Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125036 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ibnu Qoyim
"Disertasi ini mengkaji konteks, dan fungsinya Dalang Jemblung sebagai tradisi lisan, bagi masyarakat Banyumas, Jawa Tengah. Dalang Jemblung adalah tradisi yang dituturkan dengan cara menggelar pertunjukan yang khas dalam bahasa Banyumas. Bentuk, cara penyajian, dan bahasa yang digunakan dalam pertunjukan Dalang Jemblung dari dahulu sampai sekarang tidak mengalami perubahan secara signifikan, tetapi lakon ceritanya dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan konteks perkembangan khalayaknya. Penciptaan lakon cerita dalam pertunjukan Dalang Jemblung dilakukan sekaligus dengan penuturannya. Lakon yang dibawakan dalam pertunjukan Dalang Jemblung diciptakan atas kondisi yang kontekstual. Struktur pertunjukan Dalang Jemblung terdiri atas: bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. Dalang menciptakan jalannya cerita yang akan dilakonkan dalam pertunjukan dengan cara tidak menghafal, tetapi memanfaatkan persediaan formula di dalam ingatannya. Formula yang digunakannya berupa formula dalam dan formula luar. Pewarisan Dalang Jemblung dilakukan secara otodidak antara Dalang terdahulu dengan Dalang kemudian melalui proses mendengarkan penuturan, melakukan penuturan, dan mendialogkan hasil penuturan antar generasi Dalang. Adanya satu kesatuan konteks yang saling memengaruhi antara Dalang, penonton, penyelenggara pertunjukan, kesempatan pertunjukan, waktu dan tempat pertunjukan, imbalan jasa pertunjukan, dan inovasi pertunjukan menjadikan Dalang Jemblung dapat tetap bertahan hidup di dalam masyarakat Banyumas. Dalang Jemblung yang dikhawatirkan akan mati bahkan punah, ternyata masih berfungsi di dalam kehidupan masyarakat Banyumas dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakatnya. Fungsi-fungsi itu berguna bagi pembentukan karakter dan identitas panginyongan pada masyarakat Banyumas khususnya dan bagi pembentukan karakter bangsa Indonesia pada umumnya.

This dissertation examines the context and function of Dalang Jemblung as an oral tradition, for the people of Banyumas, Central Java. Dalang Jemblung is a tradition that is spoken by performing a peculiar show in Banyumas language. The form, way of presentation, and the language used in Dalang Jemblung 39;s show from the beginning until recent time has not changed significantly, but the story can change from time to time in accordance with the context of the development of the audience.The creation of story in Dalang Jemblung shows is done at once with the narration. The story performed in Dalang Jemblung 39;s show were created on contextual conditions. The performance structure of Dalang Jemblung consists of: the prologue, the contents, and the epilogue. The Dalang creates the story that will be performed in the show by not memorizing, but using the formula in his memory. Formula used in the form of inner formulas and outer formulas. The inheritance of Dalang Jemblung is done autodidactically between the former Dalang and the recent Dalang through the process of listening, telling, and dialogue between generations of Dalang.The existence of a unified context that affects the Dalang, the audience, the performance organizers, the performance opportunities, the time and place of the performance, the rewards of performing services, and the performance innovation make Dalang Jemblung able to survive in Banyumas society. Dalang Jemblung who is feared to be extinct, was still fully functioning in the life of Banyumas society from time to time in accordance with the demands of society change. These functions are useful for the formation of character and identity of panginyongan in Banyumas society in particular and for the character formation of Indonesian nation in general."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
D2447
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Lestari
"ABSTRAK
Lengger Tapeng sebagai sebuah tradisi lisan yang dimiliki oleh masyarakat Dusun Nglinggo, Desa Pagerharjo telah berlangsung selama beberapa generasi dan masih bertahan hingga kini. Tradisi lisan ini berupa tari rakyat yang diiringi tembang dalam bahasa Jawa dan bahasa Arab. Dewasa ini, Lengger Tapeng banyak ditampilkan untuk hiburan para wisatawan di Desa Wisata Nginggo. Namun, selain sebagai hiburan, Lengger Tapeng juga memegang peran penting dalam khazanah hidup masyarakat Dusun Nglinggo. Atas dasar ini, penulis ingin mengkaji fungsi Lengger Tapeng untuk memahami keberadaan dan keberlangsungan kesenian ini. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan pendekatan tradisi lisan yang dilakukan dengan cara menyaksikan pertunjukan secara langsung dan mewawancarai masyarakat pemilik tradisi lisan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lengger Tapeng berfungsi sebagai alat legitimasi upacara melepas nazar masyarakat Desa Pagerharjo. Selain itu, fungsi lama kesenian ini sebagai media dakwah juga masih dapat dirasakan melalui beberapa syair tembangnya yang bernapaskan Islam.

ABSTRACT
Lengger Tapeng as an oral tradition owned by the people of Nglinggo Sub Village, Pagerharjo Village has been going on for generations and still survive today. This oral tradition is a folk dance with the accompaniment of songs in Javanese and Arabic. Today, Lengger Tapeng is widely displayed for the entertainment of tourists in Nginggo Tourism Village. However, in addition to entertainment, Lengger Tapeng also plays an important role in the repertoire of the community living Nglinggo Sub Village. Based on that, the research on function of Lengger Tapeng to understand the existence and continuity of this art is interesting to do. In collecting the data, the author uses the oral tradition approach which is done by watching the show directly and interviewing the speaker of this oral tradition. The results showed that Lengger Tapeng serves as a tool of legitimating the ceremony to release the votive of Pagerharjo Village rsquo s people. In addition, the old function of this art as a medium of da 39 wah also can still be felt through some lyrics of songs that represent Islam."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afina Mahardhikaning Emas
"Skrispi ini membahas struktur dan makna tradisi lisan Nini Thowong. Nini Thowong adalah tradisi lisan yang terdapat di Desa Panjangrejo, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Tradisi ini berpusat pada permainan boneka menyerupai manusia yang dirasuki roh. Nini Thowong ada sejak tahun 1938, tetapi dalam perkembangannya tradisi ini beberapa kali harus terhenti karena faktor situasi sosial dan bencana alam. Atas dasar itu, penulis ingin melihat lebih lanjut alasan masyarakat memertahankan tradisi yang sudah langka tersebut.
Penulis menggunakan metode folklor holistik dan melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data. Sumber data didapat dari hasil wawancara, pengamatan, dan studi literature. Penulis melakukan analisis dengan memaparkan struktur pertunjukan Nini Thowong dan maknanya bagi masyarakat pemilik kebudayaan. Sebagai hasil, keinginan untuk memertahankan warisan nenek moyang adalah alasan utama masyarakat memertahankan Nini Thowong tradisi.

This thesis elaborates the structure and meaning of Nini Thowong as an oral tradition. Nini Thowong is an oral tradition that comes from Panjangrejo village, Pundong, Bantul, Yogyakarta. This tradition is centered on human like doll that is possessed by a spirit. Nini Thowong exist since 1938, but on its development this tradition has to be stopped for a while due to social situation and natural disaster. On that basis, the authors want to see further reason of why society maintains this rare tradition.
The author uses a holistic folklore method and conducts field research to collect data. Sources of data obtained from interviews, observations, and literature studies. The author conducted an analysis by describing the structure of Nini Thowong performances and their significance for the society of culture owners. As a result, the desire to preserve the inheritance of the ancestors is the main reason why society retains Nini Thowong tradition.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Opy Novitasari
"ABSTRAK
Sintren sebagai tradisi lisan masih bertahan hingga saat ini. Dalam pertunjukan sintren terdapat prinsip kelisanan, yaitu saat pertunjukan berlangsung, penyanyi sudah memahami formula dalam membawakan tembang. Sebagai bagian dari alur perubahan kehidupan manusia, kebudayaan ikut berubah sesuai dengan kelangsungan hidup masyarakatnya.Hal ini juga berlaku pada kelangsungan pertunjukan sintren. Penelitian ini berfokus pada struktur dan fungsi pertunjukan sintren Mekar Jaya di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan proses pergeseran struktur dan fungsi sintren Mekar Jaya dan menganalisis faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran tersebut. Sumber data diperoleh dari data lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terjadi pergeseran fungsi sintren sebagai ritual ke hiburan.Selain itu, struktur sintren juga mengalami pergeseran.

ABSTRACT
Sintren as an oral tradition is still widely used until now. There is a principle of oral in performing sintren that is when the show progresses, the singer already understand the formula to sing tembang. As a part of the changing flow of human life, culture will also change along with the society. This also applies to the continuity of sintren performances. This study focuses on the structure and function of Mekar Jaya sintren performance in Majenang Sub district, Cilacap Regency. The objective of this study is to describe the shifting process of structure and function of Mekar Jaya sintren and to analyze the factors that cause the shift. Sources of data were obtained from field data and literature study. The result of this study indicates that there is a shift of function in sintren as a ritual to entertainment purpose. In addition, the structure of sintren also experienced a shift. "
2017
S69667
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. Depdikbud , 1991
398.329 PEL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asrif
"ABSTRAK
Disertasi ini mengkaji teks, konteks, dan fungsi kabanti sebagai tradisi lisan masyarakat Buton. Hasil kajian menemukan teks dalam tradisi lisan memanfaatkan ketersediaan kosakata percakapan sehari-hari dan juga merangkai kembali formula sendiri untuk menjadi formula baru. Metris formula tradisi lisan tidak berada pada posisi yang tetap. Formula akan bergerak dinamis karena penciptaan karya lisan semata mengandalkan ingatan dalam ruang waktu terbatas. Konteks berpengaruh dominan dalam penciptaan tradisi lisan. Teks lisan memanfaatkan unsur-unsur bahasa yang menggambarkan kebudayaan masyarakat pemiliknya. Kabanti dilatari oleh konteks budaya maritim dan agraris.
Kelisanan menjadikan teks, konteks, dan fungsi tradisi lisan lebih fleksibel sehingga melahirkan tradisi yang ekspresif, dinamis, dan ekspansif yang menempati beragam konteks budaya. Kabanti diciptakan dalam bahasa, konteks, interaksi, dan tradisi masyarakat setempat. Tradisi lisan tumbuh bersama dengan konteks, menyatu, dan menyatakan masyarakatnya, menerima unsur-unsur baru agar tetap kompetitif dengan masa yang ditempatinya. Eksistensi kabanti pada masa sekarang menunjukkan tradisi lisan bukan hasil budaya masyarakat niraksara melainkan sarana ekspresi budaya yang hanya dapat diwujudkan melalui cara-cara lisan.
This dissertation study the text, context, and function as an oral tradition of kabanti Buton community. The result of study found the text in the oral tradition for utilizing the available some words of daily conversation and also reassembling the formula itself to be a new formula. The Metris formula of the oral tradition is not same position. It would move dynamically based on the creation of an oral work solely and also to depend on memory in a limited space of time. The context influenced the dominant in the creation of an oral tradition.
The oral of text used some elements language that describes the owner culture of the community. Kabanti was backed by the cultural context of maritime and agriculture Orally made the text, context, and function the oral tradition is more flexible which appear the tradition is expressive, dynamic and expansive into placing some cultural contexts. Kabanti was created in language, context, interaction, and traditions of the local community. Oral tradition grew along with the context, united, and expressed its community; accept new elements in order to remain competitive with the time itself. At the present, the existence of kabanti indicates that the oral tradition is not the result of culture niraksara but cultural expression which could be realized through oral ver.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2124
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa tradisi lisan Jemblung merupakan tradisi lisan yang dapat diapresiasi sebagai sebuah kesenian yang hampir punah padahal kaya akan nilai-nilai luhur yang dapat dimanfaatkan baik untuk pendidikan formal maupun nonformal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan menggunakan pedoman wawancara dan catatan lapangan. Temuan dalam penelitian ini meliputi: (1) struktur cerita dalam tradisi lisan jemblung, yang diklasifikaskan dalam alur, tokoh dan penokohan, dan latar, (2) aspek konteks yang meliputi konteks budaya, sosial, situasi, dan ideologi, (3) ko-teks dalam tradisi lisan jemblung diklasifikasikan dengan konsep antropolinguistik, meliputi: (a) deskripsi paralinguistik, (b) gestur (c) penjagaan antarpelaku, dan (d) unsur material: pakaian, penataan lokasi dan dekorasi, penggunaan properti dan fungsinya, (4) proses pewarisan dalam tradisi lisan jemblung ini dibagi menjadi dua yakni proses menjadi pemain dan proses penciptaan cerita, (4) fungsi tradisi lisan jemblung sebagai berikut: (a) alat pengesahan kebudayaan, (b) pemaksa berlakunya norma di masyarakat, (c) alat pendidikan, (d) hiburan (e) Media dakwah, dan (f) media propaganda tematik. Nilai-nilai yang ditemukan dalam tradisi lisan Jemblung didominasi oleh religi dan nilai budaya."
JURPEND 15:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrial
"Masyarakat Kalianda memiliki tradisi lisan Kias yang tidak dimiliki oleh orang Lampung lainnya. Tradisi ini dikembangkan dari empat tradisi lisan kesastraan yang ada di Lampung, yaitu Wawacan, Sakiman, Pepacokh, dan Hehiwang. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa masyarakat Lampung Peminggir Kalianda melakukan inovasi dengan menyatukan empat tradisi itu dalam satu bentuk, yaitu Kias. Disertasi ini akan membicarakan Kias, baik sebagai teks yang diciptakan maupun sebagai pertunjukan yang dipengaruhi oleh konteks yang melingkupinya. Kajian dilakukan berdasarkan tiga masalah yang diajukan, yaitu bagaimana pembentukan Kias dalam masyarakat Lampung Peminggir Kalianda, bagaimana pemahaman mereka terhadap Kias, dan bagaimana hubungan Kias dengan konsep Piil Pesenggir.
Penelitian dilakukan dalam waktu yang cukup panjang di desa-desa di Kecamatan Kalianda dan Desa Sidomulyo di Kecamatan Sidorejo. Di dua wilayah ini pertunjukan Kias diamati dan direkam. Wawancara dengan berbagai pihak juga dilakukan guna mendukung aspek-aspek yang ingin diteliti. Data yang terkumpul kemudian telaah melalui pisau analisis yang diajukan oleh Finnegan dalam Oral Poetry: Its Nature and Social Context mengenai kriteria puisi lisan komposisi, transmisi, dan penyajian . Tujuannya adalah menjawab tiga permasalahan di atas. Dengan demikian, akan tampak bagaimana masa depan Kias sebagai sebuah tradisi dan bagaimana masyarakat menjaga piil pesenggir melalui pertunjukan-pertunjukan Kias.

People in Kalianda have a Kias oral tradition what people in other place in Lampung don rsquo t have. The tradition was developed by four oral literate traditions in Lampung. They are Wawacan, Sakiman, Pepacokh, and Hewiwang. That rsquo s why we can be told that people in Lampung PeminggirKalianda did an innovation by united the four traditions in one design, Kias,The disertation will talk about kias, as a teks that was created eventhough as a performance that has been affected by a conteks that has affected it. The study was done based upon three problems those have been submitted, they are how is the Kias formation in people in Lampung Peminggir Kalianda, how is their comprehension to the Kias, and how is the realtion between Kias and Piil Pesenggir concept.
The research was done in a long time in the villages in Kecamatan Kalianda and Sidomulyo village in Kecamatan Sidorejo, in two place this Kias performance was observersed and recorded. The interview with many sides also did, in order to support the aspects what we wanted to research. The data have been collected then we studied though method analysis what was submitted by Finnegan in Oral Poetry its Nature and Social Context about the criteria of oral poetry composition, transition, presentation . The goal is to answer that three problem.The goal is to answer three problems up there. Therefore, it will be seen how is the future of kias as a tradition and how did the people maintain the piil pesenggir through kias performance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2404
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jafar Fakhrurozi
"[ABSTRAK
Tesis ini merupakan penelitian mengenai tradisi lisan Gaok di Majalengka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan fungsi dan makna Gaok bagi
kehidupan masyarakat Kulur Majalengka serta proses pemertahanan Gaok yang
dilakukan dalang Rukmin. Sumber data diperoleh dari data lapangan dan studi
pustaka. Penelitian menggunakan beberapa konsep dan teori pertunjukan tradisi
lisan, kelisanan, teori struktural Propp dan pengelolaan tradisi lisan.
Metode penelitian menggunakan metode etnografi (salah satu pendekatan
Kajian Tradisi Lisan). Hasil penelitian menunjukan bahwa Gaok memiliki makna
dan fungsi bagi masyarakat Kulur Majalengka. Fungsi Gaok bagi masyarakat Kulur
meliputi: fungsi hiburan, media doa, dan fungsi penjaga nilai-nilai pendidikan.
Makna Gaok meliputi: Representasi nilai-nilai spiritualitas, Representasi nilai
perempuan, representasi tradisi riungan dan pesta makanan, representasi norma
hukum, dan representasi sejarah Majalengka.
Sedangkan upaya pemertahanan dilakukan oleh dalang melalui kreativitas
membuat Giok kombinasi, mengelola sanggar, dan menyimpan wawacan. Namun
demikian upaya tersebut berjalan kurang optimal karena keterbatasan kemampuan
dan dana yang dimiliki Rukmin serta kurangnya dukungan dari pihak eksternal yakni
pemerintah dan masyarakat. Akibatnya proses transmisi dan pewarisan melalui
pengajaran terhadap generasi muda tidak berjalan.

ABSTRACT
This thesis indicated a research about Gaok 's oral tradition in Majalengka. The
research aimed to disclose a function and Gaok's meaning for society life of Kulur,
Majalengka. As well as the survival process of Gaok which was done by "dalang"
(the master) Rukmin. Data sources was obtained by field study and literary study.
This research used various of concepts and the theories of oral tradition performance,
orality, Propp structural theory and the management of oral tradition.
The research method used ethnography method (one of the approaches of Oral
Tradition Study). The research result showed that Gaok had meaning and function for
Kulur society. The function were: entertainment,praying media, as well as for
keeping education values. The meaning of Gaok were: Representatives of spiritual
values, Representatives of women values, Representatives of "Riungan" tradition and
meal party, Representatives of law values, Representatives of Majalengka's History.
The effort to converse was done by "dalang" Rukmin through the creativity of
rrraking combination of Gaok, managing a Sanggar (club) and saving wawacan
(texts.) However those efforl was not optirnal enough due to the lirnitation of ability
and fund which was owned by Rukrnin and lack of support from external sides
namely government and society. As a result, transmission process and inheritance
through teaching to young generation were not carried out.;This thesis indicated a research about Gaok 's oral tradition in Majalengka. The
research aimed to disclose a function and Gaok's meaning for society life of Kulur,
Majalengka. As well as the survival process of Gaok which was done by "dalang"
(the master) Rukmin. Data sources was obtained by field study and literary study.
This research used various of concepts and the theories of oral tradition performance,
orality, Propp structural theory and the management of oral tradition.
The research method used ethnography method (one of the approaches of Oral
Tradition Study). The research result showed that Gaok had meaning and function for
Kulur society. The function were: entertainment,praying media, as well as for
keeping education values. The meaning of Gaok were: Representatives of spiritual
values, Representatives of women values, Representatives of "Riungan" tradition and
meal party, Representatives of law values, Representatives of Majalengka's History.
The effort to converse was done by "dalang" Rukmin through the creativity of
rrraking combination of Gaok, managing a Sanggar (club) and saving wawacan
(texts.) However those efforl was not optirnal enough due to the lirnitation of ability
and fund which was owned by Rukrnin and lack of support from external sides
namely government and society. As a result, transmission process and inheritance
through teaching to young generation were not carried out., This thesis indicated a research about Gaok 's oral tradition in Majalengka. The
research aimed to disclose a function and Gaok's meaning for society life of Kulur,
Majalengka. As well as the survival process of Gaok which was done by "dalang"
(the master) Rukmin. Data sources was obtained by field study and literary study.
This research used various of concepts and the theories of oral tradition performance,
orality, Propp structural theory and the management of oral tradition.
The research method used ethnography method (one of the approaches of Oral
Tradition Study). The research result showed that Gaok had meaning and function for
Kulur society. The function were: entertainment,praying media, as well as for
keeping education values. The meaning of Gaok were: Representatives of spiritual
values, Representatives of women values, Representatives of "Riungan" tradition and
meal party, Representatives of law values, Representatives of Majalengka's History.
The effort to converse was done by "dalang" Rukmin through the creativity of
rrraking combination of Gaok, managing a Sanggar (club) and saving wawacan
(texts.) However those efforl was not optirnal enough due to the lirnitation of ability
and fund which was owned by Rukrnin and lack of support from external sides
namely government and society. As a result, transmission process and inheritance
through teaching to young generation were not carried out.]"
2015
T42949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>