Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106919 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rozana Nurfitri Yulia
"ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronik yang tetap menjadi masalah kesehatan global terutama di negara berkembang dan menjadi penyebab kematian kedua terbesar pada kelompok penyakit menular. Selain paru, kuman tuberkulosis dapat menginvasi hingga ke organ ektrapulmoner salah satunya usus. Infeksi kuman pada mukosa usus karena tuberkulosis usus dapat menyebabkab ulserasi hingga nekrosis lapisan mukosa yang akan memengaruhi absorpsi nutrisi. Malabsorpsi dan anoreksia dapat menjadi penyebab malnutrisi pada tuberkulosis usus. Terapi medik gizi bertujuan untuk menyediakan nutrisi adekuat, meningkatkan status gizi, menurunkan risiko kematian, memperpendek lama rawat inap, mencegah terjadinya penurunan massa otot, mendukung proses kesembuhan penyakit, memenuhi kebutuhan mikronutrien yang adekuat, dan meningkatkan sistem imunitas. Metode:Pada serial kasus ini, dilaporkan 4 kasus tuberkulosis usus pada pasien laki-laki dan perempuan yang berusia antara 24-31 tahun, dengan 1 pasien koinfeksi HIV. Keempat pasien mengalami malnutrisi, 3 diantaranya adalah malnutrisi berat dan juga didiagnosis kaheksia. Pada 3 kasus awal, tatalaksana tuberkulosis usus disertai dengan pembedahan akibat komplikasi obstruksi usus mekanik, perdarahan, dan fistula sedangkan kasus terakhir hanya diberikan AOT. Masalah nutrisi terjadi pada keempat kasus terkait dengan perubahan anatomi saluran cerna, fungsi fisologis, dan pemberian mikronutrien yang kurang adekuat. Terapi medik gizi telah diberikan sesuai rekomendasi untuk pasien dengan tuberkulosis usus dengan malnutrisi. Hasil :Kasus pertama dan keempat mengalami perbaikan keadaan klinis hingga diperbolehkan rawat jalan. Namun, kasus kedua dan ketiga meninggal dunia masing-masing pada hari perawatan ke-54 dan 28 akibat sepsis dan perdarahan. Kesimpulan:Terapi medik gizi yang diberikan telah membantu perbaikan kondisi klinis pada pasien tuberkulosis usus dengan malnutrisi.

ABSTRACT
Background:Tuberculosis is a chronic infection that remains a global health problem especially in developing countries and become the second leading cause of death in infectious diseases. Beside lung organ, the Mycobacterium tuberculosis can invade up to an extrapulmonary organ such as intestine. Infections in the intestinal mucosa due to intestinal tuberculosis may cause ulceration to necrosis of the intestinal mucose that will be affected to nutrient absorption. Malabsorption and anorexia can be the cause of malnutrition in intestinal tuberculosis. Nutritional medical therapy aims to provide adequate nutrition, improve nutritional status, reduce the risk of death, shorten the length of stay, prevent the decrease of muscle mass, support the wound healing, giving adequate micronutrients, and improve the immune system. Methods: In this series of cases, 4 cases of intestinal tuberculosis were reported in male and female patients between 24 and 31 years old, with 1 patient co-infected with HIV. The four patients were malnourished, 3 of them with severe malnourished and also diagnosed with cachexia. In the third initial cases, management of intestinal tuberculosis was surgery due to complications mechanical bowel obstruction, hemorrhage, and fistulas while the last one was given only DOT. Nutrition problems occur in all four cases associated with altered gastrointestinal anatomy, physiological function, and inadequate micronutrient administration. Medical nutrition therapy has been given as recommended for patients with intestinal tuberculosis with malnutrition. Result: The first and fourth cases had an improvement on clinical conditions. However, the second and third cases died on the 54th and 28th day of treatment due to sepsis and bleeding. Conclusion: Medical nutritional therapy has been provided to improve clinical conditions in intestinal tuberculosis patients with malnutrition. "
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Susdia Lestari
"Pertumbuhan penduduk pada wilayah perkotaan mengakibatkan munculnya wabah penyakit menular di daerah perkotaan. Penyakit menular terjadi karena sanitasi yang buruk sehingga menjadi media penularan yang baik bagi kuman terutama tuberkulosis TB . Prognosis yang buruk dan intervensi bedah pada kasus TB usus mengakibatkan timbulnya masalah psikososial ansietas. Ansietas adalah kondisi kejiwaan berupa timbulnya perasaan gelisah, takut, atau pikiran dan firasat buruk. Diagnosa keperawatan ansietas dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian meliputi pemeriksaan fisik, wawancara, dan observasi.
Metode dalam penulisan ini yaitu menggunakan studi kasus. Tujuan penulisan ini untuk menganalisis asuhan keperawatan ansietas pada klien post operasi dengan tb usus. Hasil yang didapatkan setelah empat hari perawatan yaitu terdapat penurunan tingkat ansietas yang diukur dengan skala Hamilton Anxiety Rating Scale HARS dari skor 20 menjadi 7 setelah dilakukan latihan teknik relaksasi nafas dalam, distraksi, spiritual, dan hipnosis lima jari. Karya ilmiah selanjutnya diharapkan dapat menganalisis asuhan keperawatan psikososial ketidakberdayaan pada kasus TB usus.

Population growth in urban areas resulted in a dense environment causing outbreak of infectious diseases in urban areas. Infectious diseases occur due to poor sanitation that become a good medium of transmisssion for germs, especially tuberculosis TB . Unsatisfied prognosis and surgical inrevention due to intestinal tuberculosis cases can lead to the emergence of anxiety psychosocial problems. Anxiety is a phychiatric condition in the form of anxiety, fear, or bad thought and premonitions. An anxiety nursing diagnosis was formulated based on the result of the assesment including physical examination, interview, and observation.
The method in this paper is using case studies. The purpose of this paper is analyzes nursing care about anxiety in postoperative clients with intestinal tract. The results obtained after four days of treatment were decreased anxiety levels measured by the Hamilton Anxiety Rating Scale HARS scale from a score of 20 to 7 after deep breathing relaxation exercises, distraction, spiritual, and five finger hypnosis. The next scientific work is expected to analyze psychosocial nursing powerless in cases of intestinal TB.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Wiradarma
"ABSTRAK
Latar Belakang: Status nutrisi seringkali berhubungan dengan infeksi tuberkulosis TB. TB aktif menyebabkan kehilangan berat badan dan berat badan kurang merupakan faktor risiko infeksi TB, baik melalui reaktivasi TB laten maupun penyakit primer yang progresif menjadi TB ekstrapulmonar TBEP. Defisiensi makro dan mikronutrien pada pasien malnutrisi akan mempengaruhi sistem cell-mediated immunity CMI. Selain itu infeksi TB juga meningkatkan kebutuhan energi, penurunan asupan makanan, penurunan berat badan, dan malabsorpsi makro dan mikronutrien sehingga terjadi wasting. Terapi medik gizi pada pasien TB paru dengan komplikasi TBEP dan malnutrisi bertujuan untuk memperbaiki parameter ststus nutrisi, mempertahankan imbang nitrogen dan mencegah proses wasting lebih lanjut. Metode: Pasien pada laporan serial kasus ini berusia antara 8 ndash;28 tahun menderita TB paru dengan komplikasi lesi TBEP yang berbeda-beda, yaitu: 1 limfadenitis TB, skrofuloderma, dan efusi pleura, 2 spondilitis TB, 3 TB intestinal pasca laparotomi dengan fistula enterokutan, serta 4 meningoensefalitis TB dan TB milier. Status gizi keempat pasien adalah 2 pasien malnutrisi berat dan 2 pasien malnutrisi ringan, dengan hasil skrining skor >2. Terapi medik gizi yang diberikan disesuaikan dengan kondisi klinis dan kelainan yang terdapat pada pasien. Keempat pasien diberikan suplementasi mikronutrien. Pemantauan yang dilakukan meliputi keluhan subjektif, tanda vital, analisis dan toleransi asupan, pemeriksaan laboratorium, kapasitas fungsional, serta pada pasien TB intestinal dilakukan pemantauan produksi fistel serta perubahan berat badan. Hasil: Tiga pasien mengalami perbaikan kondisi klinis, asupan makanan dan kapasitas fungsional, satu pasien perburukan dan meninggal. Kesimpulan: Terapi medik gizi yang adekuat pada pasien TB dengan TBEP dan malnutrisi dapat mempercepat pemulihan dan memperbaiki status nutrisi.Kata kunci: Malnutrisi, terapi medik gizi, tuberkulosis ekstrapulmonar, suplementasi mikronutrien, keluaran klinis.

ABSTRACT<>br>
Objective Nutritional status and tuberculosis TB infections are frequently related. Active TB leads to weight loss and undernutrition is a risk factor for TB infection, either through the reactivation of latent TB or progressive primary disease into extrapulmonary TB EPTB. Macro and micronutrient deficiencies in malnourished patients will affect the cell mediated immunity CMI system. TB infection also increases energy demand, decreased food intake, induced weight loss, and macro and micronutrient malabsorption resulting in wasting. The aims of nutritional medical therapy in pulmonary tuberculosis patients complicated by EPTB and malnutrition are to improve the parameters of nutritional status, maintain nitrogen balance and prevent further wasting. Methods Patients age on this case series report between 8 and 28 years old, have pulmonary tuberculosis with complications of different EPTB lesions 1 TB lymphadenitis, scrofuloderma, and pleural effusion, 2 spondylitis TB, 3 post laparotomy intestinal TB with enterocutaneous fistula, and 4 TB meningoencephalitis and miliary TB. The nutritional status of all patients was 2 patient had severe malnutrition and 2 patients had mild malnutrition. All patient had screening score 2. Nutritional therapy which was given to all patients, was adjusted to the clinical conditions and abnormalities suffered by the patient. All patients received micronutrient supplementation. Monitoring included subjective complaints, vital signs, analysis and intake tolerance, laboratory examination, functional capacity, and in one patient with intestinal TB, fistel production and weight changes. Results Three patients showed improved clinical conditions, dietary intake and functional capacity, one patient suffered deteriorated and died. Conclusion Adequate medical nutrition therapy in malnourished and EPTB patients can improve recovery and improve nutritional status.Keywords Malnutrition, medical nutrition therapy, extrapulmonary tuberculosis, micronutrient supplementation, clinical outcome."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Prasmapti Yunianingtias
"Malnutrisi dan tuberkulosis seringkali ditemukan secara bersamaan, Adanya malnutrisi pada tuberkulosis meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Serial kasus ini bertujuan mempelajari efek terapi nutrisi pada pasien TB paru dengan malnutrisi. Pada serial kasus ini tiga orang pasien mengalami malnutrisi berat dan satu pasien mengalami malnutrisi ringan. Nutrisi tahap awal diberikan ≤ 50% kebutuhan energi total (KET) dan ditingkatkan bertahap. Pada akhir masa perawatan, nutrisi dapat mencapai 90% KET. Protein diberikan sebesar 15-20% total kalori. Konseling gizi diberikan pada akhir masa rawat pada pasien dan keluarga. Terapi nutrisi sebaiknya harus menjadi bagian integral dari terapi tuberkulosis.

Malnutrition has been found to coexist with tuberculosis (TB). Malnutrition is associated with increased morbidity and mortality in those with TB. Objective of this case serial is to review the impact of nutritional therapy in pulmonary TB patient with malnutrition. All of four patients were malnourished and had pulmonary TB, of which 3 were severely malnourished. Initially, nutrition therapy commenced with ≤ 50% estimated energy requirement (EER) and incrementally increased to 90% EER at the end of hospitalization. Protein was given 15–20% of total calories. Bedside counseling was provided prior to discharge. Nutrition therapy should be considered as integral part of TB treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Silvia Pagitta
"Malnutrisi merupakan masalah yang sering ditemukan pada pasien luka bakar berat. Malnutrisi meningkatkan risiko infeksi, lama rawat, terhambatnya penyembuhan luka sehingga mortalitas meningkat. Glutamin merupakan nutrien spesifik yang berperan dalam penyembuhan luka. Tujuan penulisan serial kasus adalah dilaporkannya peran terapi medik gizi pada pasien luka bakar berat dengan malnutrisi yang mendapat glutamin. Empat pasien serial kasus dengan luka bakar berat, derajat II-III, 18,5-41% luas permukaan tubuh (LPT) disebabkan api dan bahan kimia dengan rentang usia 18−64 tahun. Berdasarkan rekomendasi ESPEN pada pasien dengan luka bakar >20% LPT, dosis glutamin enteral yang diberikan adalah 0,3-0,5 g/kg BB/hari. Asupan energi pasien selama perawatan 11-54 kkal/kg BB/hari, protein 0,2-2,4 g/kg BB/hari, lemak 6-28%, karbohidrat 52-70%, glutamin 0,02-0,2 g/kg BB/hari. Selama perawatan, hitung total limfosit (TLC) meningkat pada 2 dari 4 pasien dan terdapat perbaikan kapasitas fungsional pada 3 pasien. Peran glutamin pada pasien luka bakar yang mengalami malnutrisi belum dapat dinilai karena dosis yang diberikan kurang dari rekomendasi, namun tampak peningkatan TLC dan perbaikan kapasitas fungsional setelah pemberian nutrisi.

Malnutrition is the most common problem in severe burns patients. Malnutrition increases the risk of infection, length of stay, inhibits the healing process so increasing mortality. Glutamine is a specific nutrient that plays a role in wound healing. This case series was aimed to report the role of nutritional medical therapy in patients with severe burns with malnutrition who received glutamine. These case series analyzed four of 18-64 years old patients with severe fire and chemical burns, II-III degree, 18,5-41% of body surface area (BSA). According to ESPEN, the dose of enteral glutamine in burns patients >20% BSA is 0,3-0,5 g /kg BW/day. Energy intake of patients during treatment was 11-54 kcal /kg BW/day, protein 0,2-2,4 g /kg BW/day, fat 6-28%, carbohydrates 52-70%, glutamine 0,02-0,2 g /kg BW/day. During treatment, the total lymphocyte count (TLC) increased in 2 of 4 patients and there was an improvement in functional capacity in 3 patients. The role of glutamine in burn patients who have suffered malnutrition cannot yet be assessed because the dose given is less than the recommendation, but glutamine supplementation may be associated with an increase of TLC and improvement functional capacity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muningtya Philiyanisa Alam
"ABSTRAK
Penyakit ginjal kronik (PGK) telah menjadi penyakit epidemik global dan prevalensinya di Indonesia terus meningkat. Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling sering dilakukan pada pasien PGK stadium akhir. Pasien PGK yang menjalani HD rutin rentan mengalami protein energy wasting (PEW) sehingga memengaruhi status gizi. Lingkar otot lengan atas (LOLA) merupakan indeks yang dapat menggambarkan total protein tubuh dan massa otot. Terapi medik gizi komprehensif diperlukan untuk menghindarkan pasien dari PEW dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pemantauan terhadap empat pasien berusia 32-61 tahun dengan proporsi jenis kelamin sama, didiagnosis PGK stadium akhir dan menjalani HD rutin. Berdasarkan kriteria The American Society for Parenteral and Enteral Nutrition seluruh pasien mengalami malnutrisi. Dua pasien telah menderita PEW, dua lainnya berisiko PEW. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan keadaan klinis pasien dengan target protein yaitu 1,1-1,4 g/kgBB/hari. Asupan energi dan protein pada dua pasien telah lebih dari 35 kkal/kgBB/hari dan 1,2 kkal/kgBB/hari sejak awal, sedangkan dua pasien lainnya rendah pada awal pengkajian namun mengalami peningkatan di akhir pemantauan. Seluruh pasien memiliki nilai LOLA yang rendah dan diduga mengalami deplesi otot, namun dua pasien mengalami peningkatan LOLA di akhir pemantauan.

ABSTRACT
Chronic kidney disease has become a global epidemic disease and the prevalence is increasing in Indonesia. Hemodialysis (HD) is the most common treatment for end stage renal disease (ESRD) patients. Patients who undergoing HD routinely are vulnerable to increase protein energy wasting (PEW) so nutritional status must be monitored closely. Mid upper arm muscle circumference (MUAMC) can be use to show total body protein and muscle mass. Medical nutrition therapy is needed to prevent patients from PEW and improve the quality of life. Four patients age range 32-61 years and same sex ratio, diagnosed with ESRD undergoing HD. Based on The American Society for Parenteral and Enteral Nutrition s criteria all patients were malnutrition. Two patients experienced PEW and the other had risk of PEW. Medical nutritional therapy is given according to clinical condition of each patient with target protein from 1.1-1.4 g/kgBW/day. Energy and protein intake in two patients was more than 35 kcal/kgBW/day and 1.2 kcal/kgBW/day at first assessment. Unfortunately the others patient intake were low at the first assessment but incresed at the end of monitoring. All patients had low MUAMC scores which indicate muscle depletion. Two patients had increased MUAMC at the end of monitoring."
2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Steffi Sonia
"Luka bakar adalah bentuk trauma yang paling berat yang menyebabkan hipermetabolisme berkepanjangan. Jika asupan nutrisi tidak adekuat, penurunan berat badan dapat terjadi, yang kemudian akan memengaruhi pertumbuhan, penyembuhan luka, dan imunitas. Pedoman nutrisi pada anak dengan luka bakar dibuat di negara maju, sehingga mungkin akan sulit diterapkan di negara berkembang. Pada serial kasus ini, terapi nutrisi diberikan kepada empat pasien anak pasca luka bakar dengan usia 2 ndash;8 tahun dan luas luka bakar antara 5 dan 35 total body surface area. Dari keempat pasien tersebut terdapat satu pasien dengan luka bakar mayor. Target kebutuhan energi ditentukan dengan menggunakan rumus Schofield ditambah faktor stres 1,5 ndash;2 menurut luas luka bakar pasien. Target protein ditetapkan sebesar 1,5 ndash;3 g/kg/hari menurut luas luka bakar pasien. Semua pasien mendapatkan nutrisi melalui jalur oral, dengan jumlah yang ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai target. Suplementasi mikronutrien diberikan kepada semua pasien mendekati rekomendasi, namun suplementasi tembaga tidak diberikan karena keterbatasan sediaan. Terdapat penurunan berat badan pada dua pasien, namun status gizi yang baik berhasil dipertahankan pada semua pasien. Semua pasien juga mengalami penyembuhan luka yang progresif. Terapi medik gizi klinik pada pasien anak dengan luka bakar dapat mempertahankan status gizi yang baik dan membantu penyembuhan luka.

Burn injury is the most severe trauma that causes prolonged hypermetabolism. Inadequate nutritional intake may cause weight loss, which in turn may influence growth, wound healing, and immunity. Nutritional guidelines for pediatric burn were made in developed countries, meanwhile their application in a developing country may be limitted. In this case series, nutritional therapy was instituted on four pediatric burn patients aged 2 ndash 8 years old with burn surface areas between 5 and 35 total body surface area. Among these patients, there was one patient with major burn. Energy requirements were determined using Schofield formula and stress factors of 1,5 ndash 2 depending on the patient rsquo s burn surface area. Protein requirements were set at 1,5 ndash 3 g kg day depending on the patient rsquo s burn surface area. All patients were given oral nutrition, with stepwise increases until the goals were achieved. Micronutrient supplementation was given to all patients according to previous recommendations, however copper supplementation was not be given due to unavailability. Two patients experienced weight loss, but normal nutritional status was maintained in all patients. In addition, progressive wound healing was observed in all patients. In conclusion, nutritional therapy in pediatric burn patients may preserve normal nutritional status and promote wound healing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Sakti Dwi Permanasari
"Tumor otak sekunder dapat menyebabkan masalah nutrisi. Manifestasi klinis penurunan selera makan, gangguan menelan, mual, muntah, hemiparesis, kejang, gangguan fungsional dan kognitif dapat menurunkan asupan makanan dan berat badan sehingga berisiko malnutrisi. Perubahan metabolisme makronutrien dan mikronutrien yang terjadi juga memengaruhi terjadinya malnutrisi. Tatalaksana terapi medik gizi yang diberikan bertujuan mempertahankan atau memperbaiki status gizi sehingga meningkatkan kualitas hidup dan memperlama harapan hidupnya. Terapi medik gizi yang sesuai rekomendasi European Society of Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) adalah diet seimbang yang meliputi makronutrien, mikronutrien, nutrien spesifik, dan edukasi. Pasien serial kasus ini adalah perempuan, berusia antara 48 sampai 59 tahun dengan diagnosis tumor otak sekunder. Tiga pasien memiliki tumor primer kanker payudara, sedangkan satu pasien dengan kanker endometrium. Skrining menggunakan malnutrition screening tool (MST) dilanjutkan asesmen gizi. Terapi medik gizi diberikan sesuai rekomendasi ESPEN dan toleransi pasien. Pemantauan gizi meliputi pemeriksaan fisik, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional dan analisis asupan. Hasil menunjukkan semua pasien mencapai asupan makan sesuai target pemberian makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik. Status gizi berhasil dipertahankan dengan tiga pasien mengalami peningkatan BB. Kapasitas fungsional keempat pasien menunjukkan perbaikan dengan menggunakan Karnofski dan Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG). Pemeriksaan handgrip hanya dapat dilakukan pada 3 pasien menunjukkan perbaikan.

A secondary brain tumor may cause nutritional problems. Clinical manifestations such as decreased appetite, swallowing disorders, nausea, vomiting, hemiparesis, seizures, functional and cognitive disorders may reduce food intake and increase malnutrition. Also changes in metabolism can affect the malnutrition. The aim of the medical nutrition therapy to maintain nutritional status to improve the quality of life and life expectancy. Balance diet were recommended by European Society of Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) includes macronutrients, micronutrients, specific nutrients with continuing nutrition education. Patients are females, aged 48 to 59 years, with secondary brain tumor. The primary tumor of three patients were breast cancer and one patient was endometrial cancer. Screening was done using the malnutrition screening tool (MST) and followed with nutritional assessment. Medical nutrition therapy were given based on ESPEN recommendations and patient tolerance. Nutrition monitoring includes physical examination, anthropometry, body composition, functional capacity and intake analysis. Patient’s monitoring showed that all patients achieved their intake targets. The body weight of three patient increased showed that the nutrition status was maintained well enough. Patient’s functional capacity were improved according to Karnofsky and Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG). Handgrip examination were also improve when it was assesed on three patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Eristiana
"Latar Belakang: Malnutrisi merupakan salah satu predikor luaran pengobatan yang buruk. Indeks masa tubuh (IMT) kurang 18,5 kg/m2 dan ketidakcukupan peningkatan berat badan saat pengobatan berkaitan dengan peningkatan risiko kegagalan pengobatan kematian dan kekambuhan TB. Intervensi gizi tinggi energi dan protein dapat memperbaiki malnutrisi sehingga memperbaiki imunitas, kekuatan otot dan mempercepat konversi.
Metode: Penelitian ini merupakan open label non-randomised clinical trial dan merupakan merupakan uji pendahuluan. Penelitian ini dilakukan di poliklinik MDR RSUP Persahabatan periode April-Desember 2022 pada pasien TB resistan obat (RO) yang mengalami malnutrisi. Kelompok intervensi mendapatkan edukasi gizi dan suplementasi nutrisi oral tinggi energi dan protein (705 kkal dan 31 gram per hari) selama 60 hari sedangkan kelompok kontrol hanya mendapat edukasi gizi selanjutnya dievaluasi perubahan berat badan, waktu koversi, perubahan keluhan dan parameter hematologi.
Hasil: Didapatkan 36 pasien kelompok intervensi dan 34 pasien kontrol. Pemberian suplementasi nutrisi meningkatkan asupan energi total dan protein harian [2012 vs 1596 kkal, p<0,001; 79 vs 58gram, p<0,001] dan meningkatkan berat badan ≥5% pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol [OR:14,518 95%IK (3,778-55,794), p<0,001]. Kelompok intervensi (86,1%) mengalami waktu konversi pada bulan ke-2 dibandingkan kelompok kontrol 70,6% (p<0,114). Perbaikan keluhan batuk dan sesak napas pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol [p<0,001 (batuk) dan p<0,001 (sesak)]. Terdapat perbedaan penurunan kadar protein total dan globulin pada kedua kelompok [p:0,038 (protein total) dan p:0,02 (globulin)] pascaintervensi. Protein total dan globulin merupakan reaktan fase akut sebagai petanda inflamasi dan berguna untuk evaluasi respons pengobatan TB dan intervensi nutrisi. Hasil analisis multivariat mendapatkan bahwa pasien dengan penurunan berat badan derajat sedang-berat sebelum pengobatan TB RO akan memiliki kenaikan berat badan ≥5% [aOR: 4,701 95%IK (1,334-16,569), p<0,001], sedangkan pasien yg memiliki keluhan sesak saat aktivitas sebelum pengobatan akan memiliki kesulitan naik berat badan ≥5% setelah dua bulan pengobatan [aOR:0,168 95%IK (0.043-0.797), p:0,074].
Kesimpulan: Intervensi gizi pada pasien TB RO dengan malnutrisi merupakan pendekataan terbaru untuk membantu keberhasilan pengobatan.

Background: Malnutrition is a predictor of poor treatment outcomes. Body mass index (BMI) less than 18.5 kg/m2 and inadequate weight gain during treatment are associated with an increased risk of treatment failure, death and recurrence. Nutritional intervention with high energy and protein can correct malnutrition thereby improving immunity, muscle strength and accelerating conversion.
Methods: This study is an open clinical trial design and is a preliminary test. This research was conducted at the MDR polyclinic at Persahabatan Hospital through the April-December 2022 of malnourished drug resistance (DR)-TB patients. The intervention group received nutriotion education and high energy and protein oral nutritional supplementation (705 kcal and 31gr per day) for 60 days while the control group only received education. This study is to evaluate body weight, conversion time rate, changes in complaints and hematological parameters.
Results: There were 36 patients in the intervention group and 34 control patients. Providing nutritional supplementation increased total energy and daily protein intake [2012 vs 1596 kcal p<0.001; 79 vs 58 gr, p<0.001] and increased body weight ≥5% in the intervention group compared to the control [OR:14.518 95% CI (3.778-55.794), p<0.001]. The intervention group (86.1%) experienced conversion time in the 2nd month compared to the control group 70.6% (p<0.114). Improvements in complaints of cough and shortness of breath in the intervention group compared to controls (p<0.001 and p<0.001). There were differences in the decrease in total protein and globulin levels in the two groups (p:0.038 and p:0.02) after the intervention. Total protein and globulin are acute phase reactants as markers of inflammation and are useful for evaluating response to treatment. The results of the multivariate analysis found that patients with moderate-to-severe weight loss before DR-TB treatment would have a weight gain of ≥5% [aOR: 4.701 95% CI (1.334-16.569), p<0.001], whereas patients who had shortness of breath when active before treatment will have difficulty gaining weight ≥5% after two months of treatment [aOR:0.168 95% CI (0.043-0.797), p:0.074].
Conclusion: Nutritional intervention in malnourished DR-TB RO is the latest approach to assist in successful treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophika Umaya
"Latar Belakang: Luka bakar berat dengan komorbid diabetes melitus (DM) secara teoritis dapat mengalami fenomena second hit, rentan terhadap peningkatan respon hipermetabolisme karena efek gabungan luka bakar akut dan patofisiologi DM. Implikasi gabungan efek tersebut meningkatkan morbiditas mortalitas, sehingga dibutuhkan tatalaksana nutrisi adekuat untuk melawan respon hipermetabolik dan hiperkatabolik, yang diharapkan memengaruhi perbaikan kontrol glukosa darah.
Metode: Serial kasus ini terdiri atas empat pasien luka bakar berat karena api dengan DM tipe 2 yang dirawat di ICU luka bakar. Tatalaksana nutrisi diberikan dengan nutrisi enteral dini dalam waktu 24 jam pertama, secara bertahap diberikan sesuai kondisi klinis dan toleransi asupan, dengan target kebutuhan energi awal 20-25 kkal/kg BB/hari, protein 1,5-2 g/kg BB/hari, lemak 25-30%, dan karbohidrat 55-60%.
Hasil: Pemberian nutrisi pada keempat pasien dapat membantu mempertahankan kadar glukosa darah tidak mengalami peningkatan fluktuasi tajam. Interupsi pemberian nutrisi yang disebabkan berbagai kondisi klinis dan tindakan, menyebabkan target energi dan protein harian sulit tercapai pada keempat pasien. Komplikasi sepsis dan syok sepsis terjadi sehingga pada akhirnya keempat pasien meninggal.
Kesimpulan: Luka bakar berat, pengendalian infeksi, obesitas, komorbid DM, variabilitas glikemik, serta tatalaksana nutrisi yang tidak adekuat, dapat meningkatkan morbiditas mortalitas pada pasien ini, karenanya masih menjadi tantangan tim terapi medik gizi.

Background: Severe burns with comorbid diabetes mellitus (DM) can theoretically experience a second hit phenomenon, susceptible to increased hypermetabolic response due to the combined effect of acute burns and DM pathophysiology. The combined implications of these effects increase mortality morbidity, so that adequate management of nutrition is needed to counteract the hypermetabolic and hypercatabolic responses, which are expected to influence improvement in blood glucose control.
Method: The cases series consist of four patients with severe burns due to fire with type 2 DM, treated in ICU burns. Nutritional management is given with early enteral nutrition in the first 24 hours, gradually given according to clinical conditions and intake tolerance, with a target of initial energy requirements of 20-25 kcal/kg body weight/day, protein 1.5-2 g/kg body weight/day, 25-30% fat, and carbohydrates 55-60%.
Results: Nutrition therapy to all four patients can help maintain blood glucose levels not experiencing sharp fluctuations. Nutritional interruption caused by various clinical conditions and actions, causes daily energy and protein targets difficult to achieve in all four patients. Complications of sepsis and sepsis shock occur and eventually all four patients die.
Conclusions: Severe burns, infection control, obesity, comorbid DM, glycemic variability, and inadequate nutritional management, can increase mortality morbidity in these patients, therefore it remains a challenge for the nutritional medical therapy team."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>