Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179310 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Resita Sehati
"Latar belakang: Obesitas dan sindrom metabolik (SM) yang terjadi pada usia dini akan menjadi faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung koroner. Prevalens SM meningkat secara paralel dengan peningkatan obesitas. Penelitian mengenai SM pada anak dan remaja sangat terbatas.
Tujuan: Mengetahui prevalens SM pada remaja obes usia 12-16 tahun dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Sebuah penelitian potong lintang pada tiga sekolah menengah pertama negeri di Jakarta yang dipilih secara purposive sampling (remaja dan obes). Dilakukan pengukuran antropometri, tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah. Diagnosis SM ditentukan sesuai kriteria International Diabetes Federation (IDF), yaitu lingkar pinggang > persentil 90 menurut usia dan jenis kelamin, dan memenuhi > 2 kriteria sebagai berikut: trigliserida > 150 mg/dl, HDL > 40 mg/dl, glukosa darah puasa > 100 mg/dl atau terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 (DMT2), tekanan darah > 130/85 mmHg. Penyakit kardiovaskular atau DMT2 orangtua, riwayat diabetes pada ibu selama kehamilan, bayi berat lahir rendah (BBLR), pola makan tinggi lemak dan gula, aktivitas sedentari, orangtua obes, dan pajanan asap rokok diduga meningkatkan kejadian SM. Data diolah dengan tes Pearson atau Fisher untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi dan angka kejadian SM ditampilkan dalam prevalens.
Hasil: Prevalens obes pada penelitian ini adalah 5,9%. Penelitian dilakukan pada 95 subyek obes usia 12-16 tahun. Sebanyak 35,8% subyek memiliki IMT >p95-p97 dan 64,2% memiliki IMT >p97, semuanya telah mengalami pubertas. Prevalens SM adalah 15,8% dan meningkat hingga 21,3% pada kelompok super-obes. Terdapat perbedaan bermakna prevalens SM pada kedua kelompok IMT (p=0,048). Hipertrigliseridemia dan kadar HDL rendah adalah kriteria diagnosis terbanyak pada remaja obes dengan SM. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang memengaruhi terhadap kejadian SM. Simpulan: Prevalens SM pada penelitian ini 15,8% dan meningkat hingga 21,3% pada remaja super-obes. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang memengaruhi dengan kejadian SM. Dislipidemia adalah perubahan metabolik yang paling sering dijumpai pada remaja obes dengan SM.

Background: Obesity and metabolic syndrome (MS) beginning in childhood lead to a substansial risk for type 2 diabetes mellitus and coronary heart disease. Prevalence of MS increases accordingly with the incidence of obesity. The study of the MS among children and adolescents were limited.
Aim: The purpose of this study is to define the prevalence and factors that affect the incidence of MS among obese adolescents.
Methods: A cross-sectional study selected by purposive sampling was conducted on three junior high school in Jakarta. The anthropometric, blood pressure, lipid profile, and glucose serum level from venous blood sample were taken. The definition of MS was made according to criteria of IDF. Parental history of cardiovascular disease or type 2 diabetes mellitus, history of maternal diabetes during pregnancy, low birth weight, high-fat and sugar diet, sedentary lifestyle, obese parents, and cigarette smoke expossure are considered as the factors affected the incidence of MS. Pearson or Fisher test was used to determine the factors that affect MS and the prevalence of MS were described as descriptive data.
Results: Prevalence of obese were 5.9%. A total of 95 subjects with median age 12-16 years, were enrolled into the study. All subjects were obese, and 64.3% of them were superobese (BMI >p97 for age and sex). The prevalence of MS was 15.8% and increased to 21.3% among superobese group. There was a significant difference in the prevalence of MS in obese and super-obese (p = 0.048). Hypertriglyceridemia and low HDL levels are the diagnostic criteria found the most in MS subjects. There was no significant association between factors affecting MS.
Conclusion: The prevalence of MS was 15.8% and increased to 21.3% among superobese. There was no significant association between factors affecting MS in adolescents. Dyslipidemia is the most common metabolic change in obese adolescents with MS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bray, George A.
Boca Raton: CRC Press, Taylor & Francis Group, 2011
616.398 BRA g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kunkun K. Wiramihardja
Bandung: Granada, 2004
615.854 KUN o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sugiarti
"Sindrom metabolik merupakan konsekuensi dari hubungan yang kompleks antarafaktor genetik dan lingkungan, yang berhubungan dengan meningkatnya risikodiabetes mellitus, penyakit kardiovaskular dan kematian. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga,asupan zat gizi, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan durasi tidur dengankejadian sindrom metabolik menurut kriteria NCEP ATP III pada pegawai RSUP Persahabatan. Populasi studi adalah pegawai yang melakukan pemeriksaan kesehatan pada bulan April-Mei 2017. Disain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 110 responden yang dipilih dengan consecutive sampling. Data dikumpulkan pada bulan Mei-Juni 2017, meliputi pengukurantinggi badan, berat badan, lingkar pinggang, riwayat penyakit keluarga, asupanmakanan yang terdiri dari energi, karbohidrat, protein, lemak dan serat, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, durasi tidur dan data sekunder berupa hasil laboratorium trigliserida, kolesterol HDL, gula darah dan tekanan darah. Hasil menunjukkan bahwa 7,3% responden mengalami sindrom metabolik dan 54,5% obesitas sentral. Ada perbedaan yang signifikan antara umur pada responden sindrom metabolik dengan yang tidak sindrom metabolik p=0,01 . Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, asupan makanan, riwayat penyakit keluarga dan gaya hidup dengan sindrom metabolik. Meskipun demikian disarankan agar pegawai menjaga pola hidup sehat dengan olah raga teratur, makan makanan gizi seimbang dan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan.

Metabolic syndrome is a consequence of the complex relationship betweengenetic and environmental factors, which is associated with increased risk ofdiabetes mellitus, cardiovascular disease and mortality. This study aims todetermine the relationship between age, sex, family disease history, nutrientintake, physical activity, smoking habits, and sleep duration with the incidence ofmetabolic syndrome according to NCEP ATP III criteria on Persahabatan Hospital staff. The study population is an employee who performs a medical examinationin April May 2017. The design of this study is cross sectional with the number of samples of 110 respondents with selected with consecutive sampling. Data werecollected in May June 2017, including measurement of height, weight, waist circumference, family disease history, food intake consisting of energy, carbohydrate, protein, fat and fiber, physical activity, smoking habit, sleepduration and secondary data In the form of laboratory results triglycerides, HDLcholesterol, blood sugar and blood pressure. Results showed that 7.3% ofrespondents had metabolic syndrome and 54.5% of central obesity. There was significant association between age and metabolic syndrome and no significant association between sex, food intake, family disease history and lifestyle with metabolic syndrome. Never the less it is recommended that employees maintain ahealthy lifestyle with regular exercise, eating balanced nutrition and routine medical checks up."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Ulayya
"Penyakit tidak menular (PTM) telah menjadi sebab dari morbiditas dan mortalitas utama di dunia. Sindrom metabolik adalah sekumpulan gejala klinis yang akan meningkatkan risiko berkembangnya PTM, khusunya penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus tipe 2. Hasil analisis Riskesdas menemukan bahwa prevalensi sindrom metabolik di Indonesia meningkat dari 10,8% (2013) menjadi 24,4% (2018). Pegawai kantoran sering dikaitkan dengan perilaku sedentari sehingga berpeluang untuk mengembangkan sindrom metabolik lebih tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom metabolik pada kelompok pegawai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kota Depok tahun 2022. Penelitian dengan desain cross-sectional ini menganalisis data hasil skrining PTM pegawai Pemerintah Kota Depok tahun 2022. Sebanyak 1.128 responden yang berasal dari 21 OPD diikutkan dalam penelitian ini. Prevalensi sindrom metabolik sebesar 33,2%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan signifikan secara statistik dengan kejadian sindrom metabolik meliputi usia, jenis kelamin, IMT, riwayat PTM dalam keluarga, kadar kolesterol total, rasio kadar kolesterol total terhadap kolesterol HDL, dan aktivitas fisik. Pada analisis multivariat, variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan sindrom metabolik adalah usia, IMT, dan rasio kadar kolesterol total terhadap kolesterol HDL. IMT merupakan faktor dominan yang memiliki hubungan bermakna dengan sindrom metabolik (PR: 3,128, 95% CI: 2,396 – 4,085).

Non-communicable diseases (NCDs) have become a leading cause of morbidity and mortality in the world. Metabolic syndrome is a group of clinical symptoms that can increase the risk of developing NCDs, especially cardiovascular disease and type 2 diabetes mellitus. The results of Riskesdas analysis found that the prevalence of metabolic syndrome in Indonesia went from 10.8% (2013) to 24.4% (2018). Office employees are often associated with sedentary behavior so that the chances of developing metabolic syndrome are higher. The objective of this study is to determine the prevalence and the factors associated with metabolic syndrome among Regional Device Organizations (OPDs) employees of Depok City Government in 2022. This cross-sectional study included secondary data from the result of health screening of Depok City Government employees in 2022. A total of 1,128 respondents from 21 OPDs were included in this study. Prevalence of metabolic syndrome was 33.2%. Bivariate analysis shows that the variables that were statistically significant with the metabolic syndrome included age, sex, BMI, family history of PTM, total cholesterol level, total-cholesterol-to-HDL ratio, and physical activity. In multivariate analysis, variables found to have significant association with metabolic syndrome were age, BMI, and total-cholesterol-to-HDL ratio. BMI was the dominant factor associated with metabolic syndrome (PR: 3,128, 95% CI: 2,396 – 4,085)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sriyanti Wijayanti
"Lingkar pinggang merupakan salah satu pengukuran antropometri yang digunakan sebagai ukuran sederhana untuk mengetahui adanya penumpukkan lemak viseral tubuh. Ukuran lingkar pinggang yang melebihi cut-off (≥80 cm pada perempuan dan ≥90 cm pada laki-laki), dan hipertensi dikenal sebagai sindrom metabolik dan dapat mengakibatkan kondisi yang kronis. Di Indonesia, prevalensi penderita hipertensi yang memiliki ukuran lingkar pinggang melebihi cut-off mencapai 25%. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkar pinggang pada penderita hipertensi usia 30-65 tahun di Puskesmas Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan teknik purposive sampling dan sampel sebesar 105 responden. Pengambilan data dilakukan pada bulan April tahun 2015 menggunakan kuesioner dengan wawancara dan Semi Quantitative Questionnaire. Variabel dependen pada penelitian ini adalah lingkar pinggang, sedangkan variabel independen terdiri dari usia, jenis kelamin, pengetahuan,sikap dan riwayat kegemukan, aktivitas fisik, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, asupan serat, durasi tidur, indeks massa tubuh dan stres. Uji statistik yang digunakan adalah univariat dan bivariat (t-test dan korelasi-regresi sederhana).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 67% responden yang memiliki lingkar pinggang di atas cut-off, (≥80 cm pada perempuan dan ≥90 cm pada laki-laki), 68,5% pada perempuan, dan 56,2% pada laki-laki. Pada analisis bivariat, terdapat hubungan antara riwayat kegemukan, asupan energi, asupan lemak, asupan karbohidrat, dan indeks massa tubuh dengan lingkar pinggang pada penderita hipertensi usia 30-65 tahun di Puskesmas Bojonggede.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat 67% responden yang memiliki lingkar pinggang di atas cut-off. Diperlukan adanya sosialisasi dan pengukuran lingkar pinggang, serta penerapan pola hidup sehat pada penderita hipertensi.

Waist circumference is a simple anthropometric measurement that observed visceral fat accumulation. Higher waist circumference and hypertension is known as metabolic syndrome and cause chronic disease. In Indonesia, the prevalence of hypertension patient with waist circumference higher than cut-off points (≥80 cm for woman, and ≥90 cm for man) is 25%. The purpose of this study is to know about waist circumference and factors associated with the waist circumference in hypertension patient age 30-65 at Puskesmas Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
This research used cross-sectional study with purposive sampling and sample sized of 105 respondents. This study was conducted on April 2015 and used questionnaire and Semi Quantitative Questionnaire with interview. The dependent variables studied was waist circumference, whereas the independent variables studied were age, gender, knowledge, attitude, obesity genetic history, physical activity, energy intake, protein intake, fat intake, carbohydrate intake, fiber intake, sleep duration, body mass index, and stress. The statistical test used is univariate and bivariate (t-test and correlation-regression linier).
The result showed there were 67% of respondents who has waist circumference higher than the cut-off (≥80 cm for woman, and ≥90 cm for man), 68,5% in woman, and 56,2% in men. From the research, there is an association between obesity genetic history, energy intake, fat intake, carbohydrate intake, and body mass index with waist circumference in hypertension patient age 30-65 at Puskesmas Bojonggede.
Based on the results, it can be concluded that there are 67% of respondents who has waist circumference higher than the cut-off. It?s necessary to disseminate the results of this research, often do waist circumference measurement, and implement healthy lifestyle on hypertension patients.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S58810
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Poerwoto
"Latar belakang. Berat badan lebih dan obesitas sebagai masalah kesehatan juga ditemukan di Indonesia. Obesitas berkaitan dengan sindrom metabolik, yang juga dapat ditemukan pada populasi dengan berat badan normal.
Tujuan. Untuk melihat perbedaan proporsi sindrom metabolik (menurut kriteria NCEP-ATP III, dan modifikasi Asia Pasifik) pada populasi wanita obes (IMT > 25 kglm2 ) dan non-obes (IMT 18,5 - 24,9 kglm2), serta profil komponen sindrom metabolik.
Metode. Penelitian bersifat deskriptif analitik, dilakukan pada bulan Desember 2003 - Juni 2005, di Pali Lipid dan Obesitas, Divisi Metabolik Endokrinologi RSCM. Subyek ialah perawat wanita di RSCM, berusia 20 hingga 50 tahun. Jumlah responden ialah 45 subyek obes, dan 45 non-obes.
Hasil. Dari 90 responden total, 12 (26,7 %) subyek obes memenuhi kriteria sindrom metabolik menurut NCEP-ATP III. Menggunakan kriteria modifikasi Asia Pasifik, didapatkan 14 (31,1 %) subyek obes mengalami sindrom metabolik. Tidak ada subyek non-obes yang memenuhi kriteria sindrom metabolik [p < 0,0011 Tiga puluh (66,7 %) subyek obes mempunyai lingkar pinggang > 88 cm, dibandingkan 0 (0,0 %) subyek non-obes. Empat (8,9 %) subyek obes mempunyai tekanan darah 130185 mmHg, pada kelompok non-obes hanya 1 (2,2 %) subyek. Tiga (6,7 %) subyek obes memiliki kadar glukosa darah puasa a. 110 mg/dL atau merupakan pasien DM tipe 2 yang mendapat obat hipoglikemik oral, sedangkan pada kelompok non-obes tidak ada_ Tigabelas (28,9 %) subyek obes mempunyai kadar trigliserida 150 mgIdL, dan tidak ada pada kelompok non-obes. Kadar kolesterol HDL < 50 mg/dL didapatkan pada 26 (57,8 %) subyek obes, dan 9 (20,0 %) pada subyek non-obes.
Simpulan. Sindrom metabolik hanya ditemukan pada populasi perawat wanita obes.

Backgrounds. Overweight and obesity as health problems are also found in Indonesia. Obesity is related to metabolic syndrome, which can also occurs in normal weight population.
Objectives. To look at the difference in metabolic syndrome (according to NCEPATP III criteria, and modified Asia Pacific criteria) proportion within obese female population (BMI > 25 kg/m2 ) and non-obese female population (BMI 18,5 -- 24,9 kg/m2), and the profile of metabolic syndrome components.
Methods. This cross sectional study was conducted from December 2003 to June 2005, at Lipid and Obesity Clinic, Metabolic and Endocrinology Division, Department of Internal Medicine, University of Indonesia - Cipto Mangunkusumo General Hospital. Subjects were Cipto Mangunkusumo General Hospital female nurses, ages 20 to 50 years old. The first group consisted of 45 obese subjects, and the second group of 45 non-obese persons.
Results. Twelve (26.7 %) of obese subjects fulfilled the NCEP-ATP III criteria for metabolic syndrome. Using the modified Asia Pacific criteria, there were 14 (31.1 %). None of the non-obese subjects fulfilled any of those two criteria [p < 0.001]. Thirty (66.7 %) of obese subjects had waist circumference > 88 cm, as compared to none of non-obese subjects. Four (8.9 %) of the obese subjects had blood pressure
130185 mmHg, as compared to only 1 (2.2 %) in non-obese subjects. Only 3 (6.7 %) of the obese subjects had fasting glucose levels > 110 mg/dL or had been diagnosed as DM type 2 patient and receiving oral hypoglycemic drug, whereas none of the non-obese subjects. Thirteen (28.9 %) of the obese subjects had triglyceride level > 150 mg/dL, and none of non-obese subjects. HDL-cholesterol level < 50 mg/dL was found in 26 (57.8 %) of obese subjects, and 9 (20.0 %) of non-obese subjects.
Conclusions. Metabolic syndrome was found only in obese female nurses.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T58500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsha Aulia
"Latar belakang: Pemfigus merupakan penyakit autoimun yang ditandai lepuh pada kulit dan/atau mukosa akibat adanya imunoglobulin terhadap permukaan sel keratinosit. Kortikosteroid KS merupakan pilihan terapi utama. Dipikirkan pemfigus berhubungan dengan sindrom metabolik SM secara langsung maupun tidak langsung.
Tujuan: Mengetahui proporsi SM pada pasien pemfigus dan faktor-faktor yang berhubungan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM.
Metode: Studi potong lintang pada bulan September November 2016 di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM. Subjek dianamnesis, dilakukan pengukuran tekanan darah dan lingkar abdomen, lalu dilanjutkan pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar trigliserida, high density lipoprotein HDL, serta gula darah puasa.
Hasil: Didapatkan 30 subjek dengan rerata usia 41,6 10,3 tahun dan sebagian besar perempuan. Sebanyak 23 subjek 76,7 terdiagnosis pemfigus vulgaris dan 7 subjek 23,3 pemfigus foliaseus. Median durasi penyakit adalah 31 bulan. Median lama penggunaan steroid adalah 16,5 bulan. Ditemukan SM pada 40 dari total SP. Didapatkan proporsi obesitas sentral adalah 63,3 , hipertensi 50, hipertrigliseridemia 50, hiperglikemia 23,3, dan hipo-HDL 43,3.
Simpulan: Ditemukan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan di kelompok SM. Tidak ditemukan perbedaan bermakna jenis kelamin, tipe pemfigus, usia, lama sakit, dan lama penggunaan steroid antara kelompok SM dan tidak SM.

Background: Pemphigus is an autoimmune bullous disease characterized by blistering skin and or mucosa caused by presence of immunoglobulin against keratinocyte cell surface. Corticosteroid is the main therapy. Pemphigus has been related to metabolic syndrome MS lately.
Objective: Determine MS proportion in pemphigus patients and its associated factors.
Methods: This cross sectional study was conducted in September November 2016 in Dermatovenereology Outpatient Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital. Subjects history was taken then blood pressure, and abdominal circumference were measured. Patients trigliceryde, high density lipoprotein HDL, and fasting blood glucose level were also measured.
Results: There are 30 subjects with age mean 41,6 10,3 years and mostly women, 23 patients 76,7 are diagnosed as pemphigus vulgaris while 7 patients 23,3 are pemphigus foliaceus. Disease duration mean in all patients is 31 months and steroid duration mean is 16.5 months. MS was found in 40 subjects. Proportion of central obesity is 63,3, hypertension 50, hypertriglyceridemia 50, hyperglycemia 23,3, and hipo HDL 43,3.
Conclusion The same proportion of men and women are found in MS group. There is no statistically significant difference found in gender, pemphigus subtype, age, disease duration, and steroid usage duration between two groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"[Metabolik sindrom merupakan suatu kondisi dimana tubuh memiliki minimal tiga
dari empat gejala berikut: obesitas, hipertrigliseridimia, hipertensi, gula darah
puasa yang tinggi, dan kadar HDL rendah. Di era modern ini, banyak orang
memiliki pola hidup yang kurang sehat, seperti kurangnya olah raga maupun pola
makan yang tidak seimbang, sehingga membuat mereka semakin rentan terhadap
gejala-gejala tersebut. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi prevalensi
sindrom metabolic dan faktor-faktor terkaitnya, mencakup faktur demografis dan
pola hidup, di Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur. Riset ini menggunakan
desain cross-sectional dengan masyarakat Kelurahan Kayu Putih sebagai subjek
penelitian. Data diambil pada tanggal 20 dan 27 Maret 2011 menggunakan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan tes penunjang. Data kemudian dianalisis lebih
lanjut menggunakan chi-square test berdasarkan kriteria metabolik sindrom ATP
III. Terdapat 27(34.6%) orang dari 78 responden mengalami sindrom metabolik.
Chi square test menunjukkan hubungan yang signifikan antara sindrom metabolik
dengan jenis kelamin (p <0.001), umur (p=0.020), dan pekerjaan (p=0.023). Di
sisi lain, faktor-faktor demografis dan pola hidup lainnya tidak menunjukkan
hubungan yang berarti. Prevalensi sindrom metabolik di Kelurahan Kayu Putih
Jakarta Timur adalah 34.6% dan faktor yang terkait dengan sindrom metabolik
adalah jenis kelamin, umur, dan pekerjaan, Metabolic syndrome is a condition of body which have at least three of this symptoms: abdominal obesity, hypertriglyceridemia, low level of high-density lipoproteins, hypertension, and high fasting plasma glucose level. The aim of this study is to identify the prevalence of metabolic syndrome and other factors including demographical factors and lifestyle factors that are related toit in Kelurahan Kayu Putih, East Jakarta. This research used cross-sectional design with some people living in Kelurahan Kayu Putih as the subjects. The data were taken upon anamnesis, body measurement, physical examination, and supporting tests. The data were analyzed by chi-square testbased on ATP III criteria for metabolic syndromeThe result illustrated that the prevalance of metabolic syndrome was 27(34.6%) people out of 78 respondents Chi square test showed meaningful difference in the prevalence of metabolic syndrome by gender (p <0.001), age (p=0.020), and occupation (p=0.023). In contrast, the test showed that there was no significant difference in other demographical factors and lifestyle. In conclusio, the prevalence of metabolic syndrome at KelurahanKayuPutih, East Jakarta is 34.6% and factors relating to metabolic syndrome is gender, age, and occupation. ]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rahmah Utami
"Sindrom metabolik merupakan kumpulan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang ditandai oleh obesitas sentral, kadar gula darah tinggi, kadar kolesterol HDL rendah, tingginya kadar trigliserida, dan tekanan darah tinggi. Prevalensi sindrom metabolik di Indonesia tergolong tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom metabolik pada penduduk Indonesia usia >15 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, analisis bivariat menggunakan chi square, dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 30.563 subjek, 32% memiliki sindrom metabolik. Analisis bivariat juga menunjukkan hasil yang signifikan antara jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tempat tinggal, status pekerjaan, konsumsi alkohol, riwayat merokok (0,000), konsumsi makanan berisiko (makanan dan minuman manis, makanan asin), konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik, kondisi mental emosional, dan status gizi dengan sindrom metabolik (p value = 0,05). Analisis multivariat menunjukkan bahwa usia lansia merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan sindrom metabolik (p value = 0,000; OR 8,94 ; 95% CI : 5,98 – 13,36)

Metabolic syndrome refers to the presence of a cluster of risk factors specific for cardiovascular disease. The cluster of metabolic factors includes central obesity, impaired fasting blood glucose, low HDL cholesterol, high triglyceride levels, and high blood pressure. This study aims to identify the dominant factor and related factors associated with metabolic syndrome in the Indonesian population aged 15 and over years old. This research is a quantitative research with cross-sectional study design and the data was obtained from the Indonesia Basic Health Research (RISKESDAS) 2018. The association between risk factors and metabolic syndrome were measured through chi-square bivariate analysis and binary logistic regression. Multivariate analysis was done using multiple logistic regression. The prevalence of metabolic syndrome was 32%. The results demonstrates that age, sex, level of education, residence type, occupation status, smoking habit, alcohol consumption, fruits and vegetable intake, sweet food intake, sugar sweetened beverages intake, physical activity, mental and emotional disturbance, and nutritional status were significantly associated with metabolic syndrome (p value <0,05). Elderly was the most dominant risk factor for metabolic syndrome (p value = 0,000; OR 8,94 ; 95% CI : 5,98 – 13.36)"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>