Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Surya Septiawan
"Latar Belakang. Kelelahan kerja merupakan keluhan yang sering dijumpai pada pekerja. Kondisi fisik dan mental pekerja yang mengalami kelelahan berdampak negatif kepada pekerja itu sendiri dan hasil pekerjannya. Kombinasi multivitamin dengan kandungan vitamin B efektif mengatasi kelelahan fisik dan memperbaiki mood serta kemampuan kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplemen multivitamin B1, B6, dan B12 terhadap kelelahan kerja. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan sampel sebesar 60 masing-masing 30 sampel untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Seluruh subjek diukur kelelahannya secara subjektif dengan kuisioner checklist individual strenght sebelum dan sesudah pemberian suplementasi tablet kombinasi vitamin B1, B6, dan B12 selama 7 hari. Data yang diperoleh dianilisis dengan uji statistik untuk melihat perbedaan nilai tengah kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil. Rata-rata skor checklist individual strenght kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah pemberian suplemen multivitamin B1, B6, dan B12 selama 7 hari adalah 64,10 dan 77,30. Terdapat perbedaan rata-rata skor kuisioner checklist individual strenght p=0,001 . Kesimpulan dan saran. Terdapat pengaruh suplementasi multivitaim B1, B6, dan B12 terhadap kelelahan kerja.
Introduction. Work fatigue is the common complaints found among workers. The physical and mental condition of worker suffered from fatigue would negatively impact the worker and his performance. The combination of multivitamin containing vitamin B was known to be effective in treating physical fatigue and improving mood and cognitive ability. This study aimed to investigate the effect of multivitamin B1, B6, and B12 supplementation to work fatigue. Method. This was a quasi experimental study on 60 samples of each 30 samples on intervention and control groups. Fatigue was measured by checklist individual strength questionnaire at pre and post supplementation of multivitamin B1, B6, and B12 for 7 days, and then independent T test was used to compare the mean difference of intervention and control groups. Results. After 7 days of supplementation, the mean score of the checklist individual strength at intervention and control groups were significantly difference p 0,001 at 64.10 4.78 and 77.30 4.61, respectively. Conclusion and recommendation. The supplementation of multivitamin B1, B6, dan B12 was found to have effect on work fatigue. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Surya Septiawan
"Latar belakang: Kelelahan yang muncul akibat aktivitas kerja dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas di kalangan pekerja di dunia. Hal ini mempengaruhi kinerja fisik dan mental selama jam kerja, yang muncul dalam berbagai tanda dan gejala. Vitamin B1, B6, dan B12 menjadi salah satu pendekatan farmakologis untuk mengatasi masalah kelelahan. Namun, hanya sedikit penelitian yang menjelaskan mengenai efek dari konsumsi multivitamin ini bagi orang dengan intensitas kerja yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi pengaruh multivitamin B1, B6, dan B12 terhadap kelelahan pada pekerja.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian berbasis bukti dengan menggunakan artikel penelitian terkait dari lima database terkemuka. Artikel penyaringan artikel dilakukan dengan menghilangkan judul dan abstrak yang tidak relevan, memilih artikel dengan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, menggunakan metode Randomized Control Trial, Systematic Review, serta menjelaskan tentang kelelahan. Artikel dengan data yang tidak lengkap dan eksperimen non-manusia dikeluarkan dari penelitian. Semua artikel yang diperoleh dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan pedoman dari Centre for Evidence-Based Medicine Universitas Oxford.
Hasil: Didapatkan tiga studi yang valid dan relevan dengan metode Randomized Control Trial (RCT), studi pertama oleh Clarissa et. al. dengan 24 sampel didapatkan adanya pengaruh pemberian asupan vitamin B1, B6 dan B12 terhadap terjadinya kelelahan otot pada fase anaerob dengan nilai RRR 36% dan ARR 29,17% (p = 0.035). Studi kedua oleh Dodd et. al. dengan 82 sampel didapatkan pemberian multivitamin B1, B6 dan B12 meningkatkan oksidasi karbohidrat untuk energi saat latihan (p = 0.0001 untuk kelelahan mental, p = 0.029 untuk kelelahan fisik) dengan nilai RRR 29% untuk kelelahan mental, 17% untuk kelelahan fisik, dan didapatkan nilai ARR 10% untuk kelelahan mental, 10% untuk kelelahan fisik. Sedangkan studi ketiga oleh Ferorelli et. al didapatkan terjadi penurunan gejala kelelahan yang signifikan pada 50 sampel yang diberikan vitamin B1, B6 dan B12 (p < 0.00001) dengan nilai RRR 34% dan nilai ARR 34%.
Kesimpulan: Ketiga artikel menunjukkan hasil positif mengenai pemberian multivitamin B1, B6, dan B12 dalam mengurangi kelelahan. Namun, studi terkait pemberian vitamin B dengan kelelahan masih sangat terbatas, dan jumlah sampel yang kecil dalam studi yang ada maka pemberian vitamin B1, B6 dan B12 belum direkomendasikan sebagai terapi adjuvant untuk menurunkan kelelahan pada pekerja. Tatalaksana okupasi lebih diutamakan dalam penanganan pekerja dengan kelelahan.

Background. Fatigue emergence due to working activity could lead morbidity and mortality among workers in the world. It affected to the physical and mental performance during working hours, which appeared in various sign and symptoms. Vitamin B1, B6, and B12 were being a pharmacological approach to address fatigue problem. However, only few studies explained regarding the effects of these multivitamin consumption for people with high intensities of working. Therefore, this study was carried out to explore the effect of multivitamin B1, B6, and B12 intake on the incidence of fatigue among workers.
Methods. This study was an evidence-based report using related research articles from five reputable databases. The article screening has employed by eliminating irrelevant title and abstract, selected articles with English and Bahasa Indonesia, used randomized Control Trial, Systematic Review, and explaining fatigue. Articles with incomplete data and non-human experiments were excluded from study. All obtained articles were analysed further using guideline from the Centre for Evidence-Based Medicine, University of Oxford.
Results. Three valid and relevant studies were obtained with the Randomised Control Trial (RCT) method, the first study by Clarissa et. al. with 24 samples found the effect of vitamin B1, B6 and B12 intake on the occurrence of muscle fatigue in the anaerobic phase with an RRR value of 36% and ARR 29.17% (p = 0.035). The second study by Dodd et. al. with 82 samples found that giving multivitamins B1, B6 and B12 increased carbohydrate oxidation for energy during exercise (p = 0.0001 for mental fatigue, p = 0.029 for physical fatigue) with an RRR value of 29% for mental fatigue, 17% for physical fatigue, and obtained an ARR value of 10% for mental fatigue, 10% for physical fatigue. While the third study by Ferorelli et. al found a significant reduction in fatigue symptoms in 50 samples given vitamins B1, B6 and B12 (p < 0.00001) with an RRR value of 34% and an ARR value of 34%.
Conclusion. The three articles showed positive results regarding multivitamins B1, B6, and B12 intake in reducing fatigue. However, studies related to the administration of vitamin B with fatigue are still very limited, and the sample size is small in the existing studies, so the vitamins B1, B6 and B12 intake has not been recommended as adjuvant therapy to reduce fatigue in workers. Occupational management takes priority in handling workers with fatigue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meivita
"Latar belakang dan tujuan: Tekanan panas merupakan masalah penting dalam industri manufaktur. Paparan tems menerus akan menyebabkan kelelahan. Kelelahan kerja berkepanjangan yang berlangslmg minimal enam bulan tanpa pemulihan yang optimal, akan menyebabkan kelelahan kronis, da.n selanjutnya akan mengakibatkan penurunan kernampuan kelja dan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tekanan panas dan kelelahan kronis Serta faktor-faktor lain yang berhubungan pada peke1ja bagian produksi di perusahaan pemintalan benang PT "X" Karawang.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan metode acak sederhana secara manual. Data dikumpulkan melaiui kucsioncr rncngcnai lcaraktcristik pekcija dan masa kclja, kucsioncr kclclahan (SSRT dari IFRC), pengukuran tinggi dan berat badan, dan penilaian Indeks Suhu Bala dan Basah untuk mengukur tekanan panas, serla pengukuran intensitas bising dengan sommd level meter oleh dinas kesehatan.
Hasil: Prevalensi kelelahan kronis pada pekelja di bagian produksi adalah 68,8%. Prevalensi kelelahan kronis di bagian dengan tekanan panas Iebih dari 30°C sebesar 84,0%, dan tekanan panas kurang atau sama dengan 30°C sebesar 4O,9%. Tekanan panas Iebih dari 30°C, masa kerja lcbih dari lima tahun, usia lcbih dari 30 tahun dan IMT tidak normal merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan tcljadinya kclelahan kronis. Tckanan panas Iebih dari 30°C mcningkatkan resiko kelelahan kronis 40,28 kali lipat (Adj OR 40,28, 95% CI: 7,42;2l8,5, p = 0,000). Masa kerja Iebih dari 5 tahun meningkatkan risiko kelelahan kronis 7,6 kali lipat (Adj OR 7,64, 95% CI: l,59;36,68, p >= 0,011). Usia Iebih dari 30 tahun meningkatkan risiko kelelahan kronis 6,7 kali lipat (Adj OR 6,69, 95% CI:1,37;32,54, p = 0,0l9). IMT tidak normal meningkatkan risiko kelelahan kronis 4,5 kali lipat (Adj OR 4,45, CI: l,3l;I5,l8, p = 0,01 7).
Kesimpulan: Prevalensi kelclahan kronis pada pekezjaan di bagian produksi adalah 68,8% dan Iebih banyak terjadi pada pekerja terpajan panas Iebih dari 30°C Tekanan panas Iebih dari 30°C, masa kerja lebih dari lima tahun, usia Iebih dari 30 tahun dan [MT tidak normal didapat berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis.

Background and Aim: Heat stress is an important problem in manufacturing industry. Continues exposure can cause fatigue. Long lasting fatigue for minimally six months without optimal recovery will produce chronic fatigue. Which at the end will decrease working capability and productivity. This study aim to assess the relation between heat stress and others related factors with chronic fatigue in production workers at yarn manufacture "X" Karawang.
Methods: A cross sectional study was used. Sample was selected by manual simple random method. Data were collected through questionnaire that covered workers characteristics and working variables , fatigue questionnaire (SSRT trom IFRC), measurement of body height and weight, and Wet Bulb Globe Temperature Index for measuring heat stress, and noise level mesurement with Sound Level Meter by Local Health Office.
Result: The prevalence of chronic fatigue in production worker was 68.8%. The prevalence of chronic fatigue in area with heat stress >30°C was 84.0%, while in areas with heat stress S30 C it was 40.9%. Heat stress >3o°c, working period >5 years, age >30 years old and abnormal BMI were risk factors to chronic fatigue. Heat stress >30°C increases chronic fatigue risk by 40,28 times (Adj OR 40,28, 95% CI: 7,42;218,5, p = 0,000). Working period >5 years increases risk by 7,6 time (Adj OR 7,64, 95% CI: l,59;36,68, p = 0,011). Age >30 years old increases risk by 6,7 times (Adj OR 6,69, 95% CI: l,37;32,54, p = 0,019). Abnormal BM] increases risk by 4,5 times (Adj OR 4,4S, CI: 1,31;l5,l8, p = 0,017).
Conclusion: The overall chronic fatigue prevalence was 68.8%. Heat stress >30°C, Working period >5 years, age >30 years old and abnormal BMI were related with chronic fatigue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29203
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ma`rifatul Mubin
"Sindrom Kelelahan Kronik adalah kumpulan gejala dari penurunan substansial kemampuan dalam aktivitas pekerjaan, pendidikan, sosial, atau pribadi selama lebih dari 6 bulan dan disertai kelelahan, malaise pasca-kerja, dan tidur yang tidak menyegarkan ditambah setidaknya satu dari dua manifestasi gangguan kognitif dan intoleransi ortostatik. Salah satu dampak pajanan logam berat adalah terjadinya sindrom kelelahan kronik pada pekerja. Ada banyak bukti bahwa beberapa bentuk kelelahan dapat disebabkan atau diperburuk oleh kerja. Hubungan kerja dan sindrom kelelahan kronis dapat dipertanyakan, tetapi unsur-unsur di tempat kerja dapat memperburuk gejala sindrom kelelahan kronis. Pekerja tambang emas skala kecil menggunakan merkuri dalam pekerjaannya, sehingga berisiko tinggi mengalami keracunan kronik merkuri, apalagi Pekerja Emas Skala Kecil termasuk populasi pekerja yang tidak dilindungi. Pekerja jarang menggunakan alat pelindung diri dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu masalah kesehatan akibat pajanan merkuri adalah terjadinya sindrom kelelahan kronik yang belum pernah diteliti pada PESK.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang untuk mencari hubungan antara variabel bebas seperti usia, jenis kelamin, masa kerja sebagai penambang, jenis aktivitas bekerja, kadar merkuri urin dan kadar merkuri urin kumulatif dengan variabel terikat adalah sindrom kelelahan kronik pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner asesmen kesehatan populasi terpajan merkuri dari WHO UNEP, pemeriksaan match box test, dan kadar merkuri urin terkoreksi kreatinin.
Hasil: Prevalensi sindrom kelelahan kronik pada pekerja PESK di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten didapatkan sebesar 17,9%. Berdasarkan hasil, faktor usia, jenis kelamin, masa kerja, jenis pekerjaan, dan kadar merkuri urin kumulatif tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan sindrom kelelahan kronik (p > 0,05).
Kesimpulan: Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, masa kerja, jenis pekerjaan, dan kadar merkuri urin kumulatif dengan sindrom kelelahan kronik pada pekerja PESK.

Introduction: Chronic fatigue syndrome is a collection of symptoms from a substantial reduction in the ability to engage in preillness levels of occupational, educational, social, or personal activities that persists for more than 6 months and is accompanied by fatigue, post-exertional malaise, unrefreshing sleep. One of the effects of heavy metal exposure is the occurrence of chronic fatigue syndrome in workers. There is plenty of evidence that some form of fatigue can be caused or exacerbated by work. The working relationship and chronic fatigue syndrome can be questioned, but the elements in the workplace can worsen the symptoms of chronic fatigue syndrome. Small-scale gold miners use mercury in their work, so there is a high risk of chronic mercury poisoning. Workers rarely use personal protective equipment in doing their jobs. One of the health problems due to exposure to mercury is the occurrence of chronic fatigue syndrome that has not been studied at Artisanal and Small scale Gold Mining (ASGM).
Method: This study uses a cross-sectional design to find the relationship between independent variables such as age, sex, working period as a miner, type of work activities in ASGM, and cumulative urinary mercury levels with chronic fatigue syndrome in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten province. The instrument used is a health assessment questionnaire of mercury-exposed population established by WHO UNEP, match box test, and creatinine-corrected urinary mercury levels.
Results: The prevalence of chronic fatigue syndrome in ASGM workers in West Nusa Tenggara and Banten provinces was 17,9%. Based on the results, the factors of age, sex, work period, type of work, and cumulative urinary mercury levels did not have a statistically significant relationship with chronic fatigue syndrome (p> 0.05).
Conclusion: There was no significant relationship between age, sex, work period, type of work, urinary mercury level and cumulative urinary mercury levels with chronic fatigue syndrome in ASGM workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ronny Hartono
"Pendahuluan: Pekerja angkat angkut di pelabuhan masih sangat dibutuhkan. alat bantu angkat angkut barang, seperti forklift, troli sudah tersedia, namun masih dibutuhkan mengangkat barang secara manual, dari kapal ke darat. Pekerjaan angkat angkut dapat menimbulkan kelelahan kronis, baik akibat kerja fisik maupun akibat monotoni kerja. Kelelahan dapat menurunkan produktifitas serta membahayakan lingkungan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kelelahan kronis dengan jenis pekerjaan angkat angkut pada pekerja bongkar muat kapal laut
Metode Penelitian: Desain penelitian adalah cross sectional dengan analisis komparatif kelelahan kronis pada pekerja bongkar muat tanpa alat bantu dan menggunakan alat bantu. Sampel dipilih secara consecutive sampling didapat 31 pekerja angkat angkut tanpa alat bantu dan 31 pekerja dengan alat bantu. Penelitian ini mengunakan kuesioner OFER versi Indonesia untuk mengetahui apakah pekerja mengalami kelelahan kronis atau tidak dan intershift recovery pekerja baik atau buruk. Variabel yang diteliti adalah: jenis pekerjaan angkat angkut, usia, status gizi/IMT, masa kerja, lama kerja, dan pemulihan antar shift/intershift recovery. Analisis statistik menggunakan SPSS versi 20.0.
Hasil Penelitian: Proporsi kelelahan kronis yang dialami oleh pekerja angkat angkut bongkar muat kapal laut tanpa alat bantu sebesar 90,3%, sedangkan pada pekerja angkat angkut dengan alat bantu sebesar 22,6% . Intershift Recovery yang tidak baik berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis, dengan OR 65,43. Sedangkan variabel usia, status gizi, masa kerja dan lama kerja tidak ditemukan hubungan yang bermakna.
Kesimpulan: Kelelahan kronis banyak dialami oleh pekerja angkat angkut bongkar muat kapal laut tanpa alat bantu dengan proporsi sebesar 90,3%. Intershift recovery yang tidak baik paling berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis. Usia, status gizi, masa kerja dan lama kerja tidak berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis. Diperlukan waktu istirahat yang cukup antar shift untuk mengurangi kelelahan kronik.

Introduction: Lifting workers in ports are still needed. Even though some lifting equipment is already available, such as forklift and trolley, manual lifting is still needed, especially from ship to land. Lifting and hauling, manually or with tools, can cause chronic fatigue, due to the heavy physical work and work monotony. Fatigue can reduce productivity and endanger the work environment. This study aims to determine the relationship between chronic fatigue and the type of lifting work in loading and unloading workers.
Methods: This research used a cross-sectional design with comparative analysis between loading/unloading workers with and without assistive equipment. The sample was selected by consecutive sampling, resulting in 31 workers who lifted without tools and 31 workers with tools. This research used the Indonesian version of the OFER questionnaire to determine whether workers experience chronic fatigue or not and whether the intershift recovery of workers is good or bad. The variables researched were types of work, age, nutritional status/BMI, years and hours of work and intershift recovery. Statistical analysis using SPSS version 20.0.
Results: The proportion of chronic fatigue experienced by workers loading and unloading ships without assistive equipment is equal to 90,3%, while the workers loading and unloading with tools is 22,6% . Poor intershift recovery is associated with chronic fatigue, with an OR of 65.43. No significant association was found between variables of age, BMI, hours of work, period of work and chronic fatigue.
Conclusion: Chronic fatigue is experienced by 90.3% of loading and unloading workers who did not use equipment Poor inter-shift recovery is most associated with chronic fatigue. Age, nutritional status, years, and hours of work are not associated with chronic fatigue. Sufficient rest time between shifts is needed to reduce chronic fatigue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Trise Kurniasari
"Latar Belakang: Performans dan kesehatan pekerja terpajan panas bergantung pada tiga aspek, yaitu heat strain, status hidrasi dan penyakit yang berhubungan dengan panas.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan prevalensi kelelahan kronik pada pekerja dengan pajanan tekanan panas ge;30°C dan pajanan panas

Background.The performance and health of heat exposed workers depends on three aspects, namely heat strain, hydration status and heat related disease. The purpose of this study was to examine the differences in the prevalence of chronic fatigue in workers with exposure to heat pressure ge 30°C and heat exposure "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resa Boga Anasto
"Latar Belakang-CIS20R sebagai salah satu kuisioner untuk menilai kelelahan kronis, telah tervalidasi dan memiliki nilai reliabilitas yang baik di Belanda, Polandia dan Portugal. Untuk CIS20R versi bahasa Indonesia diharapkan memiliki validitas dan reliabilitas yang adekuat yang dinilai melalui penelitian ini.
Metode - Menilai vadilitas kuisioner CIS20R digunakan metode analisa faktor (factor analysts) dengan nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO) dan Uji Bartlett yang kemudian ditambahkan pengujian mengenai variance dan jumlah dimensi (faktor atau matriks). Untuk reliabilitas dilakukan dengan pengukuran nilai alpha cronbach
Hasil - Hasil uji KMO didapatkan nilai koefesien korelasi (r) sebesar 0,803 sedangkan signifikansi yang didaptkan dari uji Bartlett lebih kecil dari 0,001 (p<0,001), semua variabel pertanyaan memiliki kemaknaan di atas 0,03. Hasil rotasi dari faktor (dimensi) menghasilkan 6 buah faktor (dimensi). Sedangkan untuk nilai alpha cronbach didapatkan sebesar 45%.
Simpulan - Dari nilai korelasi dan signifikansi yang dihasilkan melalui metode analisa faktor disimpulkan bahwa kuisioner CIS20R berbahasa Indonesia adalah valid (sedangkan reliabilitas dari kuisioner ini masih rendah (45%). Diperlukan penambahan variabel pertanyaan dari CIS20R berbahasa Indonesia agar dapat digunakan sebagai instrument untuk menilai kelelahan kronis

Background–CIS20R is a questionnaire to measure chronic fatigue. This instrument was validated in Dutch, Poland and Portugal and the purpose of this study is to measure the validation and reliability of CIS20R in bahasa.
Method – to validity of CIS20R in Indonesia language version used a factor analyst method with Kaiser Meyer Olkin (KMO) test, Bartlett test, scope of variances and rotation factors (or dimension) measurement. To evaluate the reliability of this questionnaire used an alpha cronbach test.
Result – coefficient correlation (r) in KMO test was 0,803 and significance (p) in Bartlett test was less than 0,001 (p < 0,001). Factor analisys suggested to build this questionnaire in 6 (six) factors (dimensions) with their own variables. Alpha cronbach test was 45%.
Conclusion – Based on factor analyst method, CIS20R in Indonesia version is a valid measurement of chronic fatigue. In the other hand, based on alpha cronbach score, CIS20R in Indonesia version is not a reliable measurement of chronic fatigue. Need a further revision of CIS20R in Indonesia version to get this questionnaire valid and reliable as chronic fatigue measurement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntur Tjora
"Setiap perusahaan akan berusaha mencapai tingkat produktivitas yang setinggi-tingginya dalam kelangsungan operasionalnya. Untuk menunjang tujuan dimaksud, maka peranan kesehatan pekerja menjadi hal yang amat strategis. Sehubungan dengan hal tersebut maka pemulihan kelelahan pekerja dipandang sangat penting untuk dapat dikelola secara baik.
Penelitian ini berupaya mengungkap kontribusi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap sindroma kelelahan kronik ( Chronic Fatigue Syndrome) dan mengkaji sejauh mana efek terapi relaksasi napas lambat dalam pemulihannya.
Metode penelitian ini adalah studi eksperimen pre dan post, yang dilaksanakan di Kantor pusat PT AT di Jakarta periode Juli - September 2003 dengan melibatkan 45 (empat puluh lima) pekerja pria yang di wawancara dan mengisi kuesioner, serta mereview rekam medis yang ada di Poliklinik perusahaan. Diagnosis sindrom kelelahan kronik didasarkan atas kriteria mayor dan minor ( versi Central Disease Control).
Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Intervensi berupa relaksasi napas lambat selama 4 ( empat ) minggu dengan frekuensi tiga kali 5 sampai 10 menit setiap hari, secara mandiri dan dimonitor dua kali seminggu oleh peneliti selama 20 menit. Sebelum dan sesudah relaksasi dilakukan penghitungan skor kelelahan (versi Fatigue Severity Scale )
Hasil ; Penelitian ini menemukan bahwa responden berusia rata-rata 34.38 ±7.88 tahun, masa kerja rata-rata 7.27 ± 3.82 tahun, IMT 20.3 ± 2.7 , pendidikan umumnya setingkat SLTA ( 51.1 %) serta 37.8 % responden mempunyai gaya hidup baik. Rerata skor kelelahan preintervensi 35.80 ± 2.78 dan post-intervensi 28.73 ± 2.70.
Analisis statistik menunjukkan bahwa terapi relaksasi napas lambat berpengaruh bermakna terhadap skor kelelahan ( paired l-lest analysis) p-value < 0.001 ( 0.000 ). Selanjutnya didapatkan bahwa semua faktor variabel independen ( umur, masa kerja, pendidikan, status gizi dan gaya hidup ) tak berpengaruh bermakna terhadap skor kelelahan kronik dengan p-value > 0.05.

Every company attempts to reach the highest productivity rate in its operation, and for such intended purpose, the role of workers' health becomes something very strategic. In relation to the above, recovery of workers ' fatigue is deemed important to be properly managed
This research is intended to reveal the contribution of a number of factors that influence fatigue (Chronic Fatigue Syndrome) and study of how far the effect of long breath relaxation therapy is in its recovery.
This research method is an experiment study ( before and after design) performed at the central Office of PT Antam Tbk in Jakarta for the period of July - September 2003 by involving 45 (forty-five) interviewed male workers and they filled in questionnaires before and after the relaxation. Fatigue Severity Scoring, review on the medical records existing in the company's Policlinic, diagnosis on chronic fatigue syndrome based on major and minor criteria (CDC version) and sampling were conducted on a simple random sampling basis. Intervention in the form of long breath relaxation for 4 (four) weeks with the frequency of 3 times 5 minutes every day was monitored 2 times a week
Result: This research revealed that the respondents have the average age of 34.38 ± 7.88 years, average employment term of 7.27 ± 3.82 years, BMI of 20.3 ± 2.7 and generally education of Senior High School (SLTA) level, where 37.8% of the respondents have good life style, with the average pre-intervention score of 35.80 ±2.78 and post-intervention score of 28.73 2'2. 70.
Statistic analysis shows that long breath relaxation therapy brings significant influence to the fatigue score (paired t-test analysis), namely p-value < 0.001 (0.000), .
Subsequently, it was found out that all independent variable factor (age, employment term, education, Body Mass Index and life style) no significant influence to the chronic fatigue syndrome with namely p-value > 0.05."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stoff, Jesse A.
New York: Harper Perennial, 1992
616.925 STO c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Puji Astuti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor internal dan eksternal terhadap kelelahan yang terjadi pada pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9. Variabel yang diteliti adalah usia, IMT, dan kuantitas tidur sebagai faktor internal. Shift kerja, durasi mengemudi, dan waktu istirahat sebagai faktor eksternal. Kelelahan diukur menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dari IFRC. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar pengemudi mengalami kelelahan ringan. Umumnya kelelahan tersebut mengarah pada pelemahan aktivitas. Obesitas merupakan satu-satunya faktor dalam penelitian ini yang berhubungan dengan kelelahan yang terjadi pada pengemudi Bus Transjakarta Koridor 9 tahun 2014.

This study aims to determine relationship internal factor and external factor with fatigue in Transjakarta Bus driver corridor 9. Variable examined include age, IMT, and quantity of sleep as internal factors. Workshift, driving duration, and breaking time as an external factors. The instrument of this study is questionnaire subjective feeling of fatigue of IFRC. The results of this study are most driver experienced mild fatigue. The general fatigue leads to weakening activity. Obesity is the only factor in this study is related to driver fatigue which occurs in TransJakarta Bus Corridor 9, 2014."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55588
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>