Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141083 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lydiawati
"Desakan terhadap Belanda untuk melepaskan Indonesia tidaklah secara serta-merta mengambil bentuknya bersamaan dengan berakhirnya PD II. Meskipun Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya sebagai sebuah Republik yang baru pada 17 Agustus 1945, kekuatan internasional terbesar - yang saat itu dipegang oleh Amerika Serikat AS - mulanya masih berpihak kepada Belanda yang berusaha menegakkan kekuasaannya kembali di wilayah bekas koloninya itu. Konteks ideologi, situasi, dan kepentingan melatarbelakangi keberpihakan itu. Dinamika benturan berbagai situasi dan kepentingan pula yang kemudian membuat arah keberpihakan itu berbalik pada akhir 1948.Untuk memahami seluruh proses dari selesainya PD II hingga Belanda betul-betul terdesak dan harus melepaskan Republik Indonesia untuk menjadi negara yang sepenuhnya merdeka, tesis ini mencoba mendekati permasalahan tersebut dengan melihat dari tiga aspek penting berdasarkan pemikiran Frame Poythress, yaitu aspek normatif, aspek situasional, dan aspek eksistensial. Aspek normatif adalah mengenai pemikiran dan ideologi-ideologi yang pada masa itu sedang berkembang di dalam kehidupan internasional. Sorotan terutama diarahkan pada konflik antara ideologi liberalisme dan komunisme, sebab kedua paham inilah yang saling berbenturan di dalam konteks Perang Dingin.Kondisi pasca PD II - terutama bagi negeri Belanda dan Indonesia - serta kontestasi Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet merupakan aspek situasional yang menaungi seluruh proses dekolonisasi Indonesia dari Kerajaan Belanda. Periode 1945 hingga pertengahan 1948 masih menjadi periode yang lebih cerah bagi Belanda, sebab AS masih berada di pihaknya, sekalipun Belanda sudah melancarkan 'aksi polisionil'-nya yang pertama. Namun di akhir 1948, terutama karena pengaruh Peristiwa Madiun dan aksi polisionil kedua, keadaan sama sekali berubah bagi pemerintah Belanda. AS berbalik melakukan berbagai usaha untuk menekan Belanda supaya melepaskan Indonesia menjadi negara yang sepenuhnya merdeka. Sementara itu, kondisi dan pertimbangan-pertimbangan dari pihak Belanda sendiri, sekaligus usaha-usaha gagal terakhir yang masih dilakukan oleh pemerintahnya pada masa-masa terjepit, hingga tidak tersisanya pilihan lain bagi Belanda selain tunduk kepada tekanan AS dan PBB untuk melepaskan Indonesia, digambarkan sebagai aspek eksistensial, yaitu titik di mana Belanda sebagai sebuah negara harus mengambil pilihan tersebut. Namun, tesis ini juga menyatakan, bahwa walaupun Belanda harus kalah secara politik, perhitungan-perhitungan terakhir Belanda masih memungkinkannya untuk tidak mengalami kekalahan ekonomi yang sama telaknya.

The urge towards the Netherlands to release Indonesia did not emerge immediately following the end of WWII. Even though Indonesia had proclaimed its independence as a new Republic on August 17, 1945, the greatest international power - happened to be the United States - still preferred to back the Netherlands government, who was making full effort to reestablish power on its former colony. Various ideologies, situations, and interests formed the contexts for that preference. Later on, the conflicts of interests and situations will also be the cause for the shift of that preference in the second half of 1948.To understand the whole process from the end of WWII to the situation in which the Netherlands was left with no other choice but to acknowledge the independence of Indonesia, this thesis attempts to approach that issue by observing it through three important aspects based on the thought of Frame and Poythress the normative, situational, and existential aspects. The normative aspect puts its concern on the growing international thoughts and ideologies at the time. The attention will be focused on the conflict between liberalism and communism, the two clashing concepts of the Cold War.Post WWII conditions - specifically for the Netherlands and Indonesia - and the Cold War contestation between the USA and the Soviet are seen as the situational aspect of the whole Indonesian decolonization process. The years 1945 to mid 1948 were the brighter period for the Netherlands, for the USA still stood behind her, even after the first police action. But by the end of 1948, most influenced by the Madiun Uprising and the second police action, the situation shifted drastically for the Netherlands government. The USA took many efforts to urge her to release and to acknowledge the full independence of Indonesia.Meanwhile, internal condition and considerations of the Netherlands, and also the government's failing final attempts in its cornered position, to the point of having no other choice but to submit to the pressures of the USA and the UN to release Indonesia, described as the existential aspect. Yet, at the end, even though the Netherlands experienced great political loss, the government's final calculations has enabled the country not to swallow economic loss as great.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T51147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Noviarni
"ABSTRAK
Usaha Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya dari Belanda tidaklah lepas dari peran Australia. Dukungan yang diberikan oleh Australia terhadap kasus Indonesia dan Belanda ini diimplementasikan ke dalam bentuk keikutsertaan Australia mewakili Indonesia diberbagai perundingan yang dilaksanakan oleh kedua negara. Usaha yang dilakukan Indonesia bersama Australia untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan membuahkan hasil ketika pada tahun 1949 melalui Konferensi Meja Bundar, Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai sebuah negara yang berdaulat. Hal ini tidak lepas juga dari dukungan kaum buruh Australia yang dengan tegasnya menolak berbagai bentuk penjajahan di Indonesia dan memberikan dukungan melalui aksi boikot terhadap kapal Belanda yang akan berlayar ke Indonesia. Skripsi ini membahas mengenai kebijakan politik luar negeri yang diambil Australia dalam menyikapi kasus ini dan ditulis dengan metode penelitian sejarah.

ABSTRACT
Indonesia rsquo s struggle to defend its independence from the Dutch can not be separated from the role of Australia. The support from Australia to the Indonesia in this case is implemented in the form of Australian participation in various agreement held by both countries. The struggle undertaken by Indonesia together with Australia to gain the recognition of sovereignty comes to an end when in 1949 through the Round Table Conference, Dutch acknowledge the sovereignty of the Republik Indonesia Serikat. The Australian labors pay a big role as well. They firmly reject all forms of colonialism in Indonesia. The supports from the labors can be seen in the ban on the Dutch ships action. This study using the historical method to discusses about the Australian foreign policy towards Indonesian and Dutch case. "
2017
S70114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roring, Albert P.J.
"ABSTRAK
Kemenangan Cina komunis atas Cina Nasionalis dalam Perang Saudara III telah mengakibatkan pihak yang kalah, dalam hal ini Kuomintang, harus menyingkir ke Taiwan (Formosa) dan membentuk pemerintahan di sana yang sekarang dikenal dengan nama Republik Cina. Sedangkan di Cina daratan, pada tanggal 1 Oktober 1949 pihak yang menang mendirikan Republik Rakyat Cina.
Dua kekuatan besar yang mempunyai kepentingan berbeda pada saat yang sama berada di tengah pertikaian tersebut. Kehadiran mereka (AS dan US) pada mulanya untuk melawan musuh bersama, yaitu Jepang; setelah Jepang menyerah. Masing-masing ingin meningkatkan pengaruh mereka atas Cina.
Sejauh mana keterlibatan kedua negara ini terungkap dari laporan Departemen Luar Negeri AS dan buku harian Chang Kia-ngau yang masing-masing menunjukkan bantuan secara langsung maupun tidak langsung bagi pihak yang mereka dukung.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kepentingan ideologis pada masa itu sangat penting bagi suatu negara untuk melibatkan diri dalam suatu pertikaian (perang saudara) dengan harapan bahwa pemenangnya paling tidak memiliki ideologi yang sesuai dengan negara yang melibatkan diri tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Roring, Albert P.J.
"ABSTRAK
Kemenangan Cina komunis atas Cina Nasionalis dalam Perang Saudara III telah mengakibatkan pihak yang dalam hal ini Kuomintang, harus menyingkir ke (Formosa) dan membentuk pemerintahan di sana yang sekarang dikenal dengan nama Republik Cina. Sedangkan di Cina daratan, pada tanggal 1 Oktober 1949 pihak yang menang mendirikan Republik Rakyat Cina. kalah, Taiwan Dua kekuatan besar yang mempunyai kepentingan berbeda pada saat yang sama berada di tengah pertikaian tersebut. Kehadiran mereka (AS dan US) pada mulanya untuk melawan musuh bersama, yaitu Jepang; tetapi keadaan berubah setelah Jepang menyerah. Masing-masing ingin meningkatkan pengaruh mereka atas Cina. keterlibatan kedua negara ini terungkap Departemen Luar Negeri AS dan buku harian masing-masing menunjukan Sejauh mana dari laporan Chang Kia-ngau yang mereka secara langsung maupun tidak langsung yang mereka dukung. bantuan bagi pihak kepentingan negara penelitian ini memperlihatkan bahwa pada masa itu sangat penting bagi suatu Hasil ideologis untuk melibatkan suatu pertikaian (perang paling tidak melibatdiri dalam saudara) dengan harapan bahwa pemenangnya memiliki ideologi yang sesuai dengan negara yang kan diri tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Indro Bagus Satrio Utomo
"Tan Malaka adalah salah seorang tokoh pergerakan lama. Pada 1922 Ia diasingkan keluar Hindia Belanda karena terlibat dalam pemogokan buruh pegadaian. Baru pada 1942 ia berhasil masuk kembali ke Hindia Belanda, namun masih beraktifitas secara diam-diam dengan menyamar. Penyamarannya baru dibuka setelah kemerdekaan RI 1945 kepada Ahmad Subarjo. Setelah itu ia mulai kembali melakukan aktifitas politiknya secara terang-terangan. Aktifitas politiknya pada masa revolusi 1945-1949 didasarkan pada pemikiran pemikirannya yang telah dicetuskan sebelum kemerdekaan. Setelah kemerdekaan pemikiran-pemikirannya lebih difokuskan pada mekanisme praktik atas pemikirannya tersebut. Pada masa revolusi, Tan Malaka merumuskan suatu jalur perjuangan sosialisme yang lebih disesuaikan dengan konteks perjuangan Indonesia, yaitu Murbaisme. Pemikiran tersebut kemudian melahirkan turunan-turunannya seperti konsep Merdeka 100 %, kemudian juga Gerilya-Politik-Ekonomi (Gerpolek). Berangkat dari pemikiran-pemikiran tersebut kemudian terbentuklah wadah-wadah perjuangannya seperti Persatuan Perjuangan, Gerakan Rakyat Revolusi, Partai Murba, dan Gerilya Pembela Proklamasi. Dalam organisasi-organisasi itulah pemikiran murbaisme membentuk jalur perjuangannya. Namun sangat tragis bahwa Tan Malaka sebagai seorang yang mencurahkan hidupnya memperjuangkan Indonesia, justru tewas di tangan tentara RI sebagai akibat dari pertempuran hegemoni politik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristian Thomas Djara
"Tesis ini mengkritik pendekatan human security PBB melalui implementsi resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 dalam isu kekerasan seksual (pemerkosaan dan perbudakan seksual) di Timor Leste pada masa konflik (1975-1999). Penulis menggunakan metode studi literature dengan dokumen Chega CAVR sebagai rujukan data kekerasan seksual di Timor Leste pada masa konflik. Teori yang digunakan adalah teori feminisme radikal kultural yang menekankan pada tiga konsep dasar, yakni budaya patriarki, power dan penindasan yang berdampak pada gagasan revolusioner untuk mengakhiri penindasan. Penulis ingin menunjukkan proses pengarusutaman gender dalam operasi perdamaian PBB (UNTAET) di Timor Leste sebagai implementasi resolusi 1325 yang berimplikasi pada pembentukan CAVR namun gagal melawan budaya bisu yang disebabkan oleh budaya patriarki. Budaya bisu perempuan Timor Leste ini membentuk impunitas pelaku kekersaan seksual di Timor Leste pada masa konflik dan berlanjut hingga kini. Tesis ini menemukan dua hal, yakni secara teoritis, adanya integrasi pendekatan human security PBB dengan lensa gender dalam isu kekerasan seksual dalam konflik. Secara empiris, CAVR bukanlah implementasi gagasan revolusioner teori feminisme radikal kultural. Mobilitas CAVR hanya merekomendasikan proses peradilan bagi milisi pro-integrasi di Timor Leste tetapi kurang menargetkan militer Indonesia sebagai pelaku utama kekerasan seksual terhadap perempuan Timor Leste pada masa konflik.

This paper criticizes UN human security approach through the implementation of UN Security Council resolution 1325 on sexual violence issue (rape and sexual slavery) in Timor Leste during the conflict (1975-1999). The method used is literature study with CAVR Chega document as reference for data on sexual violence in Timor Leste during the conflict. The theory used is cultural radical feminism which emphasizes three basic concepts, patriarchal culture, power and oppression impacted on revolutionary ideas to end oppression. The author show gender mainstreaming process in Timor Leste UN peace operations (UNTAET) as the implementation of resolution 1325 and the implications for the foundation of CAVR Commission that failed to change culture of silence caused by patriarchal culture. This silent culture of East Timorese women promotes impunity for perpetrators of sexual assault in Timor Leste during conflict period. This paper discovers two main things: theoretically, the integration of the UN human security approach with gender lens in sexual violence issue during conflict. Empirically, CAVR is not the implementation of revolutionary idea based on cultural radical feminism theory. The CAVR's mobility urges judicial process for pro-integration militias in Timor Leste but lacked demanding on Indonesian military as main perpetrator of sexual violence against East Timorese women during the conflict"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feline Cloramidine
"Penelitian ini menganalisis hubungan antara rivalitas geopolitik AS-Cina dan pengaruhnya terhadap proses formulasi norma siber global PBB (UN GGE dan UN OEWG) tepatnya setelah tahun 2017-2021. Sejak awal Cina mendapatkan kemerdekaannya di tahun 1949 hingga saat ini, hubungan yang terjalin antara AS dengan Cina selalu diwarnai oleh konflik dan kompetisi, termasuk dalam domain siber. AS berkeinginan untuk mempertahankan posisi hegemoninya (status quo) dengan mengajukan pendekatan multi-stakeholder dalam tata kelola domain siber. Sementara Cina berkeinginan untuk menghapus hegemoni AS dengan cara mengubah pendekatan tata kelola domain siber menjadi pendekatan multilateral. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis dari data-data primer layaknya sumber utama dan hasil wawancara bersama narasumber ahli, juga data-data sekunder dari penelitian-penelitian terdahulu. Selanjutnya, berdasarkan variabel-variabel teori konstruktivisme dalam keamanan siber, tesis ini menemukan bahwa: 1) status AS dan Cina sebagai great power merupakan salah satu faktor utama yang menghambat terbentuknya norma siber hingga saat ini; dan 2) kecenderungan negara-negara dalam mengembangkan kapabilitas sibernya, yang berpotensi terhadap perkembangan insiden siber di antara negara-negara membuat pengaruh dari norma siber yang sudah ada menjadi berkurang.

This study analyzes the relationship between the US-China geopolitical rivalry and its influence on the formulation process of the UN global cyber norms (UN GGE and UN OEWG) in 2017-2021. Since the beginning of China's independence in 1949 until now, the relationship between the US and China has always been colored by conflict and competition, including in the cyber domain. The US wants to maintain its hegemonic position (status quo) by proposing a multi-stakeholder approach in cyber governance. Meanwhile, China wants to abolish US hegemony by changing the cyber governance approach to a multilateral approach. This paper uses a qualitative method with analysis from primary data such as primary sources and the results of interviews with expert sources, as well as secondary data from previous studies. Furthermore, based on the variables of constructivism theory in cybersecurity, this thesis finds that: 1) the status of the US and China as great powers is one of the main factors that hinder the formation of cyber norms until now; and 2) the tendency of countries to develop their cyber capabilities, which has the potential to affect the development of cyber incidents among countries to reduce the influence of existing cyber norms.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Ayu Putri
"ABSTRAK
Skripsi ini saya susun dengan judul Pemerintahan Di Bali Tahun 1945-1949, adalah karena tertarik untuk mengungkapkan pemerintahan di Bali ketika itu; dimana dalam periode ini dapat kita lihat adanya tiga kekuatan pemerintah yaitu: kekuatan Pe_merintah Pendudukan Jepang, kekuatan Pemerintah Republik Indo_nesia dan kekuatan Pemerintah Pendudukan Sekutu/NICA. Disamping itu saya ingin mengungkapkan pula reaksi rakyat terdapat ketiga kekuatan pemerintah tersebut;
Pemerintahan di Bali tahun 1945-1949 meliputi delapan wilayah Swapraja (Kabupaten) yaitu: Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, dan Karangasem.
Dalam menyusun skripsi ini, saya menggunakan metode pe_nelitian arsip, surat kabar dan majalah, buku-buku serta di_samping itu memakai pula metode :wawancara.
Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif analitis, yang masih merupakan tahap awal dari studi sejarah pemerintahan di Bali, khususnya dalam periode perang kemerdekaan Indonesia. Pe_nulisan skripsi ini sesuai dengan data-data yang dapat dikum_pulkan, mengingat terbatasnya data-data dan sumber-sumber yang berhasil saya peroleh. Karena arsip-arsip yang berkenaan dengan pemerintahan Daerah Bali pada periode ini, sudah banyak yang _

"
1985
S12328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdulrahman Karim
Djakarta: Balai Pustaka, 1956
959.83 ABD k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wiji Hartono
"Penelitian mengenai dukungan Amerika Serikat terhadap proses berdirinya negara Israel (1945-1949) telah dilakukan pada bulan Maret sampai Oktober 2005, tujuannya ialah untuk memaparkan motivasi dan fakto-faktor yang menentukan pengambilan kebijakan di Amerika Serikat. Masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah mengapa Amerika Aerikat memberikan dukungannya terhadap berdirinya Negara Israel. Penulisan ini mengambil sudut pandang dinamika perpolitikan domistik yang mempengaruhi kebijakan politik luar negeri Amerika. Sumbr-sumber yang digunakan terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder. Sumbe primer diperoleh melalui sumber-sumber primer yang sudah diterbitkan, seperti pernyataan pengakuan kedaulatan dari Amerika terhadap Negara Israel, resolusi Majelis Umum PBB thun 1947, dan teks deklarasi berdirinya Negara Israel. Sebagian sumber tersebut terdapat dalam Public papers of the Presidents of the US: Harry Truman, 1948. Washington: United States Government Printing Office. 1946. Sedangkan sumber sekunder diperoleh dari buku-buku, jurnal dan situs internet. Situs internet yang digunakan adalah situs resmi Zionist Organization of America dan situs resmi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S12603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>