Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159684 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Helsy Junaidi
"Latar belakang: Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi, bahan kimia, listrik dan radiasi. Penggunaan terapi sel punca khususnya sel punca mesensimal asal jaringan lemak manusia hADSC diharapkan menjadi solusi efisien dalam mengatasi masalah luka bakar karena diharapkan dapat membantu penutupan luka melalui re-epitelialisasi spontan pada luka bakar dalam. Penggunaan gel kolagen sapi sebagai pembawa hADSC diharapkan mampu menjaga sel punca tetap berada di area luka.
Metode: Penelitian dilakukan pada tikus model luka bakar Sprague dawley . Masing-masing tikus mendapat tiga luka yaitu kontrol K , hADSC dalam gel kolagen sapi dan gel kolagen sapi. Penutupan luka diobservasi setiap hari sampai hari tikus dikorbankan hari ke-7,hari ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28 kemudian dilakukan pengamatan secara makroskopis, penjalaran re-epitelialisasi secara mikroskopis, kualitas re-epitelialisasi densitas kolagen, jumlah lapisan epitel dan jumlah juluran epitel dan deteksi DNA manusia pada kulit tikus menggunakan metode PCR.
Hasil: Penutupan luka secara makroskopis menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara perlakuan hADSC dalam gel kolagen sapi dengan kontrol p 0.001 dan antar kelompok hADSC dalam gel kolagen sapi dengan kelompok gel kolagen sapi. Persentase penjalaran re-epitelialisasi pada perlakuan hADSC dalam gel kolagen sapi lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol dan kelompok gel kolagen sapi. Kualitas re-epitelialisasi ditunjukkan dengan jumlah lapisan epitel dan jumlah juluran epitel pada kelompok perlakuan hADSC dalam gel kolagen sapi lebih banyak dan berbeda bermakna dengan kontrol dan gel kolagen sapi. Kelompok perlakuan hADSC dalam gel kolagen sapi mempunyai densitas kolagen yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol dan kelompok gel kolagen sapi. Deteksi keberadaan DNA manusia pada jaringan kulit tikus, ditemukan sampai pengamatan hari ke-28.
Kesimpulan: pemberian hADSC dalam gel kolagen sapi pada tikus model luka bakar dalam memberikan kualitas re-epitelialisasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol dan gel kolagen sapi.

Backgrounds: Burns are damage and loss of tissue due to contact with sources that have very high temperatures, chemicals, electricity and radiation. The use of stem cell, especially human adipose derived stem cells hADSC is expected to be an efficient solution in dealing with burns as it is expected to help wound closure through the spontaneous re epithelialization of deep dermal burn. The use of bovine collagen gel as a carrier hADSC is expected to keep stem cells in the wound area.
Method: This study used 20 male Spargue Dawley rats. Each rat received three wounds with different treatments control, hADSC in bovine collagen gel and bovine collagen gel. The wound closure was observed every day until the day of the rat was sacrificed day 7, day 14, day 21 and day 28 , and then done macroscopic observation, propagation of re epithelialization, re epithelialization quality collagen density, the number of epithelial layers and the number of epithelial rate ridge and the detection of human DNA on rat skin using the PCR method.
Result: The wound closure macroscopically showed a significant difference between the hADSC in the bovine collagen gel group with control group p 0.001 and between the hADSC in the bovine collagen gel group with the bovine collagen gel group. The percentage of re epithelialisation propagation in hADSC in bovine collagen gel was higher when compared with control and bovine collagen gel group. The quality of re epithelialization that showed by the number of epithelial layers and the number of epithelial rate ridge in the hADSC in the bovine collagen gel group significantly different from the control and bovine collagen gel group. The hADSC in the bovine collagen gel group had a higher collagen density compared to the control and the bovine collagen gel group. Detection of human DNA in rat skin tissue, showed the presence of human DNA still found until observation of the 28th day.
Conclusion: Application of hADSC in bovine collagen gel in deep dermal rat burns model provides better re epithelialization quality when compared with control and bovine collagen gel.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Pratami Septiara
"ABSTRAK
Latar Belakang: Luka bakar adalah kerusakan dan kehilangan jaringan akibat suhu yang sangat tinggi atau rendah. VEGF-A adalah faktor pertumbuhan yang berperan penting dalam proses angiogenesis dan mempertahankan permeabilitas pembuluh darah. Angiogenesis sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka karena pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan yang rusak, membawa sel-sel imun, dan mempersiapkan area luka untuk regenerasi dan perbaikan jaringan. Penggunaan hADSC dalam collagen gel diharapkan menghasilkan ekspresi mRNA VEGF-A dan jumlah pembuluh darah yang lebih tinggi.Metode: Penelitian ini menggunakan 20 tikus jantan Spargue Dawley, dibagi menjadi empat kelompok hari pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 . Setiap tikus menerima tiga luka dengan perlakuan berbeda kontrol, hADSC dalam collagen gel dan collagen gel . Pembuatan luka bakar deep dermal dilakukan dengan menempatkan pelat logam dengan suhu 250 C selama 15 detik di dorsal. Pengukuran ekspresi mRNA VEGF-A dilakukan dengan dengan metode qRTPCR. Jumlah pembuluh darah dihitungan dari jaringan luka bakar dengan pewarnaan hematoksilin-eosin.Hasil: Pada hari ke 7, tingkat ekspresi mRNA VEGF-A pada luka yang diberikan oleh hADSC dalam collagen gel berbeda signifikan dibandingkan kelompok collagen gel dan kontrol (p<0,05), sedangkan kelompok scaffold collagen gel dengan kontrol tidak berbeda signifikan. Pada hari ke-14, 21, dan 28 tidak terdapat perbedaan signifikan ekspresi mRNA VEGF-A di ketiga perlakuan. Terjadi penurunan ekspresi mRNA VEGF-A pada hari ke-7 sampai hari ke-28 di semua perlakuan. Jumlah pembuluh darah tidak berbeda signifikan diantara ketiga perlakuan, namun terjadi peningkatan jumlah pembuluh darah sampai hari ke-21. Kesimpulan: Pemberian hADSC dalam collagen gel meningkatkan ekspresi mRNA VEGF-A di awal proses penyembuhan luka dibandingkan kelompok tanpa hADSC.

ABSTRACT
Introduction Burn injuries are damage and loss of tissue with very high or low temperatures. VEGF A is growth factor that plays important role in the angiogenesis and maintains the permeability of blood vessels. Angiogenesis is indispensable to the wound healing because the blood vessels carry oxygen and nutrients to the damaged area, carry immune cells, and prepare the wound area for tissue regeneration and repair. The use of hADSC in the collagen gel is expected to result higher level of mRNA VEGF A expression and large number of bloodvessels.Methods This study used 20 male Spargue Dawley rats, divided into four groups of observation days day 7, 14, 21 and 28 . Each rat received three wound with different treatments control, hADSC in collagen gel and collagen gel . The making of deep dermal burn injury on the dorsal by placing metal plate with 250 C for 15 seconds. Expression level of mRNA VEGF A measurement with qRTPCR methode. The number of blood vessels calculated from the burn tissue with hematoxylin eosin staining.Results At day 7, the expression level of mRNA VEGF A in the wound treated by hADSC in collagen gel was significantly different from the collagen gel and control (p<0.05), whereas the collagen gel with the control group were not significantly different. On days 14, 21, and 28 showed no significant expression of mRNA VEGF-A between the three treatments. There was decrease in mRNA VEGF-A expression on day 7 to day 28 in all treatments. The number of blood vessels did not differ significantly between the three treatments, but there was increase the number of blood vessels to day 21.
Conclusion: The provision of hADSC in collagen gel increased the expression of mRNA VEGF-A at the beginning of the wound healing process compared to the group without hADSC. The number of blood vessels increased to the 21st day."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Ani Oranda
"Latar Belakang: Uji tube formation merupakan uji paling luas yang digunakan sebagai uji vaskulogenesis/ angiogenesis secara in vitro. Sel punca mesenkimal atau mesenchymal stem cell MSC merupakan sel punca dewasa yang multipoten. Efek parakrinnya terhadap neovaskularisasi sudah banyak diketahui. Secara umum MSC diketahui tidak mengekspresikan penanda permukaan hematopoetik CD34 namun ada pendapat yang menyatakan bahwa MSC secara in vivo mengekspresikan CD34 dan kehilangan ekspresinya saat dikultur secara in vitro. MSC asal lemak dianggap masih memiliki ekspresi CD34 pada kultur in vitro pada pasase awal oleh beberapa ahli. MSC yang paling banyak digunakan dalam uji tube formation adalah BM-MSC padahal ASC juga berpotensi bagi terapi dan rekayasa sel punca. Hingga saat ini potensi vaskulogenesis antara ASC dan BM-MSC masih belum jelas mana yang lebih baik dan apakah ekspresi CD34 mempengaruhi hal ini. Pada penelitian ini kami ingin membandingkan potensi vaskulogenesis antara MSC asal lipoaspirat dengan MSC asal sumsum tulang melalui uji tube formation dan ekspresi CD34.
Hasil: Pengukuran kualitas vaskulogenesis menunjukkan bahwa rerata panjang tube lebih tinggi pada BM-MSC, rerata jumlah loop lebih banyak pada BM-MSC dan rerata jumlah titik percabangan lebih banyak pada BM-MSC. Tidak ditemukan kadar CD34 yang tinggi pada ASC.
Kesimpulan: BM-MSC memiliki kemampuan lebih baik dalam membentuk tube formation dibandingkan dengan ASC. Tidak ditemukan hubungan antara kadar CD34 dengan kemampuan vaskulogenesis MSC.

Objective: Test tube formation is the most widely used method as an in vitro vasculogenesis test. Mesenchymal stem cells MSC is a multipotent adult cells known not expressing CD34 just like endothelial progenitor cells EPC that play a role in vasculogenesis. Adipose derived stem cells MSCs ASC is considered to still express CD34 2 in cultures. Bone Marrow BM MSCs is most widely used MSCs in vasculogensis research. ASC has great potential for stem cell therapy and engineering. The potential of vasculogenesis between ASC and BM MSC remains unclear which one is better and whether CD34 expression affects this. In this study we wanted to compare the potential of vasculogenesis between MSC of lipoaspiric origin and MSC from bone marrow through tube formation test and CD34 expression. Tube formation assay is the most widely used method as an in vitro vasculogenesis test. Mesenchymal stem cells MSCs are multipotent adult cells. known not to express CD34 surface marker which is expressed by haemapoietic stem cells, but according to some experts bone marrow mesenchymal stem cells BM MSCs express CD34 in vivo and lose its expression when they are cultured in vitro, while adipose derived stem cells ASCs still have CD34 expression in the early passages when cultured in vitro. BM MSCs are the most widely used MSC, but ASCs are also used in stem cell therapy and tissue engineering for angiogenesis purposes. Until now the potential of vasculogenesis between ASCs and BM MSCs is still unclear. Expression of CD34 is also unknown whether effecting the quality of tube formation. In this study we wanted to compare the potential of vasculogenesis between ASC and BM MSCs through tube formation test and CD34 expression.
Results: Measurements of vasculogenesis quality showed higher tube length, number of loops and mean number of branch points on BM MSC. Both BM MSCs and ASCs showed low CD34 levels.
Conclusion: BM MSCs showed better tube formation ability compared with ASCs. No association was found between CD34 levels and MSC vasculogenesis capability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Feby Canintika
"Pendahuluan: Defek tulang kritis merupakan masalah yang menantang bagi ahli bedah ortopedi. Hingga saat ini, belum terdapat konsensus mengenai perlakuan tatalaksana terbaik untuk defek tulang kritis. Di antara berbagai solusi yang diusulkan, recombinant human bone morphogenetic protein-2 (rhBMP-2) adalah osteoinduktor yang paling poten, dan telah menunjukkan hasil yang menjanjikan. Penelitian sebelumnya seringkali menggunakan rhBMP-2 yang didapatkan dari sel ovarium hamster Cina. Namun, rhBMP- 2 yang didapatkan dari sel ovarium hamster Cina ini memiliki berbagai kekurangan seperti biaya tinggi dan hasil produksi yang rendah. Baru-baru ini, rhBMP-2 yang berasal dari Escherichia coli semakin banyak digunakan karena hasil panen yang tinggi dan biaya yang rendah; namun, protein tersebut diekspresikan sebagai badan inklusi, yang memerlukan pemrosesan ekstensif untuk menghasilkan protein bioaktif. Untuk mengatasi kendala-kendala ini, diperlukan metode produksi rhBMP-2 yang efisien. Sampai saat ini, belum terdapat penelitian yang mengevaluasi penggunaan vektor adenovirus untuk transfer gen rhBMP-2 ke sel punca mesenkimal asal jaringan adiposa (SPM-AD) pada model defek tulang kritis pada tikus Sprague-Dawley. Penelitian ini adalah studi eksperimental yang mengevaluasi efektivitas rhBMP-2 yang berasal dari SPM-AD yang direkayasa secara genetik pada model defek tulang kritis pada tikus Sprague-Dawley.
Metode: Penelitian ini menggunakan tikus Sprague Dawley sebanyak 36 ekor. Dibuat cacat tulang berdiameter 5 mm terjadi pada diafisis femur pada setiap tikus. Hewan- hewan tersebut dibagi menjadi empat kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor tikus. Kelompok pertama mendapatkan rhBMP-2 yang berasal dari SPM-AD yang dimodifikasi secara genetik dengan granul hidroksiapatit (HA) (kelompok rhBMP- 2), kelompok kedua mendapatkan sekretom SPM-AD dan granul HA (kelompok sekretom AD-MSC), kelompok ketiga mendapatkan granul HA (kelompok HA), dan yang keempat adalah kelompok kontrol. Adenovirus digunakan sebagai vektor transfer gen untuk mentransduksi rhBMP-2 ke SPM-AD. Larutan akhir yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari campuran lisat dan sekretom SPM-AD dengan perbandingan 2:1, dan konsentrasi akhir rhBMP-2 adalah 132,33 pg/mL. Tikus dikorbankan 8 minggu setelah operasi. Tulang femur dipanen dan diperiksa nilai protein Indian hedgehog (Ihh), parameter histomorfometri, dan load to failure.
Hasil dan Pembahasan: Selama periode pengamatan, masing-masing terdapat satu, dua, dan dua ekor tikus mati pada kelompok rhBMP-2, HA, dan kontrol. Kelompok rhBMP-2 memiliki protein Ihh lebih tinggi dibandingkan kelompok HA dan kontrol. Kelompok rhBMP-2 juga memiliki total area kalus dan nilai load to failure yang lebih tinggi dibandingkan ketiga kelompok lainnya. Proses penyembuhan yang unggul dari kelompok rhBMP-2 kemungkinan dihasilkan dari sifat rhBMP-2 itu sendiri yang mendorong diferensiasi sel punca mensenkimal menjadi osteoblas, sehingga menghasilkan regenerasi tulang.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan rhBMP-2 yang berasal dari SPM-AD yang dimodifikasi secara genetik berhasil menatalaksana defek tulang kritis pada tikus Sprague-Dawley.

Introduction: Critical-sized bone defects (CSBDs) remain challenging problem for orthopaedic surgeons. To date, there are no consensus regarding the best treatment for such entity.
Among various solutions proposed, recombinant human bone morphogenetic
protein-2 (rhBMP-2) is the most potent osteoinductor, and it has shown promising results. Early orthopaedic studies used mammalian cell-derived rhBMP-2, especially Chinese hamster ovary (CHO) cells. However, CHO cell-derived rhBMP-2 presents disadvantages such as high cost and low production yield. Recently, Escherichia coli- derived rhBMP-2 has been increasingly used owing to the high yield and low cost; however, the protein is expressed as inclusion bodies, which need extensive processing involving isolation from cell, solubilization, refolding and purification to produce the bioactive proteins. To overcome these obstacles, an efficient method for producing rhBMP-2 is required. To date, there is no study that has evaluated the use of adenovirus vector for gene transfer of rhBMP-2 to adipose-derived mesenchymal stem cells (AD-
MSCs)
in CSBDs model in Sprague-Dawley rats. This is an experimental study that evaluated the efficacy of rhBMP-2 derived from genetically-modified AD-MSCs in CSBDs model in Sprague-Dawley rats.
Methods: A total of 36 Sprague Dawley rats were examined in this study. A bone defect of 5 mm in diameter was created in femoral diaphysis in each of the rat. The animals were divided into four groups of 9 rats each. The first group received rhBMP-2 derived from genetically-modified AD-MSCs with hydroxyapatite (HA) granules (rhBMP-2 group), the second received AD-MSCs secretome and HA granules (AD-MSCs secretome group), the third received HA granules (HA group), and the fourth was control group. Adenoviruses were used as gene transfer vectors to transduce rhBMP-2 to AD-MSCs. The final solution consisted of AD-MSCs lysate and their secretome with ratio of 2:1, and the concentration of rhBMP-2 was 132.33 pg/mL. The rats were sacrificed 8 weeks after the surgery. The femurs were harvested and submitted for Indian hedgehog (Ihh) protein, histomorphometric parameters, and load to failure analyses.
Results and Discussion: During the observation period, one, two, and two rats died in the rhBMP-2, HA, and control groups, respectively. The rhBMP-2 group had higher Ihh protein compared to HA and control groups. The rhBMP-2 group also had higher callus total area, and load to failure value compared to the other three groups. The superior healing process from the rhBMP-2 group might be due to the property of rhBMP-2 itself which promotes differentiation of mesenchymal stem cells into osteoblasts, resulting in bone regeneration.
Conclusion: The results of this study indicate that the use of rhBMP-2 derived from genetically-modified AD-MSCs could successfully treat CSBDs in Sprague-Dawley rats.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Oktavina
"

Cedera hati kronis dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, gangguan metabolik, toksin atau gangguan sirkulasi yang jika berlanjut dapat menjadi cedera hati parah sampai sirosis hati jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Disamping itu, hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi untuk membantu pemulihan pasca cedera. Berbagai model cedera hati hewan coba tikus secara khusus dibuat untuk menyerupai penyakit hati kronis pada manusia. Pada penelitian ini, dikembangkan model hewan coba untuk mempelajari proses regenerasi hati menggunakan 2-AAF/CCl4. 2-Acetylaminoflourene (2-AAF) yang menghambat proliferasi hepatosit, sedangkan Carbon tetrachlorida (CCl4) digunakan untuk menginduksi fibrosis hati dan sirosis hati. Setelah pembuatan model hewan coba 2-AAF/CCl4 kemudian diberikan sel punca mesenkimal asal tali pusat manusia dengan harapan dapat memberikan efek positif pada cedera hati kronis yang dinilai dari parameter kadar ALT, Albumin, perubahan anatomi dan histologi dari jaringan hati tikus. Dalam penelitian ini, dalam pembuatan model hewan coba menggunakan tikus winstar jantan dengan pemberian CCl4 dua kali seminggu (2ml/kg) diencerkan dalam olive oil, pemberian secara subkutan selama 12 minggu. Kemudian dikombinasikan dengan 2-AAF setiap hari diencerkan dalam polietilen glikol, pemberian secara intragastrik. Kelompok percobaan terlihat peningkatan kadar ALT, tidak ada perbedaan untuk kadar Albumin, perubahan warna hati menjadi lebih terang dengan permukaan kasar dan bernodul serta memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan kontrol yang memiliki hati dengan warna merah gelap, permukaan licin tanpa nodul. Selanjutnya dilakukan juga pemeriksaan histopatologis dengan pewarnaan HE, masson trichome dan imunohistokimia (ekspresi kaspase 3), didapatkan hasil yang menunjukkan adanya kerusakan hati (fat degeneration, nekrosis, cell swelling, inflamasi dan fibrosis hati, serta kematian hepatosit). Pada kelompok yang diberikan sel punca asal tali pusat manusia dapat memperbaiki kerusakan hati yang ditandai dengan kecenderungan penurunan kadar ALT, kecenderungan peningkatan kadar albumin, perbaikan anatomi berupa warna hati merah gelap dengan permukaan licin, perubahan histologi yaitu perbaikan jaringan, penurunan derajat fibrosis dan penurunan kematian sel.

 


Chronic liver injury can be caused by a variety of infections, metabolic disorders, toxins or circulatory disorders which, if it continues, can become severe liver injury to cirrhosis of the liver if it does not receive adequate treatment. Besides that, the liver has a high regeneration ability to help with post-injury recovery. Various models of animal liver injury in rats tried specifically made to resemble chronic liver disease in humans. In this research, an experimental animal model was developed to study the process of liver regeneration using 2-AAF/CCl4. 2-Acetylaminoflourene (2-AAF) which inhibits hepatocyte proliferation, while Carbon tetrachloride (CCl4) is used to induce liver fibrosis and liver cirrhosis. After making 2-AAF/CCl4 experimental animal models, human umbilical cord derived mesenchymal stem cells were given in the hope that they would have a positive effect on chronic liver injury assessed by parameters of ALT, albumin, anatomic and histological changes in rat liver tissue. In this study, in making animal models using male winstar rats by administering CCl4 twice a week (2ml/kg) diluted in olive oil, administering subcutaneously for 12 weeks. Then combined with 2-AAF daily diluted in polyethylene glycol, administered intragastrically. The experimental group saw an increase in ALT levels, there was no difference in albumin levels, changes in the color of the liver became brighter with rough and boiled surfaces and had a larger size compared to controls that had hearts with dark red, slippery surfaces without nodules. Histopathological examination was also performed by staining HE, masson trichome and immunohistochemistry (expression of caspase 3), the results showed liver damage (fat degeneration, necrosis, cell swelling, inflammation and fibrosis of the liver, and death of hepatocytes). In groups given human umbilical cord derived mesenchymal stem cells can repair liver damage marked by a tendency to decrease ALT levels, tendency to increase albumin levels, anatomic improvements in the form of dark red heart color with a slippery surface, histological changes, namely tissue repair, decreased degrees of fibrosis and decreased mortality cell.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Starifulkani Arif
"Latar Belakang. Sumsung tulang merupakan sumber sel punca mesenkimal SPM yang paling banyak digunakan selain jaringan lemak sebagai sumber pengganti yang menjanjikan. Peningkatan penggunaan SPM membutuhkan kemampuan untuk melakukan subkultur pasase SPM. Untuk mengumpulkan dan menyimpan SPM dalam waktu tertentu tanpa mengubah karakter SPM maka dilakukan kriopreservasi.
Penelitian ini bertujuan meningkatkan pemahaman efek pasase terhadap penuaan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan jaringan lemak yang dikriopreservasi.Metode. Penelitian ini merupakan studi analitik observasional yang dilaksanakan di UPT-TK Sel Punca RSCM FKUI April 2016 - September 2016. Sampel penelitian adalah sel punca mesenkimal sumsum tulang dan jaringan lemak pasase pertama yang dikriopreservasi 1 dan 2 kali. Dilakukan pengukuran terhadap ukuran sel, viabilitas sel, population doubling time PDT, colony forming unit dan penghitungan persentase sel yang menua. Data pasase dianalisis dengan multiple comparison ANOVA dengan Tukey HSD correction dan student t-test menggunakan program SPSS 23.
Hasil. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok kriopreservasi SPM sumsum tulang dalam PDT, viabilitas, dan ukuran sel pada P6 dengan p

Introduction. Bone marrow is still the gold standard source of MSC, but adipose tissue became a promising alternative source. Passage and cryopreservation are effective ways to multiply, pool and store MSC without altering its function.
The aim of this research was to enhance the knowledge of the effect of passage on senescence profile of cryopreserved human bone marrow and adipose derived MSC.Method. This research was an observational analytic study to analyze population doubling time PDT, cell size, viability, colony forming unit and percentage of senescent cells and done in UPT ndash TK Sel Punca RSCM FKUI, during April to September 2016. The samples were bone marrow and adipose MSC at passage one, which were cryopreserved for the first and second time. Cryopreservastion groups were analyzed using student t test while inter passage was analyzed using ANOVA test.
Result. There were significant differences between both cryopreserved bone marrow groups in PDT, viability and cell size in P6, p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astheria Eryani
"Latar Belakang: Luka bakar memerlukan alternatif terapi selain silversulfadiazin SSD karena bersifat sitotoksik. Conditioned medium dari kultur selpunca mesenkimal asal jaringan lemak ADSC-CM disingkat CM kaya akansejumlah sitokin, vascular endothelial growth factor VEGF dan epidermalgrowth factor EGF yang berperan dalam re-epitelisasi. Proses ini didominasioleh migrasi, proliferasi dan diferensiasi keratinosit. Protein K19 merupakanpenanda sel progenitor keratinosit. ADSC-CM diharapkan mampu menjadialternatif SSD dalam terapi luka bakar.
Metode: Penelitian dilakukan pada tikus model luka bakar Sprague dawley empat luka per ekor yaitu kontrol K , CM, medium complete MC dan SSDyang diberikan secara topikal. Penutupan luka secara makroskopis diukurmenggunakan visitrak digital pada hari ke-6, 12, 18 dan 24. Re-epitelisasi,ekspresi dan distribusi K19 diamati dengan pewarnaan hematoksilin-eosin danimunohistokimia.
Hasil: Luas luka makroskopis menunjukkan bahwa kelompok CM mengalamipengurangan luas paling cepat, berbeda bermakna dengan kelompok K dan tidakbermakna dengan kelompok SSD. Hal tersebut sebanding dengan ekspresi K19pada epidermis. Secara mikroskopis, re-epitelisasi dimulai dari tepi luka,kelompok CM paling efektif daripada K, MC dan SSD.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa CM paling efektif untuk reepitelisasidan ekspresi K19 sebagai progenitor sel keratinosit Aplikasi CMtopikal berpotensi sebagai alternatif terapi pada penyembuhan luka bakar.Kata kunci: Luka bakar, Mesenchymal Conditioned Medium, Keratin 19 K19 ,Re-epitelialisasi, Penutupan Luka.

Background Burns require alternative therapies other than silver sulfadiazine SSD for cytotoxic. Conditioned medium from adpose derived stem cell ADSCCMabbreviated CM is rich in a number of cytokines, vascular endothelialgrowth factor VEGF and epidermal growth factor EGF , which play a role inre epithelialization. This process is dominated by migration, proliferation anddifferentiation of keratinocytes. K19 protein is a marker of keratinocyteprogenitor cells. ADSC CM is expected to be an alternative SSD in the treatmentof burns.
Methods The study was conducted on rats models of burns Sprague dawley four wounds per animal, control K , CM, complete medium MC and the SSD isadministered topically. Macroscopic wound closure was measured using a digitalvisitrak on days 6, 12, 18 and 24. Re epithelialization, and distribution K19expression was observed by hematoxylin eosin staining andimmunohistochemistry.
Results As a macroscopic indicates that the CM group were reduced of thefastest wide, a significant difference with the group K, meaningless with SSD.This is comparable with the expression of K19 in the epidermis. Microscopically,re epithelialization starts from the edge of the wound, the group CM mosteffectively than K, MC and SSD.
Conclusion This study shows that the most effective CM to re epithelializationand K19 expression as keratinocyte progenitor cells CM topical applicationpotential as an alternative therapy in the healing of burns."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar belakang: Eksisi dini eskar luka bakar yang diikuti dengan autograft merupakan terapi utama pada luka bakar. Meskipun efektif, debridement dengan pembedahan secara teknis sulit dan mempunyai komplikasi. Debridement secara enzimatik menggunakan bromelain dapat mempreservasi epitelisasi dan tidak merusak jaringan sehat. Tujuan penelitian ini adalah menilai efek enzim bromelain produksi perusahaan lokal dikombinasi dengan hidrogel pada luka bakar dalam tikus.
Metode penelitian: Tikus dibagi atas 3 kelompok yaitu kelompok 1 (luka bakar tanpa intervensi), kelompok 2 (luka bakar yang diberi gel), kelompok 3 (luka bakar yang diberi gel bromelain 10%). Kemudian masing-masing kelompok dibagi atas kelompok berdasarkan waktu 0,2,4,8,12,24 jam Reduksi eskar luka bakar difoto kemudian diukur menggunakan imageJ v 1.48®. Jaringan luka dibiopsi setelah binatang diterminasi dan diperiksa zone lisis, tipe dan derajat inflamasi.
Hasil penelitian: Reduksi eskar luka bakar sedikit meningkat pada grup 1 dan 2 pada jam ke- 4 dan 24 (rata-rata 1.05% dan 2.2% pada jam ke-4, 3.52% and 4.13% pada jam ke-24). Gel bromelain sangat aktif merusak eskar luka bakar pada 4 jam pertama dan mencapai puncak pada jam ke-8 dan 12. Secara statistik terdapat perbedaan reduksi eskar dan zona lisis antara gel bromelain dan kontrol (p=0.000). Tipe inflamasi yang dominan pada semua grup adalah tipe campuran dan derajat inflamasi adalah sedang dan berat.
Kesimpulan: Penetrasi gel bromelain 10% untuk mendegradasi eskar luka bakar optimal pada jam ke-8 dan ke 12, efektif untuk debridement eskar luka bakar dan tidak merusak jaringan sehat sekitarnya. Persentase PMN hampir sama pada semua grup dan secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok intervensi dan kontrol (p=0.47).
, Background: Early excision burn eschar followed by autografting is a cornerstone of modern burn therapy. While effective, surgical debridement of the burned tissue is technically difficult and may cause considerable complications. Enzymatic debridement using bromelain can preserve the spontaneous epithelialisation potential and reduce the added injury to the traumatised tissue. The aim of the study was to assess the implication of bromelain enzyme that produce by local company combined with hydrogel on full-thickness skin burns of rats.
Methods: Rats were divided in 3 group consist of group 1 (burn wound without intervention), group 2 (burn wound was treated with hydrogel), grup 3 (burn wound was treated with bromelain gel 10%). Each group was divided into subgroups time 0, 2, 4, 8, 12, 24 hours after intervention. The reduction of eschar surface area were measured by photographic documentation of the burns with ImageJ v1.48®. Histopathology preparations were made after terminated to measured lytic zone thickness, type and degree inflammation.
Results : Burn eschar surface area reduction slightly increased in group 1 and 2 at 4 and 24 hours (mean 1.05% and 2.2% at 4 hours, 3.52% and 4.13% at 24 hours). Bromelain gel were most actively breaking down burn eschar during the first 4 hours. Peak of burn eschar reduction and lytic zone in the hours between 8 and 12 hours. There are statistically significant difference byrn eschar reduction and lytic zone between bromelain gel and control (p=0.000). The type of inflammation was a mixed inflammation type dominated and the degree of inflammation was moderate and severe in all group.
Conclusion : Penetration of bromelain gel 10% optimally at 8 and 12 hours to degradation of the burn eschar and effective debride the burn eschar and has no apparent digestive effect on non-burned viable dermis and normal skin. Percentage PMNs almost similar in all groups and there is no statistically different between group of intervention and the control (p=0.47).
]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny Setiawati
"Stres oksidatif telah diketahui menimbulkan efek yang merusak. Dalam fibrosis hati, stres oksidatif seolah-olah membentuk lingkaran setan yang menyebabkan perburukan fibrosis hati. Dalam hal ini, Nuclear Erythroid 2-Related Factor 2 (Nrf2) sebagai regulator antioksidan akan mengaktifkan sistem pertahanan antioksidan tubuh yang dapat memutus mata rantai fibrosis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa ekspresi Nrf2 pada jaringan hati, menganalisa kadar Malondialdehyde (MDA) sebagai oksidan bebas dan Glutathione (GSH) sebagai pemulung oksidan. Selain itu, juga menilai pengaruh pemberian Sel Punca Mesenkim asal Tali Pusat (SPM-TP) 1 juta dan 3 juta pada fibrosis hati. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan bahan biologis tersimpan berupa jaringan hati tikus Wistar 14 minggu. Terdapat empat kelompok perlakuan yaitu, kelompok sehat, kelompok 2AAF/CCl4, kelompok 2AAF/CCl4 yang diberikan SPM-TP 1 juta dan 3 juta dengan menggunakan tiga parameter yang diperiksa pada masing-masing kelompok yaitu, MDA, GSH, dan Nrf2. Pemeriksaan MDA dan GSH dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer, sedangkan pemeriksaan Nrf2 dinilai dengan menggunakan pulasan imunohistokimia dan kuantifikasi dengan ImageJ (IHC Profiller). Data terdistribusi normal yang diperoleh diuji dengan one way ANOVA  dan diuji post hoc Tukey sedangkan data tidak terdistribusi normal diuji dengan Kruskal Wallis dan post hoc Mann Whitney. Dari data-data tersebut didapatkan penurunan kadar MDA, peningkatan kadar GSH serta ekspresi Nrf2 pada kelompok yang diberikan SPM-TP 1 juta sedangkan pada kelompok yang diberikan SPM-TP 3 juta tidak menunjukkan hasil yang lebih baik.

Oxidative stress has been known to have deleterious effects. In liver fibrosis, oxidative stress seems to form a vicious circle that causes liver fibrosis to worsen. In this case, Nuclear Erythroid 2-Related Factor 2 (Nrf2) as an antioxidant regulator will activate the body's antioxidant defense system which can break the chain of fibrosis. This study aims to analyze the expression of Nrf2 in liver tissue, also the levels of Malondialdehyde (MDA) as a free oxidant and Glutathione (GSH) as an oxidant scavenger. In addition, it also assessed the effect of giving  Umbilical Cord Mesenchymal Stem Cells (UCMSCs) 1 million and 3 million on liver fibrosis. This study was an experimental study using stored biological material in the form of 14-week-old Wistar rat liver tissue. There were four treatment groups, namely the healthy group, the 2AAF/CCl4 group, the 2AAF/CCl4 group who were given UCMSCs 1 million and 3 million using three parameters examined in each group, namely MDA, GSH, and Nrf2. MDA and GSH examinations were carried out using a spectrophotometer, while the Nrf2 examination was assessed using immunohistochemical staining and quantification with ImageJ (IHC Profiler). Normally distributed data obtained was tested with one way ANOVA and Tukey's post hoc test while data that is not normally distributed was tested with Kruskal Wallis and post hoc Mann Whitney.  From these data it was found a decrease in MDA levels, an increase in GSH levels as well as Nrf2 expression in the group given UCMSCs 1 million while the group given UCMSCs 3 million showed no better results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaanvi Manesh Gindwani
"Penyakit hati kronik telah menyerang sebagian besar populasi dunia, dengan kurang lebih 41,473 kematian pertahun di Amerika Serikat. Sirosis, sebagai tahap akhir dari penyakit ini menyebabkan kerusakan hati melalui proses neo-angiogenesis, penyusunan kembali sistem vaskular, dan pengendapan matriks selular tambahan. Hati adalah organ regeneratif yang dapat memperbaiki kerusakan. Pada kondisi hati sudah tidak dapat mengkompensasi kerusakan, transplan hati adalah pilihan pengobatan utama walaupun dianggap mahal dan tidak mudah tersedia. Terapi sel punca mesenkim asal tali pusat dengan dosis 1 x 106 pada pasien dengan penyakit hati kronik telah dilakukan dalam beberapa kajian, walaupun tidak cukup konklusif untuk digunakan secara klinis. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian ini pada kondisi cedera hati kronis pada hewan model dengan pemberian terapi suntik sel punca mesenkim asal tali pusat dengan dosis yang berbeda yakni 1 x 106 dan 3 x 106 sel. Bahan biologi tersimpan hati tikus diproses dan diwarnai dengan Masson Trichrome untuk digunakan pada penelitain ini. Terdapat empat kelompok sampel penelitian: kelompok sehat sebagai kelompok kontrol, kelompok induksi 2AAF/CCl4 tanpa sel punca mesenkimal, kelompok 2AAF/CCl4 dengan 1 x 106 sel punca mesenkimal, dan kelompok induksi 2AAF/CCl4 dengan 3 x 106 sel punca mesenkimal. Tahap fibrosis dianalisis menggunakan kriteria NASH dan cakupan area digunakan untuk melihat perbedaan antara tahap fibrosis dalam setiap kelompok. Hasil riset menunjukkan bahwa kelompok induksi 2AAF/CCl4 tanpa sel punca mesenkimal mempunyai tahap fibrosis yang paling tinggi, diikuti dengan kelompok induksi 2AAF/CCl4 yang disuntik dengan 1 x 106 sel punca mesenkimal,kelompok induksi 2AAF/CCl4 dengan 3 x 106 sel punca mesenkimal, dan terakhir kelompok kontrol. Kedua kelompok yang diinduksi dengan 1 x 106 dan 3 x 106 sel punca mesenkimal efektif dalam menurunkan area cakupan fibrosis dalam sampel. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan penambahan jumlah sampel, lebih banyak kriteria parameter yang diamati seperti nekrosis, inflamasi, dan sel swelling, dan induksi kimia lain untuk mendukung hasil penelitian tersebut.

Chronic liver disease affects a large majority of the world’s population globally, with approximately 41,473 deaths per year in the United States. Cirrhosis, being the final stage of this disease leads to several damaging processes such as neo-angiogenesis, vascular reorganization, and the deposition of extra cellular matrix. To an extent, the liver is a regenerative organ unless damaged to a point of no return. In such cases, liver transplant is the treatment of choice although it is considered to be expensive, shortage, and unavailability. The introduction of umbilical cord derived mesenchymal cells (1 x 106 stem cells) into the treatment of chronic liver disease has been implicated in several past studies, although not conclusive enough to be applied clinically. This study however aims to highlight the effectivity when chronically injured rat liver samples are injected with a dose of 3 x 106 stem cells. Archived biological material of rat liver was processed and stained with Masson Trichrome for this research. There are four experimental groups namely: the healthy group as a control, 2AAF/CCl4 induced group without stem cells, 2AAF/CCl4 induced group with 1 x 106 stem cells, and 2AAF/CCl4 induced group with 3 x 106 stem cells. The degree of fibrosis; analyzed using NASH criteria and the affected area will be used to investigate the difference between fibrosis levels in the four experimental groups. Results showed that the 2AAF/CCl4 induced group without stem cells had the highest level of fibrosis, followed by the 2AAF/CCl4 induced group injected with 1 x 106 stem cells, 2AAF/CCl4 induced group with 3 x 106 stem cells, followed by the control group. Both the groups induced with 1 x 106 and 3 x 106 stem cells were effective in lowering fibrosis affected area in samples. Further research could be carried out with a larger sample size, more criterions including necrosis, inflammation, and cell swelling, as well as other chemical inducers to support the results of this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>