Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168440 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adelia Katherine Fortunata
"Tesis ini membahas mengenai pengadaan tanah untuk ruang terbuka hijau khususnya di wilayah Jakarta Utara karena tidak sesuai dengan Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Penataan Ruang. Permasalahannya adalah pelaksanaan dan hambatan dalam pengadaan tanah untuk ruang terbuka hijau dan pelaksanaan dan hambatan dalam pengadaan tanah untuk ruang terbuka hijau di wilayah Jakarta Utara termasuk atas objek Taman Bersih Manusiawi Wibawa. Metode penelitian yang dipakai dalam tesis ini adalah yuridis empiris dimana penelitian ini menggunakan peraturan perundang-undangan serta norma-norma hukum yang ada dan didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber untuk mendapatkan hasil dari penelitian, untuk menganalisis sejauh manakah suatu peraturan yang berlaku secara efektif. Hasil penelitian yang penulis dapatkan bahwa Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Penataan Ruang belum terpenuhi, hambatannya karena kurangnya Tanah Negara dan banyaknya tanah hak, padatnya permukiman di wilayah Jakarta Utara, kurangnya anggaran untuk pembebasan tanah, sulitnya mencapai mufakat dari musyawarah, perbedaan persepsi antara masyarakat dengan Pemerintah, kurangnya ketegasan dari Pemerintah, adanya kelemahan dalam pelaksanaan dan belum adanya tim pengkaji kelayakan yang ditawarkan masyarakat.

The focus of this study is discusses the use of land procurement for green open space especially in North Jakarta because it does not comply with Article 29 paragraph 2 in Spatial Planning Law. The problem are the implementation and obstacles in North Jakarta is included in the object of Dignified Humane Clean Garden. The Method used in this thesis is empirical juridical where it used regulations and existing legal norms and was supported by interview results, to analyze how effective is the applied regulation. The research results show that Article 29 Paragraph 2 Land Spatial Law is not fulfilled. The obstacles are the lack of State rsquo s land, the excessive amount of righted land, the dense populated area in North Jakarta, the lack of budget for land accquisition, the difficulty to gain consensus from a communal disccusion, the difference of perception between the community and the government, the weaknesses in the implementation and the inexistence of worthiness review team.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Askadarini
"Penelitian ini menitikberatkan pada implementasi kebijakan ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau berdasarkan pasal 29 undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang di wilayah kota Bogor. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah penelitian wawancara dengan tujuan untuk memperoleh data primer melalui alat pengumpul data yaitu wawancara dengan Kantor Pemerintah Kota Bogor dan penelitian kepustakaan dengan tujuan untuk memperoleh data sekunder melalui alat pengumpul data yaitu studi dokumen. Data dalam penelitian diolah secara kualitatif yang nantinya akan menghasilkan bentuk data berupa deskriptif-analistis yang berguna untuk memberikan data seteliti mungkin tentang keadaan ata ugejala yang ada dan analisitis berguna untuk menarik asas-asas hukum yang terdapat di dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa implementasi ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau berdasarkan pasal 29 undang-undangnomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang di Kota Bogor yang dilaksanakan oleh pemerintah Kota Bogor yaitu dengan adanya beberapa Peraturan Daerah Wujud dari koordinasi penyelenggaraan penataan ruang demi mendapatkan nilai minimal proporsi ruang terbuka hijau sebesar 30 persendari total wilayah Kota yaitu berupa perencanaan, pemanfaatan serta pengendalian ruang kota. Hal tersebut diwujudkan dengan kerjasama baik dari Pemerintah Kota, masyarakat, swasta, dan bersama badan lainnya. Dalam pelaksanaan implementasi tersebut, masih terdapat beberapa kendala. Oleh karena itu pemerintah dengan melalui beberapa program terus berupaya untuk meningkatkan kekurangan ruang terbuka hijau dengan berbagai strategi. Mengingat bahwa luas Kota yang tidak dapat bertambah luas, maka pemerintah lebih mengoptimalisasikan penyelenggaraan penertiban, pengawasan pemanfaatan ruang, evaluasi, penanganan, dan perizinan yang lebih ketat.

This study focuses on the implementation of the provisions of the policy on green open space pursuant to Article 29 of Law No. 26 of 2007 on spatial planning in the city of Bogor. This research is a normative juridical research that refers to the legal norms contained in the legislation. While the research method used was an interview study with the aim to obtain primary data through a data collection tool that is an interview with the Office of the City Government and the research literature with the aim of obtaining secondary data through a data collection tool that studies document. The data were analyzed qualitatively in which will result in the form of descriptive-analytical data in the form that is useful to provide the data as accurately as possible about the state or existing symptoms and analysts useful to draw legal principles contained in the applicable positive law in Indonesia. Based on the results of this study concluded that the implementation of the provisions of the policy on green open space pursuant to Article 29 of Law No. 26 of 2007 on spatial planning in the city of Bogor implemented by the government, namely the presence of some Local Rule realization of the coordination of spatial planning in order to obtain the value minimum proportion of green open space by 30 percent of the total area of the city in the form of planning, utilization and control of urban space.This is realized with good cooperation from the city government, public, private, and together with other institutions. In the implementation of the implementation, there are still some obstacles. Therefore, the government through several programs continually strives to raise the shortage of green open spaces with a variety of strategies. Given that the area of the city that can’t be expanded, then the government is to optimize the control, monitoring of space utilization, evaluation, treatment, and strict licensing.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Diah Paramitha
"RTH seringkali masih dikalahkan oleh berbagai kepentingan lain dan berorientasi pada pembangunan fisik untuk kepentingan ekonomi. Konsep RTH Jakarta sesuai dengan peraturan sesuai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 adalah sekitar 30% dari luas wilayah, namun sampai saat ini DKI Jakarta hanya mampu memenuhhi 9%. Disebutkan juga dalam Peraturan Meteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan selanjutnya disebut RTHKP bahwa luas ideal RTHKP adalah 20% dari luas wilayah perkotaan, yang mencakup RTHKP publik dan privat. Keberhasilan penyediaan RTH di wilayah Jakarta Khususnya Jakarta Selatan juga harus didukung dengan kebijakankebijakan pemerintah daerah yang berbatasan dengan wilayah selatan Jakarta. Tanpa adanya koordinasi yang seimbang atar pemerintah daerah tentu saja tujuan dari penyediaan RTH ini tidak dapat terlaksana dengan sempurna. Bentuk Penelitian yang digunakan yaitu Penelitian Normatif. Tipe Penelitian dapat dilihat dari berbagai sudut, namun dalam penelitian ini dilihat dari pemaparan yang dilakukan secara mendalam, yaitu penelitian ekplanatoris.
Penyediaan RTH di setiap kota dilakukan melalui tahap-tahap pengadaan tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum di setiap kota mempunyai kendala tersendiri sesuai dengan perkembangan di setiap kota. Kendala tersebut berdampak pada penyediaan RTH di wilayah Jakarta Selatan. Pentingnya sinkronisasi kebijakan pemerintah satu dengan yang lainnya diharapkan meminimalisasi terjadinya tumpang tindih perizinan pembangunan yang dilakukan disetiap kota. Upaya pemerintah untuk meminimalisasikan dampak yang timbul salah satunya adalah dengan membuat peraturan-peraturan yang mengatur mengenai RTH itu sendiri. Namun, ini dirasa belum cukup. Masyarakat dan pihak swasta pun harus turut serta dalam mendukung penyediaan RTH.

RTH often still defeated by various other interests and physical development oriented to economic interests. RTH concept Jakarta accordance with appropriate regulations Bylaw No. 1 of 2012 on Spatial Planning 2030 is approximately 30% of the area, but to date only able Jakarta memenuhhi 9%.Also mentioned in the material in the State Regulation No. 1 of 2007 on Spatial Planning of Urban Green Open Areas hereinafter RTHKP that RTHKP ideal area is 20% of the urban area, which includes public and private RTHKP. The success of the provision of green space in South Jakarta Jakarta particular must also be supported by local government policies that borders the south of Jakarta. Without the coordination of local government that balanced Atar course the purpose of the provision of green space can not be done perfectly. The study used the form Normative Research. Type of research can be seen from various angles, but in this study was seen from the in-depth exposure, ie ekplanatoris research.
Provision of green space in each city through the stages of land acquisition as stipulated in Government Regulation No. 71 Year 2012 on Implementation of Land for Public Interest. Implementation of land acquisition for public interest in every city has its own constraints in accordance with the developments in each city. Such constraints have an impact on the provision of green space in South Jakarta. The importance of government policy synchronization with each other are expected to minimize the overlap permitting the construction is done in every city. Government's efforts to minimize the effects one is to make regulations governing the green space itself. However, this is still not enough. Society and the private sector must take part in supporting the provision of green space.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: CV. Eko Jaya, 2007,
R 729.24 Und
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Eka Jaya, 2007
R 729.24 UND
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Indrianingtyas, auhtor
"Penyelenggaraan otonomi daerah di bawah UU No. 32 Tahun 2004 dipandang belum memberikan kejelasan pengaturan mengenai pembagian kewenangan antara Pusat dan Daerah. Perubahan otonomi, dari yang semula sentralistis?yang dipraktekkan selama tiga dasawarsa lebih kekuasaan Orde Baru?menjadi desentralistis, membawa konsekuensi perlunya transisi cara memandang Pusat-Daerah pada konsep otonomi. Artinya dominasi kekuasaan pusat dan ?reflek? untuk menguasai sumber-sumber daya ekonomi masih belum sepenuhnya dilepaskan. Ada ketidakrelaan Pusat dalam desentralisasi sehingga kewenangan-kewenangan strategis yang secara formal diserahkan kepada daerah pada kenyataannya tetap diintervensi oleh Pusat. Salah satu contohnya adalah kewenangan penataan ruang. Walaupun UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa penataan ruang merupakan urusan wajib Pemerintah Daerah, namun UU No. 26 Tahun 2007 mensyaratkan adanya uji substansi dari Kementerian Kehutanan yang merupakan tangan Pusat secara sektoral. Uji substansi dimaksud adalah bagian dari proses penyesuaian Perda RTRW terhadap UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Penyesuaian Perda RTRW terhadap UU Penataan Ruang yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah diwarnai permasalahan yang rumit, yang bersumber dari ketidaksamaan persepsi antara Pusat dan Daerah mengenai dasar acuan kawasan dan fungsi ruang. Hal ini mengakibatkan Perda RTRW tidak dapat disahkan sebagai acuan pengaturan penataan ruang yang berkekuatan hukum tetap. Tawar-menawar perbandingan luas kawasan hutan dan non hutan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah cukup menjelaskan bahwa penyesuaian Perda RTRW Provinsi Kalimantan Tengah bermuatan konflik kepentingan.
Melalui metode deskriptif analitik, penelitian ini ingin memetakan konflik yang terjadi sebagai akibat dari adanya permasalahan penyesuaian Perda RTRW Provinsi Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan proses penyesuaian Perda RTRW Provinsi Kalimantan Tengah mengandung sejumlah konflik yang sangat kompleks, baik konflik dalam proses penyesuaian itu sendiri maupun konflik yang timbul sebagai ekses akibat belum disahkannya Perda RTRWP. Konflik yang dapat ditengarai adalah konflik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, konflik peran Gubernur sebagai wakil Pusat, konflik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kabupaten, antara Pemerintah Pusat dengan masyarakat, antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten, antara Pemerintah Provinsi dengan masyarakat, dan konflik internasional dengan daerah.

Implementation of regional authonomy under Law No. 32 of 2004 is considered not provide clarity on the division of power between central and local government. The changes of authonomy, from centralized practiced?as more than three decades overthe New Order?to decentralized, have consequences in the need for a transition Central-Regional way of looking at the concept of authonomy.It means the domination of central power and its reflect to control economic resources are still not fully released.There are central government unwillingnessin decentralization so that strategic authorities that formally delegated to the regions in fact is still remain intervented. One example is the spatial planning authority.Although the Law No. 32 of 2004 states that spatial planning is an obligatory function of local government, but Law No. 26 of 2007 requires a substance test from the Ministry of Forestry, which is a hand-sectoral of central government. This substance test is a part of adjustment process of local regulation on spatial planning to the Law No. 26 of 2007.
The adjustment of local regulation to the Law on spatial planning that occuredin the Province of Central Kalimantan contains complicated issue, which come from unequal perception among central and local about basic reference of area and spatial function.It has consequences that local regulation of spatial planning cannot be legitimated as a reference of regulation that bind legally.Bargaining the ratio between area of forest and non forest among central and local government describes that the adjustment contains of interest conflicts.
Through descriptive analytical methode, this research wants to make a conflict map that occured as a consequences of the adjustment problem of local regulation of the Province of Central Kalimantanon spatial planning.The results showed that the problem of adjustment process contains a number of very complex conflict, whether the conflict in the adjustment process itself or the conflict that arise as the excesses because of the local regulation has not passed. Conflicts that can be recognized are conflict among central and local government, Governor's role conflict as a central representative, among central and regency, central government and public, province and regency, province and public, and also international and local."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fadhil Hidayah
"Berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi hanya berjumlah sekitar 14,46% yang belum dapat mencapai target 20% runtuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik serta dibutuhkan pendanaan untuk pembebasan lahan persil bidang tanah sebesar Rp. 2.261.748.181.458.400 untuk pembebasan lahan persil bidang tanah pada Tipe Hak Guna Bangunan, Hak Milik, dan Hak Lain guna Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik dengan mengacu kepada sampel sebaran NJOP Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018. Besaran Penggunaan Lahan pada tahun 2019 terdapat fungsi yang dapat diasumsikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) proporsi luasan menjadi sebesar 14,33% juga masih dibawah batasan target 20 persen untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik. Dalam menentukan prioritas Ruang Terbuka Hijau (RTH) diresmikan kriteria berdasarkan variabel Suhu Permukaan, Index Kerapatan Vegetasi, Index Kerapatan Bangunan dan Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Didapatkan 101 Lokasi Prioritas Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Based on the Detailed Spatial Planning and Zoning Regulations, only around 14.46% have not been able to achieve the 20% target for Public Green Open Space and funding is needed for land acquisition for parcels of land amounting to Rp. 2,261,748,181,458,400 for land acquisition for parcels of land in the Type of Building Use Rights, Ownership Rights, and Other Rights for Public Green Open Space by referring to the sample distribution of the DKI Jakarta Province NJOP in 2018. The amount of land use in 2019 is the function that can be assumed as Green Open Space the proportion of the area to 14.33% is also still below the target limit of 20 percent for Public Green Open Space. In determining the priority of Green Open Space criteria were inaugurated based on the variables of Surface Temperature, Vegetation Density Index, Building Density Index and Green Open Space Classification. Obtained 101 Priority Locations of Green Open Space.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Violla Putri
"Pada Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Rencana Tata Ruang Kota Bekasi Tahun 2011-2031 ditetapkan bahwa ruang terbuka hijau adalah 30%. Namun ruang terbuka hijau yang tersisa hanya 12%. Skripsi ini membahas tentang implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 dan faktor yang mempengaruhi implementasi peraturan daerah tersebut. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam dengan beberapa narasumber.
Hasil dari penelitian ini adalah implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Kota Bekasi belum berjalan dengan maksimal dan faktor yang mempengaruhi jalannya implementasi peraturan daerah tersebut adalah komunikasi, sumber daya manusia, anggaran, struktur birokrasi dan partisipasi masyarakat.

At the Regional Regulation No. 13 Year 2011 Bekasi City Spatial Plan Year 2011-2031 established that green space is 30%. But now the rest of the green open land in Bekasi only 12%. This research discusses the implementation of the Regional Regulation No. 13 Year 2011 and the factors that affect the implementation of local regulations. Research is a qualitative study using in-depth interviews with several informant.
The results of this research is the implementation of the Regional Regulation No. 13 Year 2011 Kota Bekasi not run with the maximum and the factors that influence the course of the implementation of local regulations is communication, human resources, budget, bureaucratic structures and public participation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adistia Nurramadhanty
"Tata ruang suatu wilayah yang efektif dan proporsional merupakan prasyarat utama bagi terciptanya suasana lingkungan yang teratur terkendali dan nyaman. Tata ruang yang efektif meliputi penempatan dan pengaturan fungsi dari bagian-bagian wilayah agar tepat dalam penempatannya, sehingga berbagai aktivitas warga dapat terselenggara secara efektif. Sementara, tata wilayah yang proporsional merupakan upaya agar terciptanya suatu wilayah yang nyaman, dengan mengoptimalkan bagian-bagian wilayah tersebut secara proporsional. Salah satu masalah yang kerap terjadi dalam penentuan proporsional suatu wilayah adalah terkait RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang terabaikannya ketentuan kondisi idealnya. Akibat dari terabaikannya elemen standar untuk keseimbangan kota, akan terjadi bencana yang berkelanjutan, seperti banjir di Kemang. Adanya konsep perencanaan kota yang tertuliskan dalam pedoman, terdiri dari berbagai macam aspek untuk menganalisa, untuk mewujudkan kota yang ideal. Pedoman tersebut adalah UDGL (Urban Design Guidelines) dari negara yang berbeda. Secara konsep RTH merupakan ruang natural yang beraspek dan berstruktur elemen natural yang diperuntukkan sebagai nilai ekologis dan social di suatu wilayah. Dalam implementasinya, penetapan RTH berkaitan dengan banyak hal, sehingga sering terabaikan. Perencanaan implementasi di Jakarta mempunyai peraturan yang mengontro lpengalokasian lahan. Itu juga menjadi standar ideal untuk sebuah kota. Kemang, merupakan suatu bagian wilayah di Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, dan di dalam spesifik area di Kemang, adanya isu perningkatan bencana banjir yang terjadi, yang bisa disebabkan oleh banyak aspek. Itu juga menjadi alasan terjadinya kemacetan parah dan rusaknya area sekelilingnya. Lalu, isu tersebut membutuhkan evaluasi lebih tentang bencana yang terjadi berkelanjutan di Kemang dan dibandingkan dengan keadaan ideal untuk sebuah kota.

An effective and proportional spatial planning for urban is a main requirement to provide well- planned, controlled and comfortable environment. An effective spatial planning involved an allocation and arrangement of functions from all parts of the area, to be exactly fit into the context, so various activities can be held effectively. While, a proportional urban area planning is a way to create a comfortable area, by optimizing parts of the area proportionally. One of the problems is usually happened in defining a proportional area, for example: Green Open Space ideal condition which being ignored. The impacts on ignoring standard elements to balance the city, is disaster which happens continuously, such as flood in Kemang. There are a conceptual for urban planning, written in a guideline which consist of various aspects to analyse, to achieve the ideal city area. The guideline is UDGL (Urban Design Guidelines) from different countries. As a conceptual, Green Open Space is a natural resource which have aspects and structure from natural elements. Green Open Space benefits to be ecological and social value for an area. According to the implementation, defining Green Open Space related with many aspects which sometimes being ignored. The implementation planning in Jakarta has its own policy, which control the land allocation. Then, it becomes another ideal standard for a city. Kemang, is a part of Mampang Prapatan sub-district, South Jakarta, and the specific area of Kemang increase the issue of flood disaster, which can be caused by several aspects. It creates heavy traffic jam, and damage to the surrounding area. Then, it needs more evaluation in Kemang, regarding the disaster that continuously happen, compare with the ideal standard for a city."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Putra Pardamean Mbarep
"Ruang terbuka hijau memiliki fungsi ekologi sebagai daerah resapan air dan sumber kenyamanan termal, dan akan optimal jika memiliki luasan lahan bervegetasi sebesar 80-90 %. Ruang terbuka hijau Kalijodo memiliki komposisi luasan lahan bervegetasi sebesar 48 %. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, menggunakan metode campuran untuk menganalisis fungsi ruang terbuka hijau Kalijodo sebagai daerah resapan air dan sumber kenyamanan termal. Hasil penelitian terkait kemampuan penyerapan air menunjukkan nilai sebesar 44,98 %, dan belum memenuhi kriteria penyerapan air ideal suatu taman kota, yaitu sebesar 75-95 %. Hasil penelitian terkait nilai indeks kenyamanan termal (THI) menunjukkan nilai sebesar 30,75, dan nilai ini termasuk dalam kategori sangat tidak nyaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau Kalijodo tidak menjalankan fungsinya sebagai daerah resapan air dan sumber kenyamanan termal.

Green open space has an ecological function as a water catchment area and a source of thermal comfort, and will be optimal if it has a vegetated area of 80-90 %. Kalijodo green open space has a 48 % composition of vegetated land area. This research was conducted with a quantitative approach, using a mixed method to analyze the function of the Kalijodo green open space as a water catchment area and a source of thermal comfort. The results of the research related to the water absorption capacity showed a value of 44,98 %, and it did not meet the ideal water absorption criteria for a city park, which was 75-95 %. The results of the research related to the value of the thermal humidity index (THI) showed a value of 30,75, and this value was included in the very uncomfortable category. This results indicated that the Kalijodo green open space does not function as a water catchment area and a source of thermal comfort."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>