Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126150 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ema Maratus Sholihah A.
"Latarbelakang: Tidak tercapainya target imunisasi Hepatitis B di Desa CerukcukKecamatan Tanara dan adanya orangtua yang menolak imunisasi maka penting untukmengetahui penyebab orangtua menolak imunisasi Hepatitis B. Penelitian ini bertujuanuntuk mengidentifikasi penyebab orangtua menolak imunisasi hepatitis B denganmemodivikasi determinan Vaccine Hesitancy dan Health Belief Model.
Metode: penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mewawancara ibudengan bayi usia 0-3 bulan yang menolak imunisasi Hepatitis B dan melakukanobservasi pada pelayanan imunisasi.
Hasil: perilaku orangtua yang menolak imunisasi hepatitis B disebabkan karenapengetahuan yang rendah tentang penyakit Hepatitis B dan imunisasinya, persepsiorangtua tentang hambatan melakukan imunisasi yang lebih besar dibandingmanfaatnya, besarnya peran dukun, pengaruh pengambilan keputusan oleh keluarga,masih adanya kepercayaan pada pengobatan tradisional, adanya pengalaman tidakmenyenangkan terkait imunisasi, sosial ekonomi yang rendah, peran tenaga kesehatanyang belum maksimal dalam pemberian informasi imunisasi, serta peran masyarakatyang kurang dalam mendukung iunisasi.
Kesimpulan: peningkatan pengetahuan orangtua tentang penyakit hepatitis B danimunisasinya perlu ditingkatkan didahului dengan pendekatan oleh tenaga kesehatanbekerjasama dengan dengan tokoh agama dan dukun melalui kegiatan-kegiatan nonkesehatan dan kunjungan rumah untuk komunikasi interpersonal dan edukasi imunisasi.

Background: Low coverage of Hepatitis B immunization in Rural Cerukcuk and theexistence of parents who refused immunization so it is important to know the cause ofthe parents refused immunization Hepatitis B. This study aims to identify the cause ofparents reject hepatitis B immunization by modifying the determinants of vaccinehesitancy and Health Belief Model.
Method: This study used qualitative methods by interviewing mothers with infants aged0 3 months who rejected hepatitis B immunization and observed immunization services.
Results: the behavior of parents who reject hepatitis B immunization is due to poorparental knowledge about Hepatitis B disease and its immunization, parental perceptionof immunization constraints greater than the benefits, the magnitude of the dukun 39 s role,the influence of family decision making, the belief in traditional medicine, discomfortrelated to immunization, low social economy, the role of health workers who have notbeen maximized in providing immunization information, as well as the role of peoplewho lack support in iunisasi.
Conclusions: Increased parental knowledge about hepatitis B disease and its immunizationneeds to be increased preceded by approaches by health workers incollaboration with religious leaders and traditional healers through non health activitiesand home visits for interpersonal communication and immunization education.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pad Yadipa Nasrul Khatab
"Hepatitis B merupakan penyakit peradangan hati yang disebabkan virus Hepatitis B, menduduki peringkat kedua di dunia sebagai agent penyebab kanker pada manusia setelah tembakau sedang di Indonesia peringkat ketiga terbesar di dunia dengan prevalensi 2,50%-36,17%. Angka cakupan imunisasi Hepatitis B 0-7 hari di Propinsi Sumatera Barat tahun 2005 adalah 42,2%, di Kabupaten Padang Pariaman 23,86% dan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Alung mencapai 1,07% dari 80% target Nasional.
Tujuan penelitian untuk memperoleh informasi mendalam tentang perilaku ibu dan faktor yang menunjang dan menghambat dalam pemberian imunisasi Hepatitis 13 pada bayi 0-7 hari di Puskesmas Lubuk Alung. Penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap informan kunci (seorang Kasie P2M, seorang Wasor Imunisasi, seorang Kepala Puskesmas, seorang Juru Imunisasi, tiga bidan, tiga kader posyandu dan dua dukun bersalin) dan informan (enam ibu yang bayinya diimunisasi Hepatitis B pada umur 0-7 hari, enam ibu yang bayinya diimunisasi Hepatitis B di atas tujuh hari dan tujuh ibu yang bayinya belum diimunisasi Hepatitis B)
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik (umur dan paritas), pengalaman masa lalu, tempat persalinan, penolong persalinan, media infomasi dan dukungan keluargalmasyarakat sangat mempengaruhi perilaku ibu terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari. Selain itu pengetahuan semua informan ibu masih kurang tentang imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari. llmumnya intorman hersikap positif terhadap pemberian imunisasi. Adanya kepercayaan masyarakat setempat kalau bayi yang berumur dibawah umur 40 hari tidak botch dibawa keluar rumah karena dipercaya bayi bisa terkena Palasik. Pengalaman imunisasi ibu, persepsi terhadap jarak tempat pelayanan imunisasi dan biaya imunisasi tidak mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari.
Dari hasil penelitian disarankan perlunya pembinaan terhadap bidan balk yang ada di puskesmas maupun di desa serta koordinasi dengan 113I, 1DAI dan POGI yang berperan sebagai orang yang kontak pertama terhadap bayi barn lahir, meningkatkan sosialisasi pentingnya melaksanakan KNI, meningkatkan advokasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman dan Pemda untuk memperoleh dukungan politis, bantuan teknis dalam pencarian dana yang mendukung kelangsungan program imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari, melaksanakan pelatihan imunisasi Hepatitis B kepada petugas kesehatan dan penyebarluasan informasi tentang imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari dengan meningkatkan wawasan dan pengetahuan semua pihak terutama masyarakat melalui televisi dan poster.

Hepatitis B is a liver inflammatory disease that caused by Hepatitis B virus, which sat in world second rank as agent that cause cancer on human after tobacco, while Indonesia sat as world third rank with prevalence 2,50% - 36,17%. Range number of Hepatitis B immunization 0-7 days in West Sumatra Province year 2005 is 42,2%, in Padang Pariaman Regency 23,86% and in Lubuk Alung Puskesmas working area reach 1,07% from 80% National target.
Research objective is getting circumstantial information toward mother behavior and factor that supporting and pursuing in giving Hepatitis B immunization to 0-7 days baby in Lubuk Aiung Puskesmas. This research is Qualitative research using circumstantial interview toward key informants (a P2M Kasie, a Immunization Wasor, a Puskesmas Chief, a Immunization Worker, three midwife, three posyandu cadre and two give birth shaman) and informants (six mother with baby that Hepatitis B immunized in 0-7 day's, six mother with 0-7 day's baby that not yet Hepatitis B immunized).
Research result shows characteristic (age and parity), past experience, give birth place, give birth helper, information media and public/family support that was very influencing mother behavior toward giving Hepatitis B immunization to 0-7 day's baby.
Commonly, informant act positively toward giving immunization. The existence of local public believe that baby under 40 days age should not brought out from home because believed that the baby could got Palasik. Mother immunization experience, perception toward immunization service distance, and immunization cost not affecting mother behavior in giving Hepatitis B immunization to 0-7 day's baby.
From research result, suggest improvement toward midwife whether in Puskesmas and in village and coordination with IBI, IDAI, and POGI that role as first person do contact with newborn baby, to improve the importance of socialization KN1 conducted, improving advocate from Health Agency of Padang Pariaman Regency and Pemda to get political support, technical support in searching fund that support Hepatitis B immunization to 0-7 day's baby occurrence, do Hepatitis B immunization training to health officer and spreading information toward Hepatitis B immunization to 0-7 day's baby by improving perception and knowledge of all people thorough television and poster.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmatullah Muhammad
"Aktifitas perekonomian dan masyarakat di Desa Banten Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh pada lingkungan alami di sekitarnya seperti Bantaran Sungai Cibanten dan Sungai Karangantu yang melintasi desa tersebut selama ini menjadi sarana pembuangan limbah cair maupun sampah. Adanya relokasi masyarakat dari bantaran sungai ke Kampung Sawah berpengaruh pada kualitas hidup masyarakat dan lingkungan hidup di Desa Banten yang masih rendah. Untuk itu diperlukan suatu evaluasi terhadap kondisilkualitas lingkungan hidup di Desa Banten dan strategi untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan pelestarian daya dukung lingkungan hidup di Desa Banten tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi kondisi/kualitas lingkungan hidup di Desa Banten; (2) mengetahui variabel-variabel kualitas lingkungan alami, lingkungan sosial maupun lingkungan fisik yang mempunyai hubungan dengan kualitas lingkungan hidup di Desa Banten; (3) mengetahui peran/upaya relokasi untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Desa Banten; dan (4) merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Desa Banten. Pada penelitian ini digunakan tujuh indikator untuk menentukan kualitas lingkungan hidup yaitu kemiskinan, pengeluaran non konsumsi, Crowding Index, pendidikan, kesehatan, kenyamanan dan daya dukung lingkungan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Lokasi penelitian adalah Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah penyebaran kuesioner, observasi lapangan, data sekunder. Analisis data mengunakan analisis deskriptif dan analisis statistik.
Berdasarkan hasil uji dan analisis yang dilakukan diketahui bahwa:
(1) kualitas lingkungan hidup di Desa Banten masih rendah apabila mencermati kondisinya bail( dari kualitas lingkungan alami, sosial maupun fisik. Kualitas lingkungan alami kondisinya yaitu 97,8% menyatakan bahwa kualitas air permukaan di sekitar lingkungan mereka buruk, 71,7 % responden mengatakan bahwa kualitas air tanah di tempat mereka tidak layak untuk dikonsumsi dan 26,1% responden mengatakan kualitas udara sudah buruk serta 94,6% responden merasa kebutuhan
air bersih dapat tercukupi. Kualitas lingkungan sosial kondisinya yaitu sebagian besar responden harus menanggung lebih dari 3 jiwa (52,2%), 96,7%-nya menyatakan pendidikan penting bagi anak-anak mereka, sebagian besar responden memiliki penghasilan diatas Rp. 300.000 per bulan (81,5%) dan 61,9% responden aktiflmemiliki hubungan yang erat dengan warga lainnya. Kualitas lingkungan fisik kondisinya yaitu sebagian responden telah memiliki jamban (73,9%), kualitas lantai rumah yang tergolong baik yaitu terbuat dari semen (58,7%) bahkan keramik (14,1%), sedangkan yang ventilasi rumahnya hanya 1 arah sebesar 67,4%, dan aloes jalan lingkungan di pemukiman respondenkondisinya sudah beraspal (56,5%), kondisi bangunan rumah responden sebagian bangunan permanen (52,2%) serta 75,0% responden melakukan pengelolaan limbah padat dengan cara di bakar.
(2) variabel-variabel kualitas lingkungan alami yang berkorelasi dengan kualitas lingkungan hidup ada dua variabel yaitu kuantitas air tanah dan kualitas air tanah; kualitas lingkungan sosial yang berkorelasi dengan kualitas lingkungan hidup yaitu variabel persepsi tentang pendidikan dan variabel pendapatan; dan kualitas lingkungan fisiklbuatan yang berkorelasi dengan kualitas lingkungan hidup ada lima variabel yaitu variabel lantai rumah, kondisi bangunan, ventilasi, jalan lingkungan serta variabel pengelolaan limbah padat. Variabel-variabel tersebut baik kualitas lingkungan alami, sosial maupun fisik mempunyai nilai probabilitas (p) < 0,05 sehingga memiliki signifikansi, selain itu variabel-variabel tersebut panting untuk diidentifikasi untuk mengetahui variabel apa raja yang berhubungan dengan kualitas lingkungan hidup, sehingga dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup dapat lebih di arahkan pada variabel-variabel tersebut, sehingga strategi yang dirumuskan dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup dapat lebih tepat sasaran dan disesuaikan dengan kondisi sesungguhnya;
(3) relokasi tidak mampu meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Desa Banten karma secara lingkungan sosial dan alami cenderung mengalami penurunan yang disebabkan pendapatan yang tidak meningkat, pengeluaran yang cenderung membesar dan tidak adanya program pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan. Peningkatan hanya terjadi, pada lingkungan fisik yang disebabkan adanya penataan rumah dan lingkungan yang lebih tertata rapi.;
(4) solusi/strategi untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup antara lain: (a) penyediaan sarana air bersih; (b) pengembalian fungsi bantaran sungai; (c) peningkatan pendapatan dengan pemberdayaan masyarakat; (d) melakukan pengelolaan limbah padat; (e) pemberian pelatihan/keterampilan; (f) pemberian bantuan untuk penataan rumah; (g) mendirikan puskesmas pembantu di sekitar permukiman penduduk.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi masyarakat dan Pemda serta stakeholders terkait lainnya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Desa Banten.

Economic activity Existence and people's in Banter Village Kasemen District Serang Regency, Banten Province directly and also indirectly can have an effect on to natural environment in vicinity like of River side Cibanten and River side Karangantu getting through the countryside till now becoming supporting facilities for liquid waste disposal and also garbage. Existence of people?s relocation from river side to Kampung Sawah has an influence in with environment and public life quality in Banten Village still is low. For the purpose required an evaluation to environmental condition/quality in Banten Village and solution/strategy for increasing environmental quality and continuation of environment carrying capacity in Banten Village.
This research objective to: (1) identify environmental condition/quality in Banten Village; (2) to know natural, social and physical environmental qualities variables having relationship with environmental quality in Banten Village; (3) to know relocation effort for increasing environmental quality in Banten Village; (4) formulate solution/strategy is correct to increase environmental quality in Banten Village. At this research applied seven indicators for determining environment quality that is poorness, expenditure of non consumption, crowding index, health, education, comfort and carrying capacity.
This research applies quantitative approach. Research location is Banten Village Kasemen District, Serang Regency, Banten Province. Data collecting method taken are spreading of questionaire, field observation and secondary data. Data analysis using descriptive analysis and statistical analysis.
Based on analysis and test result which known that:
(1) environmental quality in Banten Village is low categorized if is careful of the condition either from natural environmental quality, social and also physical. Natural environmental quality of the condition that is 97,8% express that surface water quality around their environment are ugly, 71,7 % responder say that ground water quality in place they improper for consumed and 26,1% responder tell quality of air have been is ugly and also 94,6% responder feel cleanness amount of water required can be enough. Social environmental quality, the condition that is most responder have to responbilities more than 3 people (52,2%), 96,7% the express education necessary for their children, mostly responders have income of to Rp 300.000 per month (81,5%) and 61,9% responder have the relation of tightly with other citizen. Physical environmental quality have condition that is some of responders have owned latrine (73,9%), house floor that is made from cement (58,7%) even ceramic ( 14,1%), while ventilating the house only 1 direction equal to 67,4%, and access of area of in settlement of the condition responder have paved (56,5%), condition of responder house building some of permanent buildings (52,2%) and also 75,0% responder do solid waste management by the way of in burning.
(2) there are two variables natural environmental qualities variables which correlations with environmental quality that is ground water quality and quantity; environmental quality of social which correlation with environmental quality that is perception concerning education variable and income variable; there are five variables of environmental quality of physical which correlation with environmental quality that is house floor variable, condition of building; ventilated, street of area and also solid waste management variable. The variables like natural environmental quality, social and also physical significant because have a probability value (p) < 0,05, the variables are important for identified to know variable any kind of related to environmental quality, so that in the effort increasing of environmental quality earn more in aiming at the variables, so that strategy which formulated in increasing of environmental quality can be reach a goal and adapted by condition in fact;
(3) relocation unable to increase environment quality in Banten Village because social environmentally and natural tended to experience degradation what caused by income which don't increasing, big tending to expenditure and doesn't have a program enable ness of public for increasing income. Increasing is only happened at environmental of physical which caused existence of settlement environment and house which more natty arranged.;
(4) solution/strategy for increasing environmental quality are as follow: (a) preparation supporting facilities for clean water; (b) increasing income with enable ness of public; (c) do a solid waste management; (d) giving of training for increasing skill; (e) giving of aid for making renovation house; (f) providing a local government clinic which addressed for group of target (poor people's).
This research result can be made by consideration for people's and local government also stakeholders are related to increase environmental quality in Banten Village.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dindin Amidin
"Salah satu pembangunan yang sangat diharapkan oleh masyarakat adalah pembangunan sarana aman, namun kenyataanya kadang kala masyarakat seperti kurang berusaha untuk mengadakan sarana tersebut, terlebih lagi masyarakat miskin seperti Petani, Nelayan dan Buruh.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu digalang dan ditingkatlkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sarana umum, sehingga rasa memiliki dan tanggung jawah tumbuh dari masyarakat terhadap sarana umum yang ada di daerahnya. Dengan rasa memiliki dari tanggung jawab ini, maka masyarakat akan berusaha ikutl merawat dan memelihara sarana umum tersebut.
Menyikapi uraian tersebut diatas; maka pariahs berusaha untuk melihat tingkat partisipasi Petani, Nelayan dan Buruh di desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang Propinsi Banten, adapun tujuannya ingin membandingkan manakah yang lebih baik tingkat partisipasinya antara Petani, Nelayan dan Buruh dalam pembangunan sarana umum di daerah tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menempatkan masyarakat petani, nelayan dan buruh sebagai millibar data yang primer dari dokumen sebagai data sekunder. Informasi didapat melalui penyebaran kuesioner berupa angket yang diisi oleh para kepala keluarga yang semuanya berjuml.ah 612 orang. Adapun waktu penelitian selama 7 bulan dari bulan Januari sampai dengan Juli 2003.
Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa, tingkat partisipasi ketiga kelompok masyarakat tersebut secara umum dalam katagori sedang, hal ini terlihat dari olah data secara statistik dimana angka menunjukkan 64,7 % berada pada katagori sedang, pada katagori tinggi hanya 11,7 % , dan 23,7 % berada pada katagori rendah. Namun bila dibandingkan dari ketiga kelompok tersebut, petani memiliki partisipasi tertinggi, kemudian nelayan dan buruh, dimana hasil perhitungan Uji Kruskal Wallis yaitu, petani dengan nilai 386,99, urutan berikutnya adalah Nelayan dengan nilai 294,58 dan urutan terakhir pada Buruh dengan nilai 266,76.dan Uji Dunn memang menunjukkan bahwa, tingkat partisipasi petani lebih tinggi dibandingkan dengan nelayan dan buruh, dengan demikian sejalan dengan hipotesis yang diajukan, dimana Ho ditolak, artinya Petani lebih tinggi tingkal partisipasinya dibandingkan dengan Nelayan dan Buruh, dengan demikian Ha = diterima. Adapun faktor yang menyebabkan partisipasi kurang diantaranya adalah, kurangnya waktu luang untuk ikut berpartisipasi, karena waktu kerja yang tidak menentu.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan untuk diadakan penelitian lebih lanjut, untuk mengetahui bentuk dan pola partisipasi masyarakat petani, nelayan dan buruh, sehingga mampu menciptakan dan mendukung partisipasi pembangunan sarana umum."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmala M. Saleh
"Data cakupan imunisasi Hepatitis B 0 (0-7hari) di desa Mangeloreng mempunyai cakupan terendah pada tahun 2011 yaitu sebanyak 45,5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor pemudah,faktor pemungkin, dan faktor penguat dengan perilaku ibu dalam memberikan imunisasi Hepatitis B 0 pada bayi 0-7 hari. Desain yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah bayi berumur 0-12 bulan di Desa Mangeloreng yang berjumlah 52 orang. Sedangkan pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah total populasi. Analisis data dilakukan secara univariat dan deskriptif. Dari hasil penelitian didapatkan ibu yang memberikan imunisasi Hepatitis B 0 adalah 92,3%.

Hepatitis B 0 immunization coverage data (0-7days) in the Mangeloreng village area has the lowest coverage in 2011 as many as 45.5%. This study aims to picture of the between predisposing factors, enabling factors and reinforcing factors in maternal behavior in providing the Hepatitis B 0 immunization (0-7 days) in infants 0-12 months. The design used was cross-sectional. Population in the study were infants aged 0-12 months in the Mangeloreng village numbering 52 people. While the selection of the sample in this study is the total population. Data analysis was performed by Univariate and description. From the result showed that mothers provide Hepatitis B 0 immunization was 92.3%."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rampengan, Novie Homenta
"Latar belakang. Infeksi virus hepatitis B (VHB) di Indonesia masih tinggi dengan rerata prevalensi 9,4%. Tingginya prevalensi HB ini terkait dengan terjadinya infeksi VHB pada masa dini kehidupan, terutama melalui transmisi vertikal. Di Indonesia proporsi transmisi vertikal 45,9% dan 5,2% ibu hamil HBsAgnya positif. Cara paling efektif mengontrol infeksi VHB adalah dengan imunisasi, namun terdapat perbedaan seroproteksi titer anti-HBs pada usia lebih dari 10 tahun di berbagai tempat. Selain itu terdapat faktor-faktor yang dapat memengaruhi titer anti-HBs, namun penelitian ini masih jarang dan belum pernah dilakukan di Manado.
Tujuan. Mengetahui seroproteksi titer anti-HBs dan faktor-faktor yang dapat memengaruhi titer anti- HBs tersebut.
Metode. Penelitian analitik observational dengan desain potong lintang. Penelitian dilakukan dengan stratified random sampling pada usia 10-15 tahun di Kecamatan Tuminting, Kota Manado sejak Oktober sampai November 2014. Data dianalisis dengan SPSS 22.
Hasil. Dari 48 sekolah terpilih 10 sekolah dengan 105 anak sebagai subyek penelitian, namun hanya 23 anak yang mempunyai seroprotektif (21,9%). Sebanyak 76 (72,4%) subyek adalah perempuan, 78 (74,3%) subyek berstatus gizi baik dan 98 (93,3%) subyek memiliki berat badan lahir ≥ 2.500 gram. Dari buku imunisasi didapatkan 26 (24,8%) subyek dengan vaksinasi HB-1 ≤ 7 hari dan 45 (42,9%) subyek dengan jarak HB-2 dan HB-3 ≥ 2 bulan. Didapatkan 86 (81,9%) ibu subyek berusia 20-35 tahun, 64 (60,9%) ibu subyek berpendidikan SMA dan 79 (75,2%) orangtua subyek berpenghasilan ≥ 2 juta per bulan. Analisis multivariat didapatkan faktor pemberian HB-1 < 7 hari atau ≥ 7 hari (p=0,02) dan jarak pemberian HB-2 dengan HB-3< 2 bulan atau ≥ 2 bulan (p<0,001) berperan terhadap seroproteksi HB pada anak.
Simpulan. Penelitian ini mendapatkan angka seroproteksi HB yang rendah (21,9%) serta faktor pemberian HB-1 ≤ 7 hari atau > 7 hari dan jarak pemberian HB-2 dengan HB-3 < 2 bulan atau ≥ 2 bulan berperan terhadap seroproteksi HB pada anak usia 10-15 tahun.

Background. Hepatitis B viral (HBV) infection in Indonesia is still high with average prevalence of 9.4%. The high prevalence of hepatitis B (HB) is related to the occurence of HBV infection during the early life, especially through vertical transmission. In Indonesia proportion of vertical transmission 45.9% and 5.2% pregnant women have HBsAg positive. The most effective way to control HBV infection is with immunization HB, but there is differential in anti-HBs seroprotection titer at the age more than ten years in many locations. In addition there are factors that can affect anti-HBs titer, but these studies are rare and have ever been done in Manado.
Objective. Knowing anti-HBs seroprotection titer and factors that can affect the anti-HBs titer.
Method. Analitic observational study with cross sectional design. Research was done with stratified random sampling in children age 10-15 years old at Tuminting district, Manado city since October until November 2014. Analise data with SPSS 22.
Results. From 48 schools, selected 10 schools with 105 children as subject of research, but only 23 (21.9%) children who were having seroprotective (21,9%). A total of 76 (72.4%) subjects were female, 78 (74.3%) subjects with good nutrition status and 98 (93.3%) subjects had ≥2,500 grams birth weight. From the immunization record book 26 (24.8%) subjects were obtained with HB-1 vaccination done at ≤7 days of age and 45 (42.9%) subjects with the distance between HB-2 and HB-3 were ≥2 months. Mother’s age was found 86 (81.9%) were 20-35 years old, 64 (60.9%) mothers’s education were high school graduated and 79 (75.2%) parents subjects had income ≥2 million per month. From multivariate analysis obtained that administration of HB-1 ≤7 days or >7 days (p=0.02) and distance between administration of HB-2 and HB-3 <2 months or ≥2 months (p<0.001) had important role in HB seroprotection in children.
Conclusion. This study obtained a number of low HB seroptotection (21.9%) as well as administration of HB-1 ≤7 days or >7 days and distance between administration of HB-2 and HB-3 <2 months or ≥2 months had important role in HB seroprotection in children age 10-15 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Suandi
"Pemberian imunisasi hepatitis B kepada bayi sedini mungkin (usia bayi 0-7 hari) atau yang lebih dikenal dengan istilah HB-1 dini, menjadi prioritas Program Imunisasi hepatitis B, karena hal ini akan memberikan perlindungan segera bagi bayi tersebut dari infeksi virus hepatitis B dan dapat mencegah infeksi yang sudah terjadi (melalui penularan perinatal) berkembang menjadi kronis.
Di Kabupaten Majalengka, HB-1 dini masih sangat sulit dilaksanakan terbukti dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka pada tahun 2000 dari 94 % bayi yang mendapat imunisasi hepatitis B yang pertama, hanya 6,28 % yang melaksanakannya pada usia dini. Dalam upaya meningkatkan jumlah bayi yang mendapatkan HB-1 dini, peran penolong persalinan menjadi sangat diharapkan karena penolong persalinan merupakan orang yang pertama kontak dengan bayi dan sulitnya menemukan bayi usia 0-7 hari di tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas, puskesmas pembantu ataupun di posyandu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penolong persalinan terhadap kontak pertama imunisasi hepatitis B di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka tahun 2001 dan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhinya. Rancangan penelitian menggunakan kasus kontrol tanpa matching dengan jumlah sampel kasus sebanyak 193 orang (sesuai. dengan jumlah bayi yang mendapatkan HB-1 dini di Kecamatan Talaga periode Agustus-Desember tahun 2000, dan kontrol yang diambil secara acak dari bayi yang mendapatkan HB-1 tidak pada usia dini juga 193 orang, sehingga total sampel menjadi 386 orang. Pengolahan data menggunakan analisis univariat, bivariat dan unconditional logistic multiple regression dengan perangkat lunak stata versi 6.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penolong persalinan berpengaruh terhadap kontak pertama imunisasi hepatitis B bayi yaitu ibu yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan bayinya mempunyai peluang 3,3 kali lebih besar untuk mendapatkan HB-1nya pada usia dini dibanding bayi dan ibu yang persalinannya ditolong oleh bukan tenaga kesehatan setelah dikontrol variabel status pekerjaan ibu dan sikap ibu tentang imunisasi hepatitis B (OR: 3,32., 95% CI: 2,07 - 5,32). Dan bayi dari ibu yang persalinannya dilakukan di sarana kesehatan mempunyai peluang 1,6 kali lebih besar untuk mendapatkan HB-1nya pada usia dini dibanding bayi dari ibu yang persalinannya dilaksanakan bukan di sarana kesehatan (OR: 1,62., 95% CI: 1,05 - 2,49). Sedangkan umur, pendidikan, riwayat pemeriksaan kehamilan/ antenatal care (ANC) dan pengetahuan ibu tentang imunisasi hepatitis B pengaruhnya tidak bermakna.
Untuk meningkatkan jumlah bayi yang mendapatkan HB-1 pada usia dini perlu ditingkatkan kerjasama dengan tenaga kesehatan yang menolong persalinan (dokter ahli kebidanan, dan bidan) untuk dapat memberikan penyuluhan mengenai imunisasi hepatitis B dan pentingnya imunisasi tersebut diberikan sedini mungkin kepada ibu-ibu hamil saat memeriksakan kehamilannya dan memanfaatkan kesempatan kontak dengan bayi untuk memberikan pelayanan imunisasi hepatitis B.

The Influence of Birth Attendant to the First Contact Hepatitis B Immunization Infant in Talaga District of Majalengka Regency in 2001Hepatitis B immunization in infant early in life (age 0 - 7 days) well-known as early HB-1 becomes the priority of the hepatitis B immunization program, because it will protect the infants from hepatitis B virus infection and it can prevent the already infected (perinatal transmission).
In Majalengka Regency, early HB-1 is still very difficult to do. Evaluation result held by Departement of Health Majalengka Regency in 2000 that revealed from 94% infants who got their hepatitis B immunization of hepatitis B, only 6,28% got in early age (0-7 days). In trying to increase the number of infants to get early HB-1, the role of birth attendant becomes to be expected because the birth attendant is the first person who contact the baby and it is so hard to find the baby 0 - 7 days age in the community health centre, sub community health centre or integrated health post ("posyandu").
The aim of the study is to know the influence of the birth attendant to the first contact of hepatitis B immunization infant in Talaga District Majalengka Regency and the influenced other factors.
The research method uses unmatched case-control with the 193 babies as the number of the case sample (in accordance with the number of babies who get early HB-1 in Talaga District period August - December 2000), and a random control taken from the the baby who get the HB-1 not in early age for 193 babies also. So that the sample total is 386 persons. The data processing uses univariat, bivariat and unconditional multiple logistic regression analysis with software stata version 6.0.
The study result shows that the mother whose delivery her baby by health provider has more opportunity for 3,3 times to get early HB-1 than those are not by health provider, after being controlled by mother's occupation and its attitude on the hepatitis B immunization (OR: 3, 32, 95% CI: 2, 07-5, 32). And the mother whose are delivery her baby in a medical centre has more opportunity for 1, 6 to get early HB-1 than those whose are not held in medical centre (OR: 1, 62, 95% CI: 1, 05-2, 49). Whereas the influence of age, education, ante natal care and the mother's knowledge on the hepatitis B immunization are not significant.
To improve the number of early HB-1. It is important to increase the collaboration with the health provider (Obstetrician, midwife) to the promotion of hepatitis B immunization to the pregnant women when their ante natal care visited, and the advantage of opportunity to contact the baby to get the hepatitis B immunization."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T 8439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Januar Tree Kencana
"Penyakit difteri disebabkan oleh infeksi corynebacteritum diphteriae merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius karena seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di berbagai negara maupun belahan dunia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada tahun 2017 telah terjadi KLB difteri di 20 propinsi dan 95 kabupaten / kota di Indonesia, termasuk Propinsi Banten dan salah satunya adalah di Kabupaten Serang. Di kabupaten Serang Status imunisasi dan statu gizi masyarakat masih menjadi masalah kesehatan, Cakupan imunisasi yang masih rendah di beberapa Desa dalam kecamatan dan status gizi buruk masih ditemukan, oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan status imunisasi dan status gizi dengan kejadian difter! pada KLB di kabupaten Serang Propinsi Banten Tahun 2017-2018. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dimana variabel penelitiannya adalah status imunisasi dan status gizi serta variabel kovariat yaitu lingkungan fisik tempat tinggal, pengetahuan dan riwayat bepergian. Berdasarkan hasil penelitian secara multivariat dengan menggunakan regresi logistik di dapatkan hasil bahwa status imunisasi mempunyai OR : 3,777 95% CI = 1.48 -9.60 P Value 0.005 sedangkan Status Gizi memiliki OR : 1,23 90% CI = 0.44 — 3,41 P Value 0,680 setelah dikontrol dengan Variabel Umur, Jenis Kelamin, Pengetahuan, Riwayat Bepergian, lingkungan fisik Rumah, pencahayaan alami, Kelembaban dan kepadatan Hunian.

Background: Diphtheria as a one of the most contagious diseases that can be prevented by immunization (VPD) is still a serious health problem because it often causes outbreak in various countries including Indonesia. Based on data from the Ministry of Health of the Republic of Indonesia, during 2017 there have been diphtheria outbreaks in 20 provinces and 95 regency/cities including Serang Regency.This study aims to determine the relationship between immunization and nutritional status with the diphtheria outbreaks in Serang Regency of Banten Province in 2017-2018.
Methods: This study was an analytic study using case control design with 172 respondents consisting of 43 cases and 129 controls. Logistic regression analysis was performed to obtain an estimate of the relationship between immunization and nutritional status with diphtheria after controlled covariate variables.
Result: Proportion of immunization and good nutrition in the case is lower than in control. Immunization and nutrition in both cases were 51.2% and 76.7% while in controls were 77.5% and 81.4%. The association (OR) between immunization status and diphtheria was 3.78 (95% CI: 1.48-9.60) after controlling to age, room density and natural house lighting while the association (OR) between nutritional status and diphtheria was 1.23 (95% CI: 0.44-3.41) after controlling to age, knowledge, humidity, and immunization status.
Conclusions: The proportion of immunization in diphtheria cases is still low. Nonimmunization status are at risk for diphtheria 3.78 times. The Health Office is expected to conduct routine monitoring and evaluation of basic immunization programs, especially in areas with low coverage and provide information to the community about diphtheria, including factors such as immunization, nutrition, and the physical environment of the house.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadi Supriadi
"Giving the earliest possible hepatitis B immunization to babies had become a first priority for the hepatitis B immunization programmed. This measure would give immediate protection to babies against infection caused by hepatitis B virus; it could also prevent babies from the development of some infection already occurring (through prenatal transmission) into a chronic hepatitis.
It was still very hard to carry out the earliest possible hepatitis B programmed at Tasikmalaya Regency. Results of an evaluation of immunization programmed by the local Health Service in the year 2001 showed that 88.32% of the first hepatitis B immunized babies, only 0.99% had the immunization at the ages of 0 - 7 days. In an effort to increase the number of hepatitis B immunized babies, the role of health officials became very important in encouraging mothers to have their newly-born babies immunized. Close contact with mother and their babies with health officials, either at home or at health centers, were useful in improving the health of the mothers as well as their babies.
The aim of the study was to see the correlation between visits to newly-born babies and the earliest possible immunization status of hepatitis B immunized babies at Tasikmalaya Regency in the year 2001, including other factors which influenced the status.
The design of the study is a case control without matching, with the number of cases (non-early hepatitis B immunized babies) are 162 persons, and the numbers of controls (early hepatitis B immunized babies) are 162 persons, so that the number of the whole samples was 162 persons. Data processing was carried out through unvariate, bivariate and unconditional logistic multiple regression, with the software Stata version 6.0.
Results of the study showed that mothers who had not had the opportunity of newly-born visits underwent a risk of 3.45 times of the status of babies with non-earliest possible hepatitis 13 immunization compared to mothers visited during the earliest possible child delivery (95% Cl: 1.95 - 6.10). Variables such as, pregnancy test, and place of deliveries, delivery assistants, knowledge of mother on hepatitis B immunization and mother's attitude about hepatitis B immunization controlled the results o f the study.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T8308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dade Mahzuni
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk perlawanan nelayan, dalam konteks hubungan nelayan-Bok serta menganalisis kondisi-kondisi yang memicu munculnya perlawanan nelayan tersebut. Untuk tujuan tersebut, dalam penelitian digunakan metode pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Dalam tesis ini Bok diartikan sebagai pemilik modal yang memberikan bantuan-bantuan kepada nelayan, juga sekaligus berperan sebagai pedagang pengumpul hasil laut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa memburuknya perimbangan pertukaran, dalam konteks hubungan kerjasama nelayan-Bok, dibarengi dengan semakin sulitnya kehidupan ekonomi nelayan sebagai akibat dari kelangkaan sumberdaya laut (ikan) serta meningkatnya biaya kebutuhan hidup, mendorong munculnya perlawanan nelayan terhadap Bok. Perlawanan nelayan tersebut juga dipicu karena keterbatasan alternatif-alternatif lainnya yang dapat diakses nelayan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan ekonominya.
Memburuknya perimbangan pertukaran, dari perspektif nelayan, dapat dilihat dari kondisi-kondisi: pertama, semakin berkurangnya atau bahkan hilangnya bantuan-bantuan yang biasa diberikan Bok kepada nelayan, terutama bantuan yang tergolong "non-marketing services", sehingga Bok tidak bisa lagi diandalkan sebagai jaminan hidup nelayan; kedua, hilangnya praktik-praktik keagamaan yang lazimnya dilakukan Bok seperti ritual yang berhubungan dengan usaha atau kehidupan kenelayanan yang dapat mempererat solidaritas, memberikan ketenangan dalam usaha serta dapat memberikan tambahan makanan kepada nelayan yang pada umumnya miskin; ketiga, terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan Bok terutama dalam proses penimbangan hasil tangkapan nelayan sebagai upaya menekan kerugian akibat terjadinya kelangkaan ikan dan meningkatnya biaya kebutuhan hidup serta sebagai upaya Bok untuk memperoleh keuntungan yang besar; dan keempat, penggunaan perahu jaring gardan (sejenis trawl) yang dilakukan Bok telah merusak ekosistem laut dan menyebabkan menurunnya hasil tangkapan serta merusak alat tangkap nelayan.
Adapun bentuk-bentuk perlawanan nelayan terhadap Bok adalah: pertama, bentuk-bentuk perlawanan sebagai upaya merusak nama baik Bok yaitu berupa penyebaran gosip dan pemberian julukan yang buruk; kedua, bentuk-bentuk perlawanan sebagai upaya menghalang-halangi beroperasinya perahu jaring gardan milik Bok, yaitu berupa teguran, pertengkaran mulut, sampai penenggelaman jaring gardan; ketiga, bentuk-bentuk perlawanan sebagai upaya menghadapi kecurangan-kecurangan yang dilakukan pihak Bok terutama dalam penimbangan hasil tangkapan yaitu berupa protes langsung, tidak menerima uang penjualan ikan dan mogok kerja; dan keempat, bentuk perlawanan sebagai upaya dalam memperoleh harga penjualan ikan yang lebih tinggi yaitu berupa penjualan ikan (sebagian) kepada pihak lain.
Bentuk-bentuk perlawanan nelayan tersebut di atas, yang umumnya dilakukan secara personal dan ada kalanya secara sembunyi-sembunyi, merupakan protes terhadap ketidakadilan Bok dan untuk menuntut Bok melakukan apa yang menurut anggapan nelayan merupakan kewajibannya, serta sebagai upaya nelayan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>