Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gery Dala Prima Baso
"Latar Belakang: Keadaan resistensi insulin dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah inflamasi kronik yakni periodontitis. Hubungan antara periodontitis dengan resistensi insulin yang dinilai dengan HOMA-IR telah dilaporkan sebelumnya, namun belum ada data hubungan antara derajat periodontitis dengan resistensi insulin pada populasi umum, khususnya di Indonesia.Tujuan: Mendapatkan perbandingan nilai HOMA-IR pada berbagai derajat periodontitis pada populasi umumMetode: Studi potong-lintang dilakukan pada 68 pasien Periodontitis di Poliklinik Periodontologi RSUPN CiptoMangunkusumo dan RSGM FKG-Universitas Indonesia, pada bulan April-Desember 2017. Anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan gigi dilakukan berdasarkan kriteria dan standar pelayanan medik. Pemeriksaan resistensi insulin dilakukan dengan metode pemeriksaan HOMA-IR. Analisis komparatif tidak berpasangan dilakukan untuk menemukan beda rerata pada berbagai derajat periodontitis..Hasil: Didapatkan bahwa nilai median HOMA-IR pada kelompok yang mengalami periodontitis berat lebih tinggi secara bermakna dibanding periodontitis tidak berat [2,85 1,1 ndash; 9 vs. 1,94 0,4-8 , p=0,038 ]. Nilai median HOMA-IR pada kelompok yang mengalami periodontitis menyeluruh juga lebih tinggi secara klinis dibanding kelompok yang mengalami periodontitis lokal [2,9 0,4 ndash; 9 vs. 2,15 0,4-7,6 , p=0,51] meskipun secara statistik tidak bermakna.Kesimpulan: Nilai HOMA-IR lebih tinggi secara bermakna pada periodontitis berat dibandingkan dengan periodontitis tidak berat. Nilai HOMA-IR tidak memberikan perbedaan nilai secara bermakna pada periodontitis lokal dibandingkan dengan periodontitis menyeluruh.
Background Insulin resistance induced by various factors, including chronic inflammation such as periodontitis. The correlation between periodontitis and insulin resistance assessed with HOMA IR has been reported before, but data about the correlation between degree of periodontitis with insulin resistance in general population, especially in Indonesia.Objective To compare HOMA IR score in various degree of periodontitis in general populationMethod A cross sectional study was performed on 68 periodontitis patients at Periodontology Clinic of Cipto Mangunkusumo National General Hospital and Dental Hospital of Faculty of Dentistry University of Indonesia during April December 2017. Anamnesis, physical examination, and dental examination were done according to medical service criteria and standards. Insulin resistance examination was done using HOMA IR method. Unpaired comparative analysis was done to find the mean difference among various degree of periodontitis.Result It was found that the median HOMA IR score of severe periodontitis group is significantly higher that non severe periodontitis group 2.85 1.1 ndash 9 vs. 1.94 0.4 8 , p 0.038 . Median HOMA IR score in general periodontitis group is also clinically higher compared to local periodontitis group 2.9 0.4 ndash 9 vs. 2.15 0.4 7.6 , p 0.51 although not statistically significant.Conclusion HOMA IR score is significantly higher in severe periodontitis compared to severe periodontitis. HOMA IR score is not significantly different between general and local periodontitis."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gery Dala Prima Baso
"Latar Belakang: Keadaan resistensi insulin dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah inflamasi kronik yakni periodontitis. Hubungan antara periodontitis dengan resistensi insulin yang dinilai dengan HOMA-IR telah dilaporkan sebelumnya, namun belum ada data hubungan antara derajat periodontitis dengan resistensi insulin pada populasi umum, khususnya di Indonesia. Tujuan: Mendapatkan perbandingan nilai HOMA-IR pada berbagai derajat periodontitis pada populasi umum Metode: Studi potong-lintang dilakukan pada 68 pasien Periodontitis di Poliklinik Periodontologi RSUPN CiptoMangunkusumo dan RSGM FKG-Universitas Indonesia, pada bulan April-Desember 2017. Anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan gigi dilakukan berdasarkan kriteria dan standar pelayanan medik. Pemeriksaan resistensi insulin dilakukan dengan metode pemeriksaan HOMA-IR. Analisis komparatif tidak berpasangan dilakukan untuk menemukan beda rerata pada berbagai derajat periodontitis.
Hasil: Didapatkan juga bahwa nilai median HOMA-IR pada kelompok yang mengalami periodontitis berat lebih tinggi secara bermakna dibanding periodontitis tidak berat [2,85 (1,1-9) vs. 1,94 (0,4-8), p=0,038). Nilai median HOMA-IR pada kelompok yang mengalami periodontitis menyeluruh juga lebih tinggi secara klinis dibanding kelompok yang mengalami periodontitis lokal [2,9 (0,4-9) vs. 2,15 (0,4-7,6), p=0,51) meskipun secara statistik tidak bermakna.
Kesimpulan: Nilai HOMA-IR lebih tinggi secara bermakna pada periodontitis berat dibandingkan dengan periodontitis tidak berat. Nilai HOMA-IR tidak memberikan perbedaan nilai secara bermakna pada periodontitis lokal dibandingkan dengan periodontitis menyeluruh.

Background: Insulin resistance induced by various factors, including chronic inflammation such as periodontitis. The correlation between periodontitis and insulin resistance assessed with HOMA-IR has been reported before, but data about the correlation between degree of periodontitis with insulin resistance in general population, especially in Indonesia. Objective: To compare HOMA-IR score in various degree of periodontitis in general population.
Method: A cross-sectional study was performed on 68 periodontitis patients at Periodontology Clinic of Cipto Mangunkusumo National General Hospital and Dental Hospital of Faculty of Dentistry University of Indonesia during April-December 2017. Anamnesis, physical examination, and dental examination were done according to medical service criteria and standards. Insulin resistance examination was done using HOMA-IR method. Unpaired comparative analysis was done to find the mean difference among various degree of periodontitis.
Result: It was also found that the median HOMA-IR score of severe periodontitis group is significantly higher that non-severe periodontitis group [2.85 (1.1-9) vs. 1.94 (0.4-8), p=0.038). Median HOMA-IR score in general periodontitis group is also clinically higher compared to local periodontitis group [2.9 (0.4-9) vs. 2.15 (0.4-7.6), p=0.51) although not statistically significant.
Conclusion: HOMA-IR score is significantly higher in severe periodontitis compared to-severe periodontitis. HOMA-IR score is not significantly different between general and local periodontitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mifta Rahmiza
"ABSTRAK
Nama : Mifta RahmizaProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Konsentrasi PM2,5 dalam Rumah dan Asma Pada Ibu Rumah Tangga diPemukiman sekitar Industri Semen Kecamatan KlapanunggalKabupaten Bogor Tahun 2018Pembimbing :Dr. R. Budi Haryanto SKM., M.Kes., M.Sc.Asma merupakan penyakit inflamasi peradangan kronik saluran napas. Asmatermasuk penyakit dengan fatalitas yang rendah namun kasusnya cukup banyakdijumpai di masyarakat. WHO memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderitaasma dan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahunnya. Asma pada usiadewasa dapat disebabkan oleh polusi udara. Ibu rumah tangga yang tinggal dipemukiman sekitar industri semen serta menghabiskan sebagian besar waktunya didalam rumah dengan berbagai aktivitas rumah tangga berisiko terpapar polutanpartikulat PM2,5 . Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan konsentrasiPM2,5dalam rumah dan asma pada ibu rumah tangga di pemukiman sekitar industrisemen Kecamatan Klapanunggal. Penelitian menggunakan studi cross-sectionalyangdilaksanakan pada April-Mei 2018. Jumlah sampel sebanyak 110 ibu rumah tanggadengan metode simple random sampling. Rata-rata konsentrasi PM2,5dalam rumahsebesar 50,5 ? g/m3. Ditemukan sebanyak 30 ibu rumah tangga menderita asma. Hasilpenelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasiPM2,5dalam rumah dan asma pada ibu rumah tangga di pemukiman sekitar industrisemen Kecamatan Klapanunggal, namun terdapat satu variabel konfounding, yaitulubang asap dapur dimana p=0,013; OR= 3,52 1,38-8,93 . Penelitian inimengkonfirmasi bahwa terdapat hubungan antara konsentrasi PM2,5dalam rumah danasma pada ibu rumah tangga yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik rumah, sumberpolutan dalam rumah, serta faktor individu tertentu. Perlu dilakukan pengendalian risikodengan pengaturan ventilasi untuk pertukaran udara, tidak merokok di dalam rumah,tidak menggunakan bahan bakar berisiko, tidak menggunakan obat nyamuk bakar, sertapengendalian status obesitas.Kata kunci:Polusi udara dalam ruang, PM2,5, Asma

ABSTRACT
Name Mifta RahmizaStudy Program Public Health SciencesTitle PM2,5 Consentrations in Home and Asthma on Housewives atSettlements around Cement Indusrty Klapanunggal sub DistrictBogor Regency 2018Consellor Dr. R. Budi Haryanto SKM., M.Kes., M.Sc.Asthma is a chronic airway inflammatory disease inflammation . Asthma is adiseasewith low fatalities yet the case is quite common in the society. WHO estimates 100 150million people of the world suffer from asthma and will continue to grow by 180,000people every year. Asthma in adulthood can be caused by air pollution. Housewiveswho live in settlements around the cement industry and spend most of their time in thehome with various household activities is at risk of exposure to particulate pollutants PM2.5 . This study aims to identify the relationship between PM2.5 concentrations in thehome with asthma on housewives at settlement around cement industry Klapanunggalsub District. The study used a cross sectional study conducted in April May 2018. Thesample size is 110 housewives with simple random sampling method. The averageconcentration of PM2.5 in the house is 50.5 g m3. Found as many as 30 ofhousewives suffered from asthma. The result showed no significant correlation betweenPM2.5 concentration in house with asthma on housewife at settlement around cementindustry Klapanunggal sub district, but there is still one confounding variable, that iskitchen smoke hole where p 0.013 OR 3.52 1.38 8.93 . This study confirms thatthere is a relationship between PM2.5 concentrations in the home and asthma onhousewives who are affected by the physical environment of the home, the source ofhome pollutants, as well as certain individual factors. Risk control is required withventilation arrangements for air exchange, non smoking within the home, no use ofrisky fuels, no use of mosquito coils, and controlling the obesity status.Keywords Indoor air pollution, PM2.5, Asthma"
2018
T51348
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nuraini
"Resistensi insulin adalah penurunan kemampuan jaringan (otot, hati, dan jaringan adiposa) untuk merespon insulin yang bersirkulasi secara normal dalam darah yang berisiko berkembang menjadi penyakit diabetes melitus tipe 2. Rasio tinggi asupan asam lemak omega-6/omega-3 diduga berperan dalam menurunkan sensitivitas insulin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara rasio asupan omega-6/omega-3 dan HOMA-IR pada perempuan usia reproduktif. Studi potong lintang ini dilakukan di Jakarta, pada bulan Juli sampai Oktober 2021. Pengambilan sampel menggunakan metode consecutive sampling dan diperoleh 79 subjek perempuan yang memenuhi kriteria penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara 24-hours food recall sebanyak 3 kali, pengukuran antropometri untuk menilai status gizi, dan pengambilan serum untuk mengukur kadar glukosa darah puasa dan insulin. Rerata asupan omega-6 pada subjek adalah 9.43 ± 3.69 gram/hari, median asupan omega-3 pada subjek adalah 0.79 (0.23–3.53) gram/hari, dan rerata rasio asupan omega-6/omega-3 adalah 12.32 ± 4.32. Rerata HOMA-IR pada subjek adalah 3.04 ± 1.24. Terdapat korelasi positif lemah antara rasio asupan omega-6/omega-3 dan HOMA-IR, namun tidak signifikan (r=0.161, p=0.157). Ditemukan hubungan signifikan antara DHA dan HOMA-IR setelah mengontrol faktor perancu (p=0.014). Tidak ada hubungan antara rasio asupan asam lemak omega-6/omega-3 dan HOMA-IR pada perempuan usia reproduktif. Namun, ditemukan hubungan antara asupan DHA dan HOMA-IR yang menunjukkan bahwa peningkatan asupan asam lemak tidak jenuh dapat mencegah terjadinya resistensi insulin.

Insulin resistance is a decrease in the ability of tissues (muscle, liver, and adipose tissue) to respond to insulin that circulates normally in the blood which is at risk of developing type 2 diabetes mellitus. A high ratio of omega-6/omega-3 fatty acid intake is thought to play a role in reducing insulin sensitivity. This study aims to determine the association between the ratio of omega-6/omega-3 intake and HOMA-IR in reproductive-aged women. This cross-sectional study was conducted in Jakarta, from July to October 2021. Sampling used the consecutive sampling method and obtained 79 women subjects who met the research criteria. Data was collected through 24-hour food recall interviews 3 times, anthropometric measurements to assess nutritional status, and serum sampling to measure fasting blood glucose and insulin levels. The mean omega-6 intake in the subjects was 9.43 ± 3.69 grams/day, the median omega-3 intake in the subjects was 0.79 (0.23–3.53) grams/day, and the mean ratio of omega-6/omega-3 intake was 12.32 ± 4.32. The mean HOMA-IR in the subjects was 3.04 ± 1.24. There was weak positive correlation between the ratio of omega-6/omega-3 intake and HOMA-IR, but not significant (r=0.161, p=0.157). A significant relationship was found between DHA and HOMA-IR after adjusted confounding factors (p=0.014). There was no association between the ratio of omega-6/omega-3 fatty acid intake and HOMA-IR in reproductive-aged women. However, it was found that there was a assocation between DHA intake and HOMA-IR which indicated that increasing intake of unsaturated fatty acids could prevent insulin resistance"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydwina Juvanni Callestya
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah salah satu kelainan endokrin yang paling umum terjadi pada wanita usia reproduktif. Patogenenesis SOPK berhubungan langsung dengan resistensi insulin. Beberapa studi menyimpulkan bahwa akupunktur dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga dapat memperbaiki gejala SOPK. Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 44 penderita SOPK yang dibagi secara acak ke dalam dua kelompok, yakni kelompok elektroakupunktur kombinasi medikamentosa (n=22) dan kelompok elektroakupunktur sham kombinasi medikamentosa (n=22). Elektroakupunktur dilakukan 3 kal seminggu, sebanyak 12 kali, selama 4 minggu, pada titik CV3 Zhongji, CV4 Guanyuan, CV6 Qihai, ST25 Tianshu, ST28 Shuidao, ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao, dan BL57 Chengsan. Pemeriksaan gula darah puasa dan insulin puasa dilakukan untuk mengukur indeks HOMA-IR sebagai luaran primer. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Median indeks HOMA-IR pada kelompok elektroakupunktur kombinasi medikamentosa sebelum dan sesudah terapi menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik (p=0,014). Sedangkan median indeks HOMA-IR pada kelompok elektroakupunktur sham kombinasi medikamentosa sebelum dan sesudah terapi tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,592). Kesimpulan penelitian ini elektroakupunktur kombinasi medikamentosa efektif untuk meningkatkan sensitivitas insulin.

Polycystic ovary syndrome (SOPK) is one of the most common endocrine disorders in women of reproductive age. The pathogenesis of SOPK is directly related to insulin resistance. Several studies have concluded that acupuncture can increase insulin sensitivity to improve symptoms of PCOS. Double-blind randomized clinical trials were performed on 44 patients with SOPK who were randomly divided into two groups, the electroacupuncture with medication group (n=22) and the electroacupuncture sham with medication group (n=22). Electroacupuncture was given 3 times a week, 12 times, for 4 weeks, at the point of CV3 Zhongji, CV4 Guanyuan, CV6 Qihai, ST25 Tianshu, ST28 Shuidao, ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao, and BL57 Chengsan. Fasting blood glucose and fasting insulin were performed to measure the HOMA-IR index as the primary outcome. The results showed a significant difference. The median HOMA-IR index in the electroacupuncture with medication group before and after therapy showed statistically significant differences (p = 0.014). While median HOMA-IR index in electroacupuncture sham with medication group before and after therapy there was no significant difference (p = 0.592). The conclusion of this study electroacupuncture combination with medication is effective to improve insulin sensitivity. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Binahayati
"ABSTRAK
Sindrom metabolik MetS adalah kumpulan faktor yang kompleks dan saling berhubungan, yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes mellitus tipe 2. Resistensi insulin dan obesitas sentral dianggap sebagai penyebab utama dari sindrom metabolik, sehingga penurunan resistensi insulin menjadi tujuan klinis yang penting saat ini. Beberapa studi menyimpulkan bahwa akupunktur dapat meningkatkan sensitivitas insulin, karena itu efektif untuk mengatasi gangguan metabolik Uji klinis acak tersamar tunggal dengan pembanding dilakukan pada 50 penderita sindrom metabolik yang dibagi secara acak ke dalam dua kelompok, kelompok elektroakupunktur dan medikamentosa n = 25 serta kelompok elektroakupunktur sham dan medikamentosa n=25 . Elektroakupunktur dilakukan 2 kali seminggu sebanyak 10 kali tindakan di titik CV12 Zhongwan, CV4 Guanyuan, ST25 Tianshu, ST36 Zusanli, ST40 Fenglong, SP6 Sanyinjiao, dan MA-IC3 Endokrin. Dilakukan pemeriksaan gula darah puasa dan insulin puasa untuk mengukur HOMA-IR sebagai luaran primer. Hasilnya terdapat perbedaan bermakna secara statistik perubahan HOMA-IR antara kelompok elektroakupunktur dan medikamentosa dengan kelompok elektroakupunktur sham dan medikamentosa -1,66 2,187 dan -0,29 2,388, p = 0,044 . Terapi kombinasi elektroakupunktur dan medikamentosa efektif untuk menurunkan resistensi insulin pada penderita sindrom metabolik.

ABSTRACT
The metabolic syndrome is a complex disorder defined by a cluster of interconnected factors that increase the risk of cardiovascular diseases and diabetes mellitus type 2. Insulin resistance and central obesity are considered significant factors as the underlying cause of the metabolic syndrome, since reduction of insulin resistance is an important clinical goal today. Several studies have concluded that acupuncture can improve insulin sensitivity, as it is effective against metabolic disturbances. A single blind randomized controlled trial involved 50 patients randomly allocated into two groups electroacupuncture with medication group n 25 or sham electroacupunture with medication group n 25 . Electroacupuncture therapy was given twice a week for ten times at CV12 Zhongwan, CV4 Guanyuan, ST25 Tianshu, ST36 Zusanli, ST40 Fenglong, SP6 Sanyinjiao, and MA IC3 Endocrine. Fasting blood glucose and fasting insulin serum were assessed to measure HOMA IR as the primary outcome. There was a statistically significant difference in changing of HOMA IR between electroacupuncture with medication group and sham electroacupunture with medication group 1,66 2,187 and 0,29 2,388, p 0.044 . Electroacupuncture with medical treatment effectively decreased insulin resistance of metabolic syndrome patients."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Nur Utami
"Latar belakang: masyrakat Indonesia sangat terpajan oleh radiasi UV. Efek toksik radiasi UV yang terdapat di sinar matahari merupakan masalah kesehatan yang serius yang dapat berupa inflamasi (eritema), tanning, dan imunosupresi lokal ataupun sistemik. Kunyit merupakan salah satu tanaman rempah yang terkenal di Indonesia. Kurkumin merupakan suatu zat yang terdapat pada kunyit. Penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa kurkumin mempunyai efek antiinflamasi yang kuat. Sediaan kurkumin yang saat ini dipasarkan di Indonesia hanya dalam bentuk sediaan oral.
Tujuan: Untuk membuktikan bahwa kurkumin dalam vehikulum salep dan krim mampu memberikan efek antiinflamasi pada kulit mencit yang telah diberi sinar UV. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk mengetahui manfaat pemberian kurkumin secara topikal terhadap kulit mencit yang telah disinari UV. Dalam penelitian ini, peneliti mengelompokkan perlakuan pada mencit menjadi tiga kelompok, yaitu mencit yang diberi salep kurkumin 1%, kri kurkumin 1%, dan yang tidak diberi perlakuan. Hasil pengamatan dinilai secara histopatologi berdasarkan lima parameter, yaitu adanya blister, jumlah neutrofil, jumlah limfosit, jumlah fibroblast, dan morfologi kapiler.
Hasil: Dengan menggunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis, diperoleh nilai probabilitas 0,047 (p=0,047) dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc dan didapatkan: kontrol dibandingkan dengan salep kurkumin 1% diperoleh nilai probabilitas 0,046 (p=0,046); kontrol dibandingkan dengan krim kurkumin 1% diperoleh nilai probabilitas 0,046 (p=0,046); krim
kurkumin % dibandingkan dengan salep kurkumin 1% diperoleh nilai probabilitas 0,2 (p=0,2)
Kesimpulan: terdapat perbedaan efek antiinflamasi antara salep kurkumin 1%, krim kurkumin 1%, dan yang tidak diberi perlakuan pada kulit mencit yang telah disinari sinar UV selama 5 jam; perbedaan vehikulum tidak mempengaruhi efek
antiinflamasi yang diberikan oleh kurkumin.

Introduction: Indonesians are very exposed to UV irradiation. Toxic effect from the sun is a major health problem which include inflamation (erythema), tanning, and local or systemic immunosuppression. Curcuma is one of spices that is famous in Indonesia. Curcumin is the most important constituent in this plant. In vitro and in vivo researches had approved that curcumin has an antiinflammatory properties. Nowadays, curcumin that sold in Indonesia was an oral medicine.
Aim: To prove that curcumin in vehicle such as ointment and vanishing cream has an antiinflammatory propesties in mice?s skin that was radiated with UV lamp. Methods: This research was an experiment in order to know the benefits of applying topical curcumin on mice?s skin that was radiated from UV lamp. In this research, the researcher devide the mice into three subgroups, which are mice given curcumin ointment 1%, vanishing 1%, and without intervention. All results were assessed by histopathology examination based on five parameters which are blisters, neutrofils, lymphocytes, morfology of dermis capiler, and fibroblast.
Results: By using Kruskal-Wallis non parametric test, the probability value was 0,047. Continued with Mann_whitney test, the obtained probability values were: control compare with curcumin ointment 1% 0,046 (p=0,046), control compare curcumin vanishing cream 1% 0,046 (p=0,046), curcumin vanishing cream 1% and curcumin ointment 1% 0,2 (p=0,2)
Conclusion: Curcumin ointment 1% and curcumin vanishing cream 1% exerted an antiinflammatory properties on mice?s skin that was radiated for five hours. Vehicles were not influenced the antiinflammatory properties of curcumin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Livia Kurniati Saputra
"Inflamasi derajat rendah diduga terlibat dalam patogenesis penyakit kronis yang
terjadi secara global. Salah satu penanda inflamasi yang kerap digunakan adalah
high sensitivity C-reactive protein (hsCRP). Asupan serat pangan yang lebih rendah
diduga berperan terhadap kadar hsCRP serum, akan tetapi hasil penelitian
sebelumnya masih bervariasi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara
asupan serat pangan dengan kadar hsCRP serum pada pekerja sedentari usia 19-49
tahun di Jakarta Timur, Indonesia. Studi ini merupakan studi potong lintang pada
58 pekerja sedentari yang dilaksanakan pada Bulan Agustus hingga Oktober 2020.
Data dasar dikumpulkan memakai kuesioner. Asupan makanan dicatat dengan 3-
day food record dan dilakukan pengukuran antropometri untuk mengetahui indeks
massa tubuh (IMT) dan ukuran lingkar pinggang. Pemeriksaan hsCRP serum
memakai metode imunoturbidimetri. Analisis untuk menilai korelasi antara asupan
serat pangan dan kadar hsCRP serum dilakukan menggunakan uji Spearman jika
nilai p<0,05 dianggap bermakna. Mayoritas subjek adalah perempuan, tidak
merokok, dengan aktivitas fisik kurang dan memiliki status gizi normal serta tidak
obesitas abdominal. Berdasarkan data asupan makanan didapatkan asupan energi,
karbohidrat total, dan serat pangan total berada dibawah rekomendasi AKG. Hanya
asupan lemak total yang sesuai dengan rekomendasi AKG. Asupan serat pangan
total didapatkan sebesar 7,45 g/hari. Nilai hsCRP serum masih dalam batasan
normal, yaitu sebesar 0,4 mg/L. Pada analisis bivariat tidak didapatkan korelasi
antara asupan serat pangan dengan kadar hsCRP serum (r=0,003, p=0,981). Hasil
penelitian ini tidak mendapatkan adanya korelasi antara asupan serat pangan
dengan kadar hsCRP serum, namun diketahui asupan serat pangan masih sangat
rendah sehingga perlu dilakukan promosi kesehatan untuk meningkatkan asupan
serat pangan pada pekerja sedentari.

Low grade inflammation has previously been linked to the global development of
chronic disease. High sensitivity C-reactive protein (hsCRP) is commonly used to
detect inflammation. Low dietary fiber intake was hypothesized to have an effect
on serum hsCRP concentration. To this day, studies on the relationship between
dietary fiber and serum hsCRP have shown inconclusive result. In this study, we
aimed to find a correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP on
sedentary worker age 19-49 years old at East Jakarta, Indonesia. This was a cross
sectional study on 58 sedentary workers. This study was conducted in August-
October 2020. Subject’s characteristics was obtained using a questionnaire. Dietary
assessment was conducted using 3-day food record. Anthropometic measurements
included body mass index (BMI) and waist circumference. Serum hsCRP
concentrations were measured using immune turbidimetry. Spearman test was used
to determine correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP, with
p<0,05 being significant. Subjects were mostly female, non-smoker, with
inadequate physical activity. A majority of subjects had normal BMI and waist
circumference. Dietary assessment showed subject has inadequate intake of energy,
carbohydrate, and dietary fiber. Only fat intake was adequate in the present study.
Total dietary fiber intake was 7,45 g/day. Median value of serum hsCRP was 0,4
mg/L. There was no correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP
(r=0,003, p=0,981). However, this study found that dietary fiber intake was very
low. Thus, education on increasing dietary fiber intake is necessary for sedentary
workers.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Rachmat Kurniawan
"Kekuatan otot adalah salah satu tanda vital yang dapat menentukan risiko fungsi fisik serta risiko mortalitas. Laju penurunan kekuatan otot terjadi lebih cepat dibandingkan dengan laju penurunan massa otot. Kami menghubungkan salah satu faktor yang dapat memengaruhi penurunan kekuatan otot dengan fase awal diabetes, yang juga terkait dengan resistensi insulin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan nilai HOMA-IR dengan kekuatan relatif genggaman tangan pada wanita dewasa di Jakarta. Kami menggunakan metode cross sectional dan diperoleh 68 subjek. Data diperoleh melalui handgrip dynamometry, sampel darah, food recall 3 x 24 jam, pengukuran antropometri, dan kuesioner aktivitas fisik. Median nilai HOMA-IR 2,765 (0,62 – 6,12). Rerata kekuatan absolut genggaman tangan 25,32 ± 2,27 kg. Hasil kekuatan relatif genggaman tangan melalui perhitungan kekuatan absolut genggaman tangan dibagi berat badan diperoleh median 0,39 (0,22 – 0,61). Hasil uji statistik regresi linier dengan metode Enter menunjukkan tidak ada asosiasi yang signifikan antara HOMA-IR dengan kekuatan relatif genggaman tangan setelah dikontrol dengan IMT sebagai faktor perancu.

Muscle strength is one of the vital signs that can determine the risk of physical function and overall mortality. The rate of decline in muscle strength occurs faster than the rate of decline in muscle mass. We relate one of the factors that can influence the decrease in muscle strength to the early phase of diabetes, which is also associated with insulin resistance. We aim to determine the association between HOMA-IR value and relative hand grip strength in adult women in Jakarta. We used a cross-sectional method and obtained 68 subjects. Data were obtained through handgrip dynamometry, blood samples, 3 x 24 hours food recall, anthropometric measurements, and IPAQ-SF questionnaires. The HOMA-IR value was obtained with a median of 2.765 (0.62 - 6.12). An average of 25.32 ± 2.27 kg resulted from absolute hand grip strength. While the results of the relative handgrip strength are dividing the absolute handgrip strength by body weight, a median of 0.39 (0.22 - 0.61) was obtained. The linear regression statistical test using the Enter method showed no significant relationship between HOMA-IR and relative hand grip strength after controlling for BMI as a confounding factor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan: Untuk meneliti korelasi antara penanda biokimia Angptl3, FABP4 dan HOMA-IR pada populasi pria Indonesia dengan kondisi obesitas sentral non diabetes. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang pada 133 individu pria dengan obesitas sentral non diabetes (dengan kriteria lingkar pinggang > 90 cm; konsentrasi glukosa darah puasa < 126 mg/dL; dan tidak adanya keluhan khas diabetes) usia 30-60 tahun yang dilakukan di Jakarta, Indonesia. Penanda biokimia yang ditentukan meliputi Angptl3, FABP4, FFA, insulin puasa, dan glukosa puasa. Di samping itu dilakukan penentuan berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang (LP), tekanan darah sistolik (TDS), dan tekanan darah diastolik (TDD). Hubungan antara berbagai penanda biokimia didapatkan melalui uji korelasi Pearson dan Spearman. Hasil: Hasil uji korelasi Pearson dan Spearman menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna antara Angptl3 dan FABP4 (r = 0,319; P = 0,000), Angptl3 dan FFA (r = 0,171; P = 0,049), FABP4 dan HOMA-IR (r = 0,202; P = 0,019), FFA dan FABP4 (r = 0,506; P = 0,000), LP dan HOMA-IR (r = 0,323; P = 0,000), LP dan FABP4 (r = 0,387; P = 0,000), Indeks Massa Tubuh (IMT) dan HOMA-IR (r = 0,270; P = 0,002), serta IMT dan FABP4 (r = 0,362; P = 0,000). Kesimpulan: Adanya korelasi positif yang bermakna antara Angptl3-FABP4, Angptl3-FFA, FFA-FABP4 serta FABP4-HOMA-IR menimbulkan dugaan bahwa Angptl3 memicu lipolisis dalam jaringan adiposa melalui hubungannya dengan FABP4 serta berhubungan dengan peningkatan resistensi insulin pada individu pria obes non diabetes.

Abstract
Aim: To reveal the correlation between Angptl3, FABP4 and HOMA-IR among Indonesian obese non diabetic males. Methods: This is a cross sectional study with 133 obese non diabetic males volunteers (characterized by waist circumference > 90 cm; fasting blood glucose < 126 mg/dL; and no diabetic specific symptoms) age between 30-60 years which was done in Jakarta, Indonesia. We measured biochemical markers such as Angptl3, FABP4, FFA, fasting insulin and fasting glucose. We also measured weight, height, waist circumference (WC), systolic blood pressure (SBP) and diastolic blood pressure (DBP). Correlation between each marker was measured using Pearson and Spearman?s analysis. Results: Pearson and Spearman?s correlation analysis showed significant positive correlation between Angptl3 and FABP4 (r = 0.319; P = 0.000), Angptl3 and FFA (r = 0.171; r = 0.049), FABP4 and HOMA-IR (r = 0.202; P = 0.019), FFA and FABP4 (r = 0.506; P = 0.000), WC and HOMA-IR (r = 0.323; P = 0.000), WC and FABP4 (r = 0.387; P = 0.000), Body Mass Index (BMI) and HOMA-IR (r = 0.270; P = 0.002), BMI and FABP4 (r = 0.362; P = 0.000). Conclusion: This study showed positive significant correlations between Angptl3-FABP4, Angptl3-FFA, FFA-FABP4 and FABP4-HOMA-IR. We suggest that Angptl3 can activate lipolysis in adipose tissue (through its correlation with FABP4), and Angptl3 concentration is related to insulin resistance risk among Indonesian obese non diabetic males."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin. Fakultas Kedokteran], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>