Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165181 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joseph Harry Krisnamurti
"Berlakunya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan selain telah menjawab kebutuhan atas adanya suatu undang-undang yang mengatur tentang hukum materiil bagi Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia juga telah menimbulkan permasalahan tersendiri dalam pengaturannya. Hal ini karena Undang-Undang Administrasi Pemerintahan telah mengatur bahwa Badan Pemerintahan dapat ditetapkan sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengembalikan kerugian negara, yang mana pengaturan tersebut justru bertentangan dengan pengertian dari kerugian negara itu sendiri sebagaimana diatur dalam Perundang-Undangan Bidang Keuangan Negara yang menempatkan negara sebagai pihak yang menderita kerugian dalam hal terjadinya kerugian negara. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bertujuan untuk menguji kesesuaian antara norma-norma hukum yang belaku dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dengan Perundang-Undangan Bidang Keuangan Negara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Badan Pemerintahan tidak dapat ditetapkan sebagai subyek hukum penanggung jawab atas terjadinya kerugian negara. Pengaturan tersebut cenderung tidak logis secara hukum karena mengatur bahwa Badan Pemerintahan sebagai wujud perwakilan dari negara itu sendiri dapat diminta untuk melakukan pengembalian atau pembayaran kerugian negara kepada dirinya sendiri. Dengan demikian untuk kedepannya perlu dilakukan perbaikan-perbaikan atas ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan agar sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang telah berlaku sebelumnya dalam Perundang-Undangan Bidang Keuangan Negara.

The enactment of the Law of Government Administration in addition to having answered the need for the existence of a law regulating the material law for the State Administrative Court in Indonesia has also raised its own problems on its regulation. This is because the Law of Government Administration has provided that the Government Officials may be designated as the party responsible for returning the state losses, in which the arrangement contradicts with the meaning of state losses itself as stipulated in the Laws of State Finance which places the state as a party suffering losses in the event of a state losses. This research is compiled by using normative juridical research method which aims to test the conformity between legal norms that are applied in Law of Government Administration and Laws of State Finance. The results of this research indicate that the Government Officials can not be designated as the legal subject in charge of the state losses. This regulation is tend not to be legally logical because it provides that the Government Officials as a representative form of the state itself may be required to return or pay the state losses to the state itself. Therefore, for further, it is necessary to make revisions of the provisions applicable in the Law of Government Administration to be in line with the provisions that have been applied before in the Laws of State Finance."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Nindya Meylani
"Penyelesaian kerugian keuangan negara akibat kelalaian/kesalahan administrasi seharusnya merupakan penyelesaian administrasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kerugian negara selalu diarahkan kepada hukum pidana dan mengabaikan hukum administrasi negara. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman mengenai teori hukum administrasi negara. Tidak semua penyimpangan khususnya dalam hal tindakan aparatur pemerintah dikenai sanksi pidana apabila hukum administrasi negara memberikan pedoman dan sanksi. Untuk itu, perlu dibuat adanya Standar Operasional agar penyelesaian kerugian keuangan negara akibat kesalahan/kelalaian admnistrasi dapat diselesaikan secara administrasi dan peningkatan pengawasan dari APIP dalam hal ?hal yang berhubungan dengan administrasi pemerintahan.

Solving Mechanism of State Financial Loss Due to Administrative Failure and/or error should be an administrative settlement in accordance with Law No. 1 of 2004 on State Treasury and Law No. 30 Year 2014 on Government Administration. State losses are always directed to the criminal law and the law ignores the state administration. This is due to lack of understanding of the theory of administrative law. Not all irregularities, especially in terms of the actions of government officials subject to criminal sanctions if the administrative law providing guidelines and sanctions. For that, need to be made that the completion of their Standard Operating state financial losses due to errors / omissions of Administrative can be resolved administratively and increased supervision of the APIP in those things which relate to government administration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herza Febrian
"Berawal dari dirterbitkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang di dalamnya mengatur terkait dengan penggunaan diskresi yang berhubungan dengan keuangan negara, dalam tesis ini membahas perbandingan terkait dengan pengaturan pelaksanaan diskresi oleh pejabat administrasi yang berdampak pada keuangan negara dengan prinsip-prinsip karakteristik pelaksanaan diskresi sebagaimana yang dapat ditemui dalam teori-teori para ahli hukum dan juga menguji pencantuman klausul pasal terkait dengan diskresi yang bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya dalam undang-undang dimaksud sehingga menyebabkan inkonsitensi dan multiinterpretasi. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan penelitian doktrinal, sifat dari penelitian ini sejalan dengan sifat Ilmu Hukum itu sendiri, yang memiliki sifat preskriptif dan terapan. Hasil penelitian menyatakan bahwa terhadap pengaturan diskresi yang berhubungan dengan keuangan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang dimaksud menunjukan adanya inkonsistensi teori dan memunculkan adanya multiinterpretasi dalam tiap klausul pasalnya sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum serta diprediksi dapat memunculkan permasalahan yang bedampak pada kebingungan dan kegamangan pada tataran praktik pelaksanaan administrasi pemerintahan oleh pejabat administrasi dalam tataran pelaksanaan pemerintahan umum dan penyelenggaraan layanan publik. Oleh karenannya agar pelaksanaan diskresi yang berhubungan dengan keuangan negara dapat berjalan ideal, perlu dilakukan perbaikan undang-undang dimaksud dengan menghapus ketentuan Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), karena pada prinsipnya secara umum berdasarkan teori hukum administrasi negara perlindungan pelaksanaan diskresi dan parameter pembatasan ruang gerak diskresi dalam keputusan dan/atau tindakan oleh pejabat administrasi adalah pada penerapan AUPB dan mengedepankan itikad baik untuk menghasilkan manfaat demi kepentingan umum (dolemategheid).

Starting from the enactment of Law Number 30 Year 2014 on Government Administration in which regulate about the use of discretion in state finance management, this thesis discusses about the comparison between the regulation of discretionary implementation by administrative officials that impact on the state finances with the principles of characteristics the exercise of discretion as can be found in the theories of the jurists and also this thesis is examines the inclusion of the clause of the chapter related to the conflicting discretion of one another in the law so as to lead to inconsistencies and multiinterpretations. This research is a normative law research or also called doctrinal research, the nature of this research is in line with the nature of Law Science itself, which has prescriptive and applied properties. The results of the study stated that the discretionary arrangements related to state finances as stipulated in the law indicate the existence of inconsistent theories and led to the existence of multiinterpretation in each clause of the article causing legal uncertainty as well as predicted to bring up the problems that arise in the confusion at the level of practice administrative administration by administrative officials in the level of general governance and public service delivery. Therefore, in order for the implementation of discretion related to the state finances to run ideally, it is necessary to revise the law by eliminating the provisions of Article 25 Paragraph (1) and Paragraph (2), because in the general principle, based on the legal theory of state administration, protection of the implementation of discretion and the parameters of restriction of discretionary space in decisions and/or actions by administrative officials is on the application of AUPB and putting good faith to the public benefit (dolemategheid)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Donahue Zega
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai makna unsur menyalahgunakan kewenangan dalam Pasal 3 Undang ndash; Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya setelah lahirnya Undang ndash; Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dengan menggunakan doktrin otonomi hukum pidana materiil sebagai salah satu pisau analisis, aparat penegak hukum khususnya hakim dalam memaknai unsur menyalahgunakan kewenangan dapat melakukan penemuan hukum tanpa terikat dengan pengertian atau konsep yang diatur dalam cabang imu hukum lain dalam hal ini antara unsur menyalahgunakan kewenangan dengan konsep penyalahgunaan wewenang. Skripsi ini juga membahas mengenai dampak Pasal 20 ayat 1 dan Pasal 21 ayat 1 Undang ndash; Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terhadap penegakkan Pasal 3 Undang ndash; Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya dengan meninjaunya dari preseden hukum yang ada, politik hukum dan analisis ekonomi terhadap hukum pidana.

ABSTRACT
This thesis analyzes the meaning of abuse of power as element of crime in Article 3 Law Number 30 Year 1999 On Eradication of Criminality Acts of Corruption and it rsquo s alteration after the enaction of Law Number 30 Year 2014 On Government Administration. Using the doctrine of autonomous substantive criminal law as one of the tool of analysis, law enforcement officers particularly judges in interpreting the abuse power as element of crime could interpret or construct it without bounded by the meaning or concept that is regulated in the other branches of law, in the context between the abuse of power in the criminal law and abuse of power in the administrative law. This thesis also analyzes the impact of Article 20 verse 1 and Article 21 verse 1 of Law Number 30 Year 2014 On Government Administration to the enforcement of Article 3 Law Number 30 Year 1999 On Eradication of Criminality Acts of Corruption and it rsquo s alteration by reviewing it using the legal precedents, politics of law and the economic analysis of the criminal law."
2017
S68024
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Meylani
"Penyelesaian kerugian keuangan negara akibat kelalaian/kesalahan administrasi seharusnya merupakan penyelesaian administrasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kerugian negara selalu diarahkan kepada hukum pidana dan mengabaikan hukum administrasi negara. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman mengenai teori hukum administrasi negara. Tidak semua penyimpangan khususnya dalam hal tindakan aparatur pemerintah dikenai sanksi pidana apabila hukum administrasi negara memberikan pedoman dan sanksi. Untuk itu, perlu dibuat adanya Standar Operasional agar penyelesaian kerugian keuangan negara akibat kesalahan/kelalaian admnistrasi dapat diselesaikan secara administrasi dan peningkatan pengawasan dari APIP dalam hal ndash;hal yang berhubungan dengan administrasi pemerintahan.

Solving Mechanism of State Financial Loss Due to Administrative Failure and or error should be an administrative settlement in accordance with Law No. 1 of 2004 on State Treasury and Law No. 30 Year 2014 on Government Administration. State losses are always directed to the criminal law and the law ignores the state administration. This is due to lack of understanding of the theory of administrative law. Not all irregularities, especially in terms of the actions of government officials subject to criminal sanctions if the administrative law providing guidelines and sanctions. For that, need to be made that the completion of their Standard Operating state financial losses due to errors omissions of Administrative can be resolved administratively and increased supervision of the APIP in those things which relate to government administration. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Setiowati
"Pegawai negeri mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam mencapai tujuan negara. Pegawai negeri merupakan unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan negara. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara memiliki sistem pola karier terbuka yang membawa konsekuensi pada terbukanya lowongan jabatan administrasi, fungsional dan jabatan pimpinan tinggi yang tidak hanya dapat diisi oleh PNS tetapi juga oleh kalangan non PNS seperti pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama dan madya pada pemerintah Provinsi DKI Jakarta diemban oleh Gubernur DKI Jakarta sebagai pejabat pembina kepegawaian daerah Provinsi. Besarnya kekuasaan, jika tanpa pengawasan tentu saja dapat mengundang kesewenang-wenangan, karena setiap kekuasaan cenderung untuk disalahgunakan, dan kekuasaan yang absolut pasti disalahgunakan. Untuk menjamin tegaknya hukum dan keadilan kepada setiap pegawai negeri sipil dalam hal pengembangan kariernya, pengawasan mutlak diperlukan.

Civil servants have a very important role in governance in achieving the objectives of the state. Civil servants are elements of the state apparatus to run the administration and development in order to achieve the objectives of the state. Law No. 5 of 2015 on Civil Administrative State has a system of open career patterns that have consequences on the opening of a vacancy administrative, functional and high leadership positions who not only can be filled by civil servants but also among noncivil servants such as government employees with a work contract. Establishes authority appointment, transfer and dismissal of officials in addition to officials and mid-level leaders of the main high on the Jakarta provincial government assumed by the Governor of Jakarta as the official provincial staff development. The amount of power, if unattended can certainly invite arbitrariness, because power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely. To ensure the enforcement of law and justice to every civil servants in terms of career development, oversight is absolutely necessary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43951
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Astuti
"Kewenangan Diskresi bagi pemerintah dalam prakteknya menimbulkan kontroversial Disatu sisi pemerintah gamang untuk menggunakan diskresi namun disisi lain dipandang sebagai bentuk ldquo kemerdekaan rdquo atau ldquo kebebasan bertindak rdquo tanpa batas hingga akhirnya mengakibatkan banyaknya pejabat pemerintah yang tersandung kasus hukum Hal ini dikarenakan pada saat itu belum adanya ketentuan yang menjadi dasar pedoman bagi pemerintah untuk menggunakan diskresi Hingga pada Tahun 2014 setelah melalui proses yang panjang lahirlah Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan yang didalamnya mengatur mengenai diskresi Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan menjadi hukum materil dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan Kajian ini menelaah kewenangan diskresi pemerintah pasca lahirnya UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan keterkaitan kewenangan diskresi dengan prinsip prinsip good governance dan implikasi kewenangan diskresi terhadap perlindungan bagi masyarakat dan bagi pemerintah Kajian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder guna menghasilkan penelitian yang lebih komprehensif Hasil kajian menyatakan bahwa kewenangan diskresi bagi pemerintah pasca UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan telah lebih tegas mengatur batasan prosedur dan akibat hukum diskresi dan mewajibkan pemerintah untuk berpedoman kepada prinsip prinsip good governance Undang Undang ini juga telah memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dan pemerintah karena menjadi dasar hukum materiil di bidang Administrasi Pemerintahan.

Principles In practice discretion for the government raises some controversy Basically the government is still in doubt for taking such a discretion but in the other side they see it as the independency or ldquo freedom to act rdquo which lead some of government officers into legal case This thing is caused by the inexistence of rules and guidance for the government in the implementation of discretion Until 2014 and after a long way process Indonesian government has published the Law Number 30 of 2014 on Government Administration to become the material law in the enforcement of government duty This study analyze discretion after the enforcement of Law Number 30 of 2014 on Government Administration the link between discretion with the good governance principle and the implication of discretion towards the protection for society and government This study uses both of primary and secondary data for obtaining more comprehensive result of research The result of study states that discretion for the government after the enforcement of Law Number 30 of 2014 on Government Administration has regulated the limitation procedure and legal consequences in firmer basis towards of discretions and obliges the government to follow the good governance principles This regulation also gives legal protection for society and government for being the substantive legal basis in the field of Public Administration."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Adharya
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis strategi pengawasan APIP dan implikasi hukum atas hasil pengawasan APIP terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh badan/pejabat penyelenggara Negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Metodologi yang dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan, konseptual dan sejarah. Dengan menggunakan metode penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa praktik pengawasan organisasi APIP berada pada sisi complain/kepatuhan saja yang bersifat mencari kesalahan, yaitu melalui audit tujuan tertentu dengan metode Investigasi. Dalam perkembangan praktik pengawasan internal, konsep pengawasan lebih mengutamakan memberikan nilai tambah bagi organisasi, dan konsep pengawasan yang dicita-citakan menurut UU 30/2014 yaitu bersifat preventif. Pelaksanaan pengawasan yang bersifat preventif dapat diwujudkan melalui pembentukan unit kepatuhan internal dan pelaksanaan audit hukum. Dari sisi implikasi hukum hasil pengawasan APIP, maka penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan seharusnya dapat diselesaikan terlebih dahulu secara administrasi, namun apabila penyalahgunaan wewenang tersebut mengandung unsur pidana yaitu ancaman, suap, dan tipu muslihat untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah, maka atas dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut diselesaikan melalui proses pidana.

ABSTRACT
This study aimed to analyze the APIP supervision strategy and legal implications for the results of APIP supervision related to the abuse of authority conducted by the state agency officer in accordance with Law No 30 of 2014 on Government Administration. Then methodologies of the study are through legislation, conceptual and historical approaches. By using those methods, it can be seen that APIP organizational oversight practice is on the compliance side only that is seeking error, through the audit of certain objectives by the method of Investigation. In the development of internal supervision practice, the concept of supervision prioritizes adding value to the organization, and the concept of supervision aspired under Law 30 2014 is preventive. Implementation of preventive supervision can be realized through the establishment of internal compliance units and the implementation of legal audits. In terms of legal implications of APIP results, abuse of authority by government officials should be solved administratively first, but if the abuse of the authority contains criminal elements of threat, bribery and deception to gain unauthorized gain, then on suspicion abuse of authority is resolved through criminal."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Sunggul Hamonangan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas pembatasan hak-hak politik ASN (PNS) dalam Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Sebagai warga negara Indonesia, maka ASN juga mempunyai hak-hak sipil dan poitik yang dilindungi oleh konstitusi. Seorang ASN tidak dapat menjadi pengurus suatu partai politik namun untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilu yaitu hak dipilih dan memilih untuk jabatan politik/publik adalah dilindungi konstitusi. Pengisian jabatan politik oleh seorang ASN melalui mekanisme pemilu adalah suatu yang wajar dan terlindungi sepanjang dilakukan dengan itikad baik dan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Seorang ASN mempunyai hak politik dan hak konstitusional jika ingin maju sebagai Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota. Sehingga seharusnya tidak ada perbedaan perlakuan antara profesi seorang ASN dengan profesi lainnya, misalnya Advokat, Notaris, Dokter, dan lain-lain dalam pengisian jabatan-jabatan publik. Namun dengan berlakunya UU No. 5 tahun 2014 Tentang ASN tersebut, telah membatasi hak seorang ASN dalam mempergunakan haknya sebagai warga negara yang ingin berpartisipasi dalam mengisi jabatan-jabatan publik dengan diwajibkannya seorang ASN untuk menyatakan mengundurkan diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon. Dengan demikian ketentuan Pasal 119 dan pasal 123 ayat (3) UU No. 5 Tahun 2014, yang membedakan profesi seorang ASN dengan Profesi lainnya bersifat diskriminatif, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28i ayat (2) UUD 1945. Padahal, dalam kedudukannya sebagai warga negara maka ASN juga mempunyai hak-hak asasi manusia yang dilindungi oleh konstitusi. Ada beberapa hak asasi manusia yang dimiliki oleh ASN sebagai warga negara dan ada pula hak-hak politik yang melekat pada individu ASN tersebut, namun dengan berlakunya Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU No. 5 Tahun 2014 hak-hak tersebut menjadi dibatasi dan melanggar hak asasi maupun hak politik ASN.

ABSTRACT
This thesis discusses restrictions on political rights ASN (PNS) of Article 119 and Article 123 paragraph (3) of Act No. 5 In 2014 about ASN. As a citizen of Indonesia, the ASN also have civil rights and political exclusion that is protected by the constitution. An ASN can not take charge of a political party but to use their political rights in the election, namely the right of elected and to vote for political office / public are constitutionally protected. Charging political office by an ASN through the mechanism of elections is a natural and protected all done in good faith and through the mechanisms set out in the legislation. An ASN having political rights and constitutional rights if it is to go forward as President and Vice President; chairman, deputy chairman and members of the House of Representatives; chairman, deputy chairman and members of the Regional Representative Council; governor and vice governor; regent / mayor and deputy regent / deputy mayor. So there should be no difference in treatment between an ASN profession with other professions, for example Advocate, Notary, doctors, and others in filling public positions. However, with the enactment of Law No. 5 2014 On the ASN, has limited rights to use the ASN in their rights as citizens who wish to participate in filling public positions with an ASN mandatory to declare in writing to resign as a civil servant since registering as a candidate. Thus the provisions of Article 119 and Article 123 paragraph (3) of Act No. 5 In 2014, the ASN distinguishes a profession with other professions is discriminatory, contrary to Article 28D paragraph (1), Article 28i paragraph (2) of the 1945 Constitution In fact, in his capacity as a citizen, the ASN also has rights human rights is protected by the constitution. There are some human rights that are owned by the ASN as citizens and some political rights attached to the ASN individual, but with the application of Article 119 and Article 123 paragraph (3) of Act No. 5 In 2014 these rights be restricted and violated the human rights and political rights ASN.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44849
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairul Fadli
"Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan merupakan landasan baru dan menjadi induk hukum materiil peradilan administrasi negara. Sehubungan eratnya hubungan antara hukum materiil dengan hukum acara yang memuat prosedur formal pelaksanaan kaidah-kaidah hukum materiil tersebut, maka diperlukan kesesuaian antara subtansi dalam undang-undang peradilan administrasi negara dengan UU No. 30/2014 tersebut. Subtansi hukum yang diangkat dalam tesis ini adalah: Pertama, UU No. 30/2014 secara signifikan memperluas makna keputusan administrasi, perluasan makna tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (7) dan Pasal 87 (Penetapan tertulis mencakup tindakan faktual, memperluas sumber terbitnya keputusan administrasi, perluasan terhadap legal standing yang akan menggugat, melegalkan keputusan berbentuk elektronik, dan merubah paradigma dalam sikap diam/ lalai pejabat dari fiktif negatif ke fiktif positif). Maka implikasinya perlu merevisi pasal 1 angka (9), pasal 2 angka (1,6), dan pasal 3 Ayat (1,2,3) undang-undang peradilan administrasi. Kedua, UU No. 30/2014 merekonstruksi dan mengembangkan eksistensi upaya administratif menjadi: 1) General untuk semua kasus; 2) Terintegrasi menjadi satu sistem dengan peradilan murni; 3) Pengujian akhir hasil banding di peradilan administrasi tingkat 1 (PTUN); 4) Memiliki hukum acara dengan berbasis fiktif positif; 5) Empowering terhadap institusi pemerintahan; 6) Pembebanan sanksi administratif. Konsekuensi hukum dari konstruksi tersebut adalah; a) Ketentuan pasal 48 UU No. 9/2004 harus dihapus, karena menempatkan upaya administratif bersifat alternatif-imperatif; b) Penghapusan Pasal 51 ayat 3 UU No. 9/2004 yang menyatakan bahwa upaya hukum setelah upaya administratif ke PTTUN; c) dan revisi Pasal 55 UU No. 9/2004 berkenaan dengan ketentuan tenggang waktu. Ketiga, dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan keputusan peradilan administrasi UU No. 30/2014 mengkonsepkan uang paksa (dwangsom) sebagai bentuk dari sanksi administratif yang dikelompokkan kedalam jenis sanksi administratif sedang (tidak memandang sebagai suatu sarana eksekutor sebagaimana konsep uang paksa dalam undang-undang peradilan administrasi negara). Dan pelaksanaan uang paksa secara yuridis menjadi tanggungjawab atasan pejabat dengan proses pemeriksaan internal instansi pemerintahan secara berjenjang. Dan mengenai sumber uang paksa tersebut dibebankan kepada pejabat yang bersangkutan sebagaimana penjelasan pasal 81 Ayat (2) UU No. 30/2014.

The Law Number 30 Year 2014on Governmental Administration a new foundation and becomes the main material law of state administrative procedure law. Due to the close relation between the material law and procedural law that contains formal procedure on the implementation of such material law rules, a conformity between the substance in the Law of the State Administrative Law Procedure by Law No. 30/2014. The substances of law being focused on in this thesis such as: First, The Law No.30/2014 is significantly provided a more extensive meaning an administration decision, extensively meaning can be seen to Article I number (7) and Article 87 (Written decision include to factual actions, extensively the source of issuance of an administration decision, extensively to legal standing of litigant, legaliting to electronic decision, and changing paradigzm in the official?s readiness/negligence from negative fictive to positive fictive. Therefore, the implication need to revise article 1 number (9), article 2 number (1,6), and article 3 number (1,2,3) from the Law of Administration Procedural. Second, The Law No. 30/2014 reconstructed and developed the existence of administrative beroep such as: 1) is generally applicable for all cases; 2) is integrated into one system under pure judicial court; 3) final testing of the appeal result in level 1 administration judicial court; 4) Has a positive fictive-based procedural law; 5) Empower the governmental institution; 6) imposition of Administration sanction. Legal consequences of such construction are; a) The provision of article 48 of The Law No. 9/2004 must be eliminated, because it disposes an imperative-alternative of administration beroep; b) Elimination of Article 5l number 3 of The Law No. 9/2004 that states legal effort following the administrative beroep to PTTUN; c) and revision of Article 55 of The Law No. 9/2004 with regard to the provision of deadline. Third, for efficiently implement administration judicial court order, The Law No. 30/2014 provides the concept of penalty payment (dwangsom) as a form of administrative sanction, grouped into a medium administrative sanction (without considering it as an executer media as thepenalty payment concept in the Law of the State Administrative Law Procedure. And then the implementation of juridical penalty payment shall be the responsibility of the official?s superior with step-by-step internal inspection process of the governmental institution. And with regard to such source of penalty payment shall be borne by the concerned official as stated in the description of article 81 number (2) of The Law No. 30/2014."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>