Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133218 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Swandito Wicaksono
"Pendahuluan: Berdasarkan intensitas, durasi, dan bagaimana energi untuk kerja otot dihasilkan, latihan fisik dibagi menjadi latihan fisik aerobik dan anaerobik. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara latihan fisik dengan perubahan panjang telomer sel darah putih SDP , dan sel otot jantung. Pemendekan telomer SDP sering dihubungkan dengan penyakit kronik tidak menular, salah satunya penyakit kardiovaskular. Di Indonesia belum ada penelitian yang membandingkan pengaruh latihan fisik aerobik dan anaerobik terhadap perubahan panjang telomer SDP dan sel otot jantungTujuan: Membandingkan efek latihan fisik aerobik dan anaerobik terhadap perubahan panjang telomer SDP dan sel otot jantungMetode: Penelitian ini menggunakan 24 tikus putih jantan berusia 11-13 bulan, berat rata-rata 300 gram. Dibagi secara acak dalam 3 kelompok: 1 kontrol; 2 latihan fisik aerobik; 3 latihan fisik anaerobik. Latihan fisik dilakukan 5 kali/minggu selama 4 dan 12 minggu. Perhitungan panjang telomer relatif menggunakan Real-Time PCR.Hasil: Secara signifikan terdapat perbedaan panjang telomer relatif SDP kelompok aerobik 4 minggu dan 12 minggu dibanding kontrol 4 minggu p=0,012 dan p=0,009 . Tidak terdapat perbedaan bermakna kelompok anaerobik 4 dan 12 minggu dibanding kontrol 4 minggu p=0,208 dan p=0,141 . Tidak terdapat perbedaan bermakna panjang telomer relatif sel otot jantung kelompok aerobik maupun anaerobik dibanding kontrol.Kesimpulan: Latihan fisik aerobik memberikan efek lebih baik dibanding anaerobik dalam perubahan panjang telomer SDP. Sedangkan latihan fisik aerobik maupun anaerobik tidak mempengaruhi perubahan panjang telomer sel otot jantung.Kata Kunci: Latihan fisik aerobik, latihan fisik anaerobik, telomer, sel darah putih, sel otot jantung

Introduction Aerobic and anaerobic physical exercise are two types of physical exercise that differ based on the intensity, interval, and type of muscle fibers incorporated. Telomere length TL of leukocyte, a measure of replicative senescence, decreases with aging. Recent evidence supports that telomere length of leukocytes may be inversely correlated with the risk of several age related diseases. In Indonesia, there has been no specific research to find out the effect of aerobic and anaerobic physical exercise on changes in telomere length of leukocyte and cardiomyocyte.Methods This study was conducted on 24 male white rats Rattus norvegicus 250 300 grams age 11 13 months, randomly allocated into 3 groups 1 control 2 aerobic physical exercise APE and 3 anaerobic physical exercise AnPE . Physical exercise was performed 5 times a week, for 4 and 12 weeks. Measurement of relative telomere length using Real Time PCR.Result Relative leukocyte TL was found significantly longer in 4 and 12 weeks APE group compared to 4 week control p 0,012 and p 0,009 . Relative leukocyte TL was found not significantly different between 4 and 12 weeks AnPE group compared 4 weeks control group p 0,208 and p 0,141 . Cardiomyocyte relative telomere length APE and AnPE are no significantly better compare to control group.Conclusion Leukocyte TL is preserved in group of APE.Keywords Aerobic physical exercise, anaerobic physical exercise, telomere length, leukocyte, cardiomyocyte."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thressia Hendrawan
"Latar belakang: Banyak studi menunjukkan latihan fisik memberikan efek positif pada metabolisme tubuh dan panjang telomer. Selain itu, diet juga memengaruhi dinamika panjang telomer sel darah putih. Tujuan penelitian ini adalah meneliti efek latihan fisik aerobik terhadap panjang telomer, kadar glukosa, trigliserida dan malondialdehida MDA pada subjek dengan diet tinggi lemak. Metode: Studi eksperimental menggunakan 12 tikus jantan 12 bulan yang dibagi dalam kelompok: 1 kontrol diet tinggi lemak 2 perlakuan diet tinggi lemak kaya minyak kedelai dan latihan aerobik . Latihan aerobik menggunakan treadmill 20 m/menit, 20 menit 5x/minggu . Pada minggu 0, 4 dan 8 dilakukan pengukuran ekspresi panjang telomer relatif sel darah putih dengan qRT-PCR, dan glukosa, trigliserida, dan MDA plasma dengan spektrofotometer. Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna antara kadar glukosa, trigliserida dan MDA pada kedua kelompok. Terjadi penurunan kadar MDA pada kedua kelompok di minggu 8. Terdapat pemanjangan telomer relatif pada minggu 4 dan 8 di kedua kelompok jika dibandingkan dengan kelompok kontrol minggu 0, dengan laju pemanjangan yang tinggi pada kelompok kontrol di minggu 8. Kesimpulan : Delapan minggu latihan aerobik tidak mengubah glukosa dan trigliserida pada kondisi diet tinggi lemak kaya minyak kedelai. Diet tinggi lemak kedelai diduga menurunkan MDA pada kedua kelompok. Latihan aerobik selama 8 minggu menekan laju peningkatan panjang telomer relatif sel darah putih pada kondisi diet tinggi lemak kaya minyak kedelai.

Background Many study results show that physical activity and exercise has a positive effect to glucose, triglyseride, stress oxidative status, and telomere length. Several studies have also shown that leucocyte telomere length dynamics were influenced by various environmental factors such as lifestyle and diet. The aim of this study is to investigate the effect of aerobic exercise on telomere length in high fat diet rich in soybean oil condition. Methods This was an in vivo experimental study, using twelve 12 male rats 12 months old . They were divided into two groups n 6 1 control group high fat rich in soybean oil diet 2 treatment group high fat rich in soybean oil and aerobic exercise . The aerobic exercise was conducted using rat treadmill, 5x week, 20 m min for 20 minutes. After 4 and 8 weeks we compared the relative telomere length between control group and treatment group using qRT PCR and also measured glucose, triglyseride, and malondialdehyde MDA level with spectrophotometer. Results There was no significant difference between glucose, triglyceride and MDA levels in both groups. There was a significant decrease in MDA levels between weeks 0 and week 8 in both groups. There was a telomere lengthening in both groups at week 4 and even more significant telomere lengthening at week 8 in control group. Conclusions Aerobic exercise for 8 weeks does not change plasma glucose levels and triglycerides in high fat rich in soybean oil diet conditions. A decrease MDA in both groups probably caused by high fat diet rich in soybean oil. Aerobic exercise for 8 weeks can suppress the lengthening of telomere in high fat rich in soybean oil diet conditions. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Anggiane Putri
"Latar Belakang : Beberapa penelitian terbaru memperlihatkan bahwa apoptosis terjadi pada beberapa keadaan jantung patologis seperti pada keadaan kerusakan ?iskemia-reperfusi?, infark miokardium dan gagal jantung. Di sisi lain terdapat penelitian yang memperlihatkan bahwa latihan fisik dapat menurunkan apoptosis kardiomiosit. Dari beberapa jenis latihan fisik, latihan fisik aerobik merupakan latihan yang paling dianjurkan karena diyakini efektif dalam mencegah dan bahkan sebagai terapi rehabilitasi pada penyakit kardiovaskular. Keadaan henti latih pasca latihan fisik ternyata dapat mengembalikan seluruh atau sebagian adaptasi yang sudah terbentuk setelah latihan fisik.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan ingin melihat bagaimana pengaruh latihan fisik aerobik dan henti-latih terhadap apoptosis kardiomiosit ventrikel kiri dengan menggunakan protein caspase-3 sebagai parameter apoptosis. Desain : Penelitian ini menggunakan studi eksperimental in vivo pada tikus Metode : identifikasi protein caspase-3 pada jaringan ventrikel kiri jantung tikus dengan pemeriksaan pulasan imunohistokimia pada 8 kelompok tikus ( kelompok kontrol 4 minggu (K4M), kontrol 8 minggu (K4MD), kontrol 12 minggu (K12M), kontrol 16 minggu (K12MD) dan kelompok perlakuan latihan aerobik 4 minggu (AR4M), perlakuan latihan aerobik 12 minggu (AR12M), perlakuan latihan aerobik 4 minggu diikuti dengan henti-latih 4 minggu (AR4MD) serta kelompok latihan aerobik 12 minggu diikuti dengan henti-latih 4 minggu(AR12MD)).
Hasil : Analisis data menunjukan peningkatan persentase ekspresi caspase-3 kelompok pasca latihan fisik aerobik (K4M 6,40%1,78 dan AR4M 65,38%2,54, p<0,001; K12M 5,72%0,88 dan AR12M 41,81%3,21, p<0,001; K4MD 8,64%±3,59 dan AR4MD 66,55%±1,88; K12MD 7,35%±2,06 dan AR12MD 46,78%±2,45, p<0,001). Kecenderungan Peningkatan persentase ekspresi caspase-3 kelompok pasca henti latih (AR4M 65,38%2,54 dan AR4MD 66,55%1,88%, p=1,000; AR12M 41,81%3,21dan AR12MD 46,78%±2,45, p=0,230). Ekspresi caspase 3 kelompok latihan aerobik 4 minggu lebih tinggi dibanding kelompok latihan aerobik 12 minggu (AR4M 65,38%2,54 dan AR12M 41,81%3,21, p<0,001).
Kesimpulan : latihan fisik aerobik tidak menurunkan apoptosis kardiomiosit ventrikel kiri jantung tikus dan program henti latih tidak meningkatkan apoptosis kardiomiosit ventrikel kiri jantung tikus.

Background: Recent studies showed that apoptosis occurs in several pathological heart condition as in myocardial ischemia-reperfusion injury, myocardial infarction and heart failure. It has been also research showing that physical exercise can reduce apoptosis on cardiomyocyte. Of some kind of physical exercise, aerobic exercise is an exercise that is most recommended because it is believed to be effective in preventing and even as a rehabilitation therapy on cardiovascular disease. Detraining was able to restore all or part of adaptation that has been formed after the exercise.
Objective: This study aimed to see the effect of aerobic exercise and detraining on left ventricular cardiomyocyte apoptosis using caspase-3 protein as a parameter of apoptosis. Design: This study used an experimental in vivo study on rats.
Methods: Caspase-3 protein in rat cardiac left ventricular tissue is identified by immunohistochemistry staining conducted on 4 sedentary control group ( 4 weeks control group (K4M), 8 weeks control group (K4MD), 12 weeks control group (K12M), 16 weeks control (K12MD)) and 4 treatment groups ( 4 & 12 weeks post aerobic exercise group (AR4M, AR12M) and 4&12 weeks post aerobic exercise followed by 4 weeks detraining (AR4MD,AR12MD)).
Results: Analysis of the data shows an increase percentage of caspase-3 expression on post-aerobic exercise group (K4M 6,40%1,78 and AR4M 65,38%2,54, p<0,001; K12M 5,72%0,88 and AR12M 41,81%3,21, p<0,001; K4MD 8,64%±3,59 and AR4MD 66,55%±1,88; K12MD 7,35%±2,06 and AR12MD 46,78%±2,45, p<0,001) The data also shows tendency an increase percentage of caspase-3 expression on detraining group (AR4M 65,38%2,54 and AR4MD 66,55%1,88%, p=1,000; AR12M 41,81%3,21 and AR12MD 46,78%±2,45, p=0,230). Percentage of caspase-3 expression on post-4 weeks aerobic exercise group is higher than post-12 weeks aerobic exercise (AR4M 65,38%2,54 and AR12M 41,81%3,21, p<0,001).
Conclusion: Aerobic physical exercise does not decrease left ventricular cardiomyocyte apoptosis and does not improve left ventricular cardiomyocyte apoptosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Chondro
"Latar Belakang : Komunikasi antar sel otot jantung terjadi dengan bantuan protein connexin, terutama connexin43, yang merupakan protein utama penyusun gap junction pada sel otot jantung. Pada penyakit jantung yang disertai dengan hipertrofi, adanya perubahan ukuran pada jantung ini akan mempengaruhi produksi dan distribusi protein connexin43 pada sel otot jantung. Semakin besar ukuran sel, maka ekspresi connexin akan meningkat disertai dengan peningkatan distribusi connexin ke lateral. Lateralisasi connexin ini dapat mengganggu hantaran impuls listrik antar sel otot jantung. Latihan fisik erobik juga dapat mengakibatkan timbulnya adaptasi organ jantung berupa peningkatan ukuran dan kerja ventrikel kiri dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan metabolisme tubuh yang meningkat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh keadaan hipertrofi fisiologis yang terjadi akibat latihan fisik, dalam hal ini latihan fisik erobik, terhadap produksi dan distribusi protein connexin43.
Tujuan : Melihat bagaimana pengaruh latihan fisik erobik dan detraining terhadap ekspresi dan distribusi protein connexin43.
Desain : Penelitian ini menggunakan studi eksperimental in vivo pada tikus.
Metode : Pada jaringan jantung tikus dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk melihat bagaimana jumlah dan distribusi dari protein connexin43 serta dilakukan perbandingan antara tikus yang tidak diberi latihan fisik dengan tikus yang diberi latihan fisik erobik dan detraining.
Hasil : Pada perbandingan antara kelompok kasus dan perlakuan, terdapat perbedaan bermakna pada parameter total Cx43, Cx43 diskus interkalatus, Cx43 lateral, dan presentase Cx43 diskus interkalatus dan Cx43 lateral (p<0,05). Pada perbandingan antara kelompok kontrol, perbedaan bermakna hanya ditemukan pada perbandingan antara kelompok 8 dan 12 minggu untuk parameter total Cx43 dan jumlah Cx43 diskus interkalatus. Pada perbandingan antara kelompok perlakuan, ditemukan perbedaan bermakna untuk parameter total Cx43 pada kelompok latihan erobik 4 minggu dengan kelompok latihan erobik 4 minggu yang diikuti proses detraining 4 minggu.
Kesimpulan : Latihan fisik erobik memberikan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan. Pada perbandingan antara perlakuan, diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna antar kelompok latihan fisik yang disertai/tidak disertai proses detrain.

Background: Communication between cardiomyocyte happens in the gap junction located on intercalated disk. In patologically hypertrophied heart, the bigger cardiomyocyte become, the more protein expressed and distributed to lateral side of cardiomyocyte. It will cause disturbance in electrical and metabolic coupling between cardiomyocyte. Aerobic training will also cause hypertrophy, especially left ventricle, because the heart has to pump more blood that carry oxygen that is needed in the cell. This research is done in order to analyze the effect of physiologically hypertropied heart, cause by aerobic training, on the expression and distribution of connexin43.
Objective : To see the effect of aerobic training and detraining to the expression and distribution of connexin43 in heart.
Design : This research is using experimental study on rat.
Methods : Expression and distribution of connexin43 from rat's ventricle tissue is detected using immunohistochemistry then analyzed with imageJ program. The results are compared between control group and group that’s given aerobic training and detraining.
Results : Significant differences in the amount of total Cx43, Cx43 in intercalated disc, lateralized Cx43, Cx43 intercalated disc percentage, and lateralized Cx43 percentage was found in all the aerobic groups compared with controls. Comparison between control groups show significant differences of total Cx43 and Cx43 in intercalated disc only between 8 weeks control and 12 weeks control group. Comparison between aerobic groups shows significant differences in amout of total Cx43 between 4 weeks aerobic training and 4 weeks aerobic training followed by 4 weeks detraining period.
Conclusion : Aerobic training causes an increase in amount of total Cx43, Cx43 in intercalated disc, lateralized Cx43. The increase in the amount of Cx43 will diminish during detraining period.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melody Febriana Andardewi
"Latihan aerobik dapat meningkatkan kebugaran melalui penginduksian adaptasi fisiologis seperti peningkatan kekuatan otot kemampuan penggunaan oksigen peningkatan jumlah sel saraf serta pembuluh kapiler darah otak. Latihan fisik terkait erat dengan penggunaan otot volunter yang diatur oleh korteks motorik primer otak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal korteks motorik primer tikus. Desain penelitian ini adalah eksperimental menggunakan 27 jaringan otak tikus jantan Rattus sp Strain Wistar yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok tanpa perlakuan kontrol kelompok perlakuan latihan fisik aerobik training dan kelompok perlakuan yang latihan fisik aerobik nya dihentikan detraining. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah sel saraf otak tikus bagian korteks motorik primer dengan bantuan piranti lunak Image Raster.
Hasil menunjukkan jumlah sel saraf normal pada kelompok kontrol adalah 56 kelompok training 66 dan kelompok detraining 42. Hasil uji Post Hoc Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan training p 0 046 kontrol dan detraining p 0 001 serta training dan detraining p 0 001.
Hasil dari penelitian ini mendukung teori bahwa latihan aerobik dapat memicu pertumbuhan sel saraf neurogenesis korteks motorik primer sedangkan detraining menyebabkan penurunan jumlah sel saraf normal pada daerah korteks motorik primer otak tikus Kata kunci Detrain jumlah sel saraf normal latihan fisik aerobik korteks motorik primer.

Aerobic exercise could increase body fitness by raising the physiology adaptation such as increase muscle power oxygen uptake number of neurons and new capillaries in brain structure. In aerobic exercise we use voluntary muscles which are controlled by primary motor cortex in brain.
Purpose of this research was to acknowledge effect of aerobic exercise and detraining on the number of normal neurons in rat's primary motor cortex This experimental research used 27 male rats Rattus sp Wistar strain and divided into three groups control training and detraining. The method is to observe and count the number of neurons in primary motor cortex region of the rat's brain with Hematoxilin Eosin staining using image raster.
The result showed that the percentage of normal neuron from control group was 56 66 in training group and 42 in detraining group Post Hoc Mann Whitney test showed there was significant differences between control and training p 0 046 control and detraining p 0 001 and training and detraining p 0 001.
This result showed that this research support the theory of which the aerobic exercise could induce neurogenesis in primary motoric cortex region and detraining caused decrease number of neurons in rat's primary motoric cortex.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avita Marthacagani
"Latihan fisik aerobik memiliki beberapa manfaat untuk struktur dan fungsi otak seperti meningkatkan jumlah sel saraf dan berefek positif pada pembelajaran serta memori. Namun beberapa manfaat latihan fisik tersebut pada struktur otak masih berupa dugaan dugaan. Manfaat tersebut juga akan menghilang apabila latihan dihentikan detrain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal amigdala basolateral tikus. Amigdala adalah bagian dari sistem limbik yang berperan dalam menghasilkan respon perilaku yang berhubungan dengan rasa takut dan berperan juga pada pembelajaran emosional serta memodulasi memori.
Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan mengamati dan menghitung jumlah sel saraf normal pada daerah amigdala basolateral Data dianalisis dengan uji one way ANOVA dan dilanjutkan uji Post Hoc.
Hasil menunjukkan persentase sel saraf normal pada kelompok kontrol 57 kelompok training 64 dan kelompok detraining 49. Hasil uji Post Hoc menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan training p 0 05 kelompok kontrol dan detraining p 0 05. Namun terdapat perbedaan bermakna antara kelompok training dan detraining p 0 008. Terjadi peningkatan persentase sel saraf normal pada kelompok training sebaliknya terjadi penurunan persentase sel saraf normal pada kelompok detraining dibandingkan kelompok kontrol.

Aerobic exercise has several benefits for brain rsquo s structures and functions such as increasing the number of normal neuron and having positive effect on learning and memory. However some of the benefits are still conjecture These benefits will be lost if exercise stopped.
The aim of this study is to determine the effect of aerobic exercise and detraining on the number of normal neuron of basolateral amygdala. Amygdala is a part of the limbic system which plays a role in producing behavioral responses associated with fear and also plays a role in emotional learning as well as modulates memory.
This study was done experimentally by observing and counting the number of normal neuron in the basolateral amygdala region Data were analyzed by one way ANOVA test and continued by Post Hoc test.
The results showed that percentage of normal neuron were 57 in control group 64 in training group and 49 in detraining group Post hoc test results showed no significant difference between control and training group p 0 05 also between control and detraining group p 0 05 However there are a significant difference between training and detraining group p 0 008. In short there is an increase in the number of normal neuron in training otherwise there is a decline in the number of normal neuron in detraining compared with control.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabella Qisthina Laksita Dewi
"Latihan fisik aerobik yang dilakukan secara teratur dapat memberikan efek positif terhadap struktur dan fungsi otak tertentu seperti perbaikan perfusi darah peningkatan neurogenesis peningkatan fungsi kognitif dan memori Efek tersebut dapat hilang jika latihan dihentikan detrain Tujuan dilakukan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal di thalamus yang merupakan stasiun relay mayor impuls sensorik dan motorik antar bagian otak Penelitian dilakukan secara eksperimental pada hewan coba yakni dengan penghitungan jumlah sel saraf normal thalamus tiga kelompok tikus diberi perlakuan latihan fisik aerobik training detraining dan tidak diberi perlakuan Hasil menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah sel saraf normal thalamus pada kelompok training 73 dibandingkan dengan kelompok kontrol 59 yang akan menurun pada kelompok detraining 71 Namun uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna p 0 266 p 0 05 pada ketiga kelompok tikus Disimpulkan bahwa latihan fisik aerobik dan detrain tidak berpengaruh nyata pada jumlah sel saraf normal thalamus tikus.

Regular aerobic exercise is beneficial for certain brain rsquo s structures and functions because it can improve blood perfusion increase neurogenesis improve cognition and memory When it is stopped detrain these benefits will be lost The object of this study is to determine the effect of aerobic exercipse and detrain on the number of normal neuron of thalamus which is a major relay station for sensory and motor impulses between brain areas This study was done experimentally on animal by counting the number of normal thalamus neuron in three groups of mice training detraining and control The results showed that there was an increase number of normal neuron of thalamus in group training 73 compared with group control 59 and then decreased in group detraining However ANOVA test results indicated no difference either p 0 266 p 0 05 It was concluded that aerobic exercise and detrain have no significant effect on the number of normal neuron of thalamus rsquo mice
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Kencana
"Latihan fisik aerobik banyak direkomendasikan oleh praktisi kesehatan karena banyaknya manfaat yang diberikan kepada manusia, termasuk dugaan pengaruh latihan fisik aerobik terhadap peningkatan jumlah neuron, fungsi kognitif dan memori. Berangkat dari dugaan tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap gambaran histologis nukleus sentral amigdala.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan menggunakan tikus jantan (Rattus sp. Strain Wistar) sebagai hewan percobaan yang dibagi menjadi tiga kelompok (masing masing n=9), yaitu kelompok kontrol, training dan detraining. Pengamatan dilakukan pada jaringan otak dengan menghitung jumlah sel normal pada nukleus sentral amigdala menggunakan optilab viewer yang dilengkapi dengan image raster. Data kemudian dianalisis dengan uji one-way ANOVA.
Hasil menunjukkan bahwa rerata presentase sel normal tertinggi adalah kelompok kontrol (58,11%), diikuti dengan kelompok perlakuan training dan detraining. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan latihan aerobik dan detrain pada nukleus sentral amigdala.

Aerobic exercise recommended by many health practitioners because it has a lot of benefit including the assumption about aerobic exercise effect that increases the number of neurons, cognitive function and memory. Departing from this assumption, a study to determine the effect of aerobic exercise and detrain to the histological features of central nucleus of amygdale was conducted.
This experimental study used male rats (Rattus sp. Wistar strain) as experimental animal, which divided into three groups (each n = 9), control group, training and detraining. Observation was done on brain tissue by counting the number of normal cells in the central nucleus of the amygdala using optilab viewer which equipped with image raster. Data were analyzed by one-way ANOVA test.
Results showed that control group has the highest mean percentage of normal cells (58.11%), followed by training and detraining group. There was no significant effect of aerobic exercise and detrain at the central nucleus of amygdala.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariani
"Latar Belakang: Meningkatnya jumlah sel progenitor endotel (CD31+) merupakan salah satu faktor penting dalam mempertahankan homeostasis vaskular. Latihan fisik secara efektif akan meningkatkan jumlah sel progenitor endotel (CD31+) di darah tepi, sehingga dapat mencegah penyakit jantung dan pembuluh darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh durasi latihan fisik aerobik akut intensitas sedang terhadap persentase sel CD31+ di darah tepi subyek dewasa muda sehat tidak terlatih.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Sukarelawan sehat tidak terlatih (n=20) melakukan uji sepeda statis intensitas sedang (64-74% DNM) dengan durasi 10 menit atau 30 menit. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan 10 menit setelah melakukan uji sepeda statis. Identifikasi sel progenitor endotel dilakukan dengan menggunakan penanda CD31. Persentase sel CD31+ di darah tepi dianalisis menggunakan flow cytometry.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada rerata persentase sel CD31+ sebelum dan setelah latihan pada kelompok durasi latihan 10 menit (66,89 ± 10,17 vs 65,67 ± 10,05 , uji t berpasangan p=0,094) dan 30 menit (59,81 ± 8,69 vs 60,88 ± 9,40, uji t berpasangan p=0,154). Terdapat pola perubahan pada persentase sel CD31+ di darah tepi setelah latihan durasi 10 menit dan 30 menit. Pada durasi latihan 10 menit, 50% subyek mengalami peningkatan dan 50 % subyek mengalami penurunan. Pada durasi latihan 30 menit, 80 % subyek mengalami peningkatan.
Kesimpulan: Latihan fisik aerobik akut intensitas sedang durasi 30 menit namun tidak untuk durasi 10 menit, memiliki kecenderungan untuk meningkatkan persentase sel CD31+ di darah tepi subyek dewasa muda sehat tidak terlatih. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada latihan fisik aerobik akut intensitas sedang durasi 10 menit, sel progenitor endotel (CD31+) justru terlibat dalam proses perbaikan endotelium vaskular, dimana akan terjadi inkorporasi sel CD31+ ke lapisan tunggal sel endotel yang mengalami kerusakan. Latihan fisik aerobik akut intensitas sedang durasi 30 menit tampaknya dapat mempertahankan homeostasis vaskular melalui peningkatan persentase sel progenitor endotel (CD31+) di darah tepi.

Background: The increasing number of circulating CD31+ endothelial progenitor cells is one of the important factors for maintaining vascular homeostasis. Exercise will effectively increase the number of circulating CD31+ endothelial progenitor cells, which can prevent cardiovascular disease. This study aims to determine the effect of moderate intensity acute aerobic exercise duration on the percentage of circulating CD31+ cells in untrained healthy young adult subjects.
Methods: This study was an experimental study. Untrained healthy volunteers (n=20) performed ergocycle at moderate intensity (64-74% maximal heart rate) for 10 minutes or 30 minutes. Immediately before and 10 minutes after exercise, venous blood samples was drawn. CD31 marker is used to identify endothelial progenitor cells. The percentage of CD31+ cells in peripheral blood were analyzed using flow cytometry.
Results: There were no significant differences in the mean percentage of circulating CD31+ cells before and after exercise for 10 minutes (66.89 ± 10.17 vs 65.67 ± 10.05, paired t-test p = 0.094) and 30 minutes (59.81 ± 8.69 vs. 60.88 ± 9.40, paired t-test p = 0.154). There is a change in the percentage of CD31+ cells in peripheral blood after exercise for 10 minutes and 30 minutes. 50% of subjects showed increase in percentage of CD31+ cells while 50% of subjects showed decrease in percentage of CD31+ cells after 10 minutes exercise. 80% of subjects showed increase in percentage of CD31+ cells after 30 minutes exercise.
Discussion and conclusions: The results of this study indicate that moderate intensity aerobic exercise for 30 minutes, but not for 10 minutes, has a tendency to increase the percentage of circulating CD31+ cells in untrained healthy young adult. The results showed that in moderate intensity acute aerobic exercise for 10 minutes, CD31+ cells actually involved in the repair process, where there is incorporation of CD31+ cells into a single layer of endothelial cells that were damaged. It appears that moderate intensity acute aerobic exercise for 30 minutes can maintain vascular homeostasis through an increase in percentage of circulating CD31+ endothelial progenitor cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Lousiana
"Latar belakang: Latihan fisik anaerobik adalah latihan fisik yang dilakukan dalam waktu singkat dengan intensitas tinggi dan dapat merangsang apoptosis pada kardiomiosit ventrikel kiri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ekspresi apoptosis kardiomiosit pasca latihan serta pasca henti latih latihan fisik anaerobik.
Metode : Identifikasi Caspase-3 dilakukan dengan cara pulasan imunohistokimia dan analisis kuantitatif persentase Caspase-3 yang dilakukan pada kelompok kontrol 4,8,12 dan 16 minggu, kelompok perlakuan latihan fisik anaerobik 4 dan 12 minggu serta henti latih 4 minggu pasca latihan (minggu ke 8 dan 16).
Hasil: Analisis data menunjukkan peningkatan persentase caspase-3 pada kelompok latihan fisik anaerobik 4 dan 12 minggu dengan p=0,027. Penurunan persentase capase-3 pasca henti latih yang bermakna juga ditemukan antara kelompok latihan fisik anaerobik 4 minggu dengan kelompok henti latih 4 minggu (p=0,0001) dan antara kelompok latihan anaerobik 12 minggu dengan kelompok henti latih 16 minggu (p=0,0001).

Introduction : Anaerobic physical exercise is a high intensity physical exercise performed in a short time. This exercise can stimulate apoptosis in left ventricular cardiomyocytes. The aims of this study is to analyze the expression of cardiomyocyte apoptosis after anaerobic exercise and detraining.
Methods : Caspase-3 expression is identified by immunohistochemistry labeling and quantitative analysis of the percentage of Caspase-3 in the control group 4,8,12 and 16 weeks, groups with 4 and 12 weeks of anaerobic physical exercise, and groups after 4 weeks of detraining ( week 8 and 16).
Conclucion: Data analyses showed a significant increase in the percentage of caspase-3 in the 4 and 12 weeks anaerobic physical exercise groups with p = 0.027. The percentage of Capase-3 after detraining showed a significant decline between the groups of 4 weeks of anaerobic physical exercise and detraining with p = 0.0001 and between groups of 12 weeks of anaerobic exercise and detraining with p = 0, 0001.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>