Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182583 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Dwi Utami
"Beban ganda malnutrisi pada orang dewasa menjadi masalah gizi di populasi globalbegitu juga di Indonesia. Beban ganda malnutrisi ini terjadi sebagai akibat daripergeseran pola konsumsi yang salah satunya adalah konsumsi makanan bersumberprotein. Dalam menghadapi masalah tersebut pemerintah Indonesia mengeluarkanPedoman Gizi Seimbang PGS dengan anjuran untuk konsumsi makananbersumber protein. Dengan demikian, faktor yang berkaitan dengan konsumsimakanan bersumber protein perlu untuk diketahui. Beberapa studi sudahmenunjukkan bagaimana cara pemilihan makanan, baik studi kuantitatif atau studikualitatif. Studi kualitatif yang berfokus pada eksplorasi faktor yang berkaitandengan konsumsi protein pada orang Indonesia dewasa masih sedikit. Studikualitatif ini bertujuan untuk mengeksplore faktor-faktor yang berkaitan dengankonsumsi protein orang dewasa Indonesia di Jakarta. Studi dilakukan mulai dariAgustus 2017 hingga Mei 2018 sebagai bagian dari Studi SCRIPT. Sebanyak 16orang dewasa tinggal di Jakarta ikut berpartisipasi pada wawancara mendalam.Pemilihan informan ini dilakukan dengan cara purposive and snowball sampling.Diskusi kelompok terarah dan wawancara dengan informan kunci seperti sejarawanmakanan Indonesia, kepala keluarga, dan penjual makanan keliling dilakukansebagai triangulasi. Semua hasil rekaman di transkripsi kedalam teks verbatim dandilakukan pengecekan dengan hasil rekaman. Aplikasi Dedoose digunakan untukanalisis data dalam membuat coding dan tema dari hasil transkripsi verbatim.Terdapat 4 tema muncul dari analsis data yaitu pengetahuan mengenai makanmakanan bersumber protein; persepsi tentang makan makanan bersumber protein;konsumsi makanan bersumber protein orang dewasa di Jakarta; dan faktor yangberkaitan dengan konsumsi makanan bersumber protein. Beberapa faktor yangberkaitan erat dengan konsumsi makanan sumber protein orang dewasa di Jakartayaitu tradisi, norma, dan kepercayaan; karakteristik sensoris makanan; kesukaan;pengalaman; pertimbangan keamanan dan kesehatan; kemampuan memasak;kebiasaan dan kesukaan keluarga; pembagian tugas dan kewajiban dalampemenuhan makanan di keluarga; ketersediaan dan keterjangkauan pangan; dansumber informasi. Studi ini merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan,BPPOM, dan ahli kesehatan untuk mempromosikan pemilihan makan yang sehatdan aman terutama makanan bersumber protein melalui kerja sama dengankomunitas dan penggunaan media sosial atau media interaktif. Selain itu, studi inijuga merekomendasikan kepada Kementerian Perikanan dan Kelautan dan jugaKementerian Pertanian untuk menyediakan makanan bersumber protein yang halal,aman, dan segar.
Double burden malnutrition among adults is an existing nutrition problem in globalpopulation as well as in Indonesia. This double burden of malnutrition is happenedas one of the impact of shifting in dietary pattern and one of the concern wasprotein source foods consumption. In order to faced the problem, Indonesiangovernment has been released Pedoman Gizi Seimbang PGS as nutritionguidlines. One of the message in PGS was to consume protein source foods.Therefore, factors related to protein source foods consumption should be known.Several studies were pointed out studies on food selection in quantitativeapproached and some of qualitative approached. However, qualitative studyfocused on exploring factors related to protein source foods consumption amongIndonesian adults in Jakarta are still limited. This qualitative study aims to explorefactors related to protein source foods consumption among Indonesian adults inJakarta. This study conducted started from August 2017 until May 2018 and part ofSCRIPT study. A total of 16 adults who were living in Jakarta participated in indepthinterview and was chosen by purposive and snowball sampling. FGD andkey informants interview including food historian, head of household, and foodseller were performed as data triangulation. All the recordings were transcribedverbatiim and double checking were done. Data coding and emerging themes fromtranscript verbatiim was done using Dedoose App. There were 4 themes emergedfrom this study which were the knowledge on eating protein source foods perception on eating protein source foods protein source foods consumptionamong adults in Jakarta and factors related to protein source foods consumption.However, factors related to protein source foods consumption were tradition,norms, and belief sensory appeal preferences experience safety and healthyconsideration cooking skills family rsquo s habit and preferences role and responsiblityin food procurement food availability and accessibility and source of informations.This findings encouraged Ministry of Health, Indonesian FDA, and healthprofessionals to promote how to choose healthy and safety foods especially proteinsourcefoods by doing enggangement with communities and using social media orinteractive platform. Besides, this findings were also recommend Ministry ofFisheries and Marine and Ministry of Agriculture to provide halal, safety, and freshprotein source foods."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Eristiana
"Latar Belakang: Malnutrisi merupakan salah satu predikor luaran pengobatan yang buruk. Indeks masa tubuh (IMT) kurang 18,5 kg/m2 dan ketidakcukupan peningkatan berat badan saat pengobatan berkaitan dengan peningkatan risiko kegagalan pengobatan kematian dan kekambuhan TB. Intervensi gizi tinggi energi dan protein dapat memperbaiki malnutrisi sehingga memperbaiki imunitas, kekuatan otot dan mempercepat konversi.
Metode: Penelitian ini merupakan open label non-randomised clinical trial dan merupakan merupakan uji pendahuluan. Penelitian ini dilakukan di poliklinik MDR RSUP Persahabatan periode April-Desember 2022 pada pasien TB resistan obat (RO) yang mengalami malnutrisi. Kelompok intervensi mendapatkan edukasi gizi dan suplementasi nutrisi oral tinggi energi dan protein (705 kkal dan 31 gram per hari) selama 60 hari sedangkan kelompok kontrol hanya mendapat edukasi gizi selanjutnya dievaluasi perubahan berat badan, waktu koversi, perubahan keluhan dan parameter hematologi.
Hasil: Didapatkan 36 pasien kelompok intervensi dan 34 pasien kontrol. Pemberian suplementasi nutrisi meningkatkan asupan energi total dan protein harian [2012 vs 1596 kkal, p<0,001; 79 vs 58gram, p<0,001] dan meningkatkan berat badan ≥5% pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol [OR:14,518 95%IK (3,778-55,794), p<0,001]. Kelompok intervensi (86,1%) mengalami waktu konversi pada bulan ke-2 dibandingkan kelompok kontrol 70,6% (p<0,114). Perbaikan keluhan batuk dan sesak napas pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol [p<0,001 (batuk) dan p<0,001 (sesak)]. Terdapat perbedaan penurunan kadar protein total dan globulin pada kedua kelompok [p:0,038 (protein total) dan p:0,02 (globulin)] pascaintervensi. Protein total dan globulin merupakan reaktan fase akut sebagai petanda inflamasi dan berguna untuk evaluasi respons pengobatan TB dan intervensi nutrisi. Hasil analisis multivariat mendapatkan bahwa pasien dengan penurunan berat badan derajat sedang-berat sebelum pengobatan TB RO akan memiliki kenaikan berat badan ≥5% [aOR: 4,701 95%IK (1,334-16,569), p<0,001], sedangkan pasien yg memiliki keluhan sesak saat aktivitas sebelum pengobatan akan memiliki kesulitan naik berat badan ≥5% setelah dua bulan pengobatan [aOR:0,168 95%IK (0.043-0.797), p:0,074].
Kesimpulan: Intervensi gizi pada pasien TB RO dengan malnutrisi merupakan pendekataan terbaru untuk membantu keberhasilan pengobatan.

Background: Malnutrition is a predictor of poor treatment outcomes. Body mass index (BMI) less than 18.5 kg/m2 and inadequate weight gain during treatment are associated with an increased risk of treatment failure, death and recurrence. Nutritional intervention with high energy and protein can correct malnutrition thereby improving immunity, muscle strength and accelerating conversion.
Methods: This study is an open clinical trial design and is a preliminary test. This research was conducted at the MDR polyclinic at Persahabatan Hospital through the April-December 2022 of malnourished drug resistance (DR)-TB patients. The intervention group received nutriotion education and high energy and protein oral nutritional supplementation (705 kcal and 31gr per day) for 60 days while the control group only received education. This study is to evaluate body weight, conversion time rate, changes in complaints and hematological parameters.
Results: There were 36 patients in the intervention group and 34 control patients. Providing nutritional supplementation increased total energy and daily protein intake [2012 vs 1596 kcal p<0.001; 79 vs 58 gr, p<0.001] and increased body weight ≥5% in the intervention group compared to the control [OR:14.518 95% CI (3.778-55.794), p<0.001]. The intervention group (86.1%) experienced conversion time in the 2nd month compared to the control group 70.6% (p<0.114). Improvements in complaints of cough and shortness of breath in the intervention group compared to controls (p<0.001 and p<0.001). There were differences in the decrease in total protein and globulin levels in the two groups (p:0.038 and p:0.02) after the intervention. Total protein and globulin are acute phase reactants as markers of inflammation and are useful for evaluating response to treatment. The results of the multivariate analysis found that patients with moderate-to-severe weight loss before DR-TB treatment would have a weight gain of ≥5% [aOR: 4.701 95% CI (1.334-16.569), p<0.001], whereas patients who had shortness of breath when active before treatment will have difficulty gaining weight ≥5% after two months of treatment [aOR:0.168 95% CI (0.043-0.797), p:0.074].
Conclusion: Nutritional intervention in malnourished DR-TB RO is the latest approach to assist in successful treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Kurniasih
"Stunting masih menjadi salah satu persoalan yang dihadapi oleh negara-negara di dunia. Dampak dari stunting sendiri cukup serius. Dalam jangka pendek, anak-anak dengan stunting akan rentan terkena penyakit dan jangka panjang akan mengalami gangguan perkembangan otak secara permanen. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya percepatan penurunan stunting di Indoesia, diantaranya dengan mengalokasikan dana transfer ke daerah (TKD) untuk stunting mulai dari tahun 2019. TKD untuk stunting terdiri dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, DAK non fisik dan dana desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari DAK untuk stunting terhadap prevalensi stunting. Penelitian ini menggunakan data panel stunting tahun 2021 dan 2022 pada 514 kab/kota. Sedangkan untuk DAK fisik dan non fisik untuk stunting menggunakan data tahun 2019, 2020 dan 2021, dengan asumsi dampak dari DAK untuk stunting belum dapat dirasakan di tahun yang sama. Metode penelitian menggunakan model panel fixed effect robust dan regresi linear robust. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAK Fisik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prevalensi stunting sedangkan DAK non fisik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan prevalensi stunting, namun besaran dampaknya semakin menurun dalam jangka panjang. Variabel kontrol yang mempengaruhi stunting adalah PDRB perkapita, tingkat kemiskinan dan rata-rata lama sekolah perempuan.

Stunting is still one of the problems faced by countries in the world. The impact of stunting itself is quite serious. In the short term, children with stunting will be vulnerable to disease and in the long term they will experience permanent brain development disorders. The Indonesian government has made efforts to accelerate the reduction of stunting in Indonesia, including by allocating regional transfer funds (TKD) for stunting starting in 2019. TKD for stunting consists of physical Special Allocation Funds (DAK), non-physical DAK and village funds. This study aims to determine the impact of DAK for stunting on the prevalence of stunting. This study uses stunting panel data for 2021 and 2022 in 514 districts/cities. Meanwhile, physical and non-physical DAK for stunting uses data for 2019, 2020 and 2021, assuming that the impact of the DAK for stunting cannot be felt in the same year. The research method uses a robust fixed effect panel model and robust linear regression. The results showed that physical DAK had no significant effect on stunting prevalence, while non-physical DAK had a significant effect on reducing the prevalence of stunting with the magnitude of the impact decreases in the long term. The control variables that affect stunting are GRDP per capita, poverty level and the average number of years of schooling for women."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Azizahra Syafruddin
"Underweight atau berat badan kurang adalah berat badan yang terlalu rendah untuk anak normal yang sehat1. Underweight masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di Indonesia. Prevalensi underweight di Kabupaten Lebak tahun 2018, mencapai angka 18.61% dimana angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional (17.7%) dan Provinsi Banten (16.22%). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian underweight pada balita di Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak pada tahun 2020. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang dilakukan dengan menggunakan data primer dari penelitian “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan pada Balita di Desa Karangkamulyan Kecamatan Cihara Kabupaten Lebak Tahun 2020”. Sampel penelitian ini adalah 208 balita usia 24-59 bulan di Desa Karangkamulyan. Analisis data univariat dan bivariat berupa uji Chi-square dilakukan menggunakan aplikasi SPSS versi 22. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa balita usia 24-59 bulan di Desa Karangkamulyan mengalami kejadian underweight sebanyak 10.6%. Selanjutnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian underweight pada balita, diantaranya: usia balita (p-value =0,000), riwayat penyakit ISPA (p-value =0,003), asupan protein (p-value =0,044), dan kebiasaan konsumsi protein nabati (p-value =0,006).

Underweight is a body weight that is too low for a normal healthy child1. Being underweight is still a significant health problem in Indonesia. The prevalence of underweight in Lebak Regency in 2018, reached 18.61%, which is higher than the national prevalence rate (17.7%) and Banten Province (16.22%). 2. This study aimed to determine the factors associated with the incidence of underweight in children under five in Karangkamulyan Village, Cihara District, Lebak Regency in 2020. This study used a cross-sectional design which was carried out by analyzing primary data from the study “Factors that Related to the Incidence of Helminthiasis in Toddlers in Karangkamulyan Village, Cihara District, Lebak Sub-disctrict in 2020”. The sample of this study was 208 children aged 24-59 months in Karangkamulyan Village. Univariate and bivariate data analysis was conducted by using SPSS version 22 application. Study results showed that 10.6% of children of Karangkamulyan Village have an incidence of underweight. Also, this study showed that four variables were significantly associated with the age of children (p-value =0,000), history of upper respiratory tract infection (p-value =0,003), protein intake (p-value =0,044), and plant protein (p-value =0,006)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Consistania Ribuan
"Metastasis sistem saraf pusat (SSP) pada otak maupun spinal terjadi pada 10-40% pasien kanker. Metastasis SSP memiliki kesempatan yang sama untuk menyebabkan malnutrisi akibat gejala neurologis yang terjadi mamupun efek sistemik karena kanker. Malnutrisi berkaitan dengan sistem imun. Rasio neutrofil limfosit (RNL) dapat digunakan untuk menentukan prognosis. Kriteria malnutrisi berdasarkan Global Leadership Initiative on Malnutrition (GLIM) lebih sensitif untuk menegakkan malnutrisi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara malnutrisi menurut kriteria GLIM dengan RNL pada metastasis SSP. Studi merupakan studi potong lintang pada pasien kanker metastasis SSP di RSCM. Terdapat 62 pasien mengalami metastasis SSP. Mayoritas subjek metastasis otak (60,3%) dan perempuan (61,3%), dengan rerata usia 46 tahun. Tumor primer tersering adalah payudara (24,1%), kepala leher (17,7%), paru dan saluran cerna (masing-masing 11,2%). Prevalens malnutrisi serupa pada metastasis otak (76,3%) dan spinal (70,8%). Mayoritas subjek dengan defisit neurologis seperti disfagia, nyeri kepala, nyeri kanker, kelemahan anggota gerak, dan gangguan otonom mengalami malnutrisi. Median RNL 7,09 (0,97–35,59). Rerata RNL secara signifikan lebih tinggi pada kelompok yang mengalami malnutrisi (p=0,002). Perbedaan rerata pada dua kelompok adalah 4,70 dengan KI95% (1,2-8,2). Malnutrisi berhubungan dengan RNL, subjek yang mengalami malnutrisi memiliki NLR yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak malnutrisi.

Central nervous system (CNS) metastases to the brain or spine occur in 10-40% of cancer patients. CNS metastases have an equal chance of causing malnutrition due to neurological symptoms and systemic effects due to cancer. Malnutrition is related to the immune system. Neutrophil lymphocyte ratio (RNL) can be used to determine prognosis. Malnutrition criteria based on Global Leadership Initiative on Malnutrition (GLIM) are more sensitive for establishing malnutrition. This study aims to determine the relationship between malnutrition according to GLIM and RNL in CNS metastases. This is a cross-sectional study of CNS metastatic cancer patients at RSCM. There were 62 patients experiencing CNS metastases. Most of the subjects had brain metastases (60.3%), female (61.3%), with an average age of 46 years. The most common primary tumors were breast (24.1%), head and neck (17.7%), lung and gastrointestinal tract (11.2% each). The prevalence of malnutrition was similar in brain (76.3%) and spine (70.8%) metastases. Most subjects experienced neurological deficits. Median RNL 7.09 (0.97–35.59). The mean RNL was significantly higher in the malnourished group (p=0.002) with the mean difference 4.70 with KI95% (1.2-8.2).Malnutrition is related to RNL, subjects who experience malnutrition have a higher NLR compared to those who are not malnourished."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hira Fitriani Aisyah
"Latar Belakang. Stunting adalah deficit pertumbuhan pada anak yang bisa diperkecil dengan melakukan usaha intervensi pada lingkungannya sebelum usia anak melebihi dua tahun, jika melebihi usia tersebut kegagalan pertumbuhan linier tidak bisa diubah. Konsekuensi dari kejadian stunting adalah kematian, rendahnya kemampuan kognitif, rendahnya tinggi badan saat dewasa, meningkatkan resiko penyakit kronis, menurunkan kesehatan reproduksi, menurunkan produktivitas kerja. Pola asuh merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Perilaku ibu dalam mengasuh balitanya memiliki kaitan yang erat dengan kejadian stunting pada balita. Salah satu penyebab ibu tidak dapat mengasuh balitanya dengan baik adalah ketika ibu memiliki pekerjaan, dan meningkatnya peran sosial ekonomi wanita pada saat ini. Wilayah Jakarta Timur menduduki posisi lokai fokus stunting, salah satunya di Kelurahan Tengah. Diketahui sebagian besar pekerjaan ibu di Kelurahan Tengah sebagai pengupas bawang. Berdasarkan operasi timbang dan pengolahan data pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada Februari 2019 di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, diketahui prevalensi stunting pada enam posyandu di dua RW terpilih mencapai angka 25,9%.
Tujuan. Mengetahui Perbandingan Pola Asuh Ibu Pekerja Pengupas Bawang Dengan Balita Stunting Dan Tidak Stunting Di Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati Tahun 2020.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam secara daring. Penelitian di lakukan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati. Sampel dipilih secara purposive sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi dengan informan utama yang memiliki balita stunting dan tidak stunting usia 24-59 bulan, informan keluarga dan informan kunci terdiri dari, Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Tengah dan kader posyandu.
Hasil. Hasil penelitian terhadap informan utama dengan balita stunting menunjukkan bahwa sebagian besar ibu berpendidikan rendah, memiliki suami dengan pekerjaan non-formal, tidak memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya, memberikan makan dengan frekuensi yang kurang, variasi makanan tidak beragam karena anak banyak diberikan jajanan, dukungan psikososial yang rendah serta rendahnya partisipasi ke posyandu.
Kesimpulan. Terdapat perbedaan antara pola asuh ibu pekerja pengupas bawang dengan balita stunting dan ibu pekerja pengupas bawang dengan balita tidak stunting.

Background. Stunting is a growth deficit in children which can be reduced by doing some interventions in the environment before the child is more than two years old, if it goes beyond that age the growth failure cannot be changed. The consequences of the occurrence of stunting are death, low cognitive ability, low height in adulthood, increasing the risk of chronic diseases, reducing reproductive health, and decreasing work productivity. Parenting is a factor that affects the growth and development of children under five years old. Mother's caring behavior for her toddler has a close relationship with the incidence of stunting in toddlers. One of the reasons is because the mothers couldn’t take a good care of their toddlers when they’re doing their jobs, and the increasing socioeconomic role of women at this time. East Jakarta region has become the main location of stunting, one of them is in Karang Tengah Village. It is known that most of Karang Tengah Village’s mothers work as an onion peeler. Based on the weighing and preliminary data which carried out by researchers in February 2019 in the working area of ​​Puskesmas Karang Tengah, Kramat Jati District, it is known that the prevalence of stunting in 6 posyandu in the two selected RWs reached 25.9%.
Goal. Knowing the comparison of mother's parenting patterns of onion peeling workers with stunting toddlers and non-stunting toddlers in tengah village, kramat jati sub-district in 2020
Method. This research is a qualitative research, with case-study approach, and data collection techniques carried out through in-depth online interviews. The study was conducted in the working area of the Puskesmas Karang Tengah, Kramat Jati District. The sample was selected by purposive sampling, based on the inclusion and exclusion criteria which the main informant having stunting and not stunting toddlers aged 24-59 months, family informants and key informants consisting of Nutrition Workers in the Puskesmas Karang Tengah and Posyandu cadres.
Result. The results of research on key informants with stunting toddlers show that most mothers have low education, have husbands with non-formal jobs, and didn’t give exclusive breastfeeding to their children, provide food with less frequency, food variations are not varied because children are given a lot of snacks, psychosocial support low and low participation in Posyandu.
Conclusion. There is a difference between the parenting pattern of onion peeler workers with stunting toddlers and the parenting pattern of onion peeler workers with non-stunting toddlers
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafi Ahmad Arkan
"Latar Belakang : Stunting merupakan salah satu manifestasi dari malnutrisi kronis yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih rendah dari standar tinggi badan untuk usia individu tersebut. Salah satu faktor penyebab stunting adalah kurangnya asupan nutrisi. Kurangnya asupan nutrisi dapat menyebabkan berkurangnya kadar Hb dan IGF-1. Berkurangnya asupan nutrisi juga dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan gigi yang dapat mempengaruhi watu erupsi gigi. Perlu dilakukan analisis untuk melihat hubungan antara stunting dengan kadar Hb, IGF-1, dan erupsi gigi. Tujuan : Menganalisis hubungan antara kadar Hb, IGF-1, dan erupsi gigi dengan kondisi stunting. Metode : Penelusuran literatur dilakukan dengan menggunakan pedoman Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA) pada tiga electronic database, yaitu : PubMed, EBSCO, dan SCOPUS. Kualitas dari literatur dinilai menggunakan QUADAS-2 tool. Hasil : Terdapat 27 artikel yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. 19 artikel menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar Hb dengan stunting, dimana anak dengan kondisi stunting lebih memungkinkan untuk memiliki kadar Hb yang rendah (anemia). 4 artikel menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar IGF-1 dengan stunting, dimana anak dengan kondisi stunting memiliki kadar IGF-1 yang lebih rendah dibandingkan dengan anak non-stunting. 3 artikel menyatakan bahwa terdapat hubungan antara stunting dengan erupsi gigi, dimana anak dengan kondisi stunting mengalami keterlambatan erupsi gigi. 1 artikel menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara stunting dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi. Kesimpulan : Terdapat korelasi positif antara stunting dengan kadar Hb dan IGF-1. Korelasi antara stunting dengan erupsi gigi belum dapat ditentukan dengan pasti

Background : Stunting is a manifestation of chronic malnutrition which is characterized by a lower height than the individual's age standard. One of the primary cause of stunting is the lack of nutritional intake. Lack of nutritional intake can cause reduced Hb and IGF-1 levels. Lack of nutritional intake can also interfere with the process of growth and development of the teeth which can affect the timing of tooth eruption. An analysis is needed to see the relationship between stunting and levels of Hb, IGF-1, and the timing of tooth eruption. Objective : To analyze the relationship between Hb levels, IGF-1 levels, and the timing of tooth eruption with stunting. Method : Literature research was carried out using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA) guidelines on three electronic databases, namely: PubMed, EBSCO, and SCOPUS. The quality of the literature was assessed using the QUADAS-2 tool. Results : There are 27 articles that were selected based on predetermined inclusion and exclusion criteria. 19 articles state that there is a relationship between Hb levels and stunting, where stunted children are more likely to have low Hb levels (anemia). 4 article states that there is a relationship between IGF-1 levels and stunting, where stunted children have lower IGF-1 levels compared to non-stunted children. 3 The article states that there is a relationship between stunting and tooth eruption, where stunted children experience delays in tooth eruption. 1 article states that there is no relationship between stunting and dental growth and development Conclusion : There is a positive correlation between stunting and Hb and IGF-1 levels. The correlation between stunting and tooth eruption cannot be determined with certainty."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Maria Olviani Ndede
"Mendeteksi risiko kejadian malnutrisi didapat dirumah sakit pada anak dapat dilakukan dengan menggunakan alat penilaian nutrisi yang dilakukan selama masa rawat anak di rumah sakit. Salah satu alat penilaian yang telah dihasilkan berupa Alarm Malnutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji nilai sensitivitas dan spesifisitas alat penilaian Alarm Malnutrisi dalam mendeteksi risiko kejadian malnutrisi didapat di rumah sakit yang dibandingkan dengan alat penilaian Screening Tool for the Risk on Nutritional status and Growth (STRONGKids). Penelitian dengan desain Cross Sectional ini melibatkan 168 anak yang dirawat di rumah sakit berusia 1 bulan hingga 18 tahun. Analisis data menggunakan pendekatan penelitian diagnostik yang menghasilkan nilai uji sensitivitas dan uji spesifisitas. Hasil uji statistik menunjukan nilai uji sensitivitas dan uji spesifisitas Alarm Malnutrisi masing-masing sebesar 32,2% dan 81,6%. Hasil ini dinilai tidak begitu baik dibandingkan alat penilaian STRONGKids yang sebelumnya telah dipakai di rumah sakit. Alarm Malnutrisi masih perlu dikembangkan dan diperbaiki kembali untuk penyempurnaan sehingga dapat dipakai dengan baik dalam menilai risiko malnutrisi didapat di rumah sakit.

Detecting the risks for hospital-acquired malnutrition in children can be performed by using nutritional screening tools. One of the screening tools that has been created is Alarm Malnutrition. This study aimed to test the sensitivity and specificity of Alarm Malnutrition in detecting the risks for hospital-acquired malnutrition in comparison to Screening Tool for the Risk On Nutritional status and Growth (STRONGkids). This study employed cross sectional design and involved 168 hospitalized children (1 month to 18 years) at pediatric ward . The data were analyzed using diagnostic approach which resulted in sensitivity and specificity values. The statistical tests showed that the sensitivity and specificity values of Alarm Malnutrition were 32,2% and 81,6% respectively meanwhile the values of STRONGKids. These results indicated that this screening tool was not better than STRONGkids which has been previously used in the hospitals. Alarm Malnutrition needs to be developed and improved in order to achieve better performance in detecting the risks for hospital-acquired malnutrition."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Kurnia
"Latar belakang: Malnutrisi rumah sakit (MRS) adalah penurunan berat badan selama perawatan di rumah sakit. MRS diketahui memperpanjang lama rawat, meningkatkan morbitas dan mortalitas, namun faktor-faktor yang berasosiasi dengan terjadinya MRS pada pasien bedah anak, masih belum diketahui.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian MRS pada pasien bedah anak, dan mengetahui faktor-faktor yang berasosiasi dengan terjadinya MRS. Dilakukan pengamatan terhadap 50 pasien bedah anak yang dirawat di ruang rawat BCh RSUPN dr. Cipto Mangukusumo Jakarta selama Juli-Desember 2015. Data usia, jenis penyakit, status gizi awal, jenis perawatan, lama puasa, lama operasi, lama rawat, dan jenis operasi dicatat. Dilakukan analisis untuk mencari asosiasi antara variabel-variabel tersebut dengan MRS.
Hasil penelitian: Didapatkan angka kejadian MRS sebesar 40%. Dari variabel kategorik (usia, jenis perawatan, jenis diagnosis, status gizi awal dan jenis operasi) hanya jenis operasi yang berasosiasi dengan MRS (p = 0,013). Sedangkan antara variabel numerik (lama puasa, lama operasi, lama rawat) hanya lama rawat pascaoperasi yang berasosiasi dengan MRS (p = 0,009).
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa beban tindakan operatif berasosiasi dengan angka kejadian MRS, MRS berasosiasi dengan peningkatan masa rawat pascapembedahan.

Background: Hospital malnutrition is defined as weight loss during hospitalization. Hospital malnutrition is known to increase length of stay, mortality and morbidity, however the factors associated with the development of hospital malnutrition, especially in pediatric surgery patient population, has not been clearly recognized.
Method: This study was done to evaluate the occurence of hospital malnutrition in pediatric surgery population and to identify the factors associated with hospital malnutrition. Primary data was gathered from 50 pediatric surgery patients hospitalized in BCh ward of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital (CMNGH) within July-December 2015. Data on age, diagnoses, nutrition status at admission, whether any procedure was done during hospital stay, fasting duration, operation duration, length of stay and classification of surgical procedure done were compiled. Analysis was done to identify the association between these variables and hospital malnutrition.
Result: The occurence of hospital malnutrition among pediatric surgery population in 2015 was 40%. Among the categorical variables (age, diagnoses, nutrition status at admission, whether any procedure was done during hospital stay, classification of surgical procedure) only the classification of surgical procedure was found to be significantly associated with hospital malnutrition (p = 0,013). Meanwhile, among the numerical variables (fasting duration, operation duration, length of stay) only postoperative length of stay was associated with hospital malnutrition (p = 0,009).
Conclusion: It can be inferred that the burden of surgery is associated with hospital malnutrition, and in turn hospital malnutrition is associated with increased postoperative length of stay.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Rabbaniyah
"Pada tahun 2015 terdapat 71 kasus gizi buruk yang terjadi di Kota Bogor. Pada tahun 2016 menurun menjadi 65 kasus gizi buruk dan terdapat 522 kasus balita dibawah garis merah (BGM). Pada tahun 2017 kasus gizi buruk di Kota Bogor 63 kasus, tetapi pada kasus balita dibawah garis merah menurun menjadi 370 kasus. Anggaran kesehatan Kota Bogor mengalami penurunan dari tahun 2015-2017. Anggaran kesehatan Kota Bogor terus menurun dari tahun 2015 hingga tahun 2017.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pembiayaan program perbaikan gizi bersumber publik di Kota Bogor pada tahun 2015-2017.
Pada penelitian ini dilakukan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan menggunakan metode crossectional yaitu dengan cara membandingkan besaran pembiayaan kesehatan program perbaikan gizi di Kota Bogor pada tahun 2015-2017 dengan pendekatan District Health Account (DHA).
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa biaya untuk program perbaikan gizi di Kota Bogor meningkat setiap tahunnya, sumber pembiayaan paling besar berasal dari APBD Kota Bogor. Berdasarkan analisis seluruh dimensi biaya program perbaikan gizi di Kota Bogor paling besar digunakan untuk kegiatan pemberian PMT.

In 2016 decreased to 65 cases of malnutrition and there were 522 cases of children under five under the red line (BGM). In 2017 cases of malnutrition in Bogor City 63 cases, but in ix cases of children under five under the red line decreased to 370 cases. Bogor City's health budget has decreased from 2015-2017. Bogor City health budget continues to decline from 2015 to 2017.
The purpose of this study is to analyze the financing of publicly sourced nutrition improvement programs in Bogor City in 2015-2017.
In this study a quantitative descriptive approach was conducted using a cross-sectional method by comparing the amount of health financing for nutrition improvement programs in Bogor City in 2015-2017 with the District Health Account (DHA) approach.
The results of this study found that the cost for nutrition improvement programs in Bogor City increased every year, the largest source of funding came from the Bogor City Budget. Based on the analysis of all dimensions of the cost of nutrition improvement programs in the city of Bogor, the largest is used for PMT giving activities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T54959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>