Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128282 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Welldy
"ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk melihat apakah apresiasi dan depresiasi memiliki dampak asimetris terhadap ekspor industri di Indonesia dan manakah yang memiliki dampak lebih besar. Peneliti menggunakan model panel data disagregat ekspor produk industri Indonesia pada level kode HS 10 digit dengan seluruh negara partner ekspor Indonesia. Diperoleh bahwa apresiasi mata uang domestik berdampak negatif dan depresiasi berdampak positif terhadap ekspor, dimana dampak keduanya asimetris. Dampak negatif apresiasi lebih besar daripada dampak positif depresiasinya. Ketika apresiasi domestik permintaan ekspornya lebih elastis karena adanya persaingan di pasar internasional yang membuat negara lain beralih ke produk domestik di negara tujuan mereka atau bahkan mengimpor barang dari negara lain dan penawarannya kurang elastis atau elastisitasnya lebih kecil karena upaya menghindari risiko akibat permintaan ekspor yang berkurang meskipun harga barang impor lebih murah. Sedangkan ketika depresiasi karena persaingan di pasar internasional mengakibatkan elastisitas peningkatan permintaan ekspornya lebih kecil dibandingkan ketika terjadi apresiasi domestik. Selain itu, penawaran ekspornya menjadi lebih elastis karena industri melihat barang impor menjadi lebih mahal yang dapat meningkatkan biaya produksi.

ABSTRACT
This study aims to see whether appreciation and depreciation have asymmetric impact on industrial exports in Indonesia and which has a greater impact. The researcher uses a panel model of disaggregated data of Indonesian industrial product exports at the level of 10 digit HS code with all partner countries of Indonesia export. It was found that the domestic appreciation currency had a negative impact and the depreciation had a positive impact on exports, where the impacts were both asymmetrical. The negative impact of appreciation is greater than the positive impact of depreciation. While domestic appreciation, export demand is more elastic due to competition in international markets which makes other countries turn to domestic products in their destination countries or even import goods from other countries and export supply less elastic or less elasticity due to avoiding risk due to reduced export demand even though the price of imported goods is cheaper. Meanwhile, when the depreciation due to competition in the international market resulted in an increase in elasticity of export demand is smaller than when domestic appreciation occurs. In addition, the export supply become more elastic as the industry sees imported goods becoming more expensive which can increase production costs."
2018
T50533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Rahmat Widiyanto
"Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan jangka panjang ataupun jangka pendek terhadap perubahan nilai tukar dengan pertumbuhan ekspor Indonesia ke Australia. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kointegrasi dan model koreksi kesalahan (Error Correction Model) denganmenggunakan data kwartalan 1998(1)-2007(4). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa nilai tukar Indonesia terhadap dolar Australia dalam jangka panjang dan jangka pendek memenuhi fenomena Marshall-Lerner dimana terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Australia akan meningkatkan ekspor Indonesia ke Australia.

This research is primarily designed to identi fy the relarionship of the conversion of real exchange rate to the growth of the real Indonesian export to Australia in the long term or short term. Model practiced in this research is cointegrfltion technique and error correction model, employing quarterly data of 1998(1)-2007(4). This research has come to a conclusion that the exchange rate of Indonesian Rupiah to the Australian Dollar both in the long and short tenns conforms with the Ma rshall-Lemer phenomena, that the depressed exchange rate of Indonesian to the Australian currencies will increase the Indonesian export to Australia."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27697
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imsak Sukmawati
"Semenjak runtuhnya sistem Bretton wood, banyak ekonom meneliti bagaimana volatilitas nilai tukar berdampak terhadap perdagangan dunia. Dengan menggunakan data ekspor Indonesia Tahun 2005-2014, kami meneliti faktor-faktor yang berkorelasi terhadap volume ekspor dari sisi permintaan, dimana volatilitas diukur dengan Standar Deviasi dan Moving Average Standard Deviation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar produsen di Indonesia merespon peningkatan volatilitas nilai tukar dengan mengurangi aktivitas ekspor. Hanya produsen pertanian dan peternakan; penambangan batu bara dan lignit; industri kertas dan barang yang berasal dari kertas; industri karet, bahan dari karet dan plastik; dan industri pengolahan logam dasar yang merespon dengan cara sebaliknya.

Since the collapse of Breton Wood system, many economists have scrutinized how exchange rate volatility affects on the world trade. Using Indonesian data from 2005 2014, we examine factors that correlate with export volumes on the demand side, especially the volatility determined by Standard Deviation and Moving Average Standard Deviation. The results showed that most producers in Indonesia respond the increased of exchange rate volatility by reducing risky activity. Producer of crop and animal production mining of coal and lignite manufacture of paper and paper product manufacture of rubber and plastic products and manufacture of basic metals that respond in reverse."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T51324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Angelica Marcia
"Penelitian ini mengkaji penggunaan trade credit oleh perusahaan-perusahaan yang berada pada keadaan financial distress. Trade credit merupakan sumber pembiayaan jangka pendek yang dapat berguna bagi perusahaan yang mengalami financial distress. Proksi yang digunakan untuk variabel financial distress adalah coverage ratio. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh financial distress terhadap keputusan penggunaan trade credit. Penelitian ini memiliki 3 hipotesis: pertama, perusahaan yang financial distress berpengaruh positif terhadap ratio of trade payable to cost of good sold, kedua, perusahaan yang financial distress berpengaruh positif terhadap ratio of trade payable to equity dan yang ketiga, perusahaan yang financial distress berpengaruh positif terhadap ratio of trade payable to financial debt. Sampel penelitian diambil dari perusahaan-perusahaan non-keuangan yang tercatat di BEI pada periode tahun 2007-2016. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi data panel dengan menggunakan model estimasi fixed effect model dan random effect. Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang mengalami financial distress cenderung meningkatkan penggunaan trade credit. Hal tersebut tercermin dari hasil penelitian yang menunjukkan koefisien positif dan signifikan pada variabel financial distress terhadap ratio of trade payable to cost of good sold dan ratio of trade payable to equity.

This study examines the use of trade credits by firms that are in a state of financial distress. Trade credit is a short term financing that can be useful for firms in financial distress. The proxy used for financial distress variables is coverage ratio. The purpose of this study is to analyze the effect of financial distress on trade credit. This research has 3 hypotheses first, the firms in financial distress have a positive coefficient on the ratio of trade payable to the cost of good sold, secondly, the firms in financial distress have a positive coefficient on the ratio of trade payable to equity and third, the firms financial distress have a positive coefficient on the ratio of trade payable to financial debt. The study sample was taken from non financial firms listed on the IDX in the period of 2007 2016. The research method is panel data regression by using estimation model of fixed effect model and random effect. This study found that firms in financial distress tend to increase the use of trade credit. This is reflected from the results of research showing the positive and significant coefficients on the variable financial distress on the ratio of trade payable to cost of good sold and the ratio of trade payable to equity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasbin
"Disertasi ini mempunyai dua tujuan. Tujuan pertama untuk mengetahui apakah nilai tukar Indonesia mengalami misalignment atau tidak. Untuk mengukur misalignment nilai tukar riil, nilai tukar keseimbangan diestimasi dengan pendekatan SCM (synthetic control method) menggunakan beberapa variabel dan tiga jenis treatments pada periode 1987-2015. Pendekatan SCM adalah pendekatan untuk mengetahui dampak suatu treatment terhadap variabel outcome dengan cara membandingkan antara unit yang mengalami treatment dengan beberapa unit kontrol yang tidak mengalami treatment tersebut. Pendekatan SCM memiliki beberapa keunggulan. Pertama, variabel-variabel dari semua teori penentuan nilai tukar keseimbangan dapat dimasukkan ke dalam pendekatan SCM. Namun, model tentang penentuan nilai tukar keseimbangan tetap agnostik. Kedua, pendekatan SCM lebih mengedepankan identifikasi treatment effect dalam menjelaskan determinan nilai tukar riil dibandingkan penjelasan melalui contemporaneous variables.
Tujuan kedua adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh undervaluation nilai tukar riil terhadap ekspor manufaktur baik aggregat maupun disaggregat. Untuk mengetahui pengaruh undervaluation nilai tukar riil terhadap ekspor manufaktur baik aggregat maupun disaggregat, disertasi ini menggunakan spesifikasi model empiris hasil modifikasi terhadap model yang dikembangkan oleh Dekle, Jeong, dan Ryoo (2010). Modifikasi tersebut dilakukan dengan cara mengubah model empiris Dekle, Jeong, dan Ryoo (2010) untuk level perusahaan menjadi model empiris untuk level industri. Spesifikasi model empiris tersebut diestimasi dengan menggunakan metode AMG (augmented mean group) dan data periode 1990-2015.
Secara umum, hasil penelitian dalam disertasi ini menunjukkan bahwa sebagian besar nilai tukar riil Indonesia pada periode 1987-2015 mengalami undervalued. Pada periode 1987-1992, nilai tukar riil Indonesia mengalami undervaluation sekitar 12,3-15,0 persen. Temuan ini lebih besar dibandingkan studi Tipoy, Breitenbach, dan Zerihun (2017) yang menemukan undervaluation nilai tukar riil Indonesia sekitar 5 persen. Periode 1993-1997, nilai tukar riil Indonesia mengalami overvaluation sekitar 0,77-8,12 persen. Mendekati krisis ekonomi 1997/1998, nilai tukar mengalami undervalued sebesar 7,47 persen. Hasil ini sejalan dengan hasil studi-studi sebelumnya seperti Sahminan (2005) dan Jongwanich (2009). Periode 1998-2015, nilai tukar riil Indonesia mengalami undervaluation sekitar 2,38-85,47 persen. Temuan ini sejalan dengan studi Sahminan (2005), Cahyono (2008), Jongwanich (2008), dan Tipoy, Breitenbach, dan Zerihun (2017). Cahyono (2008) menemukan undervaluation nilai tukar sebesar 4,38-11,57 persen, dan Jongwanich (2009) menemukan bahwa nilai tukar Indonesia saat krisis ekonomi 1997/1998 mengalami undervaluation sampai 100 persen.
Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa pengaruh undervaluation nilai tukar riil terhadap ekspor manufaktur aggregat tidak signifikan. Begitu juga ketika nilai tukar dinyatakan dalam level, perubahan nilai tukar riil (depresiasi/apresiasi) tidak signifikan mendorong ekspor manufaktur. Ini menunjukkan bahwa nilai tukar yang mengalami undervalued atau depresiasi tidak dapat mendorong peningkatan ekspor manufaktur aggregat secara signifikan. Temuan studi ini sejalan dengan studi Etta-Nkwelle (2007), Ikhsan (2009), Gluzmann, Yeyati dan Sturzenegger (2012), dan Falianty (2015). Namun demikian, ada beberapa determinan ekspor manufaktur yang signifikan memengaruhi ekspor manufaktur. Variabel internal meliputi ekspor manufaktur periode sebelumnya, upah riil, suku bunga domestik, permintaan domestik, produktivitas tenaga kerja, dan pertumbuhan perusahaan. Variabel eksternal meliputi harga luar negeri, permintaan dunia, suku bunga luar negeri, masuknya China dalam keanggotaan WTO, dan krisis ekonomi 1997/1998.
Untuk kasus disaggregat, ada beberapa industri manufaktur yang ekspornya dipengaruhi oleh undervaluation atau depresiasi nilai tukar riil secara signifikan. Mengikuti klasifikasi industri dari Saygili (2010), nilai elastisitas ekspor manufaktur terhadap undervaluation nilai tukar dan perubahan nilai tukar untuk industri capital-intensive lebih elastis dibandingkan industri labor-intensive. Ini mengindikasikan bahwa ekspor dari industri manufaktur capital-intensive lebih sensitif terhadap nilai tukar baik misalignment maupun perubahan nilai tukar pada tingkat level. Selain itu, besaran nilai elastisitas nilai tukar riil pada industri manufaktur capital-intensive dapat digunakan sebagai indikator tingkat ketergantungan impor dari industri-industri manufaktur capital-intensive (Saygili, 2010).
Temuan ini mengindikasikan bahwa nilai tukar bukan merupakan instrumen yang efektif untuk mendorong ekspor manufaktur. Oleh karena itu, kebijakan untuk mendorong ekspor manufaktur harus diluar nilai tukar. Ada beberapa variabel kebijakan yang tampaknya menjadi factor lebih penting untuk mendorong ekspor manufaktur yaitu iklim usaha, dukungan sektor perbankan, biaya logistik, aturan buruh, dan tingkat inovasi (The World Bank, 2012). Kelima faktor tersebut merupakan masalah-masalah struktural yang masih dihadapi oleh industri-industri manufaktur di Indonesia.

The results of the research in this study show that the effect of the real exchange rate undervaluation on exports of aggregate manufacturing is not significant. Likewise, when the real exchange rate is expressed as a level, changes in the real exchange rate (depreciation/appreciation) do not significantly encourage manufacturing exports. This means that the exchange rate undervaluation or depreciation cannot significantly encourage an increase in aggregate manufacturing exports. The findings of this study are in line with the studies of Etta-Nkwelle (2007), Ikhsan (2009), Gluzmann, Yeyati and Sturzenegger (2012), and Falianty (2015). However, there are several determinants of manufacturing exports that significantly influence manufacturing exports. Internal variables include previous period manufacturing exports, real wages, domestic interest rates, domestic demand, labor productivity, and firm growth. External variables include foreign prices, world demand, foreign interest rates, the inclusion of China in WTO, and the 1997/1998 economic crisis.
In the case of disaggregation, there are several manufacturing industries which have exports that are affected significantly by the undervaluation of real exchange rates or the real exchange rate. Following the industry classification of Saygili (2010), the value of manufacturing export elasticity to undervaluation of the exchange rate and changes in the exchange rate for the capital-intensive industry are more elastic than the labor-intensive industry. This indicates that exports from the manufacturing capital-intensive industry are more sensitive to exchange rates both misalignment and exchange rate changes at the level. In addition, the magnitude of the value of the elasticity of the real exchange rate in the capital-intensive industry can be used as an indicator of the level of import dependency of the capital-intensive industry (Saygili, 2010).
This finding indicates that the exchange rate is not an effective instrument to encourage manufacturing exports. Therefore, the policy to encourage manufacturing exports must be beyond the exchange rates. There are several policy variables seem to more important factors to encourage manufacturing exports namely the business climate, banking sector support, logistics costs, labor regulations, and the level of innovation (The World Bank, 2012). These five factors are structural problems that are still faced by manufacturing industries in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
D2728
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Khairunisah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pergerakan nilai tukar tehadap penjualan perusahaan pada industri manufaktur di Indonesia. Pergerakan nilai tukar yang terjadi di Indonesia selama periode krisis ekonomi mengakibatkan lemahnya pertumbuhan sektor manufaktur sehingga membuat banyak pihak mengindikasikan terjadinya gejala deindustrialisasi di Indonesia. Penjualan per tenaga kerja mencerminkan efisiensi usaha dan profitabilitas pada suatu perusahaan. Perusahaan akan terpengaruh oleh nilai tukar apabila harga output dan inputnya juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika Dollar mengalami apresiasi terhadap Rupiah maka penjualan per tenaga kerja akan mengalami penurunan. Selanjutnya penelitian ini menemukan bahwa ketika perusahaan melakukan ekspor penjualan per tenaga kerja akan mengalami penurunan selama perusahaan masih menggunakan barang impor sebagai bahan baku produksinya.

The aim of this research were to analyze the impact exchange rate movements on the company 39's sales in the manufacturing industry in Indonesia Exchange rate movements that occurred in Indonesia during the period of economic crisis lead to weak manufacturing sector growth thus making many parties indicated the occurrence of symptoms of de industrialization in Indonesia. Sales per employee reflect business efficiency and profitability of a company. The Company will be affected by the exchange rate when the output and input prices are also affected by changes in exchange rates. The results showed that when the dollar appreciated against the rupiah the sales per employee will decline. Furthermore the study found that when companies export sales per labor will decline during the company still use imported goods as raw materials production."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Anggiani Putri
"ABSTRAK
Laporan magang ini, akan membahas tentang prosedur audit, pengujian nilai wajar atas depresiasi pada aset tetap yang dilakukan oleh KAP ELVI terhadap PT. SSP. Pengujian nilai wajar atas depresiasi aktiva tetap yang dilakukan oleh KAP ELVI bertujuan untuk membuktikan bahwa depresiasi yang dicatat oleh PT. SSP tidak memiliki perbedaan yang material. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan depresiasi yang dihitung oleh auditor dengan pencatatan PT. SSP. Rasio depresiasi yang dipakai oleh auditor hanya merupakan perkiraan untuk mempermudah auditor dalam menghitung depresiasi. Dalam kasus ini, KAP ELVI menemukan adanya selisih antara nilai yang dicatat PT. SSP dan perhitungan auditor memiliki perbedaan di atas jumlah yang dapat diterima atau dianggap material. Oleh karena itu, auditor perlu melakukan prosedur lebih lanjut, dengan terlebih dahulu meminta penjelasan dari klien. Dari penjelasan tersebut, auditor mengetahui bahwa ada dua aset tetap yang telah terdepresiasi sepenuhnya pada awal tahun 2016. Setelah menggunakan semua informasi baru, auditor melakukan ulang prosedur tersebut dan tidak menemukan perbedaan yang material antara biaya depresiasi yang yang dihitung oleh auditor dan depresiasi yang dicatat oleh PT. SSP. Oleh karena itu, tidak ada penyesuaian yang diperlukan.

ABSTRACT
This internship report, would discuss about the audit procedure of reasonable test of depreciation on fixed asset conducted by KAP ELVI on PT. SSP. KAP ELVI performed reasonable test of depreciation to prove if the depreciation recorded by PT. SSP has no material difference by comparing the expected depreciation expense calculated by the auditor with PT. SSP recorded amount. Expected depreciation rate build by the auditor to ease their work in calculating PT. SSP expected depreciation expense. In this case, KAP ELVI found that the final audit result of reasonable test shows that the difference between PT. SSP and auditor rsquo s calculation has a difference above the acceptable amount, which is considered as material. Therefore, the auditor needs to conduct a further procedure, by firstly perform an inquiry with the client to check the fixed asset listing. From the inquiry, the auditor acknowledged that there are two fixed asset which already fully depreciated in the beginning of 2016. After taking into account new information, the auditor re perform the procedure and did not find a material difference between the expected depreciation expense calculated by the auditor and PT. SSP recorded amount. Therefore, there is no adjustment needed. "
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Indah Tilik Rediani
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
S26389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erly Suandy
"ABSTRAK
Fungsi pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu fungsi budgetair sebagai sarana untuk penerimaan negara dan fungsi regulerend sebagai alat untuk melakukan pengaturan/regulasi. Dalam perkembangan dewasa ini penerimaan pajak memegang peranan yang semakin penting/dominan dalam penerimaan negara. Walaupun demikian pemungutan pajak juga harus memperhatikan beberapa asas pemungutan pajak yang oleh Adam Smith disebut sebagai four cannons, yang terdiri dari equality, certanity, convenience of payment dan efficiency. Untuk itu pemerintah melakukan berbagai penyempurnaan peraturan perundang-undangan pajak. Salah satu penyempurnaan itu dapat dilihat pada undang-undang nomor 10 tahun 1994 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak pengasilan, khususnya pada Pasal 11 mengenai penyusutan aktiva tetap.
Perubahan kebijakan penyusutan pajak yang bertujuan untuk mendekatkan pada praktik akuntansi komenrial dan akan memudahkan wajib pajak dari segu administrasi sesuai dengan asas efisiensi pemungutan pajak. Efisiensi di sini harus dilihat dari dua sisi baik Direktorat Jenderal pajak maupun wajib pajak, jadi bukan mengalihkan beban pemungutan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi dari kebijakan perubahan penyusutan fiscal yang telah diterapkan sejak tahun 1995. Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan metode analisis teoretus dan empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang menggunakan 56 sampel dari wajib pajak badan yang sudah tercatat di bursa efek Jakarta.
Penelitian ini mendeskripsikan kebijakan penyusutan aktiva tetap yang dilakukan oleh wajib pajak sebelum dan setelah adanya perubahan kebijakan penyusutan fiskal dan alasan-alasan yang menyertainya. Hasil analisis menujukan bahwa perubahan kebijakan penysutan fiskal tidak berdampak terhadap penerimaan negara tetapi dari segi administrasi menjadi lebih sederhana dan memudahkan khususnya bagi wajib pajak-pajak.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murray, Alan P.
Cambridge, UK: Harvard Law School, 1971
343.052 MUR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>