Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212691 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Rahmi Faisal
"ABSTRAK
Narapidana perempuan hamil/ menyusui merupakan minoritas dalam komunitas suatu bangsa yang berada di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana perempuan hamil dan menyusui memerlukan pembinaan yang berbeda narapidana pada umumnya. Hal ini terjadi karena narapidana perempuan dengan kondisi hamil dan menyusui memiliki fisik dan kebutuhan yang jauh berbeda dengan narapidana pada umumnya. Perawatan kesehatan reproduksi, pengobatan fisik maupun psikis, serta perlindungan terhadap anak-anak dari narapidana perempuan di dalam Lapas menjadi sangat penting karena akan menentukan masa depan narapidana dan anaknya sendiri. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif, dan hasil dari penelitian yang diperoleh setiap Lembaga Pemasyarakatan memiliki kebijakan atas permasalahan yang berbeda-beda, hal ini didasarkan pada faktor-faktor penghambat yang mereka miliki dalam proses pembinaan di dalam Lapas. Lapas Klas II B Anak Wanita Tanggerang dirasakan cukup memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui karena akses kesehatan, perlindungan keselamatan, serta program pembinaan yang cukup efektif. Untuk Lapas Perempuan Klas II A DKI Jakarta memiliki faktor penghambat yang membuat pihak Lapas dirasakan masih kurang memenuhi hak-hak narapidana tersebut akibat dari kondisi Lapas yang over crowded. Sedangkan, Lapas Klas II A Bogor merupakan Lapas dengan permasalahan yang lebih kompleks, kondisi Lapas yang over crowded, tidak adanya akses perlindungan yang memadai, serta dilarangnya narapidana yang pasca melahirkan membawa anak ke dalam Lapas, menjadikan kebijakan Lapas ini bertentangan dengan beberapa regulasi yang ada dan belum memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui.

ABSTRACT
Pregnant and breastfeeding women's prisoners are a minority in the community of a nation in the Prison. Prisoners of pregnant and breastfeeding women require different counseling of convicts in general. This happens because female prisoners with pregnant and breastfeeding conditions have a physical and a need that is much different from the convicts in general. Reproductive health care, physical and psychological treatment, as well as protection of children from female prisoners in prison are very importance because it will determine the future of inmates and their own children. In this study, the authors use normative juridical research methods focused on assessing the application of norms or norms in positive law, and the results of research obtained by each the prison have policies on different issues, the inhibiting factors they have in the coaching process within the prisons. Prisons Class II B Child Tanggerang is sufficient to fulfill the rights of pregnant and lactating female prisoners because of health access, safety protection, and effective coaching programs. For prisons of Women Class II A DKI Jakarta has an inhibiting factor that makes the prisons felt is still not meet the rights of prisoners is due to the condition of prisons are overcrowded. Meanwhile, Prisons Class II A Bogor is prisons with more complex problems, overcrowded prisons, inadequate access to protection, and prohibition of post partum prisoners bringing children into prisons, making this prison's policy contrary to some existing regulations and has not fulfilled the rights of pregnant and breastfeeding women's prisoners. "
2018
T51054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Afithasari
"Narapidana dan narapidana ibu hamil memiliki kebutuhan tambahan terkait hal ini pemenuhan hak kesehatannya di Rumah Tahanan Negara. Hak ini penting karena berhubungan langsung dengan ibu hamil dan juga untuk kesehatan janin itu mengandung. Tesis ini menjelaskan tentang pemenuhan hak atas kesehatan ibu hamil yang dilakukan oleh Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mewawancarai 3 (tiga) orang narapidana wanita hamil yang berada di Rutan Kelas IIA, Jakarta Timur. Benda Tujuannya untuk mengetahui pengalaman dan kebutuhan narapidana wanita hamil, terutama dalam upaya memenuhi kesehatan Rutan Kelas IIA Jakarta Timur sebagai Unit Pelayanan Teknis yang bertugas melindungi HAM Tahanan dan narapidana manusia. Analisis penelitian ini menggunakan Perspektif Hak Asasi Manusia dan Teori Hukum Feminis. Berdasarkan hasil didapat, Rutan Kelas IIA Jakarta Timur melakukan 4 upaya kesehatan yaitu upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi narapidana dan tahanan perempuan hamil. Namun upaya kesehatan belum terpenuhi dengan baik karena Beberapa kendala tersebut antara lain kondisi overcrowding yang terjadi, anggaran fasilitas dan staf yang tidak memadai serta terbatas di pusat penahanan.

Pregnant women prisoners and prisoners have additional needs in this regard to fulfill their right to health in State Detention Centers. This right is important because it is directly related to pregnant women and also for the health of the fetus that is pregnant. This thesis describes the fulfillment of the rights to health of pregnant women carried out by the Class IIA State Detention Center (Rutan), East Jakarta. This study used a qualitative approach by interviewing 3 (three) pregnant female prisoners who were in the Class IIA Detention Center, East Jakarta. Object The aim is to find out the experiences and needs of pregnant women prisoners, especially in an effort to fulfill the health of the Class IIA Prison in East Jakarta as a Technical Service Unit in charge of protecting the human rights of prisoners and human prisoners. The analysis of this research uses the Human Rights Perspective and Feminist Legal Theory. Based on the results obtained, East Jakarta Class IIA Rutan has made 4 health efforts, namely promotive, preventive, curative, and rehabilitative efforts for pregnant women inmates and prisoners. However, health efforts have not been fulfilled properly due to some of these constraints, including overcrowding conditions, insufficient budget for facilities and staff and limited in detention centers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deviyanti Dwiningsih
"Indonesia merupakan negara hukum (Rechtsstaat), dengan karakteristik adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).Salah satu ciri dari negara hukum adalah adanya persamaan hak-hak perempuandengan laki-laki dalam bidang apapun termasuk bidang politik. Bahkan hak-hak perempuan secara jelas diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang memuat persamaan hak dan pendekatan non diskriminasi bagi laki-laki dan perempuan baik dalam hukum dan pemerintahan maupun akses terhadap lapangan pekerjaan yang layak. Oleh karena perempuan adalah warga negara yang mempunyai hak politik sebagimana laki-laki.Data menunjukkan partisipasi dan keterwakilan perempuan di bidang politik sangat kecil khususnya di Legislatif.Hal ini disebabkan karena adnaya diskriminasi. Diskriminasi terhadap perempuan itu menyebabkan keadilan dan kesetaraan dibidang politik dengan menggunakan prinsip “tindakan khusus sementara”, seperti yang tertuang dalam pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan “ setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan keadilan”. Tindakan khusus sementara ini dapat dilihat dalam upaya peningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, peningkatan keterwakilan dalam posisi strategis pada kekuasan, partisipasi penuh dalam proses pengambilan keputusan dan sinergitas.

Indonesia is the legal state (Rechtsstaat) that has high respect of human rights. One characteristic of the legal state is the equality between women and men in all sectors including the political one. Definitely women's rights is provided for in the Article 27 paragraph (1) and paragraph (2) of the 1945 Constitution which includes equal rights and non-discrimination approach between men and women before the law and government as well as employment access. In other words, women are citizens who have political rights equal to men's rights. The data indicate that the participation and representation of women in the political sector is tremendously low particularly in the Legislature. It relates to discrimination. The discrimination against women results in justice and equality in the political sector by using the principle of "temporary special measures", as set out in the Article 28H Paragraph (2) of the 1945 Constitution. The article states "every person should be entitled to special treatment and to have the opportunity and the same benefits to achieve equality of justice ". The temporary special measures can be shown in the effort of enhancing the quantity and quality of human resources, higher representation in strategic position in the power, full participation in the decision-making process and synergy.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C.F.G. Sunaryati Hartono, 1931-
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2000
323.4 SUN r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aberdeen : Aberdeen University Press, 1990
323.34 WOM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London : North-South Institute, 1993
305.42 OUR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nadine Aisha
"Skripsi ini membahas mengenai pembuatan dan penerapan kebijakan kuota perempuan dalam dewan direksi pada badan usaha di Norwegia. Sebagai salah satu negara dengan tingkat kesetaraan gender tinggi, munculnya kesenjangan gender pada dewan direksi badan-badan usaha membuat pemerintah menghasilkan kebijakan kuota pada sektor ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan bagaimana pembuatan dan penerapan kebijakan tersebut dilakukan. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan kuota perempuan dalam dewan direksi pada badan usaha ini berhasil diterapkan. Pencapaian yang dihasilkan sesuai dengan penetapan kuota dan dalam jangka waktu yang ditentukan.

Abstract
The focus of this undergraduate thesis is about the making-process and implementation of woman quota policy in the Board of Directors, in Norway. As one of the country which has the high rank in the gender equality, the gender gap in the Board of Directors of Companies is still wide. Therefore the government issued the quota policy. The research concludes that the policy of woman quota in the board of directors can be implemented successfully, in terms of quota and time frames."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S279
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Listyarti
"Gerakan perempuan di Republik Islam Iran terbilang lebih maju dibandingkan negara-negara Islam lainnya di Timur Tengah. Meski mengalami banyak hambatan mulai dari tafsir agama maupun budaya etnis serta kebijakan pemerintah, namun kenyataannya gerakan perempuan di Iran dapat tumbuh dan berkembang, bahkan muncul banyak tokoh¬tokoh perempuan Iran yang eksistensinya diakui masyarakat internasional. Tesis ini mencoba mengungkap tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik. Islam Iran dan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya gerakan Perempuan pasca revolusi Islam Iran, mulai dari tokohnya, tuntutannya, model gerakannya, dan perubahan kebijakan pemerintah yang adil terhadap perempuan.
Terdapat tiga (3) fase dalam menggambarkan gerakan perempuan di Iran pasca kemenangan revolusi Islam Fase pertama, sepuluh tahun pertama pasca revolusi Islam (1979-1989)--di era pemerintahan Ayatullah Khomeini- menghasilkan berbagai peraturan yang bias jender. Misalnya peraturan yang melarang jabatan hakim bagi perempuan, dengan alasan wanita lebih emosional dan irasional. Pada era ini, sudah mulai muncul oposisi gerakan perempuan Iran yang melakukan perlawanan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan hak-hak kaum perempuan dan korban kekerasan.
Fase 2 : Sepuluh tahun kedua (1989-1999) pasca revolusi islam terjadi perubahan terhadap berbagai peraturan yang bias jender-peraturan tersebut secara bertahap mulai direvisi. Sehingga 11 tahun setelah revolusi islam, pemerintah mencabut pelarangan hakim perempuan di Iran. Pada era ini, pemerintahan Iran juga membuat kebijakan yang menjamin hak-hak reproduksi Perempuan. Perempuan Iran sudah ada yang menjadi anggota parlemen, bahkan ada yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Hal ini tentunya dampak signifikan dari jaminan pelaksanaan hak atas pendidikan rakyat
Fase 3 : Sepuruh tahun ketiga (1999 s.d sekarang, pada fase ini, banyak perempuan --baik secara individu-maupun berkelompok terus memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi di Iran. Mereka yang kemudian menciptakan model gerakan perempuan di Iran. Model yang dikembangkan adalah: Pertama, tuntutan yang diajukan kaum perempuan didominasi oleh persamaan hak-hak perempuan dan perlindungan hak anak; kedua, tuntutan merevisi hukum keluarga di Iran karena banyak yang mengabaikan hak perempuan dan anak-anak, terutama hukum yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian dan implikasinya; ketiga, menyuarakan gagasan bahwa HAM universal tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal-hal yang sudah jelas di atur dalam Al-Quran., misalnya hak waris yang berbeda antara laki-Iaki dan perempuan, & kewajiban menggunakan jilbab, tidaklah menjadi bagian yang mereka gugat. Inilah yang membedakan gerakan perempuan barat dengan gerakan perempuan di Iran, di Iran gerakan perempuannya justru menyakini banyak pihak bahwa ajaran Islam dan hukurn Islam tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM universal.
Dalam tesis ditemukan faktor-faktor yang mendorongnya terjadi perubahan kebijakan di Iran terhadap Perempuan dan yang secara signifikan juga telah mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik Islam Iran. Faktor pertama adalah meningkamya pendidikan; dan Faktor yang kedua adalah Perubahan politik di dalam negeri karena munculnya kesadaran dan tafsir hukum Islam yang tidak di dasari budaya patriarki. Selain itu ada temuan yang menarik, ternyata perempuan-perempuan Iran yang terusir dari negeri Iran karena menolak kebijakan pemerintah tetap bisa berhubungan dengan organisasi perempuan dalam negeri Iran, atau tetap bisa rnemberikan informasi berkaitan dengan perkembangan Iran. Faktor ketiga, Munculnya tokoh-tokoh perempuan Iran yang berani melawan kondisi sosial politik dan sosial budaya di Iran, mereka berjuang sesuai dengan latar belakang keahliannya. Toko-h¬tokoh tersebut berupaya menegakan HAM dan demokrasi di negerinya. Faktor keempat, ada faktor lain, yaitu munculnya kesadaran Para Mullah & pemimpin Iran bahwa ajaran Al Quran senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan kitab tersebutlah yang menjadi dasar islami bagi konstitusi Iran, sehingga pemerintah pun mau melakukan telaah kembali bagi kebijakan-kebijakan pemerintahan Iran yang bias jender. Faktor kelirna, Faktor sosial budaya masyarakat yang menghormati perempuan mulia dalam sejarab Islam, mis. putri Rasullah SAW - Fatimah Az Zahra- dimana kemuliaan Fatimah, perilakunya yang santun, lemah lembut, pintar, berani dan bijak, dijadikan doktrin nilai-¬nilai yang dianut masyarakat Iran dan terinternalisasi dalam budaya masyarakat. Nilai¬nilai ini berisi ajaran agar kaum laki-laki dan perempuan saling menghargai, menghormati, memahami hak dan kewajibannya masing-masing.

Women movement in Islamic Republic of Iran admitted more developed than Islamic countries in Middle - East. Though, obtaining many obstructions starting from exegesis, ethnic culture to government policy; in fact that women movement in Iran can grow and develop, moreover many Iran female figures emerge whose existence admired by the world. This Thesis tries to uncover the growth and the development of women movement in Islamic Republic of Iran and some factors affecting its development in the post - Islamic revolution of Iran, starting from the figures, the demands, the movement form and the changes of government policy which is fair towards women.
There are three phases in describing women movement in Iran in the post - victory of Islamic revolution. In the first phase, first decade of the post . Islamic revolution (1979-1989) in the era Ayatollah Khomeini authority causing many regulations which were obscure in gender. For instance, the regulation which forbade the position of judge for women with the reason that's women admired more emotional and irrational. In the era, Iran women movement had emerged as opposing against some regulations causing disadvantages for women right and authority victim.
In the second phase: second - decade (19894999) of the post - Islamic revolution, there were many changes for several regulations which were obscure in gender- those were gradually revised. After eleven years in Islamic revolution, Iran government withdrew prohibition for women judge. In the era, Iran government also withdrew the policy protected reproduction right for women. Iran women became member in parliament; even there were some occupied strategic position in government. This matter was definitely significant effect from the guarantee of applying the right for citizen education.
In the third phase: third - decade (1999- ....) , many women both individually or in group keep on struggling the human right and democracy in Iran. And they create women movement form there. The form developed as follows; firstly, the demands they ask are dominated with the equality of women right and the protection of children right; secondly, the demand to revise family rules in Iran as they ignored more the right of women and children, mainly the rules dealing with marriage, divorce and its implications; thirdly, declaring ideas of universal human right which is not against Islamic laws. Those matters which are obviously regulated in Al- Qur'an, for example heritage right differing women and men, and the obligation for using veil are not a part to be claimed. This thing makes a difference among women movement in Iran and west countries; in Iran, the women movement believes that Islamic law is not against to the principles of universal human right.
The third factor, many women figures emerge who bravely fight social-political condition and social-culture in Iran, they fighting line with their competence background.. Those figures make an effort to uphold the human right and the democracy there.
The forth factor, the awareness of mullahs and Iran leaders raise up as they understand that Al - Qur'an continually follows the development and the holy book becomes the Islamic basic for Iran constitution, so that the government study further the Iran government policies which are obscure in gender
The fifth factor, social- cultural factor in society giving respect to magnificent women in Islamic history, e.g Fatimah Az Zahra- the daughter from Rasullah SAW , her nobility,her politeness, her gracefulness, her brilliance, her courage and wisdom, can be doctrinal values followed by Iran society and internalized into culture society. These values consist of the knowledge teaching men and women should respect each other and understand the right and the obligation.
"
2007
T20706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giri Pamungkas
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang bagaimana isu gender dan seksualitas ditampilkan dalam bentuk visualisasi di tiga video klip Lady Gaga. Evolusi musik yang kini tidak hanya didengar tetapi juga bisa dilihat melalui visualisasi dalam video klip musik pun menjadi latar belakang dari permasalahan ini.
Penulis mengambil korpus dari video-video klip musik Lady Gaga yang berjudul Telephone, Bad Romance, dan Alejandro yang beberapa waktu yang lalu sering ditampilkan dalam salah satu stasiun televisi yang khusus menyiarkan acara musik yaitu MTV. Dalam penelitian, penulis melihat motif di mana unsur sensualitas, seksualitas, dan erotisme sangat menonjol dalam ketiga video klip tersebut. Apakah hal tersebut menunjukkan sebuah emansipasi atau hanya sekedar eksploitasi dan objektifikasi belaka?
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif yang mengacu pada teori-teori feminisme, khususnya feminisme gelombang ketiga. Penulisan ini dibuat untuk mengungkap pesan-pesan di balik berbagai bentuk ekspresi kebebasan yang ada dalam ketiga video klip Lady Gaga tersebut. Pada akhirnya kata emansipasi pun menjadi kunci jawaban dalam permasalahan ini.
ABSTRACT
This study discuss about how gender and women?s sexuality are shown in Lady Gaga?s music videos .The evolution of music which nowadays has visualized in a form of music video in television becomes the background of this problem. We can know the messages of the song easily.
The corpus of this study is taken from Lady Gaga?s music videos entitled Telephone, Bad Romance, and Alejandro which frequently aired in MTV a couple years ago. In this research, there are some motifs which the three elements; sensuality, sexuality, and eroticism become dominant in these videos. The question is Are these three elements show emancipation or objectification and exploitation?
This study uses qualitative descriptive interpretive which refer to feminism theories especially third wave feminism. The purpose of this study is to reveal the messages behind Gaga?s freedom of expressions in these videos. Finally, the emancipation word becomes the key of the answer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42477
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>