Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125570 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Hartoyo
"ABSTRAK
Nama : Djoko HartoyoProgram Studi : Ilmu LingkunganJudul : DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN LAUT PASCA PENUTUPAN KEGIATAN PERTAMBANGAN Studi Pembuangan Tailing di Teluk Buyat, Minahasa Penelitian bertujuan mempelajari dinamika ekosistem perairan laut pasca penutupan aktivitas tambang di Teluk Buyat. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh faktor dinamika laut pada keberadaan tailing di dasar laut Teluk Buyat. Permodelan arus memperlihatkan kecepatan arus menuju pasang berkisar 0,04-0,08 m/detik, lebih tinggi dari kecepatan arus menuju surut yang berkisar 0,02-0,06 m/detik. Hasil studi memperlihatkan terjadinya dinamika ekosistem laut yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya kelimpahan, nilai indeks keanekaragaman H rsquo;>3 , dan nilai indeks keseragaman ?>6 biota bentos. Nilai ini menggambarkan tahapan suksesi ekosistem laut pasca pembuangan tailing serta mengindikasikan adanya keterkaitan kondisi lingkungan dengan kesempatan biota bentos untuk berstrategi dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Persepsi masyarakat di sekitar Teluk Buyat terhadap variabel sosial budaya dan kesehatan masyarakat menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Hasil analisis keberlanjutan menunjukkan kondisi ekosistem Teluk Buyat ditinjau dari dimensi lingkungan dengan nilai indeks 72,53 dan sosial budaya dengan nilai indeks 51,03 , dikategorikan cukup berkelanjutan, sedangkan pada dimensi ekonomi adalah kurang berkelanjutan dengan nilai indeks 48,87 . Hasil keseluruhan tahapan analisis menunjukkan bahwa lingkungan dan perairan Teluk Buyat semakin membaik. Model konseptual pengelolaan ekosistem Teluk Buyat pasca penutupan aktivitas tambang akan mampu menurunkan tekanan dan meningkatkan kualitas ekosistem baik dari aspek lingkungan, sosial maupun ekonomi masyarakat. Kata kunci: Tailing, Submarine Tailing Disposal STD , Buyat, Bentos

ABSTRACT
Name : Djoko HartoyoStudy Programe : Environmental ScienceTitle : ECOSYSTEM DYNAMICS OF MARINE WATERS POST-CLOSURE OF MINING Study of Tailings Disposal in Buyat Bay, Minahasa The research aims to study the dynamics of marine ecosystems after the closure of mining activity in Buyat Bay. The results showed the influence of ocean dynamics in the presence of tailings in Buyat Bay. Modeling of current shows the current flow velocity toward the high tide, i.e. 0,04-0,08 m/s, is higher than the current speed towards low tide ranging from 0,02 to 0,06 m/s. This study shows the occurrence of marine ecosystem dynamics shown by the increasing abundance, diversity index value H rsquo;>3 , and the value of the uniformity index ?>6 benthos biota. This value represents the marine ecosystem succession stages of post-tailing and indicate their relationship with the environmental conditions of benthos opportunity, to have a strategy and maintain their life. Perception communities around Buyat Bay for the variable of social, cultural and public health, indicates that the condition of Buyat Bay is getting better. The results of the sustainability analysis show the condition of Buyat Bay ecosystem in terms of environmental 2,53 and socio-cultural dimensions 51,03 , is sustainable enough, while the economic dimension is less sustainable 48,87 . The overall results indicate that the environmental and waters of Buyat Bay is getting better. The conceptual model of the management of Buyat Bay ecosystems after the closure of mining activities will be able to reduce the pressure and improve the quality of the ecosystem from the environmental, social and economic community. Keywords: Tailing, Submarine Tailing Disposal STD , Buyat, Bentos "
2018
D2477
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Zulkarnain
"ABSTRAK
Industri pertambangan kerap menjadi sorotan terkait permasalahan pengelolaan lingkungan karena berpotensi menyebabkan gangguan pada rona alam dan kelestarian lingkungan. PT. Newmont Minahasa Raya (PTNMR) yang melakukan pembuangan tailing-nya di perairan Teluk Buyat diduga telah mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perairan teluk tersebut yang teriihat dari indikasi peningkatan konsentrasi arsen dan merkuri. Salah satu alasan dugaan terjadinya penurunan kualitas lingkungan di perairan Teluk Buyat adalah karena diterapkannya pembuangan tailing bawah laut (Sub -Marine Tailing Disposal) oleh PTNMR di dasar laut teluk yang dialirkan melalui pipa pembuangan di kedalaman ± 82 m. Alternatif ini dipilih PTNMR berdasarkan penilaian faktor lingkungan, rekayasa teknologi dan ekonomi. Beberapa laporan penelitian yang pernah dipublikasikan menyebut telah terjadi peningkatan kadar merkuri (Hg) dan arsen (As) di teluk ini yang menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat sekitar. Dari data observasi dan penelitian yang didapat melalui PTNMR dan juga Tim Terpadu Kementerian Lingkungan Hidup (Timdu KLH), diketahui bahwa konsentrasi Hg dan As di Sungai Buyat dan Perairan Teluk Buyat berada di bawah baku mutu yang ditetapkan Pemerintah. Sementara konsentrasi Hg dan As pada sedimen Sungai Buyat dan Teluk Buyat diketahui menunjukkan kecenderungan kadar yang menaik. Namun, peningkatan kadar Hg dan As di sedimen Teluk Buyat ini sudah diprediksikan sebelumnya oleh PTNMR melalui Dokumen ANDAL tahun 1994, bahkan merkuri dalam sedimen telah dipertahankan dalam bentuk inreaktif sehingga tidak membahayakan ataupun tercampur dalam partikel air laut. Data penelitian juga diambil untuk menentukan konsentrasi logam berat di tailing yang siap ditempatkan di bawah taut. Laporan penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi As dan Hg untuk titik ini berada di bawah nilai baku mutu. Kecendurangan meningkatnya kadar Hg dan As di beberapa titik sampel sedimen sungai dan laut juga diperkirakan merupakan proses sedimentasi alami dari mineral dan batuan yang mengandung unsur Hg dan As. Secara alami, batuan di sekitar Teluk Buyat memang telah mengandung Hg dalam mineral cinnabar (HgS) maupun As dalam mineral arsenopyrite (AsFeS), rea/gar (AsS) dan orpimen (As2S3). Mineral ini yang oleh proses alami, terbawa oleh air dan mengendapkan unsur Hg dan As di sedimen sungai dan laut. Proses pembuangan tailing PTNMR di Teluk Buyat dengan meningkatnya konsentrasi Hg dan As hanya menunjukkan hubungan asosiatif tetapi belum mampu secara pasti menunjukkan pola kausalitas.

ABSTRAK
Mining industry is often the focus of public attention because of the problems of environmental management it creates, which affect the natural setting, and conservation of the environment. PT Newmont Minahasa Raya (PTNMR) that dumps its tailings in the waters of Buyat Bay is allegedly polluting the area and responsible for the declining quality of the waters as seen from the indicators of higher concentrates of arsenic and mercury. One of the reasons for the declining environmental quality of Buyat Bay is the company's submarine disposal of tailings through dumping pipes to a depth of around 82 m. PTNMR opted for this alternative after studying the environmental, technological engineering and economic factors. PTNMR's study report says that since the tailings are dumped below the thermocline zone, the pollution is probably caused by the waters dynamics. Several published reports show increasing levels of mercury (Hg) and arsenic (As) which result in health problems suffered by local people. Observation and research data obtained from PTNMR and the Integrated Team of the Ministry of the Environmental Affairs reveal that Hg and As concentrations in Buyat River and Buyat Bay are in fact below the levels set by the government. Research data are also studied to determine the concentrations of heavy metals in the tailings to be disposed underwater. The report shows that the figures at this point are below the quality standards. A few samples taken from sediments in Buyat River and Buyat Bay show higher levels. PTNMR has predicted this increase in its 1994 environmental analysis report. Sediments of mercury are maintained in an in reactive form to keep them from endangering the environment and mixing with the seawater. It can be assumed that the high Hg and As concentrations at several river and marine sediment sampling points are caused by natural sedimentation of minerals and rocks containing Hg and As. Rocks found at Buyat Bay naturally contain Hg in cinnabar (HgS) and As in arsenopyrite (AsFeS), realgar (Ass) and orpiment (As2S3). These minerals, in natural processes, were washed off by water and their Hg and As elements settled in sediments in the river and sea. PTNMR tailing disposal in Buyat Bay and the increasing levels of Hg and As only show an associative relation but not a causative pattern.
"
2007
T17902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pingkan Roeroe
"Perairan Teluk Buyat terletak di Desa Ratatotok, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Desa ini terkenal dengan tambang emas yang dikelola oleh rakyat dengan metode tradisional. Pada tahun 1987 secara resmi Pemerintah Sulawesi Utara sudah menutup kegiatan pertambangan rakyat di desa ini. Pada tahun 1996 sebuah perusahaan PMA yaitu PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) memulai kegiatan pertambangan yang dikelola secara besar-besaran. Limbah tailing-nya dibuang ke perairan ini pada kedalaman 82 meter melalui sebuah pipa.
Selain itu beberapa desa yang berbatasan dengan Desa Ratatotok ini masih melakukan kegiatan pertambangan yang dikelola oleh rakyat. Dalam pengolahannya digunakan Iogam berat merkuri untuk mengikat emas. Limbah yang mengandung logam berat terutama merkuri dibuang langsung ke tanah dan sungai yang ada kemudian mengalir ke perairan di sekitar Teluk Buyat.
Merkuri merupakan salah satu logam berat yang banyak dimanfaatkan oleh manusia, tetapi berbahaya untuk lingkungan dan kesehatan. Hal ini terjadi karena salah sifat dari merkuri yang dapat terakumulasi dalam tubuh suatu organisme dalam jangka waktu yang lama. Daya racun merkuri terhadap organisme perairan terutama disebabkan terjadinya perubahan komponen merkuri anorganik menjadi merkuri organik (metil merkuri) oleh jasad renik dalam air. Senyawa metil merkuri bersifat mudah diabsorbsi dan terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme dan tahan terhadap penguraian lebih lanjut (OECD dalam Laws, 1981).
Gambaran secara umum kadar bahan pencemar dalam suatu lingkungan dapat diketahui dengan menggunakan beberapa indikator yang dapat mengakumulasi bahan-bahan pencemar yang ada sehingga dapat mewakili keadaan lingkungan tersebut. Dalam lingkungan perairan ada 3 media yang dapat dipakai sebagai indikator pencemaran logam berat merkuri yaitu air, sedimen, dan organisme hidup.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui besamya kandungan logam berat merkuri dalam air laut, sedimen dan kerang sebagai indikator pencemaran di perairan Teluk Buyat dan sekitamya dan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh kegiatan pertambangan emas terhadap kualitas perairan Teluk Buyat dan sekitamya.
Pengambilan contoh dilakukan di 3 lokasi yaitu Pantai Kotabunan (lokasi A) dengan 10 stasiun, Teluk Buyat (lokasi B) dengan 10 stasiun dan Teluk Totok (lokasi C) dengan 5 stasiun.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1) Kandungan merkuri dalam air laut, sedimen, dan kerang di lokasi A (Pantai Kotabunan) lebih tinggi dad lokasi B (Teluk Buyat) dan lokasi C (Teluk Totok). Hasil uii statistik menunjukkan adanya perbedaan secara nyata antara kandungan merkuri dalam air laut, sedimen, dan kerang di lokasi A dengan lokasi B dan C, sedangkan merkuri dalam air Taut di lokasi B tidak berbeda nyata dengan lokasi C.
2) Kandungan merkuri dalam sedimen dan kerang di lokasi C sebagai kontrol lebih tinggi daripada lokasi B. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar merkuri dari pertambangan rakyat pada waktu lalu yang masuk dalam Iingkungan perairan mengendap di dasar perairan dan terakumulasi dalam tubuh kerang.
3) Kandungan merkuri dalam sedimen dan kerang di lokasi A (Pantai Kotabunan) lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi B (Teluk Buyat), dan lokasi C (Teluk Totok) lebih tinggi dari lokasi B, ini menunjukkan bahwa proses pengolahan emas yang dikelola secara tradisional oleh rakyat adalah sumber utama pencemaran merkuri di daerah penelitian.
Untuk mengendalikan pencemaran merkuri perlu adanya pengolahan limbah secara terpadu dan perhatian khusus dari Pemerintah Daerah Sulawesi. Maka mengingat saat ini banyak kegiatan pertambangan rakyat di daerah ini.

Buyat Bay is located in Ratatotok Village, Minahasa Regency, North Sulawesi. This village is well known for gold mining and managed by people in traditional method. In 1987, the local government has been discontinued its activities. In 1996, PT. Newrnont Minahasa Raya (PT. NMR) as a foreign investment started the mining activity on a large scale. The tailing waste is thrown away to Buyat Bay at 82 meters depth through a pipe.
Beside this company, there are a few villages surrounding Ratatotok Village still doing the mining activity. It uses mercury to bind the gold. Mercury is one of heavy metal. The waste that contents mercury is thrown away to soil and river, and then flow to Buyat Bay.
Mercury is one of heavy metal that is dangerous for environment and human health but people often use it. One of the characteristics of mercury is it can be accumulated in organism body in long, term period. Mercury contents poison caused by component change from anorganic mercury to organic mercury (methyl mercury) by microorganism in water. Methyl mercury is easy to absorb and accumulate in organism body and resistant further to chemical processes (OECD in Laws, 1981).
General description about pollution degree in environment can be known by use of a few indicators that accumulate polluters in location. In waters environment, there are 3 media that can be used as environment indicators of mercury, those are water, sediment, and living organism.
The purposes of this research are as follows to know the content of mercury in seawater, sediment, and mollusk as pollution indicators in Buyat Bay and surroundings, and to know the impact of gold mining activity to water quality in Buyat Bay and surroundings.
Sample are taken in 3 locations; those are Kotabunan Beach (A location), with 10 station, Buyat Bay (B location) with 10 station, and Totok Bay ( C location) with 5 station.
According to analysis and discussions of this research are as follows
1) The content of mercury in seawater, sediment, and mollusk in location A (Kotabunan Beach) is higher than location B (Buyat Bay) and location C (Totok Bay). Statistic test indicates significant difference between mercury content in seawater, sediment, and mollusk in location A with location B and C, but mercury in sea water in location B indicates not significant with location C.
2) The content mercury in sediment and mollusk in location C as an indicator control higher than location B. This indicates that a large part of mercury in people mining has been settled in the bottom of waters environment and accumulate in mollusk.
3) The content of mercury in sediment and mollusk in location A (Kotabunan Beach) is higher than location B (Buyat Bay) and location C (Totok Bay) is higher than location B indicates that process of gold mining managed by the people traditionally is a major source of mercury pollution at study areas.
To control mercury pollution one needs integrated waste treatment and special attention from local government because of a lot of mining activity in this province.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T14618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumadi
"Proses pembuktian di dalam persidangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses beracara di dalam suatu peradilan. Pada perkara pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup fungsi alat bukti keterangan ahli sebagai salah satu alat bukti yang sah adalah sangat penting membantu majelis hakim untuk memahami masalah-masalah teknis ilmiah. Oleh sebab itu pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai bagaimana pendapat hakim dalam menilai kekuatan pembuktian alat bukti keterangan ahli yang dihadirkan oleh para pihak, baik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun dari terdakwa atau penasihat hukum dalam perkara tindak pidana pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya di Teluk Buyat. Skripsi ini juga membahas mengenai acuan atau dasar hukum apa yang dapat dipakai dimasa yang akan datang untuk melakukan penelitian/pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencemaran lingkungan hidup. Alat bukti keterangan ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan terdakwa atau penasihat hukum terdapat pertentangan yang sangat jauh berbeda satu sama lain. Hal ini menjadi tugas majelis hakim dalam menilai kebenaran keterangan alat bukti keterangan ahli dan dapat dilihat bagaimana majelis hakim menilai kekuatan pembuktian keterangan ahli. Mengenai acuan atau dasar hukum yang dapat dipakai untuk melakukan penelitian/pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencemaran lingkungan hidup adalah dapat dipakai Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup serta peraturan-peraturan yang ada dibawahnya termasuk Keputusan Kepala Bapedal Nomor 113 Tahun 2000 tentang Pedoman Umum dan Pedoman Teknis Laboratorium Lingkungan.

Substantiation process before court is a critical part in a proceeding. In environment pollution or devastation lawsuit, professional opinion as one of legal exhibits serves as an important part in supporting the court understanding of scientific technical issues. The subject matter in this thesis, therefore, concerns with the judge opinion in assessing the intensity of substantiation of professional opinion proposed by the parties, both the general prosecutor (JPU) and the defendant or legal counsel in the environment pollution crime alleged against PT. Newmont Minahasa Raya in Buyat Gulf. This thesis also discusses about future applicable reference or legal basis to carry out study/inquiry of environment pollution crime. The professional opinion exhibits presented by either General Prosecutor (JPU) and defendant or legal counsel contradict significantly against each other. It is the duty of the court to evaluate the professional opinion exhibits and it can be observed there from how the judges consider the intensity of the professional opinion substantiation. With respect to the reference or legal basis applicable in this study/inquiry of environment pollution crime, it can be used Law Number 23 of 1997 on Environment Management and existing regulations under it including Decision of the Chief Environment Impact Controlling Agency Number 113 of 2000 on General Guide and Technical Guide for Environment Laboratory."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22592
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Herman Andreas
"Rencana pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE) berpotensi melepaskan radionuklida 137Cs. Radionuklida seperti 137Cs merupakan hasil reaksi fisi dari reaktor nuklir. Sumber pelepasan 137Cs berasal dari Reaktor Serba Guna (RSG) GA Serpong, Reaktor Kartini Yogyakarta, dan Reaktor Trigamark di Bandung. RSG beroperasi selama 142 hari dalam setahun dan berpotensi melepaskan radioaktif 137Cs sebanyak 2,91 x 10-6 Ci per tahun. Pelepasan 137Cs ke atmosfer akan mengalami proses global fallout, terserap di dalam tanah dan selanjutnya akan terakumulasi di perairan Teluk Jakarta. Untuk mengidentifikasi banyaknya 137Cs yang terakumulasi di perairan Teluk Jakarta, dapat digunakan rajungan (Portunus pelagicus) sebagai bioindikator.
Pada penelitian ini dilakukan simulasi studi bioakumulasi 137Cs oleh Portunus pelagicus dari perairan Teluk Jakarta dengan memvariasikan perlakuan suhu (28oC, 31 oC, 34 oC, 37 oC) dan salinitas (26o/oo, 29o/oo, 32 o/oo, 35 o/oo) air laut. Hasil penelitian menunjukkan nilai BCF untuk variasi suhu 28oC, 31 oC, 34 oC, 37 oC secara berturut-turut adalah 2,81 mL.g-1; 3,90 mL.g-1; 3,28 mL.g-1; dan 4,31 mL.g-1 sedangkan nilai BCF untuk variasi salinitas 26o/oo, 29o/oo, 32 o/oo, dan 35o/oo berturut-turut adalah 3,25 mL.g-1; 7,24 mL.g-1; 8,40 mL.g-1; dan 25,49 mL.g-1. Nilai BCF yang diperoleh, diinput ke dalam software Erica Tool untuk mengkaji dosis rata-rata 137Cs yang terdapat pada organisme hidup pada perairan Teluk Jakarta.

Experimental Power Reactor development plan releasing potentially radionuclide 137Cs. Radionuclides such as 137Cs is a fission product from nuclear reactors. 137Cs source release comes from Reactor Serba Guna (RSG) GA Serpong, Yogyakarta Reactor and Reactor Trigamark in Bandung. These reactors operates for 142 days a year and has the potential to release radioactive 137Cs as much as 2.91 x 10-6 Ci per year. 137Cs release into the atmosphere will undergo a process of global fallout, absorbed in the soil and will accumulate in the waters of Jakarta Bay. To identify the amount of 137Cs that accumulates in the waters of Jakarta Bay, can be used blue swimmer crab (Portunus pelagicus) as bio-indicators.
In this study conducted a simulation study of bioaccumulation of 137Cs by Portunus pelagicus of the waters of Jakarta Bay by varying the treatment temperature (25oC, 28oC, 31oC, 34oC) and salinity (26o/oo, 29 o/oo, 32 o/oo, 35 o/oo) seawater. The results showed bioconcentration factor (BCF) values for variations in temperature 25oC, 28oC, 31oC, 34oC in a row is 2.81 mL.g-1; 3.90 mL.g-1; 3.28 mL.g-1; and 4.31 mL.g-1 while the value of BCF for variations in salinity 26o/oo, 29 o/oo, 32 o/oo, 35 o/oo are respectively 3.25 mL.g-1; 7,24 mL.g-1; 8,40 mL.g-1; and 25.49 mL.g-1. Bioconcentration factor value obtained, inputted into the software Erica Tool to assess the average dose of 137Cs contained in living organisms in the waters of Jakarta Bay
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Maya Sari
"Skripsi ini membahas tentang pengaturan hukum tentang pertanggungjawaban perdata dan pembebanannya dalam hal terjadi pencemaran laut yang bersumber dari pembuangan (dumping) limbah minyak dari kapal tanker ke laut, yang ditinjau dari berbagai instrumen hukum yang terkait baik konvensi internasional dan protokol turunannya maupun produk hukum nasional. Skripsi ini melalui penelitian yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif, mengkaji sebuah kasus pencemaran laut yang terjadi di Balikpapan pada tahun 2004 silam yang bersumber dari pembuangan limbah minyak berupa oil sludge dari Kapal Tanker MT Panos G ke Teluk Balikpapan yang ditinjau dari Protocol 1992 of Civil Liability Convention 1969 for Oil Pollution Damage dan berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait, diantaranya UU No.23 Tahun 1997 dan UU No.32 Tahun 2009. Selain itu, skripsi ini juga menganalisis putusan sela yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Balikpapan atas gugatan Pemkot Balikpapan dalam kasus pencemaran tersebut serta mengidentifikasi sistem channelling liability sebagaimana yang diatur dalam regime CLC 1969/Protocol 1992 yang dianut oleh beberapa instrumen hukum nasional. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar dibuatnya sebuah pengaturan khusus dan komprehensif mengenai dumping ke laut yang dapat mengikuti regime Protocol 1996 London Dumping Convention, diciptakannya harmonisasi pengaturan hukum mengenai pembebanan tanggung jawab perdata (channelling liability) yang dapat mencakup semua ruang lingkup pencemaran laut yang bersumber dari minyak dan limbahnya, dilakukannya amandemen Protocol 1992 CLC dengan memperluas ruang lingkup (definisi) minyak agar mencakup juga residual oil.

This thesis discusses the regulation concerning civil liability and its imposition in a marine pollution originating from disposal (dumping) of oil waste from the tanker into the sea, reviewed by various relevant legal instruments, both conventions and their derivative protocols and also national legislations. This thesis, through a juridical normative research by qualitative analysis method, examines a case of marine pollution occured in Balikpapan in 2004 which was resulted from oil sludge dumping from the MT Panos G oil tanker into The Balikpapan Bay, reviewed by Protocol 1992 of Civil Liability 1969 for Oil Pollution Damage and various relevant legislations, including Law Number 23 of 1997 Concerning Environmental Management and Law Number 32 of 2009 Concerning Protection and Management of Environment. In addition, this thesis analyzes the interlocutory decision issued by District Court of Balikpapan for the lawsuit of Balikpapan Government in that case, and also identifies the channelling liability system as regulated in CLC 1969/Protocol 1992 which was adopted by some national legal instruments.The results of this thesis suggest that a special and comprehensive enactment is needed concerning dumping into the sea which can adopt the regime of Protocol 1996 London Dumping Covention, a unification of regulations concerning the channelling liability covering the entire scope of marine pollutions originated from oil and its wastes, an ammendment to Protocol 1992 CLC by extending the scope (definition) of oil in order to include residual oil.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuleha Ernas
"[Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk di daerah pesisir menjadikan kebutuhan akan ruang yang lebih luas sehingga reklamasi kawasan pesisir menjadi pilihan utama yang banyak ditempuh Pemanfaatan pasir laut yang berlebihan dan tidak terkendali dapat mengganggu ekosisitem bahkan merusak daya dukungnya Penelitian ini mengkaji gangguan pada produktivitas perairan Teluk Banten Kabupaten Serang yang disebabkan kegiatan penambangan pasir laut di tahun 2004 2015 Masalah penelitian adalah belum adanya kajian ilmiah lingkungan mengenai pengaruh penambangan pasir laut di Teluk Banten Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuantitatif dan kualitatif Data fisik dianalisis menggunakan korelasi dan regresi polinomial orde 2 dan data wawancara dianalisis dengan metode deskriptif Hasil penelitian memperlihatkan hubungan yang kuat r 0 9835 antara penambangan pasir laut dengan peningkatan kekeruhan perairan Teluk Banten dengan persamaan regresi y x 90 8494 9 2392 10 3 x 1 3059 10 7 x2 Penambangan pasir laut juga signifikan mengurangi produktivitas perairan Teluk Banten r 0 9726 dengan persamaan regresi y x 2 948 3 21 10 7 x ndash 8 26 10 14 x2 Hasil penelitian juga memperlihatkan persepsi negatif masyarakat nelayan terhadap aktivitas penambangan pasir laut Menurut mereka penambangan pasir laut berdampak pada aktivitas penangkapan ikan karena tidak dapat menangkap ikan di perairan dekat desa mereka lagi.

A rapid economic and population growths in urban coastal areas may followed by an expansion of space Mostly the expansion is applying a coastal reclamation An uncontrollable and overexploitation of marine sand for coastal reclamation may disturbing the ecosystem and even cause damage to its carrying capacity This research is finding the disturbance of marine productivity in Banten Coastal Bay Serang District which is caused by marine sand mining activity in 2004 2015 According to preliminary finding there is no scientific studies about the impact of marine sand mining activity in Banten Coastal Bay yet This research is using quantitative approach with quantitative and qualitative method The physical aspect has been analyzed using statistically correlation and 2nd order of polynomial regression Interview data which is analyzed by a descriptive method somehow providing some clues The result shows the strong correlation r 0 9835 between marine sand mining production and the increasing of water turbidity in Banten Coastal Bay which represent by a regression equation y x 90 8494 9 2392 10 3x 1 3059 10 7x2 Marine sand mining production is also significant reduce r 0 9726 the marine productivity of Banten Coastal Bay which represent by a regression equation y x 2 948 3 21 10 7x ndash 8 26 10 14x2 It is found in the fisheries community that they have a negative perception to the marine sand mining activity According them those mining activities impacting to their fishing tradition They cannot catch the fish in the near shore around their livinghood anymore ;A rapid economic and population growths in urban coastal areas may followed by an expansion of space Mostly the expansion is applying a coastal reclamation An uncontrollable and overexploitation of marine sand for coastal reclamation may disturbing the ecosystem and even cause damage to its carrying capacity This research is finding the disturbance of marine productivity in Banten Coastal Bay Serang District which is caused by marine sand mining activity in 2004 2015 According to preliminary finding there is no scientific studies about the impact of marine sand mining activity in Banten Coastal Bay yet This research is using quantitative approach with quantitative and qualitative method The physical aspect has been analyzed using statistically correlation and 2nd order of polynomial regression Interview data which is analyzed by a descriptive method somehow providing some clues The result shows the strong correlation r 0 9835 between marine sand mining production and the increasing of water turbidity in Banten Coastal Bay which represent by a regression equation y x 90 8494 9 2392 10 3x 1 3059 10 7x2 Marine sand mining production is also significant reduce r 0 9726 the marine productivity of Banten Coastal Bay which represent by a regression equation y x 2 948 3 21 10 7x ndash 8 26 10 14x2 It is found in the fisheries community that they have a negative perception to the marine sand mining activity According them those mining activities impacting to their fishing tradition They cannot catch the fish in the near shore around their livinghood anymore.;A rapid economic and population growths in urban coastal areas may followed by an expansion of space Mostly the expansion is applying a coastal reclamation An uncontrollable and overexploitation of marine sand for coastal reclamation may disturbing the ecosystem and even cause damage to its carrying capacity This research is finding the disturbance of marine productivity in Banten Coastal Bay Serang District which is caused by marine sand mining activity in 2004 2015 According to preliminary finding there is no scientific studies about the impact of marine sand mining activity in Banten Coastal Bay yet This research is using quantitative approach with quantitative and qualitative method The physical aspect has been analyzed using statistically correlation and 2nd order of polynomial regression Interview data which is analyzed by a descriptive method somehow providing some clues The result shows the strong correlation r 0 9835 between marine sand mining production and the increasing of water turbidity in Banten Coastal Bay which represent by a regression equation y x 90 8494 9 2392 10 3x 1 3059 10 7x2 Marine sand mining production is also significant reduce r 0 9726 the marine productivity of Banten Coastal Bay which represent by a regression equation y x 2 948 3 21 10 7x ndash 8 26 10 14x2 It is found in the fisheries community that they have a negative perception to the marine sand mining activity According them those mining activities impacting to their fishing tradition They cannot catch the fish in the near shore around their livinghood anymore , A rapid economic and population growths in urban coastal areas may followed by an expansion of space Mostly the expansion is applying a coastal reclamation An uncontrollable and overexploitation of marine sand for coastal reclamation may disturbing the ecosystem and even cause damage to its carrying capacity This research is finding the disturbance of marine productivity in Banten Coastal Bay Serang District which is caused by marine sand mining activity in 2004 2015 According to preliminary finding there is no scientific studies about the impact of marine sand mining activity in Banten Coastal Bay yet This research is using quantitative approach with quantitative and qualitative method The physical aspect has been analyzed using statistically correlation and 2nd order of polynomial regression Interview data which is analyzed by a descriptive method somehow providing some clues The result shows the strong correlation r 0 9835 between marine sand mining production and the increasing of water turbidity in Banten Coastal Bay which represent by a regression equation y x 90 8494 9 2392 10 3x 1 3059 10 7x2 Marine sand mining production is also significant reduce r 0 9726 the marine productivity of Banten Coastal Bay which represent by a regression equation y x 2 948 3 21 10 7x ndash 8 26 10 14x2 It is found in the fisheries community that they have a negative perception to the marine sand mining activity According them those mining activities impacting to their fishing tradition They cannot catch the fish in the near shore around their livinghood anymore ]"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdan Nurul Huda
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian lamun dan perifiton di wilayah perairan Teluk Lampung yaitu Hurun, Lahu, dan Ringgung untuk kondisi dan perubahan struktur komunitas padang lamun dan perifiton. Metode yang digunakan adalah transect menggunakan kuadrat berukuran 50x50cm. Data hasil pengamatan dianalisis indeks keanekaragaman, kemerataan dan dominasi serta keterkaitan antara padang lamun, perifiton dan beberapa parameter lain menggunakan uji Spearman. Ditemukan 4 jenis dari 2 famili yaitu Hydrocharitaceae (Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Halophila minor) dan Famili Potamagetonaceae (Halodule uninervis). Berdasarkan pengamatan ditemukan sebanyak 22 jenis perifiton baik alga epifit maupun meiofauna epifit. Perifiton dibagi dalam 10 kelompok yaitu Diatomae, Dinoflagellata, Copepoda, Medusae, Amphipoda, Isopoda, Cypris, Polychaeta, Bivalvia, dan Gastropoda. Dalam kurun waktu 10 tahun, terjadi penurunan indeks keanekaragaman, baik pada lamun maupun perifiton, yang menunjukkan penurunan stabilitas ekosistem padang lamun. Berdasarkan hasil uji Spearman, diketahui bahwa terdapat korelasi positif antara tingkat kerapatan setiap jenis lamun dengan tingkat kepadatan perifitonnya, kerapatan lamun dengan kandungan organik substrat, serta biomassa di bawah substrat dengan kandungan organik substrat.

ABSTRACT
The research of seagrass and periphyton in Lampung bay territorial has been done in Hurun, Lahu, and Ringgung, to know the conditions and changes of community structure of seagrass beds dan periphyton. Transect method using a square 50x50cm. Data observations were analyzed the diversity, evenness and dominance index. Linkages between seagrass, periphyton and some other parameters analyzed using the Spearman test. There 4 specieces from 2 families of seagrass found in Hurun, Lahu and Ringgung, that are Hydrocharitaceae (Enhalus acoroides,Halophila minor, and Thalassia hemprichii) and Potamagetonaceae (Halodule uninervis). Based on the observations found 22 species of algae either epiphytic periphyton and epiphytic meiofauna. Periphyton were divided into 10 groups Diatomae, Dinoflagellates, Copepods, Medusae, Amphipods, Isopods, Cypris, Polychaeta, Bivalves, and Gastropods. In the past 10 years, decline on diversity index and dominance index increased, both in seagrass and periphyton, which showed a decrease in the stability of seagrass ecosystems. Based on the Spearman test, there is a positive correlation between the density of periphyton and seagrass (spesific on type), the density of seagrass and substrate organic content, also biomass below substrate and substrate organic content."
Universitas Indonesia, 2012
T33154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julianus Akun Danie
"Walaupun sudah seabad yang lampau, penelitian geografi dialek mengalami perkembangan pesat hingga mencapai peringkat ilmiah yang setaraf dengan cabang linguistik lainnya, tetapi kegiatan penelitian dalam cabang itu terhadap bahasa¬bahasa di Indonesia belum kentara. Keanekaan yang dimiliki balk pada bahasa itu sendiri maupun wilayah sebarannya merupakan lapangan penelitian yang mempunyai daya tarik tersendiri, di samping tan-Langan yang siap diperhadapkannya kepada para peneliti.
Penelitian geografi dialek yang dilakukan di pulau Lombok yang berjudul Lombok, een.Dialect-Geografische Studie (7eeuw 1958) sangat penting artinya bagi perkembangan geo¬grafi dialek di Indonesia karena penelitian itu merupakan pelopor penelitian geografi dialek yang lebih kemudian (Ayatrohaedi 1985:4). Kegiatan pemetaan bahasa di Indonesia, yang telah dirnulaikan di pulau Lombok itu berlanjut setelah tujuh betas tahun kemudian dengan munculnya pemetaan bahasa yang dilakukan terhadap bahasa Sunda (Nothofer 1975). Pemetaan yang dilakukannya itu diawali dengan delapan buah peta bahasa yang dimuat dalam hasil penelitian yang berjudul Prato-ilalayo-Javanic. Pemetaan bahasa yang lengkap dalam penelitian geograri dialek itu, yang dilakukan terhadap bahasa di Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian barat, diterbitkan dengan judul Dialektgeographische Untersuchungen in West-Java and im Weslichen Zentral-3ava (1980). Setahun kemudian, tahun 1961, Nthofer melakukan pemetaan bahasa lagi dalam daerah yang mencakup Jawa Tengah,.yang.diterbit¬kan dengan judul Dialektatlas von Zentral Java.
Pemetaan bahasa yang ketiga di Indonesia dilakukan oleh Ayatrohaedi {1978) terhadap bahasa Sunda di daerah Cirebon. Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan penelitian itu, Grips melakukan pemetaan bahasa terhadap bahasa flelayu yang digunakan di daerah Jakarta dan sekitarnya. Hasil penelitian yang disebutkan pertama diterbitkan dalam tahun 1985 dengan judul Bahasa Sunda di Daerah Cirebon, sedangkan penelitian yang satunya masih sedang dalam pengolahan tahap akhir (intormasi diperoleh pada bulan aktober 1986)."
1987
D9
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>