Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148743 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darmawi
"Latar belakang: Resistensi progesteron akibat gangguan ekspresi reseptor progesteron pada jaringan endometriosis telah diketahui menjadi faktor yang memperberat kondisi klinis pasien endometriosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat metilasi DNA pada promoter gen PR-B pada berbagai jaringan endometriosis seperti eutopik endometrium, lesi ektopik peritoneum, endometrioma dan darah menstruasi serta pengaruhnya terhadap ekspresi mRNAnya dibandingkan dengan kontrol endometrium normal; untuk mengetahui patomekanisme endometriosis pada berbagai lokasi terkait dengan resistensi progesteron.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang melibatkan 20 sampel untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol. Tingkat metilasi DNA dari gen PR-B diukur menggunakan metode Methylated Specific PCR MSP lalu intensitas pita di dalam gel agarose dihitung dengan software ImageJ. Presentase intensitas pita pada sampel dibandingkan dengan kontrol positif disebut dengan tingkat metilasi DNA. Pengukuran ekspresi relatif mRNA PR-B menggunakan qRT-PCR dua tahap dan analisis dilakukan dengan metode Livak.
Hasil: Dari penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna antara tingkat metilasi DNA gen PR-B pada jaringan endometriosis ektopik peritoneum 72,4 termetilasi , endometrioma 85 termetilasi dan eutopik endometrium 72,21 termetilasi dibandingan dengan kontrol p

Background: Progesterone resistance, due to alteration of progesterone receptor PR expression in endometriosis, was known as a disrupt factor in response to progesterone. The aim of this study is to analyze DNA methylation level on PR B promoter in various tissues include eutopic endometrium, ectopic peritoneal, endometrioma and menstrual blood from endometriosis patient as well as the implication on it's mRNA relatif expression compare with normal endometrium control to know the patomechanisms of endometriosis in various lession in term of progesterone resistance.
Methods: It was a cross sectional study, involved 20 sample for both patient and control. DNA isolate from each sample were converted by bisulfite conversion. DNA methylation level of PR B gene was analysis by Methylated Specific PCR MSP method, then band intensity in gel agarose was measured by ImageJ software. Percentage of band intensity in sample compared with positive control was determined as DNA methylaton level. Quantitative real time PCR was conducted to assess expression of mRNA PR B for each sample and Livak method was used to analysis it's relatif expression compare with control.
Result: There were significant different of methylation level of PR B gene in ectopic peritoneal endometriosis 72,40 methylated , endometrioma 85 methylated and eutopic endometrium 72,21 methylated compared with control p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwina Eka Deraya
"Latar belakang: Telah dilaporkan bahwa terdapat perubahan pada ekspresi dari ribuan gen di jaringan endometrium endometriosis, termasuk diantaranya adalah gen FN1 dan RAC1. Perubahan ekspresi gen tersebut dapat disebabkan oleh mekanisme epigenetik seperti perubahan tingkat metilasi DNA pada gen.
Tujuan: Mengetahui tingkat metilasi DNA pada gen FN1 dan RAC1 serta ekspresi mRNAnya pada jaringan endometrium subjek endometriosis dan nir-endometriosis.
Metode: Penelitian ini merupakan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 40 dari jaringan endometrium subjek endometriosis dan subjek nir-endometriosis. Sampel diambil dengan teknik mikrokuretase di RSUPN Ciptomangunkusumo dan RS Fatmawati Jakarta. Pada jaringan kemudian dilakukan isolasi DNA dan RNA. Pada isolat DNA dilakukan konversi bisulfit, MSP, elektroforesis dan analisis intensitas pita menggunakan software ImageJ untuk mendapatkan data persentase tingkat metilasi DNA. Pada isolat RNA dilakukan qRT-PCR untuk mendapatkan ekspresi relatif mRNA gen FN1 dan RAC1.
Hasil: Analisis persentase tingkat metilasi DNA promotor menunjukkan terdapat perbedaan bermakna (p=0,022) pada gen FN1 pada pasien endometriosis (37,95%) dibandingkan nir-endometriosis (59,22 %), sedangkan pada gen RAC1 tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,63) dengan tingkat metilasi subjek endometriosis (28.45%) dan subjek nir-endometriosis (26.11%). Penelitian ini juga melaporkan terjadinya peningkatan ekspresi relatif mRNA gen FN1 dan RAC1 dibandingkan dengan subjek nir-endometriosis, namun secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05). Tidak terdapat korelasi bermakna antara tingkat metilasi gen FN1 dan RAC1 dengan ekspresi mRNAnya.
Kesimpulan: Terjadi penurunan tingkat metilasi yang bermakna pada gen FN1 di jaringan endometrium endometriosis, namun tidak berkorelasi dengan peningkatan mRNA nya. Tidak terdapat perbedaan bermakna tingkat metilasi dan ekspresi mRNA pada gen RAC1 di jaringan endometrium subjek endometriosis dibandingkan dengan nir endometriosis.

It has been reported that there was a changes in the expression of thousands of genes in endometrial endometriosis tissues, including the FN1 and RAC1 genes. Changes in gene expression can be caused by epigenetic mechanisms such as DNA methylation in genes.
Objective: To determine the level of DNA methylation in FN1 and RAC1 genes and their mRNA expression in endometrial tissue of endometriosis and non-ndometriosis.
Method: This study was designed as cross sectional with a total sample of 40 of endometrial tissues in the subject of endometriosis and non-endometriosis. Samples were taken by microcuretase at Ciptomangunkusumo and Fatmawati Hospital, Jakarta. DNA and RNA was isolated. DNA isolates were converted by bisulfite procedure, MSP conversion, electrophoresis, analyzed intensity of the band which appeared on gel electrophoresis using ImageJ software to obtain the percentage data of DNA methylation level. In RNA isolates, it was analyzed using qRT-PCR methode to obtain the relative mRNA expression level.
Results: Analysis of percentage of DNA methylation level showed significant differences (p=0.022) in the FN1 gene (37.95%) compared to non-endometriosis (59.22%), whereas in the RAC1 gene there was no significant difference (p=0,63) with methylation level of endometriosis subjects (28.45%) and non-endometriosis subjects (26.11%). For relative mRNA expression of FN1 and RAC1 genes showed no significant differences (p> 0.05). For correlation in endometrial endometriosis showed no significant between the rate of methylation of the FN1 and RAC1 genes with their mRNA expression.
Conclusion: There was a significant decrease in DNA methylation level of FN1 gene in endometrial endometriosis tissues, but it did not correlate with the increasing in its mRNA expression. There was no significant difference in DNA methylation level and mRNA expression of RAC1 gene in endometrial tissues of endometriosis subjects compared to non-endometriosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriyeni
"Latar Belakang: TNF-α dan CXCL16 terlibat dalam patofisiologi endometriosis melalui regulasi respon inflamasi dan pengkode nyeri endometriosis. Peningkatan TNF-α berperan dalam jalur pensinyalan P53 untuk apoptosis. Darah menstruasi sebagai pelepasan jaringan endometrium dapat digunakan dalam mengidentifikasi biomarker untuk diagnosis penyakit endometriosis tanpa memerlukan biopsi. Metode: Sampel darah menstruasi subjek dikumpulkan dengan menggunakan pembalut kertas saring dan jaringan endometrium dikumpulkan dengan melakukan biopsi, yang kemudian diekstraksi DNA dan RNA-nya. Tingkat metilasi DNA diukur dengan menggunakan metode pyrosequencing. Tingkat ekspresi mRNA diukur dengan menggunakan metode qPCR dan dianalisis dengan metode Livak Hasil: Ekspresi mRNA gen TNF-α pada darah menstruasi pasien endometriosis meningkat signifikan 3,73 kali lipat dibandingkan ekspresi pada kontrol (p=0,005). Gen TNF-α mengalami hipermetilasi dan berbeda bermakna dalam darah menstruasi pasien endometriosis dibandingkan kontrol (p=0,008). Sedangkan ekspresi mRNA gen CXCL16 pada darah menstruasi pasien endometriosis meningkat 2,42 kali (p=0,030) dibandingkan ekspresi mRNA darah menstruasi pada kontrol. Gen CXCL16 mengalami hipometilasi (p=0,004). Pada P53 terjadi terjadi peningkatan ekspresi gen P53 1,52 kali. Ekspresi mRNA gen TNF-α dan CXCL16 pada subjek nyeri berat lebih tinggi dibandingkan subjek nyeri sedang, dan terdapat korelasi positive. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi mRNA TNF-α dan CXCL16 dalam darah menstruasi pasien endometriosis dapat menjadi penanda langsung untuk mendiagnosis endometriosis. Namun, untuk memvalidasi lebih lanjut temuan ini dan mengeksplorasi potensi sebagai alat diagnostik, penelitian tambahan yang melibatkan kelompok pasien yang lebih besar diperlukan

Background: TNF-α and CXCL16 are implicated in the pathophysiology of endometriosis through the regulation of inflammatory response and the coding of endometriosis pain. Elevated TNF-α is implicated in the P53 signaling pathway for apoptosis. Menstrual blood, as a discharge of endometrial tissue, presents an opportunity for identifying biomarkers for the diagnosis of endometriosis without resorting to biopsy. Method: Menstrual blood samples were collected using filter paper pads, and endometrial tissues were obtained via biopsy, from which DNA and RNA were extracted. DNA methylation levels were assessed using the pyrosequencing method after bisulfite conversion treatment. Meanwhile, mRNA expression levels were measured using the quantitative polymerase chain reaction (qPCR) method and analyzed using the Livak method. Results: The mRNA expression of the TNF-α gene in menstrual blood of endometriosis patients increased significantly by 3.73 times compared to controls (p=0.005). The TNF-α gene exhibited hypermethylation, significantly differing in menstrual blood of endometriosis patients compared to controls (p=0.008). The mRNA expression of the CXCL16 gene in menstrual blood of endometriosis patients increased by 2.42 times (p=0.030) compared to controls, although there was no significant difference in expression between menstrual blood and endometrial tissue in endometriosis patients (p=0.173). The CXCL16 gene displayed hypomethylation (p=0.004). There was an increase in P53 gene expression, which was 1.52 times higher than in control menstrual blood. The mRNA expression of TNF-α and CXCL16 genes in subjects experiencing severe pain was higher than in those with moderate pain, and there was a positive correlation. Conclusion: This study suggests that increased mRNA expression of TNF-α and CXCL16 in menstrual blood of endometriosis patients may serve as direct markers for diagnosing endometriosis. However, further validation of these findings and exploration of their potential as diagnostic tools requires additional studies involving larger patient cohorts."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutug Kinasih
"Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan mirip endometrium di luar uterus. Jaringan ini memiliki kemampuan tertanam di berbagai tempat ektopik karena dipengaruhi sistem aktivator plasminogen yang berperan dalam proses fibrinolisis. Pada endometriosis terdapat ekspresi plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) berlebih yang menyebabkan kurangnya fibrinolisis sehingga menyebabkan terbentuknya produk fibrin terdegradasi yang dapat mempengaruhi penempelan dan perkembangannya. Faktor epigenetik perubahan tingkat metilasi DNA berperan pada patogenesis endometriosis.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat metilasi gen PAI-1 dan hubungannya dengan perkembangan jaringan endometriosis ovarium dan peritoneum. Studi potong lintang ini menggunakan 13 sampel wanita endometriosis ovarium, 5 wanita endometriosis peritoneum, dan 8 wanita tanpa endometriosis. DNA dari sampel diisolasi, dilakukan konversi bisulfit, kemudian diamati tingkat metilasi DNAnya dengan metode methylation specific polymerase chain reaction (MSP). Hasilnya dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat metilasi DNA gen PAI-1 pada ketiga kelompok sampel (p<0,05).
Penelitian ini menemukan perbedaan signifikan antara endometriosis ovarium dan peritoneum dibandingkan dengan kontrol (p=0,006 dan p = 0,003); namun tidak ada perbedaan yang signifikan pada endometriosis peritoneum dibandingkan dengan ovarium (p>0,05). Penelitian kami menunjukkan rendahnya tingkat metilasi gen PAI-1 yang dapat meningkatkan ekspresi gen PAI-1 dan hal ini disugestikan dapat berkontribusi sebagai faktor risiko endometriosis pada ovarium dan peritoneum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Rahmala Febri
"LATAR BELAKANG: Endometriosis merupakan penyakit ginekologis kronis yang ditandai dengan adanya jaringan mirip endometrium diluar rongga uterus. Endometriosis merupakan penyebab infertilitas dan nyeri pelvik paling umum dan memengaruhi 1 dari 10 wanita usia reproduktif. Progesteron memiliki peran yang penting dalam uterus yaitu mengontrol proliferasi dan diferensiasi. Disregulasi progesteron dapat menyebabkan gangguan fungsi uterus. Resistensi progesteron banyak ditemukan pada endometriosis dan dikaitkan dengan kadar PGR yang rendah. PGR memiliki dua isoform yaitu PGR-A dan PGR-B. Hingga saat ini masih banyak pendapat yang berbeda mengenai ekspresi isoform PGR-A dan B pada endometriosis. Hipermetilasi pada daerah promotor suatu gen diyakini sebagai salah satu penyebab gene silencing yang berakibat rendahnya kadar gen tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor epigenetik pada reseptor hormon progesteron pada jaringan endometriosis.
METODE: Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol yang membandingkan 20 wanita penderita endometriosis dan 20 wanita bukan penderita endometriosis. Analisis metilasi DNA dilakukan dengan metode MSP dan ekspresi mRNA dengan metode qPCR. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji t tidak berpasangan, uji Mann Whitney, uji korelasi Pearson, uji korelasi Spearman?s Rho, Uji Annova One Way dan Uji Kruskal-wallis dengan kemaknaan p<0.05.
HASIL: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat metilasi pada wanita dengan endometriosis (98,72%) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (3,74%) dengan p=0,000. Selain itu, terjadi penurunan ekspresi mRNA isoform PGR-A dan PGR-B (2,35 kali dan 6,37 kali). Terdapat korelasi antara tingkat metilasi dengan ekspresi mRNA isoform PGR-B (p=0,000; r=-0,736), namun tidak terdapat korelasi dengan ekspresi mRNA isoform PGR-A (p>0,05).
KESIMPULAN: Daerah promotor gen PGR mengalami hipermetilasi pada endometriosis dibandingkan dengan kontrol dan berkaitan dengan penurunan kadar PGR-B pada endometriosis.

Background: Endometriosis is a chronic gynecological disorder, defined as the presence of endometrium-like tissue outside of the uterine cavity. Endometriosis is the most common causes of infertility and pelvic pain and affects 1 of 10 women in the reproductive-age group. Progesterone plays an important role in uterine. It controls endometrial proliferation and differentiation. Dysregulation of progesterone signaling leads to impaired for uterine function. Progesterone resistance has been found in endometriosis and associated with the low levels of PGR. PGR has two isoforms, PGR-A and PGR-B. Since promoter hypermethylation is associated with gene silencing, we try to determine the methylation status of PGR promoter region in endometriosis tissue using methylation spesific PCR and its association with the expression of PGR-A and PGR-B isoforms using real-time PCR.
Methods: this research is a case-control study, comparing 20 women with endometriosis and 20 women without endometriosis. Methylation status was analyzed with methylaion spesific PCR and the expression of mRNA was analyzed with real-time PCR. Statistical analyses were t-independent test, Mann Whitney test, Pearson test, Spearman?s rho test, Annova One Way test and Kruskal-Wallis test, a two-tailed p value less than 0,05 was considered significant.
Result: We found that methylation status in women with endometriosis (98,72%) was significantly higher than women without endometriosis (3,74%), statistically significant associations with the disease (p=0,000). Beside, mRNA expression of PGR-A and PGR-B isoform was down regulated (2,35 fold and 6,37 fold). Correlation between methylation status and PGR-B expression was significant (p=0,000;r=-0,736), but not PGR-A (p>0,05).
Conclusion: Promoter regions of PGR is hypermethylated in endometriosis as compared with control. This findings suggest that the promoter hypermethylation of PGR may contribute to the pathogenesis of this disease.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisah Zahrah
"Latar Belakang: Endometriosis merupakan penyakit multifaktorial yang mempengaruhi 10% wanita usia subur. Diketahui bahwa gen EGFR dan MMP-2 mengalami peningkatan ekspresi pada endometriosis sehingga memiliki peran dalam perkembangan endometriosis, dan gen yang dapat meregulasi sitoskeleton. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara tingkat metilasi gen EGFR dan MMP-2 dengan ekspresi mRNA-nya pada jaringan endometriosis peritoneum.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 20 wanita endometriosis dan 20 wanita bukan endometriosis yang usianya sekitar 20-45 tahun. Pada wanita endometriosis diambil jaringan endometriosis peritoneum dengan tindakan laparoskopi, sedangkan 20 wanita bukan endometriosis diambil jaringan endometrium normal dengan tindakan mikrokuretase. Tingkat metilasi DNA gen EGFR dan MMP-2 dianalisis dengan metode Methylation Specific PCR (MSP) dan Ekspresi mRNA gen EGFR dan MMP-2 dianalisis dengan metode qRT-PCR.
Hasil: Tingkat metilasi DNA pada gen EGFR dan MMP-2 mengalami hipermetilasi. Pada gen EGFR, tingkat metilasi DNA antara jaringan endometriosis peritoneum dibandingkan dengan jaringan endometrium normal terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,001), sedangkan pada gen MMP-2 tingkat metilasi DNA-nya tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,596) antara jaringan endometriosis peritoneum dibandingkan dengan jaringan endometrium normal. Nilai ekspresi relatif mRNA EGFR dan MMP-2 mengalami peningkatan ekspresi pada jaringan endometriosis peritoneum. Penelitian ini tidak menunjukkan korelasi yang bermakna antara tingkat metilasi dengan tingginya ekspresi mRNA baik gen EGFR maupun MMP-2. (gen EGFR (p=0,947 dan r=-0,016) dan gen MMP-2 (p=0.769 dan r=0.070)
Kesimpulan: Tingginya ekspresi mRNA EGFR dan gen MMP-2, kemungkinan bukan hanya disebabkan karena faktor metilasi DNA, melainkan faktor lainnya.

Background: Endometriosis is a multifactorial disease that affects 10% of women of childbearing age. It is known that the EGFR and MMP-2 genes have increased expression in endometriosis and thus have a role in the development of endometriosis, and genes that can regulate the cytoskeleton. The purpose of this study was to evaluate the relationship between the level of methylation of the EGFR and MMP-2 genes with their mRNA expression in peritoneal endometriosis tissue.
Method: The study used a cross sectional design. The sample used was 20 women with endometriosis and 20 women without endometriosis who were around 20-45 years old. In endometriosis women are taken to peritoneal endometriosis tissue by laparoscopic, while 20 women without endometriosis are taken to normal endometrial tissue by microcuretase. The levels of EGFR and MMP-2 gene methylation were analyzed by the Methylation Specific PCR (MSP) method and the mRNA expression of the EGFR and MMP-2 genes were analyzed by the qRT-PCR method.
Results: The level of DNA methylation in the EGFR and MMP-2 genes was hypermethylated. In the EGFR gene between peritoneal endometriosis tissue compared to normal endometrial tissue there were significant differences (p=0,001), whereas in the MMP-2 gene there was no significant difference (p=0.596) between peritoneal endometriosis tissue compared to normal endometrial tissue. The relative expression value of EGFR and MMP-2 mRNA has increased expression in peritoneal endometriosis tissue. This study did not show a significant correlation between the level of methylation and the high mRNA expression in both the EGFR and MMP-2 genes. (EGFR gene (p=0.947 and r=-0.016) and MMP-2 gene (p=0.769 and r=0.070)
Conclusion: The high expression of EGFR mRNA and MMP-2 gene, the possibility is not only due to hypermethylation factors, but other factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Farah Naura
"Nerve Growth Factor (NGF) diketahui memiliki konsentrasi yang cenderung lebih tinggi pada wanita endometriosis dibandingkan dengan wanita tanpa endometriosis. Metilasi DNA pada daerah promotor NGF diyakini sebagai salah satu penyebab meningkatnya konsentrasi NGF pada wanita endometriosis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara metilasi DNA dengan ekspresi mRNA NGF pada darah menstruasi wanita endometriosis. Sebanyak 10 sampel darah menstruasi dari masing-masing wanita endometriosis dan wanita tanpa endometriosis digunakan dalam penelitian ini. Tingkat metilasi DNA NGF dihitung menggunakan Methylation-specific Polymerase Chain Reaction (MSP-PCR), kemudian intensitas pita yang muncul diukur menggunakan software ImageJ. Nilai ekspresi mRNA NGF dihitung menggunakan Quantitative Real-Time Polymerase Chain Reaction (qRT PCR). Analisis korelasi, selanjutnya, dilakukan menggunakan aplikasi SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat metilasi DNA NGF memiliki tendensi yang rendah pada darah menstruasi wanita endometriosis sebesar 35,27%. Ekspresi relatif mRNA NGF menunjukkan tendensi peningkatan 19,229 lebih tinggi pada darah menstruasi wanita endometriosis. Tingkat metilasi DNA dan ekspresi mRNA NGF tidak menunjukkan perbedaan baik pada darah menstruasi wanita endometriosis maupun wanita tanpa endometriosis dengan nilai p > 0,05. Korelasi metilasi DNA dengan ekspresi mRNA NGF pada darah menstruasi wanita endometriosis tidak dapat dianalisis karena data yang tersedia sangat terbatas.

Nerve Growth Factor (NGF) is known to have higher concentrations in women with endometriosis compared to women without endometriosis. DNA methylation in the NGF promoter region is believed to cause the increase of NGF concentrations in women with endometriosis. This study is conducted to determine the correlation between DNA methylation and mRNA expression of NGF in menstrual blood of women with endometriosis. A total of 10 menstrual blood samples from women with endometriosis and women without endometriosis were used in this study. DNA methylation level of NGF was measured using Methylation-specific Polymerase Chain Reaction (MSP-PCR) and the intensity of the bands were subsequently measured using ImageJ software, while mRNA expression values of NGF ​​were measured using Quantitative Real-Time Polymerase Chain Reaction (qRT PCR). Furthermore, the correlation analysis was performed using the SPSS application. The results exhibited that the methylation level of NGF shows a low tendency in menstrual blood of women with endometriosis of 35.27%. The relative mRNA expression of NGF showed a tendency to increase 19,229-fold higher in menstrual blood of women with endometriosis. The DNA methylation level and mRNA expression of NGF showed no difference in both menstrual blood of women with endometriosis and women without endometriosis with p value > 0,05. The correlation between DNA methylation and mRNA expression of NGF in menstrual blood of women with endometriosis could not be analyzed because of very limited data.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Olivia
"Latar Belakang: Endometriosis menjadi penyakit dengan teka-teki yang memerlukan penyelesaian. Prevalensinya bervariasi dengan rentang yang luas. 0,7-44% pada populasi umum. 26,5% pada kelompok 40-44 tahun, namun 52,7% pada usia 18-29 tahun. Ilmu, tehnologi dan penelitian yang ada belum menghasilkan terapi terkini menurunkan prevalensinya. Anti inflamasi non-steroid terapi non-hormonal penghilang nyeri mempunyai efek samping pada pemakaian jangka panjang, terapi hormonal mempengaruhi siklus menstruasi dan fertilitas. Modalitas terapi perlu dikembangkan mengatasi endometriosis. Peroxisome Proliferator Activated Receptor gamma merupakan faktor transkripsi terikat pada membran nukleus sebagai anti inflamasi potensial. Aktivasi PPAR gamma oleh ligan menghambat faktor transkripsi nuclear factor-κB menurunkan ekspresi gen sitokin inflamasi, menurunkan TNF α, menginduksi sekresi IL-8 menghambat proliferasi sel. Agonis selektif PPARγ diharapkan menjadi pilihan terapi non-hormonal jangka panjang endometriosis masa mendatang. Belum ada penelitian mengevaluasi ekpresi PPARγ pada jaringan endometrium endometriosis dan tidak endometriosis.
Tujuan: Penelitian ini membandingkan ekpresi mRNA PPARγ endometrium subjek endometriosis dan tidak endometriosis.
Metode: Penelitian potong lintang pada Desember 2016-Oktober 2017 di Kamar Operasi RS Ciptomangunkusumo. Dua puluh lima pasien endometriosis yang menjalani laparoskopi atau laparotomi yang memenuhi syarat penelitian direkrut consecutive sampling diperiksa tampilan PPAR Gamma pada dinding endometrium endometriosis dan tidak endometriosis; jaringan endometriosis dari dinding kista endometriosis. Ekspresi PPAR Gamma diperiksa menggunakan two step real time PCR. Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik dan Penelitian tahun 2016.
Hasil: Ekspresi PPARγ endometrium subjek endometriosis dan tidak endometriosis tidak berbeda bermakna (p 0,58). Ekspresi mRNA PPARγ jaringan endometrium dan endometriosis subjek endometriosis tidak berbeda bermakna (p 0,89). Ekspresi PPARγ jaringan endometriosis dan endometrium subjek tidak endometriosis tidak berbeda bermakna (p 0,68).
Kesimpulan: Penilaian ekspresi mRNA PPARγ belum dapat digunakan sebagai dasar target terapi endometriosis. Penelitian lanjutan memisahkan jaringan epitel dan stromanya dapat dilakukan untuk membuktikan peran PPARγ pada patogenesis endometriosis.

Background: Endometriosis becomes a disease with a puzzle that requires completion. Prevalence varies with wide ranges. 0.7-44% in the general population. 26.5% in the 40 to 44 years group, but 52.7% at the age of 18-29 years. Existing science and research have not resulted in current therapy reducing its prevalence. Non-steroidal antiinflammatory non-hormonal pain relief therapy has side effects on long-term use, hormonal therapy affects the menstrual cycle and fertility. Therapeutic modalities need to be developed to overcome endometriosis. Peroxisome Proliferator Activated Receptor gamma is a transcription factor bound to the nuclear membrane as a potential anti-inflammatory. Activation of gamma PPAR by ligand inhibits nuclear factor-κB transcription factor decreases expression of inflammatory cytokine gene, decreases TNF α, inducing IL-8 secretion inhibiting cell proliferation. PPAR sel-selective agonists are expected to be the preferred long-term non-hormonal therapy of future endometriosis.
Objective: This study compared PPAR expression in endometriosis and endometrial subjects of endometriosis and not endometriosis.
Method: Cross-sectional study in December 2016-October 2017 at Operation Room of RS Ciptomangunkusumo. Twenty-five endometriosis patients undergoing laparoscopy or laparotomy who qualified for the study were recruited consecutive sampling examined PPAR Gamma display on the endometrial wall of endometriosis and not endometriosis; endometriosis of the cervical wall of endometriosis. The PPARγ expression was examined using two step real time PCR. The study was approved by the Ethics and Research Committee of 2016.
Result: The PPAR expression of the endometrium of endometriosis and nonendometriosis did not differ significantly (p 0.58). Expression of PPAR gamma endometrial and endometriosis tissue subject of endometriosis was not significantly different (p 0.89). PPAR expression of endometriosis and endometrial tissue of the subjects not endometriosis was not significantly different (p 0.68).
Conclusion: PPAR expressivity assessment has not been used as a target for endometriosis therapy. Further studies separating epithelial tissue and stroma can be performed to prove the role of PPARγ in the pathogenesis of endometriosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Valencia Astri Yuwono
"Latar Belakang: Endometriosis dan infertilitas memiliki keterkaitan yang sangat erat. Namun etiopatogenesis terjadinya infertilitas pada kasus endometriosis sangat beragam. Teori yang berkembang akhir-akhir ini adalah buruknya reseptivitas endometrium. Gen HOXA 11 adalah salah satu gen yang berperan dalam reseptivitas endometrium karena berkorelasi dengan penanda lain seperti Leukemia Inhibitory Factor LIF, B3integrin, dan EMX2. Teori epigenetik yang berkembang adalah terjadi hipermetilasi pada gen HOXA 11 sehingga terjadi penurunan ekspresi gen tersebut.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo pada Juli 2015 - Juni 2016. Subjek penelitian adalah pasien endometriosis yang terbukti secara histopatologi dengan infertilitas dan kelompok kontrol merupakan pasien non-endometriosis yang fertil. Status metilasi gen HOXA 11 dari sampel endometrium eutopik pada kedua kelompok ini diperiksa dan dibandingkan.
Hasil: Enam pasien endometriosis dan enam pasien kontrol diambil sebagai subjek. Perbedaan tingkat metilasi gen HOXA 11 pada kedua kelompok ini berbeda secara signifikan dengan nilai p 0.03 dengan perbedaan rerata peningkatan kadar metilasi pada kelompok pasien endometriosis sebesar 33.
Kesimpulan: Gen HOXA 11 yang berperan dalam reseptivitas endometrium mengalami hipermetilasi pada pasien dengan endometriosis dan infertilitas.

Introduction: Endometriosis compromises infertility in some patients. They have close relationship and many etiologies have been proposed. HOXA11 has important role in window implantation because it is related to other endometrial receptivity markers such as Leukemia Inhibitory Factor LIF , B3integrin, and EMX2. Recently, many researchers found poor endometrial receptivity in endometriosis due to hyper methylation of HOXA11 gene. Therefore, this study aims to find out the HOXA11 gene profile on endometriosis patients with infertility in Indonesia.
Methods: This cross sectional study was conducted in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from July 2015 June 2016. The subjects were endometriosis patients with infertility who have been confirmed histopathological. The control group was taken from non endometriosis and fertile patients. Eutopic endometrium samples were taken and examined for the methylation of HOXA11 gene.
Results: Both groups consist of six patients. The difference of methylation of HOXA 11 gene between those two groups is statistically significant p 0.03 . There was hyper methylation in endometriosis group.
Conclusion: There is a hyper methylation of HOXA 11 gene in eutopic endometrium of endometriosis patients with infertility. Thus, possibly can explain the poor endometrial receptivity in endometriosis patient and give a broad research area in epigenetic therapy of endometriosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eldafira
"Endometriosis adalah kelainan ginekologis yang dimanifestasikan dengan adanya kelenjar dan sel endometrium yang berkembang di luar uterus. Endometriosis merupakan penyakit multifaktorial dimana faktor genetik dan lingkungan berinteraksi menyebabkan timbulnya penyakit ini. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa endometriosis merupakan penyakit yang terkait dengan hormon estrogen. Mekanisme kerja estrogen ditentukan oleh kuantitas dan aktivitas reseptor estrogen. Namun demikian analisa variasi genetik, ekspresi dan aktivitas estrogen reseptor sampai saat ini belum banyak diketahui. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisa variasi genetik, ekspresi mRNA dan aktivasi ER pada jaringan endometriosis. Alel gen reseptor estrogen REα dan REβ dari 83 sampel penderita endometriosis dibandingkan dengan 76 kontrol menggunakan metoda PCR RFLP. Pengukuran ekspresi mRNA dari 18 jaringan penderita endometriosis dan 18 kontrol dilakukan dengan menggunakan metoda kuantitatif Real Time PCR (qRT-PCR). Pengukuran kadar estrogen serum (E2) dilakukan dengan metoda ELISA. Deteksi aktivasi ER dilakukan dengan uji fosforilasi reseptor estrogen β (serin 105) dengan metoda Western Blot. Hasil uji Chi-square ditemukan bahwa frekuensi alel A (normal) dan alel G (mutan) pada gen REα SNP rs9340799 dalam populasi berbeda bermakna (p=0,012) dan OR 1,772 dan kedua frekuensi alel dari hasil uji keseimbangan menurut Hardy-Weinberg berbeda bermakna (p = 0,003). Frekuensi alel (normal dan mutan) dalam populasi REα SNP rs2234693 tidak menunjukkan perbedaan bermakna dan seimbang dalam populasi. Frekuensi genotip pada SNP REβ rs4986938 pada endometriosis dibandingkan kontrol berbeda bermakna (p=0,015) dan OR 0,311 dengan populasi seimbang. Menurut keseimbangan Hardy-Weinberg dan frekuensi alel normal G dan alel mutan A juga berbeda bermakna (p=0,034) dan OR =0,438. Hasil pengukuran ekspresi mRNA menunjukkan terjadi peningkatan ekspresi ERβ 49,52 kali dibanding kontrol sedangkan REα tidak menunjukkan perbedaan dibandingkan kontrol. Kadar estradiol serum (E2) fase proliferasi tidak menunjukkan perbedaan bermakna dibanding kontrol. Hasil uji Spearman menunjukkan tidak ada korelasi kadar estradiol dengan ekspresi REα dan REβ (p>0,05). Fosforilasi ERβ pada Serin 105 menunjukkan penurunan pada kelompok endometriosis dibandingkan jaringan normal dengan perbandingan nilai intensitas pita yakni 0,1 pada endometriosis dan 4,2 pada kontrol. Sebagai kesimpulan, frekuensi alel A dan G gen REα berbeda bermakna pada SNP rs9340799 dan frekuensi alel di dalam populasi tidak seimbang. Distribusi genotip normal GG dan mutan AA serta frekuensi alel G dan alel A gen REβ berbeda bermakna pada SNP rs4986938. Ekspresi (mRNA) REβ lebih tinggi secara signifikans pada kelompok endometriosis dibandingkan kontrol. Ekspresi protein Fosforilasi ERβ pada Serin 105 menunjukkan penurunan pada endometriosis dibandingkan jaringan normal.

Endometriosis is a gynecological disorder that is manifested by the presence of endometrium glands and cells that grow and develop outside the uterus. Endometriosis is a multifactorial with genetic and environmental factors interacting to cause this disease. Several studies have reported that endometriosis is a disease associated with the hormone estrogen. The mechanism of action of estrogen depends on the quantity and activity of estrogen receptors. However, genetic variation, expression and estrogen receptor activation in endometriois patients have not been fully characterized. The aim of this study was to analyze genetic variation, ER expression and determine ER activation in endometriosis patients. This study determined the alleles of the estrogen receptor gene REα and REβ from 83 blood samples from endometriosis patients compared with 76 controls using the RFLP PCR method. Quatitative Real time PCR was used to analyze mRNA expression of REβ genes from 18 tissues with endometriosis and 18 controls. Measurement of serum estrogen (E2) levels was carried out using the ELISA method. Furthermore, the phosphorylation test of estrogen receptor (serin 105) was carried out using the Western Immunobloting method. The results of the Chi-square test found that the frequencies of the A (normal) allele and G (mutant) allele in the REα SNP gene rs9340799 in the population were significantly different (p=0.012) and OR 1.772 and the two allele frequencies from the results of the balance test according to Hardy-Weinberg were significantly different. (p = 0.003). Allele frequencies (normal and mutant) in the REα SNP population of rs2234693 did not show significant and balanced differences in the population. The genotype frequency of SNP REβ rs4986938 in endometriosis compared to control was significantly different (p=0.015) and OR 0.311 with a balanced population. According to the Hardy-Weinberg balance, the frequencies of the normal G allele and the mutant A allele were also significantly different (p=0.034) and OR=0.438. Erβ expression showed 49,52 folds increase compared to control (p=0.00), whereas ERα did not show a significat different compared to control. There was no different in serum estradiol (E2) levels compared to controls. The results of the Spearman test showed that there was no correlation between serum estradiol levels and the expression of REβ and REβ (p>0.05). Phosphorylation Ser105 of ERβ showed a decrease in the endometriosis group compared to control with a comparison of values of 0.1 and 4 2. As a conclusion, The A and G allele frequencies of the RE gen gene were significantly different in SNP rs9340799 and the allele frequencies in the population were not balanced. The distribution of normal genotypes of GG and AA mutants and the frequency of G allele and A allele of REβ gene were significantly different at SNP rs4986938. REβ (mRNA) expression was significantly higher in the endometriosis group than the control group. Phosphorylated ERβ protein expression in Serin 105 showed a decrease in endometriosis compared to normal tissue."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>