek per hari selama minimal 1 tahun tanpa atau kurang dari 20 nya merokok dengan rokok putih. Kami meneliti kadar BPDE dalam darah perokok kretek dibandingkan dengan bukan perokok.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang mengikutsertakan 32 subjek sehat yang merokok kretek dan 32 subjek sehat bukan perokok. telah menandatangani lembar persetujuan diperiksakan kadar CO ekshalasi dengan menggunakan alat pengukur CO portabel kemudian diambil sampel darah untuk diukur kadar BPDE-protein adducts. Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan statistical package for social sciences SPSS 21.
Hasil : Total 64 responden yang dibagi menjadi 32 subjek perokok kretek dan 32 kontrol diperiksakan kadar BPDE-protein adducts dan kadar CO ekshalasi. Karakteristik subjek didapatkan sebanyak 59,4 usia perokok kretek di atas 45 tahun dan 56,3 mempunyai latar belakang pendidikan tinggi sedangkan pada kelompok kontrol 87,5 berusia di bawah 45 tahun dan 75 mempunyai latar belakang pendidikan tinggi. Kadar BPDE-protein adducts pada subjek perokok kretek sebesar 12,15 8,87-33,55 ng/ml dan kadar pada kelompok kontrol sebesar 11,4 3,87-13,27 ng/ml, p=0,004. Faktor yang mempengaruhi kadar BDPE-protein adducts pada perokok kretek berdasarkan analisis multivariat adalah pola hisapan p=0,002 dan derajat adiksi p = 0,047 . Terdapat hubungan yang bermakna secara statistis antara kadar BPDE-protein adducts dengan kadar CO ekshalasi pada perokok kretek p=0,003,r=0,512.
Kesimpulan : Kadar BPDE-Protein adducts pada perokok lebih tinggi dibanding bukan perokok dengan pola hisapan dan derajat adiksi menjadi faktor yang mempengaruhi.

Background: Benzopyrene polycyclic aromatic is a carcinogenic agent found in cigarettes smoke. Benzo a pyrene Diol Epoxide BPDE is one of the benzopyrene metabolite. Kretek cigarette smoker isa person who smokes at least 1 cigarette per day for at least 1 year with no or less than 20 of amount and time of white cigarettes smoking. We investigated the BPDE serum level in kretek cigarette smokers compared to non smokers.
Method: This is a cross sectional study of which 32 'healthy ' kretek cigarette smokers and 32 'healthy ' non smoker were enrolled in this study. We collected blood sample and we analyzed the BPDE level and also their exhale carbon monoxide CO level during expiration. Serum BPDE level were assayed using ELISA kit. The data obtained were tested using statistical package for social sciences SPSS 21.
Results: A total of 32 kretek smokers subjects and 32 controls was underwent examination of BPDE protein adducts level and exhalation CO levels. Characteristics of the subjects obtained was 59.4 kretek smokers aged over 45 years and 56.3 have a high education background, while in the control group 87.5 were aged under 45 years and 75 have high educational backgrounds. The levels of BPDE protein adducts in the kretek smokers subject was 8.87 to 33.55 ng ml and the levels in the control group was 11.4 3.87 to 13.27 ng ml, p 0.004. The factors which influence the levels BDPE protein adducts in smokers cigarettes the most by multivariate analysis were sucking pattern p 0.002 and the degree of addiction p 0.047 . There was a statistically significant relationship between the level of BPDE protein adducts with exhalation CO levels in kretek smokers p 0.003 .
Conclusion: Serum BPDE protein adductslevel higher in smokers compared nonsmokers with suction pattern and degree of addiction are influence factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indawati
"ABSTRAK
Latar Belakang : Benzo(a)pyrene (BaP) adalah hidrokarbon aromatik polisiklik sangat karsinogenik yang terdapat dalam asap rokok. Tidak hanya perokok yang perlu menjadi perhatian, namun bahaya yang ditimbulkan akibat asap rokok pada orang yang tidak merokok juga perlu diperhatikan.
Metode : Penelitian ini berjenis potong lintang pada 26 perempuan dewasa bukan perokok yang terpajan asap rokok dan 15 perempuan tidak terpajan asap rokok di rumahnya di kelurahan Palmeriam Kecamatan Matraman, Jakarta. Kadar BPDE-protein adducts diukur menggunakan metode ELISA. Kadar CO ekspirasi, informasi kebiasaan merokok anggota keluarga di rumah pada subjek penelitian dikumpulkan melalui kuesioner.
Hasil : Nilai BPDE-protein adducts <40 ng/ml sebanyak 16 orang (61,5%) dan nilai BPDE-protein adducts >40 ng/ml sebanyak 10 orang (38,5%), sedangkan pada kelompok perempuan tidak terpajan asap rokok di rumah, nilai BPDE-protein adducts <40 ng/ml sebanyak 11 orang (73,3%) dan nilai BPDE-protein adducts >40 ng/ml sebanyak 4 orang (26,7%), hasil analisis menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p=0,443). Pengukuran kadar CO ekspirasi pada penelitian ini memperoleh nilai tengah kadar CO ekspirasi pada kelompok perempuan yang terpajan asap rokok sebesar 5,5 ppm. Pada kelompok perempuan yang tidak terpajan asap rokok, rerata kadar CO ekspirasi sebesar 6 ppm, hasil analisis tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p=0,398). Lama pajanan, jenis rokok, banyaknya jumlah rokok yang dihisap serta banyaknya jumlah perokok aktif dirumah tidak mempengaruhi kadar BPDE-protein adducts.
Kesimpulan : Nilai BPDE-protein adducts >40 ng/ml pada perempuan terpajan asap rokok lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang tidak terpajan asap rokok di lingkungan rumah.

ABSTRACT
Background: Benzo(a)pyrene (BaP) is a polycyclic aromatic hydrocarbon contained in cigarette smoke. This highly carcinogenic substance is also found in Environmental Tobacco Smoke (ETS) which equally dangerous to the health of population and equally require attentions as much as cigarette smoke. This study observes level of BaP among those in risk of ETS exposure.
Methods: A cross-sectional study was performed involving 26 women exposed to ETS and 15 women unexposed to ETS in Palmeriam Matraman area, Jakarta, Indonesia. The BPDE (Benzo(a)pyrene Diol Epoxide) protein levels of adducts were measured using ELISA method. In addition, exhaled carbon-monoxide (CO) level during expiration was measured and family members smoking habits at home was obtained using questionnaire.
Results: The mean age of women exposed to ETS was 35.8 ± 6.5 years and women unexposed to ETS was 41.7±7.5 years. In the ETS exposed women, the BPDE level of <40 ng/mL was found in 16 people (61.5%) and the BPDE level of >40 ng/mL was found in 10 people (38.5%). In the ETS unexposed women, the BPDE level of <40 ng/mL was found in 11 people (73.3%) and the BPDE level of >40 ng/mL was found in 4 people (26.7%). None of these results were significantly different (p=0.443). The median exhaled CO level of ETS exposed women was 5.5 ppm and of ETS unexposed women was 6.0 ppm. None of these results were significantly different (p=0.398). No correlation was found between length of ETS exposure, types of cigarettes, number of cigarettes smoked and number of active smokers at home and BPDE-protein adducts level.
Conclusion: The BPDE level of ETS exposed women was higher than of ETS unexposed women (>40 ng/mL and <40 ng/mL, respectively). The median exhaled CO level of ETS exposed women was lower than of ETS unexposed women (5.5 ppm and 6.0 ppm). However, none of these results were statistically significant."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Hary Dewanto
"Hemoglobin Adduct dapat terbentuk akibat paparan benzo[a]pyrene dalam udara yang diduga mengandung PAH. Dengan Cara mengisolasi globin kemudian mengnidrolisisnya dengan asam, hemoglobin Adduot dari benzo[a]pyrene (BaP) dapat dideteksi sebagai bentuk nidrolisatnya berupa senyavva benzo[a]pyrene tetrahydrotetro/ (BPT) dengan menggunakan HPLC-Fluoresensi fasa terbalik kolom RP-18, eluen metanol-air (55:45).
Hasil penelitian membuktikan hemoglobin Adduct teridentifikasi pada sampel daran dari pedagang asongan yang berisiko tinggi terpapar PAH. Bates deteksi (LOD) dalam penelitian ini mencapai 2,6205 pg/mg globin. Konsentrasi adduot tertinggi yang diperolen sebesar 53,3963 pg/mg globin dan konsentrasi terendan 5,7870 pg/mg globin. Terdapat indikasi pengarun faktor kebiasaan merokok pada konsentrasi adduot yang terbentuk pada sampel responden. Untuk memperkuat nubungan faktor tersebut perlu dilakukan penelitian Iebin lanjut dengan menamban jumlan sampel dan melakukan uji statistik."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S30292
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Kurniawan Putra
"Latar belakang dan tujuan: Kebakaran hutan di Indonesia telah menjadi masalah regional terutama di Asia Tenggara. Pada bulan Juni-Desember 2015 sebaran titik panas akibat kebakaran hutan tertinggi terdapat di Provinsi Riau. Data dari Dinas Kesehatan 2015 terdapat peningkatan gangguan kesehatan di masyarakat provinsi Riau. Sampai saat ini belum terdapat data mengenai faal paru pada petugas pemadam kebakaran di Provinsi Riau.
Metode: Penelitian cross sectional / potong lintang pada petugas pemadam kebakaran kota Pekanbaru di kantor pusat dinas pemadam kebakaran kota Pekanbaru pada bulan Mei 2016 pasca kebakaran pada tahun 2015.
Hasil: Pada penelitian ini terdapat65 petugas pemadam kebakaran didominasi jenis kelamin laki-laki 96,9 , umur 53,8 di 30-39 tahun, tingkat pendidikan terbanyak SLTA 73,8 , 66,2 perokok, dengan indeks brinkman sedang 33,8 , 56,9 yang memakai APD, 38,5 obesitas, lama terpajan 58,5 dengan durasi 2-5 jam dan lama kerja terbanyak di 5-10 tahun sebanyak 67,7 . Keluhan pernapasan yang dialami bulan Mei tahun 2016 terbanyak adalah batuk berdahak 43,1 , sesak dada atau napas 32,3 dan batuk 20 . Gambaran faal paru pada bulan Mei tahun 2016 terbanyak gambaran normal sebanyak 49,2 , restriksi 43,1 , obstruksi 4,6 , dan campuran 3,1 . Nilai rerata kavasitas vital paksa KVP 3223,92 630,190, rerata nilai volume ekspirasi paksa detik pertama VEP1 2685,82 571,862 dan VEP1/KVP sebesar 87,9754 8,23283.
Kesimpulan: Faktor-faktorkarakteristik sosiodemografi yang dominan pada pemadam kebakaran di Riau pasca kebakaran hutan 2015 adalah jenis kelamin laki-laki, umur 30-39 tahun, pendidikan SLTA, perokok dengan indeks brinkman sedang, obesitas, dengan lama terpajan 2-5 jam, dominan yang menggunakan APD, lama kerja 5-10 tahun. Pada pemeriksaan spirometri terdapat gangguan restriksi sebanyak 43,3 , gangguan obstruksi 4,4 dan gangguan campuran 3,3 . Keluhan respirasi yang terbanyak adalah batuk berdahak. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti efek asap kebakaran hutan jangka panjang pada pemadam kebakaran dengan melakukan pemeriksaan faal paru secara berkala

Background:Forest fires in Indonesia have become a regional problem especially in Southeast Asia. In June-December 2015 hot spots caused by the highest forest fire in Riau Province. Data from the Health Office 2015 there is an increase in health problems in the Riau provincial community. Until now there has been no data about lung function in firefighters in Riau Province.
Methods: Cross sectional study at Pekanbaru firefighters at Pekanbaru fire department head office in May 2016after the forest fire in 2015
Results: Sample of this study was 65 firefighters were male dominated 96.9 , age 53.8 in 30-39 years, 73.8 highest level of education is senior high school, 66.2 of smokers, with brinkman index classification of moderate smokers 33,8 , 56.9 were using personal protective equipment PPE , 38.5 obesity, 58.5 exposure duration and 2-5 hours duration and duration of 5-10 years were 67.7 . Respiratory complaints that occurred in May of 2016 most are cough with phlegm 43.1 , chest tightness or shortness of breath 32.3 and cough 20 . The lung function in May of 2016 was normalized by 49.2 , restriction 43.1 , obstruction 4.6 , and 3.1 mixture. The mean expiratory forced vital capacity FVC value is 3223,92 630,190, the mean expiration volume value in one second FEV1 is 2685,82 571,862 and FEV1 / FVC is 87,9754 8,23283.
Conclusion: The dominant sociodemographic characteristics of firefighters in Riau after the 2015 forest fires were male gender, age 30-39 years old, senior high school education, smokers with moderate brinkman index, obesity, with 2-5 hours of exposure, dominant use of PPE, 5-10 year work duration. On spirometry examination there are 43.3 restriction disorder, obstruction disorder 4.4 and mixed disorder 3.3 . Most respiratory complaints are cough with phlegm. Further research is needed to investigate the effects of long-term forest fire fumes on firefighting by regularly checking lung function."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meizana Radini Wahyana
"The International Agency for Research on Cancer (IARC) telah mengklasifikasikan benzo(a)piren ke dalam grup 2A (berpotensi sebagai karsinogenik pada manusia). Benzo(a)piren ditemukan dalam makanan yang dipanggang dengan pemanasan pada temperatur tinggi (di atas temperatur 200ºC), dengan kandungan lemak tinggi. Pada penelitian ini dilakukan analisis benzo(a)piren dalam sate yang berasal dari ayam broiler dipanggang di atas arang hingga matang, ayam broiler dipanggang di atas arang hingga setengah matang, ayam kampung dipanggang di atas arang hingga matang, ayam kampung dipanggang di atas arang hingga setengah matang, ayam broiler dipanggang di dalam oven hingga matang secara kromatografi cair kinerja tinggi. Metode ini menggunakan kolom C18-RP dengan detektor UVVis pada panjang gelombang 296 nm, fase gerak asetonitril-air (90:10), dan laju alir 1,2 mL/menit. Waktu retensi yang dibutuhkan benzo(a)piren adalah ± 10,1 menit. Sampel disaponifikasi dengan KOH dalam metanol menggunakan refluks, kemudian disari dengan n-heksana. Filtrat heksana yang telah dipekatkan dipisahkan dengan kromatografi kolom silika gel-alumina (1:1) dengan eluen diklorometana. Rentang kurva kalibrasi 0,01-0,25 μg/mL menunjukkan nilai linieritas 0,99998; dengan batas deteksi 0,001455 μg/mL; batas kuantitasi 0,004849 μg/mL; dan koefisien variasi sebesar 0,3828 %. Kadar benzo(a)piren dalam lima sampel yang dianalisis yaitu 0,6026±0,005 μg/g; 0,5064±0,002 μg/g; 0,204±0,008 μg/g; 0,1034± 0,00017 μg/g; 0,0422± 0,00015 μg/g.

The International Agency for Research on Cancer has classified benzo(a)piren in group 2A (probably carcinogenic for humans). The studies show that benzo(a)piren was found in food with strongly heated (more than 200 ºC) and content high fat. In this research, analysis benzo(a)piren in sate from a broiler chicken in charcoal grilled, local chicken in charcoal grilled, and broiler chicken in oven grilled. This method used C-18 column, acetonitril-air (90:10) as mobile phase, at the flow 1,2 mL/minutes and detection at 296 nm. Sample was saponification with 2 M KOH in methanol refluks for two hours, than the filtrate extraction with n-hexane, and clean-up with column chromatography with dichlormetane as mobile phase and silica gel-alumina (1:1) as a stationary phase. Calibration curve was perfomed in the range 0,01-0,25 μg/mL, the result show good linierty with coefficient of correlation of 0,99998, limit of detection 0,001455 μg/mL; and limit quantitation 0,004849 μg/ml and repeatability 0,3828%. The level of benzo(a)piren in five sate are 0,6026±0,005 μg/g; 0,5064±0,002 μg/g; 0,204±0,008 μg/g; 0,1034±0,00017 μg/g; 0,0422±0,00015 μg/g."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S33029
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutik Murniasih
"Dalam penelitian kami tentang studi availabilitas biodegradasi senyawa PAH oleh bakteri laut, secara garis besar dapat diketahui bahwa pada dasarnya lingkungan laut Indonesia yang tercemar minyak telah menyediakan bakteri pelaku remediasi secara alamiah. Hal ini terbukti dari data skrining yang dilakukan dari ke-empat titik lokasi sampling, (Pel. Tanjung Mas Semarang, Pel. Tanjung Priok, Kumai Kal Sel dan Balikpapan) hanya dari Tanjung Priok yang tidak didapatkan bakteri pendegradasi. Hal ini disebabkan oleh tidak sesuainya kondisi sampel dengan media pengkayaan. Uji biodegradasi fenantren, piren dan benzo[a]antrasen menunjukkan bahwa isolat bakteri terpilih dari Semarang SalP-4b21 dapat mendegradasi fenantren sebesar 100% sesudah 15 hari kultivasi dan piren sebesar 24,53% sesudah 29 hari kultivasi. Sedangkan isolat KalP-3b22 dari Kumai Kal. Sel. dapat mendegradasi benzo[a]antrasen sebesar 38,2% selama 57 hari dan mendegradasi fenantren sebesar 59,5% sesudah 29 hari kultivasi. Karakterisasi senyawa hasil konversi menggunakan GC-Mass dan Spektroskopi Infra Merah menunjukkan bahwa tahap awal benzo[a]antrasen terkonversi menjadi benzo[a]antrasen 7, 12 diol yang terdeteksi sesudah 22 hari kultivasi dan pada hari ke-50 terdeteksi adanya benzo[a]antrasen 7, 12 dion. Fenantren oleh isolat KalP-3b22 terdegradasi menjadi 1-naftalenol sesudah 29 hari kultivasi, sedangkan oleh isolate SalP- 4b21 menjadi senyawa fenol 2,6-bis(1,1-dimethylethyl)-4 methyl. Jumlah produk konversi piren yang sangat kecil mengakibatkan sulitnya penentuan strukturnya. Karakterisasi 16S-rDNA isolate KalP-3b22 menunjukkan jenis Pseudomonas sp, sedangkan isolat SalP-4b21 adalah Sphingomonas sp.

In our investigation of bacteria that degrade PAH isolated from Indonesian coastal waters, basically we could conclude that some of Indonesian marine microbial isolated from oil contaminated areas were naturally available remediate the polluted areas. The screening data of this kind of bacteria from four sampling location (Tanjung Mas Semarang Port, Tanjung Priok Jakarta Port, Kumai Kal-Sel Port and Balikpapan Port) showed that almost in every site we could find PAH degrading bacteria. In case we didn? find the PAH degrading bacteria from Tanjung Priok Port was caused by unavailable physical condition sample with enrichment media. PAH Biodegradation test showed that the potent bacteria isolated from Semarang, SalP-4b21 degraded 100% phenanthrene after 15 days cultivation and 24,53% pyren after 29 days cultivation. The second potent bacteria isolated from Kumai Port (KalP-3b22) degraded 59,5% phenanthrene after 29 days cultivation and 38,2% benzo[a]anthracene after 57 days cultivation. Analysis of conversion product using GC-Mass and Infra Red Spectroscopy showed that in the beginning step, benzo[a]anthracene convert to benzo[a]anthracene 7,12 diol, this compound was detected after 22 days cultivation in KalP-3b22 and after 50 days cultivation this compound was converted to benzo[a]anthracene 7, 12 dion. In KalP-3b22 culture, phenantrene was converted to 1-naphtalenol after 29 days."
2007
T40082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha Restila
"ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan merupakan masalah yang hampir setiap tahunnya
terjadi di provinsi Riau. Berdasarkan data AQMS kota Pekanbaru, konsentrasi PM10
mengalami peningkatan hingga level berbahaya pada saat terjadinya bencana kebakaran
hutan tersebut. Sementara SO2 masih berada pada level ISPU sedang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan kenaikan pajanan PM10 akibat
kebakaran hutan dan lahan dengan kejadian hipertensi. Desain penelitian yang digunakan
adalah cross sectional study dan dilakukan pada bulan Februari 2016 ? Juni 2016. Sampel
penelitian sebanyak 97 orang pasien rawat jalan Puskesmas Melur dan Puskesmas Rejosari
periode kebakaran hutan tahun 2015 (September ? Oktober 2015). Hasil penelitian pajanan
PM10 selama 4 hari tidak signifikan secara statistik terhadap kejadian hipertensi di Kota
Pekanbaru tahun 2015. Berdasarkan tingkatan ordinal, kategori pajanan PM10 pada tingkat
tidak sehat memiliki OR terbesar yaitu 2,65 (CI 95% 0,48 ? 14,56), kategori sangat tidak
sehat OR sebesar 2,22 (CI 95% 0,34 ? 14,5) dan kategori berbahaya OR 1,69 (CI 95% 0,05
? 50,83). setelah di kontrol variabel konfounding yaitu indeks masa tubuh (IMT),
pendidikan, jenis kelamin, usia, dan riwayat keluarga yang menderita hipertensi.

ABSTRACT
Land and forest fires was a problem that almost occur in the Riau Province every
year. Based on Air Quality Monitoring Sytem (AQMS) data in Pekanbaru, the
concentration of PM10 increased to dangerous level during fire forest episode. While SO2
still at the moderate level. This objective of this study was to determine the relationship
PM10 exposure during land and forest fires in 2015 with hypertension. This design study of
research was cross sectional study and was conducted in February 2016 - June 2016. The
sample was 97 outpatient Rejosari health centers and Melur health centers during fire forest
period in 2015 (September-October 2015). Results of research PM10 exposure for 1 to 8
days was not statistically significant with hypertension in Pekanbaru city in 2015. Under
the ordinal level, exposure category PM10 at unhealthy levels that have the greatest risk
with OR 2.65 (95% CI 0,48 ? 14,56), the category very unhealthy OR of 2.22 (CI 95%
0,34 ? 14,5) and hazardous category OR 1.69 (CI 95% 0,34 ? 14,5), after being controlled
by the variables of body mass index (BMI), education, gender, age, and family history of
hypertension."
2016
T45553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha Restila
"ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan merupakan masalah yang hampir setiap tahunnya
terjadi di provinsi Riau. Berdasarkan data AQMS kota Pekanbaru, konsentrasi PM10
mengalami peningkatan hingga level berbahaya pada saat terjadinya bencana kebakaran
hutan tersebut. Sementara SO2 masih berada pada level ISPU sedang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan kenaikan pajanan PM10 akibat
kebakaran hutan dan lahan dengan kejadian hipertensi. Desain penelitian yang digunakan
adalah cross sectional study dan dilakukan pada bulan Februari 2016 ? Juni 2016. Sampel
penelitian sebanyak 97 orang pasien rawat jalan Puskesmas Melur dan Puskesmas Rejosari
periode kebakaran hutan tahun 2015 (September ? Oktober 2015). Hasil penelitian pajanan
PM10 selama 4 hari tidak signifikan secara statistik terhadap kejadian hipertensi di Kota
Pekanbaru tahun 2015. Berdasarkan tingkatan ordinal, kategori pajanan PM10 pada tingkat
tidak sehat memiliki OR terbesar yaitu 2,65 (CI 95% 0,48 ? 14,56), kategori sangat tidak
sehat OR sebesar 2,22 (CI 95% 0,34 ? 14,5) dan kategori berbahaya OR 1,69 (CI 95% 0,05
? 50,83). setelah di kontrol variabel konfounding yaitu indeks masa tubuh (IMT),
pendidikan, jenis kelamin, usia, dan riwayat keluarga yang menderita hipertensi

ABSTRACT
Land and forest fires was a problem that almost occur in the Riau Province every
year. Based on Air Quality Monitoring Sytem (AQMS) data in Pekanbaru, the
concentration of PM10 increased to dangerous level during fire forest episode. While SO2
still at the moderate level. This objective of this study was to determine the relationship
PM10 exposure during land and forest fires in 2015 with hypertension. This design study of
research was cross sectional study and was conducted in February 2016 - June 2016. The
sample was 97 outpatient Rejosari health centers and Melur health centers during fire forest
period in 2015 (September-October 2015). Results of research PM10 exposure for 1 to 8
days was not statistically significant with hypertension in Pekanbaru city in 2015. Under
the ordinal level, exposure category PM10 at unhealthy levels that have the greatest risk
with OR 2.65 (95% CI 0,48 ? 14,56), the category very unhealthy OR of 2.22 (CI 95%
0,34 ? 14,5) and hazardous category OR 1.69 (CI 95% 0,34 ? 14,5), after being controlled
by the variables of body mass index (BMI), education, gender, age, and family history of
hypertension.;"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Kharisma
"Kota Pekanbaru merupakan salah satu kota di Pulau Sumatera yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat. Berawal dari kota yang berukuran kecil, Kota Pekanbaru berkembang menjadi kota besar dan bersama-sama dengan tiga kabupaten tetangganya, akan dibentuk menjadi kawasan metropolitan pertama di Riau. Pembentukan “Pekansikawan” pada tahun 2019 dilakukan karena perkembangan dan pertumbuhan Kota Pekanbaru yang sudah mencapai daerah pinggir Kota Pekanbaru. Perkembangan dan pertumbuhan yang pesat ini tentu mempengaruhi bagaimana pusat pelayanan yang terdapat di Kota Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pusat pelayanan yang terdapat di Kota Pekanbaru pada tahun 2019 serta ingin mengetahui hubungannya dengan empat faktor pembentuk pusat pelayanan berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh Kota Pekanbaru yaitu faktor lokasi strategis, faktor aglomerasi, faktor sumber daya alam, dan faktor investasi pemerintah daerah. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis keruangan dan analisis statistik Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pusat pelayanan di Kota Pekanbaru pada tahun 2019 terletak pada kepadatan penduduk sedang dengan jumlah penduduk yang tergolong tinggi, yang meliputi enam kelurahan yaitu Kelurahan Air Dingin, Kelurahan Tangkerang Utara, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kelurahan Sidomulyo Timur, Kelurahan Tuah Karya, dan Kelurahan Labuh Baru Timur. Hasil statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan yang terjadi antara pusat pelayanan dengan faktor lokasi strategis, faktor aglomerasi, faktor sumber daya alam, dan faktor investasi pemerintah daerah.

Kota Pekanbaru is one of the cities of the Sumatera Island, that is experiencing rapid growth and development. Started as a small city, Kota Pekanbaru developed into a large city and together with the three neighboring districts, will become the first metropolitan area in Riau. The formation of "Pekansikawan" in 2019 was carried out due to the development and growth of Kota Pekanbaru, which has reached the outskirts of Kota Pekanbaru. This rapid development and growth has affected the service centers of Kota Pekanbaru. This study aims to find out how service centers of Kota Pekanbaru in 2019 are and want to know their relationships between the four factors forming service centers based on the capabilities possessed by Kota Pekanbaru, strategic location factors, agglomeration factors, natural resource factors, and local government investment factors. The analytical methods used in this research are spatial analysis and Chi square statistical analysis. The results showed that service centers of Kota Pekanbaru in 2019 are located in Kelurahan Air Dingin, Kelurahan Tangkerang Utara, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kelurahan Sidomulyo Timur, Kelurahan Tuah Karya, and Kelurahan Labuh Baru Timur that have moderate populations density with high populations. Statistical results showed that there are no significant relationships between service centers with strategic location factors, agglomeration factors, natural resource factors, and local government investment factors."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>