Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175862 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zakiah Tourik
"ABSTRAK
Latar belakang. Tumor ganas sel germinal ovarium jarang terjadi, hanya 5 dari keganasan ovarium. Terjadi pada remaja dan dewasa muda, dimana 65 kasus ditemukan pada stadium I. Disgerminoma merupakan jenis Histopatologi yang tersering, dengan kesintasan mencapai 100 . Pada non disgerminoma kesintasan mencapai 85 . Di Indonesia, khususnya RSCM belum ada laporan terbaru mengenai tumor ganas sel germinal ovarium.Tujuan. Mengetahui sebaran meliputi karateristik, penatalaksanaan dan kesintasan 3 tahun pasien tumor ganas sel germinal ovarium di RSCM tahun 2011 ndash; 2013.Metode. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang dengan mengambil data sekunder dari rekam medis dan mewawancarai pasien atau keluarga pasien via telepon atau kunjugan rumah.Hasil. Pada penelitian ini, dari 24 subjek penelitian, 54,2 ditemukan pada usia 20-40 tahun dan 58,3 subjek belum menikah. Sebanyak 83,3 datang dengan keluhan perut membesar. Secara histopatologi didapatkan jenis disgeminoma, tumor sel germinal campuran, sinus endodermal yolk sac dan teratoma imatur dengan proporsi masing-masing 50 , 25 , 16,7 dan 8,3 , sebagian besar kasus 50 ditemukan pada stadium I. Conservative surgical staging dan kemoterapi adjuvan tatalaksana pilihan. Terdapat 2 subjek jenis disgerminoma yang diberikan dengan kemoterapi neoadjuvan regimen Bleomycin, Etoposide, Cisplatin dan cyclophosmide-cisplatin memberikan respon yang baik. Kesintasan ge; 3 tahun pada jenis disgerminoma mencapai 83,3 , pada tumor sel germinal campuran 100 dan pada teratoma imatur mencapai 50 .Kesimpulan. Pada tumor ganas sel germinal ovarium conservative surgical staging diikuti kemoterapi lengkap merupakan pilihan terapi dengan kesintasan ge; 3 tahun mencapai > 70 .
Background.
ABSTRACT
Malignant ovarian germ cell tumor is a rare event, occurring in 5 of total ovarian malignancy. This type of malignancy affects young adult and 65 cases is detected in stage I. Dysgerminoma is the most common histopathology finding with survival rate of 100 . In non-dysgerminoma type, survival type reaches 85 . In Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, there is no recent report on malignant ovarian germ cell tumor. Methods. To determine prevalence of malignant ovarian germ cell tumor in term of characteristics, management, and 3-year survival rate in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from 2011 to 2013. Results. We collected data from 24 subjects. As many as 54.2 subjects were between 20 to 40 year old and 58.3 was single. Around 83.3 of total subjects came with chief complaint of abdominal enlargement. Histopathology finding confirmed dysgerminoma in 50 subjects, mixed ovarian germ cell tumor in 25 , endodermal sinus tumor or yolk sac tumor in 16.7 , and immature teratoma in 8.3 . Half of the cases were found in stage I. The main therapy was conservative surgical staging and adjuvant chemotherapy. In 2 subjects with dysgerminoma, neoadjuvant chemotherapy Bleomycin, Etoposide, Cisplatin, and cyclophosmide-cisplatin regimen resulted in good response. The 3-year survival rate was 83.3 in dysgerminoma, 100 in mixed ovarian germ cell tumor, and 50 in immature teratoma. Conclusion. In malignant ovarian germ cell tumor, conservative surgical staging followed by complete course of chemotherapy is the treatment of choice with 3-year survival rate exceeding 70 . "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Bramantyo
"Latar Belakang: Limfadenektomi memainkan peranan penting dalam operasi surgical staging kanker ovarium. Limfadenektomi merupakan prosedur yang kompleks dan berpotensi menyebabkan berbagai komplikasi intra- dan pascaoperasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa subtipe histologi dan derajat histopatologi kanker ovarium yang berbeda memiliki kejadian metastasis kelenjar limfe yang berbeda pula, sehingga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan klinis.
Tujuan: Mengetahui prevalensi metastasis kelenjar limfe pada pasien kanker ovarium tipe epitel stadium klinis 1 pada berbagai subtipe histologi dan derajat histopatologi.
Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang pada pasien kanker ovarium tipe epitel stadium klinis 1 yang menjalani limfadenektomi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada tahun 2014-2023. Data yang dikumpulkan mencakup karakteristik demografi, subtipe histologi, derajat histopatologi, dan status metastasis kelenjar limfe. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji chi-square atau uji Fisher's exact.
Hasil: Terdapat 106 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Peningkatan stadium akibat metastasis kelenjar limfe ditemukan pada 6.6% subjek. Metastasis kelenjar limfe paling banyak ditemukan pada subtipe histologi serosum derajat tinggi (15.4%) dan derajat diferensiasi buruk (10.6%). Hubungan yang signifikan secara statistik ditemukan antara kejadian metastasis kelenjar limfe dengan derajat diferensiasi (P=0.043), namun tidak dengan subtipe histologi. Tidak terdapat subjek dengan derajat diferensiasi baik-sedang yang mengalami metastasis kelenjar limfe.
Kesimpulan: Keputusan untuk melakukan limfadenektomi perlu dipertimbangkan kembali saat melakukan operasi surgical staging pada kanker ovarium tipe epitel stadium klinis 1 dengan derajat diferensiasi baik-sedang. Penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar dibutuhkan untuk kesimpulan yang lebih kuat.

Background: Lymphadenectomy plays an integral role in the surgical staging of ovarian cancer. However, it is a complex procedure that is potentially associated with intra- and post-operative complication. Some studies showed that distinct histologic subtype and grade have different frequencies of lymph node metastases and these might have potential implication for clinical decision making.
Objective: To evaluate the prevalence of lymph node metastasis in patients with clinically stage 1 epithelial ovarian cancer of various histologic subtype and grade.
Methods: This was a cross sectional study including clinically stage 1 epithelial ovarian cancer patient who underwent lymphadenectomy at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, during the period of 2014-2023. Demographics, histologic subtype, tumor grade, and lymph node status were collected. Comparisons were made with Chi square or Fisher's exact test.
Results: A total of 106 subjects were included in the study. Upstaging due to lymph node metastases were found in 6.6% of subjects. Lymph node metastases were most common in high-grade serous histology (15.4%) and poorly differentiated tumor grade (10.6%). However, a significant association with lymph node metastases rate was found only on tumor grade (P=0.043) and not histologic subtype. Furthermore, no subjects with well-to-moderately differentiated tumor had lymph node metastases.
Conclusions: The decision to perform lymphadenectomy should be reconsidered when performing surgical staging in patients with well-to-moderately differentiated clinically stage 1 epithelial ovarian carcinoma. Additional studies with larger samples are needed for exact conclusion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Maryani
"Kanker ovarium yaitu kanker yang terbentuk di jaringan pada ovarium. Studi kasus kontrol berbasis rumah sakit ini menilai hubungan riwayat reproduksi, penggunaan hormon, dan riwayat kanker pada keluarga dengan kejadian kanker ovarium pada pasien rawat jalan RSKD Jakarta tahun 2013, menggunakan alat kuesioner dan rekam medik pasien. Peneliti merekrut 71 penderita kanker ovarium sebagai kasus dan 140 responden sebagai kontrol yang seluruhnya terdiri dari penderita kanker serviks. Hasil penelitian menemukan bahwa semakin banyak jumlah kehamilan semakin besar efek protektif (1-2 kali (OR= 0.18, 95% CI= 0.05-0.59) dan ≥ 3 kali (OR= 0.06, 95% CI= 0.02-0.20)) dibandingkan tidak pernah hamil. Pola tersebut juga terlihat pada jumlah melahirkan. Pernah menyusui anak pun memberikan perlindungan terhadap kanker ovarium (OR=0.17, 95% CI= 0.08-0.39) dan efek protektif meningkat seiring dengan panjangnya durasi (1-24 bulan (OR= 0.31, 95% CI= 0.12-0.80) dan ≥ 25 bulan (OR= 0.13, 95% CI= 0.06-0.31)) dibandingkan tidak pernah menyusui anak. Perlindungan pun timbul dari riwayat pernah menggunakan kontrasepsi oral (OR=0.37, 95% CI= 0.20-0.68), dan efeknya meningkat seiring dengan tingginya episode (1 episode (OR= 0.39, 95% CI= 0.20-0.76) dan ≥ 1 episode (OR= 0.32, 95% CI= 0.10-0.99)), panjangnya durasi (1-24 bulan (OR= 0.46, 95% CI= 0.23-0.93) dan ≥ 25 bulan (OR= 0.25, 95% CI= 0.09-0.69)), serta pendeknya rentang waktu sejak terakhir menggunakan kontrasepsi oral_umur saat didiagnosis (< 15 tahun (OR= 0.33, 95% CI= 0.13-0.80) dan ≥ 15 tahun (OR= 0.41, 95% CI= 0.20-0.87)) dibandingkan tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral. Sebaliknya, ada peningkatan risiko terkena kanker ovarium akibat pernah mengalami infertilitas (OR= 2.09, 95% CI= 1.06-4.13) dibandingkan tidak pernah mengalami infertilitas, dan adanya riwayat kanker ovarium pada keluarga (OR= 7.55, 95% CI= 1.53-7.35) dibandingkan tidak ada riwayat kanker ovarium pada keluarga. Oleh karena itu, perlu adanya upaya peningkatan promosi kesehatan mengenai faktor protektor dan faktor risiko tersebut kepada masyarakat.

Ovarian cancer is cancer that forms in tissues of the ovary. This hospital-based case-control study evaluated reproductive history, hormone use, and family history of cancer in relation to ovarian cancer on patient of RSKD Jakarta in 2013. Data were collected through questionnaires and medical record of patients. Researcher recruited 71 ovarian cancer cases and 140 controls that a whole consists of cervix cancer patients. The result found the a significant protection to ovarian cancer risk because of number of pregnancy 1-2 , number of pregnancy ≥ 3 (OR= 0.06, 95% CI= 0.02-0.20), parity 1-2 (OR= 0.23, 95% CI= 0.08-064), parity ≥ 3 (OR= 0.07, 95% CI= 0.03-0.20), ever breastfeeding (OR= 0.17, 95% CI= 0.08-0.39), breastfeeding during 1-24 months (OR= 0.31, 95% CI= 0.12-0.80), breastfeeding during ≥ 25 months (OR= 0.13, 95% CI= 0.06-0.31), ever use of oral contraceptive (OR= 0.37, 95% CI= 0.20-0.68), using oral contraceptive during 1-24 months (OR= 0.46, 95% CI= 0.23-0.93), using oral contraceptive during ≥ 25 months (OR= 0.25, 95% CI= 0.09-0.69), have time since last use of oral contraceptive_age of diagnose (OR= 0.33, 95% CI= 0.13-0.80), and have time since last use of oral contraceptive_age of diagnose (OR= 0.41, 95% CI=0.20-0.87). Conversely, ever infertility (OR= 2.09, 95% CI= 1.06-4.13), and family history of ovarian cancer (OR= 7.55, 95% CI= 1.53-7.35) increased ovarian cancer risk significantly. Therefore, the health promotion about protector factors and risk factors of ovarian cancer have to be increased."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Kirana Mahaputra
"Latar Belakang: Cisplatin sebagai agen kemoterapi merupakan salah satu modalitas terapi pada kanker padat seperti kanker ovarium. Sejumlah studi membuktikan adanya efek samping hepatotoksik cisplatin. Hal ini dapat mengakibatkan kemoterapi tidak efektif, karena dosis cisplatin dikurangi atau bahkan dihentikan pemberiannya. Dewasa ini, obat berbasis tanaman banyak diteliti, salah satunya kurkumin. Kurkumin mempunyai efek hepatoprotektif namun bioavailabilitasnya sangat rendah. Sejumlah penelitian membuat formula nanokurkumin untuk meningkatkan bioavaibilitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian nanokurkumin pada gambaran histologis jejas liver yang diinduksi oleh cisplatin pada tikus model kanker ovarium. Metode: Penelitian ini menggunakan bahan biologis tersimpan dari penelitian sebelumnya. Terdapat 5 kelompok perlakuan; kontrol, DMBA; DMBA+Cisplatin; DMBA+Cis+kurkumin; dan DMBA+Cis+nanokurkumin. Pewarnaan Masson Trichrome dipakai untuk mengamati akumulasi kolagen sebagai penanda fibrosis. Selanjutnya dilakukan kuantifikasi jaringan kolagen /Collagen Proportionate Area (CPA), serta skoring fibrosis hati (skor ISHAK). Hasil: Induksi DMBA dan terapi cisplatin dapat mengakibatkan fibrosis hati, ditandai dengan deposisi kolagen yang lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Pemberian nanokurkumin menunjukkan adanya perbaikan secara histologis berupa fibrosis periportal yang ringan dan skor fibrosis yang lebih rendah secara signifikan (p<0.05) dibanding kelompok lainnya. Pemberian nanokurkumin juga menunjukkan persentase akumulasi kolagen (CPA) yang rendah, namun tidak signifikan (p>0.05) secara statistik. Kesimpulan: Pemberian nanokurkumin pada model kanker ovarium yang diterapi dengan cisplatin pada tikus menunjukkan efek hepatoprotektor dengan memperbaiki skor fibrosis dan mengurangi akumulasi kolagen pada jaringan liver. Diperlukan penelitian lebih lanjut yang membandingkan beragam dosis dan formulasi untuk mengetahui efikasi nanokurkumin yang paling baik sebagai hepatoprotektor pada model kanker ovarium yang diterapi dengan cisplatin.

Background: Cisplatin as a chemotherapy is one of the main modalities of therapy in patients with solid tumours like ovarian cancer. Studies have proven the hepatotoxicity of cisplatin, which causes dose reduction and even termination. Nowadays, herbal based drug is intensively studied, one of them is curcumin. Curcumin is known to have a hepatoprotective effect, albeit with very low bioavailability. To solve this, many research have formulated nanocurcumin to increase its bioavailability. This research aims to find out the effect of nanocurcumin in liver fibrosis induced by cisplatin in ovarian cancer of rat’s model. Method: Our study uses stored biological materials from previous study. The groups are; Control; DMBA; DMBA+Cisplatin; DMBA+Cisplatin+Curcumin; DMBA+Cisplatin+Nanocurcumin. Liver fibrosis is observed with Masson Trichrome stain to view collagen accumulation as fibrosis marker. Afterwards, quantification of collagen fibers (CPA) and liver fibrosis grading (ISHAK) is done. Results: Induction of DMBA with cisplatin treatment causes liver fibrosis, indicated by higher collagen deposition compared to the normal group. Administration of nanocurcumin shows improvement in histological structure such as milder periportal fibrosis and significantly lower liver fibrosis grade (p<0.05) compared to other groups. Administration of nanocurcumin also results in lower collagen percentage (CPA), however it is statistically insignificant (p>0.05). Conclusion: Administration of nanocurcumin in rat ovarian cancer model treated with cisplatin shows hepatoprotective effect by reducing both fibrosis grade and collagen accumulation in the liver. Further study is required with varying dose and formulations to know the nanocurcumin’s best efficacy as hepatoprotector in ovarian cancer model treated with cisplatin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Desi Ari Madi Yanti
"Kanker Ovarium adalah pertumbuhan sel - sel yang abnormal pada satu atau dua bagian indung telur. Kanker ovarium merupakan penyakit ganas ginekologi kedua diseluruh dunia, pada tahun 2013 ditemukan 22240 pasien dimana 14.030 (15%) meninggal dunia akibat kanker ovarium tersebut. Laporan ini bertujuan memberikan gambaran tentang pelaksanaan praktik spesialis keperawatan maternitas dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, pelindung, pengelola, kolaborator, komunikator, konselor, koordinator, agen perubah dan peneliti dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien kanker ovarium dengan menggunakan teori adaptasi Roy. Model teori keperawatan adaptasi Roy efektif dilakukan pada kedua kasus ibu dengan kanker ovarium, aplikasi teori tersebut membantu menyelesaikan masalah keperawatan di fase akut maupun di fase pemulihan. Pada klien kanker ovarium perlu adanya pengabungan teori Loss and Griving dengan adaptasi Roy untuk membantu klien mempertahankan keadaan psikologis klien dalam tahap menerima. Penulis mampu mencapai target kompetensi dalam praktik klinik keperawatan maternitas residensi dengan baik.

Ovarian cancer is the growth of abnormal cells in one or two parts of the ovary. Ovarian cancer is the second gynecological malignant disease throughout the world. In 2013 there were 22,240 patients that 14,030 (15%) died from the ovarian cancer. This report aimed to provide an overview of the implementation of maternity nursing specialist practice in carrying out its role as an educator~ a protector, a manager, a collaborator, a communicator, a counselor, a coordinator, an agent of change and a researchers in providing nursing care to the ovarian cancer clients using Roy adaptation theory. Roy adaptation nursing theory model was effectively performed in both cases of women with ovarian cancer, the application of the theory helped to solve the nursing problem in the acute phase and in the recovery phase. The combination of Loss & Grieving and Roy Adaptation Theory could help ovarian cancer clients to maintain their psychological state in the receiving phase. The author was able to achieve the target competencies in maternity nursing residency clinical practice successfully.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ganot Sumulyo
"Latar Belakang: Kanker ovarium merupakan salah satu keganasan dengan kematian tertinggi pada wanita di seluruh dunia. Seringkali pasien dating dengan stadium lanjut dan memerlukan penanganan segera. Akan tetapi, terdapat berbagai penyebab terjadinya pemanjangan waktu tunggu operasi. Hal ini mungkin dapat menyebabkan perburukan klinis saat dilakukan tindakan operatif pada pasien.
Tujuan: Menentukan hubungan antara lama waktu tunggu operasi dengan perburukan klinis pada pasien kanker ovarium stadium lanjut.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia pada Januari 2019 hingga Juni 2019. Pasien kanker ovarium stadium lanjut yang dilakukan tindakan operatif diikutsertakan pada penelitian. Pasien yang terbukti tidak memiliki kanker ovarium stadium lanjut pada pemeriksaan histopatologi atau memiliki penyakit komorbiditas berat lainnya dieksklusi dari penelitian. Karakteristik dasar, waktu tunggu, status performa berdasarkan ECOG score, kadar haemoglobin dan albumin dasar, status nyeri, dan indeks massa tubuh dikumpulkan dan dilakukan analisis secara statistik.
Hasil: Didapatkan 90 subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Didapatkan 25,6% subyek mengalami perburukan status performa, 11,1% mengalami perburukan haemoglobin, 61,1% mengalami perburukan albumin, 14,4% mengalami perburukan nyeri, 32,2% mengalami perburukan indeks massa tubuh, dan 77,8% mengalami perburukan klinis. Didapatkan nilai cutoff 73 hari untuk menentukan pemanjangan waktu tunggu operasi.
Kesimpulan Terdapat hubungan bermakna antara waktu tunggu terapi dengan perburukan klinis pasien kanker ovarium stadium lanjut.

Background: Ovarian cancer is one of the highest fatalities for cancer in women worldwide. Patients often come in an advanced stage and require immediate treatment. However, there are various causes for the extension of the waiting time for surgery. This might cause clinical deterioration during the operation.
Objective: To determine the relationship between the length of time waiting for surgery and clinical deterioration in patients with advanced ovarian cancer.
Methods: A retrospective cohort study conducted at the National Center General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia from January 2019 to June 2019. Patients with advanced stages of ovarian cancer who performed operative measures were included in the study. Patients who were proven not having advanced ovarian cancer on histopathological examination or had other severe comorbidities were excluded from the study. Baseline characteristics, waiting time, performance status based on ECOG score, haemoglobin and albumin levels, pain status, and body mass index were collected and analyzed statistically.
Results: There were 90 study subjects who met the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria. A total of 25.6% of subjects experienced a worsening of performance status, 11.1% experienced worsening of hemoglobin, 61.1% experienced worsening of albumin, 14.4% experienced worsening pain, 32.2% experienced a worsening of body mass index, and 77.8% experiencing clinical deterioration. A cutoff value of 73 days is obtained in order to determine the lengthening of the operating waiting time.
Conclusion There is a significant relationship between the waiting time of therapy with clinical deterioration in patients with advanced ovarian cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina Vitria
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang gambaran penyebaran kanker ovarium melalui sirkulasi peritoneum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sehingga dapat dijadikan sebagai data dasar untuk evaluasi apakah surgical staging perlu rutin dilakukan pada semua pasien kanker ovarium yang secara klinis stadium dini mengingat biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien. Penelitian ini adalah penelitian dengan desain deskriptif.Dari hasil penelitian didapatkan proporsi penyebaran kanker ovarium jenis epitel pada cairan peritoneum sebanyak 12 kasus 24 dari 50 kasus dengan proporsi hasil sitologi positif pada cairan ascites sebanyak 9 kasus 18 dan proporsi hasil sitologi positif pada bilasan peritoneum sebanyak 3 kasus 6 . Proporsi penyebaran kanker ovarium jenis epitel pada peritoneum sebanyak 10 kasus 20 dari keseluruhan subyek dengan proporsi penyebaran pada peritoneum parakolika dan prevesika sebanyak 3 kasus 6 , proporsi penyebaran pada peritoneum kavum Douglas sebanyak 2 kasus 4 . Namun tidak semua kasus dilakukan biopsi diafragma. Pada penelitian ini hanya ada 1 kasus yang dilakukan biopsi diafragma sehingga perhitungan proporsi penyebaran pada diafragma sulit untuk dievaluasi.Proporsi penyebaran kanker ovarium jenis epitel pada omentum sebanyak 8 kasus 16 dari keseluruhan subyek. Penyebaran pada peritoneum, omentum, dan cairan peritoneum paling sering terjadi pada jenis histopatologi serosa derajat tinggi dan rendah. Dan semakin tinggi stadium maka penyebaran yang terjadi pada peritoneum dan omentum lebih sering terjadi. Sedangkan untuk diferensiasi cenderung tersebar merata pada seluruh derajat.

ABSTRACT
The purpose of this study was to investigate the epithelial ovarian cancer spreading through peritoneal circulation at Cipto Mangunkusumo Hospital so that it can be used as baseline data to evaluate whether surgical staging needs to be routinely performed in all clinically early stage ovarian cancer patients considering costs incurred by patients. This research used descriptive design and data collection process was performed at medical record department of Cipto Mangunkusumo Hospital.From data collected from 2006 to 2016, there were 2.711 cases of epithelial ovarian cancer but only 50 cases were clinically early stage and had data of peritoneal biopsy results. The proportion of epithelial ovarian cancer spreading through peritoneal fluid were 12 cases 24 , peritoneum were 10 cases 20 , and omentum were 8 cases 16 of all subjects.The macroscopic proportion of negative nodules with positive peritoneal biopsy results were 1 out of 40 cases 2.5 while the macroscopic proportion of negative nodules with positive omental biopsy results were 3 out of 45 cases 6.7 . The proportion of peritoneal washing with positive cytology results were 3 out of 26 cases 11.5 . The spreading on the peritoneum, omentum, and peritoneal fluid most commonly occurs in high and low grade serous types. The higher the stage, the spreading occurs in peritoneum and omentum is more frequently. While for differentiation, it tends to spread evenly on all grades. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caecilia Herawati S.R. Dewi
"Latar belakang: Kanker ovarium merupakan penyebab kematian kelima terbanyak karena kanker pada wanita. Diperlukan uji diagnostik preoperatif dan intraoperatif yang tajam dan akurat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas karena kanker ovarium.
Tujuan: Mengetahui nilai diagnostik RMI, Skor Purwoto, dan potong beku terhadap pemeriksaan histopatologi pada tumor ovarium suspek ganas.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) dari data sekunder yang berasal dari 114 rekam medis pasien suspek keganasan ovarium yang menjalani pembedahan antara bulan Januari 2010 hingga Desember 2010 di RSCM.
Hasil: Nilai diagnostik untuk RMI adalah sensitivitas 85%, spesifisitas 63%, NDP 68%, NDN 82%, RKP 2,29, RKN 0,23, akurasi 74%, dan AUC 0,800. Nilai diagnostik untuk Skor Purwoto adalah sensitivitas 80%, spesifisitas 59,3%, NDP 65%, NDN 76%, RKP 1.97, RKN 0,34, akurasi 69%, dan AUC 0,780. Nilai diagnostik untuk potong beku adalah sensitivitas 93%, spesifisitas 98%, NDP 98%, NDN 94%, RKP 54,7, RKN 0,07, akurasi 96%, dan AUC 0,968.
Kesimpulan: RMI dan skor Purwoto dapat digunakan untuk evaluasi diagnostik keganasan ovarium praoperatif. Meskipun telah dilakukan evaluasi kemungkinan keganasan praoperatif, tetap diperlukan pemeriksaan potong beku. Hasil evaluasi RMI dan Skor Purwoto jinak dapat ditatalaksana di pusat pelayanan dengan fasilitas yang tidak memerlukan surgical staging. Meskipun hasil evaluasi RMI dan skor Purwoto jinak sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan potong beku untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan yang masih belum dapat dibuktikan dengan pasti melalui evaluasi praoperatif.

Introduction: Ovarian cancer is the fifth leading cause of death from cancer in women. The sharp and accurate preoperative and intraoperative diagnostic tests are needed in reducing morbidity and mortality due to ovarian cancer.
Purpose: This study aims to determine the diagnostic value of RMI, Purwoto Score, and frozen section compared to histopathologic examination in suspected malignant ovarian tumors.
Methods: This study used cross-sectional design of secondary data from the medical records of 114 patients with suspected ovarian malignancy who underwent surgery between January 2010 and December 2010 at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Results: The diagnostic value for RMI are sensitivity 85%, specificity 63%, PPV 68%, NPV 82%, positive likelihood ratio 2.29, negative likelihood ratio 0.23, accuracy 74%, and AUC 0,800. Diagnostic value for Purwoto Score are sensitivity 80%, specificity 59.3%, PPV 65%, NPV 76%, positive likelihood ratio 1.97, negative likelihood ratio 0.34, accuracy 69%, and AUC 0.780. Diagnostic value of frozen section are sensitivity 93%, specificity 98%, PPV 98%, NPV 94%, positive likelihood ratio 54.7, negative likelihood ratio 0.07, accuracy 96%, and AUC 0.968.
Conclusion: RMI and Purwoto Score can be used for preoperative diagnostic evaluation of ovarian malignancies. Although it has been performed preoperative evaluation of malignancy, is still required frozen section examination. Benign case of RMI and Purwoto Score can be managed at the service center with facilities that do not require surgical staging and still need to be confirmed with frozen section examination to rule out malignancy that still has not been proven with certainty through preoperative evaluation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seprializa
"Latar belakang: Kanker ovarium yang paling sering terjadi adalah jenis epitel, mayoritas terjadi pada perempuan usia lanjut namun ditemukan 3-17 wanita usia muda yaitu kurang dari 40 tahun. Meningkatnya angka survival dari keganasan ovarium maka mempertahankan fertilitas adalah hal yang sangat penting pada pasien usia muda. Prosedur diagnostik yang tepat diperlukan untuk oportunitas fungsi reproduksi pasien kedepannya, yaitu potong beku. Prosedur potong beku dapat mempertajam diagnosis dan penatalaksanaan yang terarah pada neoplasma ovarium suspek ganas dan mencegah terjadinya overprocedure maupun underprocedure.
Tujuan: Mengetahui peran prosedur potong beku pada neoplasma ovarium suspek ganas pada usia dibawah 40 tahun di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan studi potong lintang yang dilaksanakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan menggunakan data rekam medik pada pasien neoplasma ovarium suspek ganas usia dibawah 40 tahun yang menjalani pembedahan dengan atau tanpa prosedur potong beku dari tahun 2013 hingga 2018.
Hasil: Dari 109 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan 62 kasus menjalani prosedur potong beku dengan hasil ganas (34,9%), borderline (14,7%) dan jinak (7,3%) sedangkan tanpa prosedur potong beku terdapat 47 kasus. Subjek yang menjalani potong beku didapatkan seluruh prosedur sesuai (100%) dengan kelengkapan prosedur pembedahan konservatif surgical staging, sedangkan tanpa potong beku didapatkan 4,8% outcome dengan hasil overprocedure.
Kesimpulan: Tatalaksana konservatif menjadi prioritas utama dalam manajemen neoplasma ovarium suspek ganas usia muda, dengan adanya prosedur potong beku dapat menentukan tatalaksana lebih terarah secara intraoperatif.

Background: The most common ovarian cancer is the type of epithelium, the majority occur in elderly women but found 3-17 young women that is less than 40 years. The increased survival rate of ovarian neoplasm is to maintain fertility is very important in young patients. Appropriate diagnostic procedures are needed for the future reproductive function of the patient, which is frozen section. Frozen section procedures can diagnose clearly and directed treatment of suspected malignant ovarian neoplasms and prevent overprocedure or underprocedure.
Aim: Knowing the role of frozen section procedures in suspected malignant of ovarian neoplasms under the age of 40 years at RSCM.
Methods: This research is descriptive with a cross sectional study conducted at RSCM using medical record data on patients with suspected of malignant ovarian neoplasms age under 40 years who underwent surgery with or without frozen cut procedures from 2013 to 2018.
Results: 109 study subjects which were taken from the inclusion criteria, 62 cases underwent frozen section procedures with malignant results (34.9%), borderline (14.7%) and benign (7.3%) whereas without procedures frozen section there are 47 cases. Subjects who underwent frozen section obtained all procedures according to (100%) with complete conservative surgical staging procedures, whereas without frozen section obtained 4.8% outcome with overprocedure results.
Conclusions: Conservative management is the main priority in the management of young woman with ovarian neoplasms, with the presence of frozen section procedures can determine management more directed intraoperatively.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>