Ditemukan 63529 dokumen yang sesuai dengan query
Aprilia Milasari
"
ABSTRAKHak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamaan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. Kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kredirtor-kreditor yang lain. Dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung mengenai penyitaan harta benda korporasi dimana harta benda korporasi yang melakukan tindak pidana dapat disita jika korporasi tidak membayar denda maka akan terjadi benturan dengan konsekuensi Hak Tanggungan apabila obek yang disita merupakan objek Hak Tanggungan. Dalam hal terjadi penyitaan harta benda korporasi, sebagai upaya mencapai harmonisasi antara satu perturan dengan peraturan yang lain serta untuk mencapai kepastian hukum digunakan asas lex superior de rogat legi generali.
ABSTRACTMortgage rights give prominent position to certain reditor toward other creditor. Mortgage rights holders have the right to sell the land which is a collateral through public auction by having bigger rightfull authority than other creditors. In the manner of Supreme Court regulations concerning the confiscation of corporation 39 s properties, where the corporation commit criminal act and not paying fines that caused properties confiscation, Therefore it will collide with the consequences of mortgage rights, if the confiscation object is mortgage rights. Within the matter of corporation 39 s properties confiscation, as means of attaining harmonization between one reguation towards others, as well as attaining legal security by using lex superior de rogat legi generali principle."
2018
T51332
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Caroline Syah
"Globalisasi mendorong perkembangan ekonomi yang sangat pesat sehingga diperlukan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi, khususnya bagi lembaga pemberi piutang seperti bank dan lembaga keuangan lainnya, untuk menjamin kembalinya haknya. Untuk kegiatan tersebut diperlukan adanya jaminan yang memiliki kepastian hukum, baik bagi pemegang hak atas tanah sebagai pemberi hak tanggungan maupun kreditur sebagai pemegang hak tanggungan yang nantinya akan memperoleh kedudukan yang diutamakan atau mendahului (droit de preference). Namun dalam prakteknya banyak kasus-kasus pelanggaran baik yang dilakukan oleh pemberi hak tanggungan, pemegang hak tanggungan maupun oleh PPAT yang lalai memenuhi prosedur pembebanan hak tanggungan yang menyebabkan Akta Pemberian Hak Tanggungan menjadi tidak sah dan cacat hukum. Oleh karena itu diperlukan kepastian hukum lebih lanjut agar terjaminnya perlindungan hukum bagi para pihak. Permasalahan menarik untuk diangkat dalam tesis ini adalah mengenai perlindungan hukum bagi pemberi hak tanggungan, pemegang hak tanggungan dan pihak ketiga dalam kaitannya dengan keabsahan Akta Pemberian Hak Tanggungan dengan menganalisis putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1910 K/Pdt/2005.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk dapat mengetahui bagaimanakah proses pembuatan APHT agar menjadi sah dan tidak memiliki cacat hukum, solusi yang dapat ditempuh oleh kreditur apabila APHT menjadi batal, dan apa saja hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya hak tanggungan bila dikaitkan dengan perlindungan hukum bagi kreditur. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, data yang diperlukan adalah data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian analisis data dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi pemberi hak tanggungan, pemegang hak tanggungan dan pihak ketiga agar proses pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) menjadi sah dan tidak memiliki cacat hukum adalah melalui proses pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana telah ditentukan dalam UUHT, yaitu memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas.
Globalization of economic growth is very rapid so that the necessary legal certainty for economic institutions, especially for lending institutions such as bank accounts and other financial institutions, to guarantee the return of their rights. For these activities it is necessary to guarantee the legal certainty, both for the holders of land rights as well as provider of mortgage lenders as mortgage holders who will acquire the preferred position or precede (droit de preference). However, in practice many cases of violations committed by both mortgage providers, mortgage holder or by a failure to fulfill the procedures PPAT mortgages that led to the imposition of Granting Mortgage Deed becomes invalid and legally flawed. Therefore we need more legal certainty in order to guarantee legal protection for the parties. Interesting issues to be highlighted in this thesis is about giving legal protection for mortgages, mortgage holders and third parties in connection with the provision of the Deed of Mortgage legality by analyzing the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 1910 K/Pdt/2005. The purpose of this thesis is to be able to know how the process of making APHT to be valid and have no legal disability, the solution can be reached by creditors if APHT be canceled, and what are the things that can lead to the abolishment of mortgage when associated with legal protection for creditors. Writing of this thesis research methods literature, the data required is secondary data. Based on the results of data analysis can be concluded that the legal protection for mortgage providers, mortgage holders and third parties so that the process of making provision of the Deed of Mortgage (APHT) to be valid and have no legal disability is through the process of loading Mortgage as defined in UUHT, specialties that meet the principle and the principle of publicity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30014
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Hesti Aprilia E.P
"
ABSTRAK Tesis ini mengenai peraturan yang mengatur tentang eksekusi atas objek hak tanggungan melalui Parate Eksekusi, yang merupakan eksekusi langsung yang dilakukan oleh kreditur atau pemegang hak tanggungan atas objek hak tanggungan tanpa adanya fiat atau izin dari pengadilan. Sehingga terdapatlah permasalahan bagaimana prosedur tentang parate eksekusi yang berkaitan dengan objek Hak Tanggungan serta pelaksanaannya di dalam praktek perbankan, dan dimana hal tersebut telah diatur. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, skunder dan tertier. Kemudian bahan hukum itu dideskriptikan dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Sehingga menghasilkan data deskriptip analitis dan diperoleh data yang lebih terstruktur guna menjawab pemasalahan yang telah dirumuskan untuk kemudian didapatkan kesimpulan dan saran apabila masih ada yang perlu diperbaiki. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa parate eksekusi sudah diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan pasal 6, dan juga tercantum dalam dan di APHT (Akta Pembebanan Hak Tanggungan), sehingga lembaga parate eksekusi akan lebih mengikat. Prosedur dan pelaksanaan parate eksekusi itu sendiri harus dengan pelelangan umum yang pelaksanaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Dan untuk menyelesaikan konflik-konflik tersebut, undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan hal tersebut haruslah menjadi acuan pertama sebagai dasar dari penyelesaian permasalahan yang sedang terjadi.
ABSTRACT This thesis deals with the rules governing the execution of objects of mortgages through Parate Execution, which is a direct execution carried out by the creditor or the holder of mortgage rights on the object of mortgages without the existence of fiat or permission from the court. So that there are problems how the procedure regarding the execution of parate relating to the object of Underwriting Rights and its implementation in banking practice, and where it has been regulated. The research method used is normative juridical research using the legal approach and case approach. Legal materials used are primary, secondary and tertiary legal materials. Then the legal material is described and analyzed with a qualitative approach. So as to produce analytical descriptive data and obtain more structured data in order to answer the problems that have been formulated for conclusions and suggestions to be obtained if there are still things that need to be corrected. Based on the results of the study, it can be concluded that the execution parate is regulated in Article 6 of the Underwriting Rights Act, and is also listed in and in the APHT (Underwriting Deed), so that the parate execution institution will be more binding. The procedure and implementation of the parate execution itself must be carried out in a public auction in accordance with applicable regulations, in this case regulated in the Minister of Finance Regulation (PMK) number 27 / PMK.06 / 2016 concerning the Auction Implementation Guidelines. And to resolve these conflicts, the laws and regulations relating to them must be the first reference as a basis for resolving the ongoing problems.
Keywords : Parate Execution, Execution of Mortgage Rights, Mortgage Rights
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52153
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rafiqa Humaira Bawarith
"Penerapan prinsip kehati-hatian bank dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah sangat penting diterapkan, salah satunya dengan mengadakan jaminan terhadap setiap pembiayaan yang diberikan. Guna menjamin pelunasan utang debitur seringkali tanah menjadi objek jaminan melalui pemberian Hak Tanggungan. Namun kenyataannya, masih terdapat Akta Jual Beli (AJB) yang belum dilakukan pelunasan tetapi telah dilakukan peralihan Hak Milik atau balik nama kepemilikan tanpa sepengetahuan pihak penjual tanah, yang kemudian oleh pembeli tanah tersebut dijadikan jaminan utang ke bank melalui pemberian Hak Tanggungan sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1787 K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini berkaitan dengan mitigasi risiko bank terhadap pembatalan pemasangan Hak Tanggungan akibat peralihan Hak Milik atas tanah yang tidak sah. Untuk dapat memberikan penjelasan terkait permasalahan utama tersebut maka dianalis pula mengenai penerapan prinsip kehati-hatian oleh bank dalam pemberian pembiayaan. Selain itu dianalisis pula terkait pengaturan dan sanksi terhadap debitur yang tidak beritikad baik. Data sekunder pada penelitian dokrinal ini diperoleh melalui studi dokumen berupa bahan-bahan hukum serta diperkuat dengan wawancara narasumber terkait untuk kemudian dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan hasil penelitian menjelaskan bahwa Hak Tanggungan merupakan salah satu bentuk upaya preventif dalam mencegah tidak dilunasinya utang debitur dikemudian hari. akan tetapi Hak Tanggungan yang dijadikan jaminan harus terlebih dahulu dilakukan pengecekan fisik tanah oleh bank. Untuk menghindari timbulnya masalah atau risiko bank sebagai upaya penerapan prinsip kehati-hatian bank. Mitigasi risiko bank terhadap pembatalan pemasangan Hak Tanggungan dilakukan dengan mengadakan agunan pengganti yang sah milik debitur. Upaya hukum yang dilakukan bank terhadap debitur yang beritikad tidak baik dengan menuntut ganti rugi sebesar APHT yang telah disepakati.
The application of cautious banking principles in providing financing to customers is crucial, including securing collateral for every loan granted. To ensure debtor repayment, land often serves as collateral through Mortgage Rights. However, in practice, there are instances where a Deed of Sale. has not been settled but ownership has been transferred or renamed without the knowledge of the land seller. Subsequently, the land buyer uses it as loan collateral through Mortgage Rights to the bank, as found in the case of Supreme Court Decision Number 1787K/PDT/2022. The primary issue addressed in this study concerns the bank's risk mitigation against the cancellation of Mortgage Rights due to unauthorized land ownership transfers. To provide an explanation regarding this issue, the study also analyzes the application of cautious banking principles in financing. Furthermore, it examines the regulations and penalties for debtors acting in bad faith. Secondary data for this doctrinal study were obtained through document studies of legal materials, supported by qualitative analysis from interviews with relevant sources. The research findings conclude that Mortgage Rights represent a preventive measure against future debtor default. However, banks must physically inspect the collateral land before accepting it as security, thereby applying cautious banking principles to mitigate risks. Banks mitigate the risk of Mortgage Rights cancellation by establishing valid substitute collateral owned by the debtor. In cases where debtors act in bad faith, banks pursue legal action to claim damages equivalent to the agreed Property Sale and Purchase Deed."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Wa Ode Adhinda Putri Syara Lestari Syahbuddin
"Kerjasama antara bank dengan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menjadi hal yang biasa saat ini. Melalui akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT diharapkan dapat melindungi kepentingan bank dan nasabahnya. Namun kemudian muncul sejumlah persoalan di lapangan mengenai tanggung jawab Notaris/PPAT dalam melakukan pengikatan agunan yang berada diluar wilayah kerjanya. Apalagi ketika objek yang menjadi agunan kemudian hilang saat proses pendaftaran pembebanan hak tanggungan di kantor pertanahan. Riset ini membahas mengenai analisis tentang tanggung jawab Notaris/PPAT utamanya dalam kasus hilangnya sertipikat hak milik yang sedang dalam proses pendaftaran hak tanggungan yang diproses oleh Notaris/PPAT. Selain itu, juga membahas mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam hal terjadi kasus nyata dilapangan. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun data sekunder yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu tidak tepat jika Notaris/PPAT diminta untuk bertanggungjawab terkait sertipikat yang menjadi objek hak tanggungan hilang saat proses pendaftaran hak tanggungan di kantor pertanahan, dikarenakan sertipikat tidak sedang berada dalam penguasaan Notaris/PPAT. Oleh karena itu, maka apabila putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa Notaris RR dan Bank M telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait sertipikat yang menjadi objek hak tanggungan hilang saat proses pendaftaran hak tanggungan menjadi tidak adil, sebab seharusnya Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa hilangnya sertipikat yang menjadi agunan sedang dalam penguasaan siapa.
Cooperation between banks and notaries/ Land Deed Officials (PPAT) is common nowadays. Through a deed made by a notary/PPAT, it is expected to protect the interests of the bank and its customers. However, several problems emerged in the field regarding the responsibilities of a notary/PPAT in binding collateral outside their working area. Especially when the object that became collateral is lost during the registration process for encumbrance of mortgages at the land office. This research aims to analyze the responsibilities of a notary/PPAT mainly in the case of the loss of a certificate of ownership that is in the process of registering mortgage rights which are processed by a notary/PPAT. This normative juridical research uses a statutory approach and a case approach. The secondary data obtained were then analyzed qualitatively. The results obtained from this study are not appropriate if the notary/PPAT is held accountable for the certificate which is the object of the mortgage is lost during the mortgage registration process at the land office because the certificate is not in the possession of the notary/PPAT. According to that reason, it is not appropriate for the Decision of the Board of Judges to establish that the Notary Public RR and the bank have committed an offense relating to the mortgage certificate lost during the mortgage procedure. Therefore, the judges must consider the explanations of other parties related to the loss of the certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Diah Warastuti
"Salah satu ciri hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang kuat adalah mudah dan pasti pe1aksanaan eksekusinya . UUHT memberikan 3 (tiga) pelaksanaan eksekusi bagi kreditur dalam rangka memperoleh pengembalian piutangnya apabila debitur cidera janJi, yaitu : Parate eksekusi; eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat hak tanggungan dan menjual objek hak tanggungan di bawah tangan. Dalam prakteknya saat ini berdasarkan SE . No. 23/PN/2000 tentang petunjuk pelaksanaan lelang hak tanggungan, kreditur telah dapat menggunakan lembaga parade eksekusi tanpa terlebih dahulu meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dan juga telah ada kepastian baik secara teori maupun dalam praktek dimana irah-irah "Demi Ke adilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" ditempatkan yaitu dalam sertipikat hak tanggungan. Dengan demikian berkaitan dengan kendala-kendala besar yang terjadi dalam rangka eksekusi hipotik, sedikit banyak telah dapat diatasi oleh UUHT, walaupun demikian masih banyak pula ditemui hambatan-hambatan dalam rangka eksekusi hak tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21000
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Edwin Rizaldy
"Hak tanggungan sebagai jaminan memberikan kepastian hukum bagi kreditur apabila debitur cidera janji, namun dalam kasus ini terjadi sita jaminan yang dilekatkan oleh pihak ketiga terhadap objek hak tanggungan tersebut yang menyebabkan adanya konflik antara para pihak. Permasalahan dalam tesis ini manakah di antara sita jaminan dan hak tanggungan yang memiliki kekuatan hukum apabila adanya cidera janji oleh debitur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berupa yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis, menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dari berbagai literatur, dengan menggunakan tiga kasus yang saling terikat. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Hak Tanggungan telah terdaftar terlebih dahulu dari Sita Jaminan. Dengan diletakannya Hak Tanggunan terlebih dahulu, maka Sita Jaminan yang diletakan setelahnya tidak mempunyai kekuatan hukum. Prosedur lelang telah mengikuti prosedur yang ditentukan, sehingga pembeli lelang yang beritikad baik haknya harus terlindungi.
Mortgage rights as collateral provide legal certainty for the creditor if the debtor is in default, however in this case study, there is a collateral confiscation attached by the third party to the object of the mortgage rights which causes a conflict between parties. This thesis's problem is which between the collateral confiscation and the mortgage rights that has legal rights in the event of a breach of contract by the debtor. This research uses a normative judicial method with a descriptive-analytical typology, using data collection tools in document studies from various works of literature, using three interrelated cases. Based on the research results that the Mortgage Rights have been registered in advance from collateral confiscation. By placing the Mortgage rights first, the Collateral Confiscation which is placed afterwards has no legal right. The auction procedure has followed the prescribed procedure to protect the auction buyer in good faith."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dyah Ayu Andini Permata Sari
"Pelaksanaan pelayanan Hak Tanggungan terintegrasi secara elektronik wajib dilaksanakan di seluruh Kantor Pertanahan sejak 8 Juli 2020. Adanya sistem layanan Hak Tanggungan terintegrasi secara elektronik, secara tidak langsung berdampak pada PPAT yang memiliki peran penting dalam pendaftaran Hak Tanggungan sehingga menimbulkan adanya suatu tanggung jawab. Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan secara elektronik, maka Akta Pemberian Hak Tanggungan dan dokumen lainnya dilakukan melalui sistem elektronik dan dalam bentuk dokumen elektronik. Permasalahan di dalam penelitian ini adalah pelayanan hak tanggungan secara elektronik di wilayah Kota Tangerang Provinsi Banten dan tanggung jawab PPAT dalam proses pendaftaran Hak Tanggungan secara elektronik. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Adapun analisis data yang digunakan secara kualitatif dengan tipe penelitian eksplanatoris yang bertujuan untuk menggambarkan atau menjelaskan lebih mendalam suatu gejala dan bersifat mempertegas hipotesa yang ada. Hasil analisis penelitian ini yaitu dalam hal penyampaian Akta Pemberian Hak Tanggungan berbentuk dokumen elektronik dan kelengkapan persyaratan kepada Kantor Pertanahan tetap menjadi tugas dari PPAT. Tanggung jawab PPAT dalam pendaftaran Hak Tanggungan secara elektronik mengakibatkan adanya suatu tanggung jawab khususnya berhubungan dengan tanggung jawab terhadap berkas dan dokumen yang diunggah dan yang disimpan oleh PPAT. Dalam hal ini PPAT harus selalu memperbaharui semua informasi mengenai regulasi Teknologi Informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas jabatannya sehari-hari serta harus berhati-hati dalam menjalankan jabatannya agar tidak terjadi masalah di kemudian hari.
The implementation of electronic integrated Mortgage services must be carried out in all Land Offices since July 8, 2020. The existence of an electronic integrated Mortgage Service system, indirectly impacts PPAT which has an important role in the registration of Mortgage Rights, giving rise to a responsibility. Mortgage registration is carried out electronically, so the Deed Granting Mortgage and other documents is carried out through the electronic system and in the form of electronic documents. The problem with this study is the electronic mortgage service in the Tangerang City area of Banten Province and the PPAT's responsibility in the electronic mortgage registration process. To answer these problems, a normative juridical legal research method with a statutory approach is used. The data analysis used qualitatively with the type of explanatory research which aims to describe or explain more deeply a symptom and is to reinforce the existing hypothesis. The results of the analysis of this study are that in terms of submitting the Deed Granting Mortgage in the form of an electronic document and the completeness of the requirements of the Land Office, it remains the task of the PPAT. PPAT's responsibility in registering Mortgage electronically results in a responsibility, especially in relation to the responsibility for files and documents uploaded and stored by PPAT. In this case, the PPAT must always update all information regarding Information Technology regulations related to the implementation of his daily duties and must be careful in carrying out his position so that problems do not occur in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Zefanius Fransisco
"Salah satu praktek dalam perbankan adalah adanya keberadaan jaminan/agunan di dalam melakukan perjanjian kredit. Dalam perkembangannya dalam melakukan pemberian kredit terdapat masalah saat ternyata agunan yang diberikan dalam proses perkreditan ternyata merupakan hasil dari tindak pidana yang menyebabkan terjadinya penyitaan untuk pengembalian kerugian negara. Penelitian ini mencoba menganalisis mengenai apakah penyitaan tersebut sesungguhnya dapat menghilangkan hak preferent maupun hak parate eksekusi yang dimiliki oleh bank sesaat setelah melakukan peletakan hak tanggungan terhadap asset yang dijadikan jaminan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder atau bahan pustaka. Dari penilitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
konsep hukumnya sendiri hak preferent dan hak parate eksekusi tidak dapat dirampas oleh negara karena adanya asas droit de suite dan droit de preferent, akan tetapi apabila terjadi perampasan yang dilakukan oleh negara maka hilanglah kedua hak tersebut karena walau dapat dimintakan kembali agunan tersebut tapi harus melawati proses yang panjang yang menghilangkan hak parate eksekusi maupun hak preferent. Maka dari itu penulis menyarankan seharusnya undang-undang lebih diperbaharui sehingga dapat lebih menjelaskan lagi mengenai agunan yang terbukti merupakan hasil tindak pidana. Serta penegak hukum yang melakukan penyitaan harusnya melakukan pemeriksaan terhadap benda yang akan disitanya, apakah diatas benda tersebut terdapat hak pihak ketiga yang dilindungi oleh Undang-undang.
In bankin practice making credit agreements there are existence of collateral. In its development in giving credit there was a problem when it turned out that the collateral provided in the credit process turned out to be the result of a criminal act that caused seizure of the object to recover state losses. This study attempts to analyze whether the confiscation can actually eliminate preferential right and parate execution right held by the bank shortly after placing the mortgage right on the assets that are used as collateral. Approach method used in this research is normative juridical with technique of collecting of secondary date or library material, which then analyzed by using qualitative method. From the research conducted, it can be concluded than in the legal concept the preferential right and parate execution right cannot be confiscated by the state beause the legal concept the preferential rights and parate execution rights cannot be confiscated by the state because the principle of droit de suite and droit de preferent, but if there is a seizure carried out by the state it meants then the two rights are lost because even if the bank can collect the collateral again but bank had to go through a long process that eliminated the parate execution and preferential rights. Therefore the authors suggest that the law should be renewed so that it can further explain about collateral which is proven to be the result of a criminal act. As well as law enforcers who carry out seizures should conduct an inspection of the objects before confiscated it, whether there are rights to the third party which are protected by law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52709
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sarah Jasmine Syafitri
"Lahirnya sertifikat Hak Tanggungan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum serta kedudukan yang istimewa bagi Kreditur Pemegang Hak Tanggungan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Hak Tanggungan sendiri memiliki kekuatan hukum setelah dilakukannya pendaftaran ke Kantor Pertanahan yang diawali dengan dibuatkannya APHT dihadapan PPAT, yang kemudian didaftarkan oleh PPAT ke Kantor Pertanahan. Namun, apabila terjadi sengketa terkait objek Hak Tanggungan, seringkali menyebabkan Hak Tanggungan menjadi hapus dan Kreditur kehilangan jaminan piutangnya, sementara pembebanannya sendiri telah dilakukan sesuai dengan aturan dan dibuktikan dengan lahirnya sertifikat Hak Tanggungan. Berdasarkan hal tersebut terdapat rumusan masalah berupa perlindungan hukum bagi Pemegang Hak Tanggungan yang memegang hak jaminan yang kepemilikan jaminan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Putusan Nomor 423/Pdt.G/2020/PN Jkt. Sel Juncto Putusan Nomor 770/PDT/2022/PT. DKI dan tanggung jawab Notaris atau PPAT yang membuat akta PPJB lunas dengan kuasa menjual, Akta Jual Beli, dan APHT yang dinyatakan batal demi hukum dan menyebabkan hapusnya Hak Tanggungan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian preskriptif yang didasarkan pada data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik harus dilindungi hak-haknya, sebagaimana tercantum dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2012. Namun, karena pembatalan peralihan hak atas tanah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akan menyebabkan Hak Tanggungan turut terhapus, sehingga Kreditur kehilangan jaminannya. Tetapi, Kreditur tetap masih mendapatkan perlindungan hukum dengan didasarkan pada Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dalam pemenuhan piutangnya. Adapun mengenai tanggung jawab Notaris atau PPAT yang membuat akta-akta terkait tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya, karena apabila dilihat dari akar permasalahannya yaitu adanya kebohongan materiil dari isi akta PPJB lunas dan bukan pada bentuk formal dari akta-akta tersebut.
The birth of the Mortgage Certificate aims to provide legal assurance and a privilege for the Creditor Holding the Mortgage, this is as stipulated in Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights on Land and Objects Related to Land. Mortgage Rights themselves have legal force after registration at the Land Office which begins with the making of APHT before the PPAT, which is then registered by the PPAT at the Land Office. However, if there is a legal action related to the object of Mortgage Rights, it often causes the Mortgage Rights to be revoked and the Creditor loses the guarantee of his receivables, while the burden itself has been carried out in accordance with the rules and is proven by the issuance of a Mortgage Rights certificate. Based on this, there is a formulation of the problem, namely Legal Protection for Mortgage Holders of Debtor's Collateral Objects Whose Ownership Has Been Canceled by the Court (Study of Decision Number 423/Pdt.G/2020/PN Jkt. Sel in conjunction with decision number 770/PDT/2022/PT. DKI) and the responsibility of the Notary or PPAT who made the deed of PPJB paid in full with the power of attorney to sell, the Deed of Sale and Purchase, and the APHT which were declared null and void by law and resulted in the cancellation of the Mortgage Rights. The research method used is doctrinal research with a prescriptive research typology based on secondary data that qualitatively analyzed. The results of the research show that the rights of Mortgage Holders who act in good faith must be protected, as stated in SEMA Number 7 of 2012. However, due to the cancellation of the transfer of land rights by the South Jakarta District Court, will cause the Mortgage Rights to be erased, so that the Creditor lost his collateral. However, creditors still receive legal protection based on Article 1131 and 1132 of the Civil Code in fulfilling their receivables. Regarding the responsibility of the Notary or PPAT who made the related deeds, they cannot be held accountable, because if we look at the root of the problem, it is the existence of material lies in the contents of the PPJB deed of payment and not in the formal form of the deeds."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library