Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107066 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulia Faradhyta Dewi
"ABSTRAK
Persetujuan dari salah satu pihak dalam melakukan pengalihan harta bersama merupakan hal yang wajib dilakukan. Hal ini sudah diatur dalam Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jika ditafsirkan secara a contrario Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan, melarang pengalihan harta bersama tanpa persetujuan dari pasangan suami/istri. Penelitian ini mengambil studi kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 463 PK/Pdt/2017. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah keabsahan peralihan hak dan peran PPAT terhadap harta bersama perkawinan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 463 PK/Pdt/2017 dan kedudukan para pihak dalam memberikan persetujuan pengalihan harta bersama dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 463 PK/Pdt/2017. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah keabsahan peralihan hak milik terhadap harta bersama milik Tuan GOS dan Nyonya S yang dilakukan tanpa adanya persetujuan dari Nyonya S adalah tidak sah. Hal ini telah melanggar ketentuan dari Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan serta melanggar pula syarat sah perjanjian yaitu sepakat dan sebab yang halal yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Akibatnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Peran PPAT terhadap harta bersama adalah membuat alas hak terkait harta yang dialihkan yaitu membuat akta jual beli. Kedudukan para pihak dalam memberikan persetujuan pengalihan harta bersama dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 463 Pk/Pdt/2017 sangat penting sebagaimana telah diatur dalam pasal 36 Undang-Undang Perkawinan.

ABSTRACT
The consent of one party to the transfer of community property is obligatory. This has been regulated in Article 36 Paragraph 1 Law number 1 of 1974 on marriage. If interpreted in a contrario Article 36 Marriage Act, transfer community property without the consent of the husband wife are prohibits. This research takes a case study of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 463 PK Pdt 2017. The formulation of the problem of this study is the validity of the transfer of rights and the role of PPAT on the property of the marriage in the Supreme Court Decision No. 463 PK Pdt 2017 and the position of the parties in granting the transfer of community property in the Supreme Court Decision No. 463 PK Pdt 2017. Research method used in this research is juridical normative by using secondary data. The conclusions in this research is the validity of the transfer of property right against join property of Mr. GOS and Mrs. S is invalid. This has violated Article 36 Paragraph 1 of the Marriage Act and also violates the validity of an agreement which is the concent and lawful cause who has been regulated in Article 1320 of The Civil Code. As a result, the agreement can be canceled or void by law. The role of PPAT on community property is to make a right of ownership related to the transfer of the property. The position of the parties in giving the consent of the transfer against community property in the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 463 Pk Pdt 2017 is very important as has been regulated in Article 36 Paragraph 1 of The Marriage Act. "
2018
T51047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aya Sofia
"Harta benda dalam perkawinan dibagi menjadi dua bagian yaitu harta bersama dan harta pribadi. Apabila terdapat pihak yang ingin melakukan tindakan hukum atas harta bersama tersebut, baik oleh suami maupun istri, maka ia haruslah mendapatkan persetujuan dari pasangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU 1/1974”). Tidak terdapat ketentuan lebih rinci yang mengatur sejauh apa persetujuan pasangan harus disyaratkan. Tidak adanya ketentuan tersebut membuat praktik yang dilakukan oleh notaris terkadang berbeda-beda dalam mengklasifikasikan transaksi yang membutuhkan persetujuan pasangan dan mana yang dianggap tidak perlu membutuhkan persetujuan, khususnya mengenai transaksi yang tidak mengakibatkan peralihan kepemilikan atas harta bersama. Berdasarkan latar belakang tersebut, dibuatlah penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana akibat akta sewa menyewa terhadap objek yang merupakan harta bersama yang dibuat tanpa persetujuan pasangan, dengan studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1111/K/Pdt/2018. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, dalam melaksanakan ketentuan Pasal 36 UU 1/1974, hakim mensyaratkan adanya persetujuan pasangan bagi suami atau istri yang ingin menyewakan harta bersamanya berupa tanah dan bangunan kepada pihak lain. Persetujuan pasangan ini tetap diperlukan walaupun transaksi tersebut tidak disertai dengan beralihnya kepemilikan harta bersama tersebut. Apabila akta sewa menyewa dibuat tanpa disertai dengan persetujuan pasangan, maka tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 36 ayat (1) UU 1/1974 sehingga akta perjanjian sewa menjadi batal demi hukum dan notaris yang membuat akta tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata berupa pembayaran ganti rugi.

Marital property is divided into joint assets and seperate assets. The definition of joint assets is refered to an asset acquired during the course of a marriage. The consequences as the joint assets, both husband and wife who bring the joint assets as the object of any transaction are obliged to obtain the consent of their spouse as regulated under Article 36 paragraph (1) Law Number 1 Year 1974 regarding Marital Law (“Law 1/1974”). However, there is no definitif regulation which specifically explain to what extend the spousal consent is required. The absent of such regulation resulting different practices by notaries. As the result, we can find for a similar transaction, one notary required a spousal consent while another notary does not. In accordance to those background, the writer makes this research with the aim is to find the legality of deed of lease upon marital property which executed without spousal consent and the responsibility of the notary who made the deed (Case Study: Verdict of Supreme Court Number: 1111/K/Pdt/2018). In this study, the author uses the normative juridical research method using secondary data. Based on the results of the study, the judge required a spousal consent for lease transaction of land and bulding under joint assets conducted by husband or wife. This spousal consent is still required even though there are no transfer ownership in such transaction. In the event that the deed was executed without spousal consent, the deed is become null and void due to the breach of Article 36 paragraph (1) Law 1/1974 and the notary who made the deed may be responsible for indemnity payment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elva Monica Hubertina
"Tesis ini membahas pengalihan hak atas tanah yang merupakan harta bersama tanpa persetujuan dari pasangan. Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan mewajibkan pasangan suami istri yang hendak bertindak atas harta bersama harus mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah pengalihan hak terhadap objek harta bersama yang dibuat oleh PPAT tanpa adanya persetujuan pasangan suami istri terhadap pihak ketiga. Permasalahan berikutnya adalah tanggung jawab PPAT atas jual beli tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yang berbentuk Yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen atas data sekunder. Analisis menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah dalam pengalihan hak atas tanah yang merupakan harta bersama tanpa persetujuan pasangan melalui akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tidaklah sah karena tidak memenuhi syarat sahnya akta jual beli. Dengan tetap dibuatkannya akta jual beli tersebut terjadilah perbuatan melawan hukum sehingga akta tersebut batal demi hukum. Pembeli yang beritikad baik dalam melakukan jual beli harus dilindungi oleh hukum, PPAT harus mempertanggungjawabkan secara perdata dan administratif guna memberikan efek jera bagi PPAT karena jabatan PPAT merupakan jabatan kepercayaan sebagai perpanjangan tangan dari Badan Pertanahan Nasional

This thesis discusses the transfer of rights to land which is joint property without the consent of the spouse. Article 36 paragraph (1) of the Marriage Law requires that a married couple wishing to act on joint assets must obtain the consent of both parties. The problem raised in this thesis is the transfer of rights to objects of joint property made by Land Deed Official without the husband and wife's consent to a third party. The next problem is Land Deed Official's responsibility for the sale and purchase. This research uses a normative juridical method by conducting document studies on secondary data. The analysis uses a qualitative approach. The result of this research is in the transfer of rights to land which is a joint property without the partner's consent through a sale and purchase deed made by illegitimate because it does not meet the valid requirements of the sale and purchase deed. With the sale and purchase deed still being made, there is an act against the law so that the deed is null and void. Buyers who have good intentions in buying and selling must be protected by law, Land Deed Official must be accountable civil and administratively to provide a deterrent effect for Land Deed Official because the position of Land Deed Official is a position of trust as an extension of the National Land Agency
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachma Anindita Larasati
"Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan dengan cara jual beli. Dalam proses jual beli diperlukan akta autentik sebagaialat bukti untuk mewujudkan kepastian hukum terhadap peralihan hak atas tanah. Dalam hal ini yang berwenang untuk membuat akta autentik adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). PPAT memiliki tugas pokok untuk membuat akta autentik di bidang pertanahan, salah satunya adalah akta jual beli. Proses pembuatan akta jual beli harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Salah satu syarat dalam pembuatan akta jual beli adalah penyerahan sertipikat asli hak atas tanah kepada PPAT untuk dilakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan setempat. Jika syarat untuk pembuatan akta jual beli belum terpenuhi tetapi PPAT telah membuat akta jualbelidanmenyerahkan lembar salinan akta jual beli kepada para pihak, maka akta tersebut dapat dibatalkan. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka masalah yang diteliti adalah terkait prosedur penyerahan salinan akta jual beli yang dilakukan oleh PPAT serta proseduruntuk mengubah akta jual beli yang dapat dilakukan oleh PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis-normatif. Hasil dari penelitianini adalah PPAT tidak melakukan pengecekan terhadap sertipikat asli hak atas tanah. Jika sertipikat asli hak atas tanah tidak diserahkan, maka PPAT tidak dapat membuat akta jual beli. Dengan tidak dapat dibuatnya akta jual beli, maka PPAT tidak dapat mengeluarkan lembar salinan akta jual beli kepada para pihak. Proses untuk mengubah akta yang dapat dilakukan oleh PPAT adalah dengan melakukan perubahan atau renvoi.Renvoi dilakukan pada saat akta belum ditandatangani. Jika akta telah ditandatangani, maka notaris berwenang melakukan pembetulan terhadap akta tersebut.

The transfer of land rights can be done by buying and selling. In the buying and selling process, authentic certificates are neededas evidence to realize legal certainty regarding the transfer of land rights. In this case the authorized person to make an authentic deed is the Official Certifier of Land Deed(PPAT). PPAT has the main task of making authentic certificates in the land sector, one of which is a sale and purchase deed. The process of making a sale and purchase deed must meet the conditions that have been determined. One of the requirements in making a sale and purchase deed is the submission of the original certificate of land rights to the PPAT to be checked at the local Land Office. If the conditions for making a sale and purchase deed have not been fulfilled but the PPAT has made a sale and purchase deed and submitted a copy of the sale and purchase deed to the parties, then the deed can be canceled. Based on the explanation, the problem studied was related to the procedure for submitting a copy of the sale and purchase deed carried out by PPAT and the procedureto change the sale and purchase deed that could be done by PPAT. This study uses juridical-normative research methods. The result of this research is that PPAT does not check the original certificate of land rights. If the original certificate of land rights is not submitted, PPAT cannot make a sale and purchase deed. By not being able to make a sale and purchase deed, PPAT cannot issue a copy of the sale and purchase deed to the parties. The process to change the deed that can be done by PPAT is to make changes or renvoi. Renvoi is done when the deed has not been signed. If the deed has been signed, the notary is authorized to make corrections to the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathryn Eliseba Suyanto
"Penelitian ini membahas mengenai adanya kekeliruan penerapan hukum hibah wasiat dalam putusan pengadilan. Hal ini mengakibatkan perbedaan pandangan diantara majelis hakim di berbagai tingkat pengadilan mengenai keabsahan akta wasiat. Pewaris dalam kasus ini menghibahwasiatkan harta kekayaannya dalam akta wasiat dengan memberikan sertipikat hak milik objek wasiat kepada penerima hibah wasiat. Sebelum meninggal dunia pewaris menjual objek wasiat kepada pihak lain yang dituangkan dalam akta jual beli menggunakan sertipikat pengganti yang telah diterbitkan. Penerima hibah wasiat mengajukan gugatan pembatalan perjanjian jual beli atas dasar pewaris tidak cakap melakukan perbuatan hukum serta pewaris tidak berhak lagi atas objek wasiat sejak ditandatanganinya akta wasiat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah mengenai perbandingan penerapan hukum hibah wasiat oleh institusi pengadilan dan akibat hukum jual beli terhadap akta wasiat. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil analisis penelitian ini adalah majelis hakim Mahkamah Agung di tingkat peninjauan kembali membatalkan putusan judex facti yang mengesahkan akta wasiat. Peralihan hak melalui jual beli atas objek hibah wasiat merupakan bentuk pencabutan wasiat secara diam-diam yang mengakibatkan akta wasiat menjadi tidak berlaku lagi bagi penerima hibah wasiat sebagaimana diatur Pasal 996 KUHPerdata. Pencabutan akta wasiat melalui jual beli yang dilakukan pewaris dalam keadaan sakit tidak dapat disimpulkan sebagai perjanjian yang cacat hukum. Dengan dibatalkannya akta wasiat, maka akta jual beli berlaku mengikat secara hukum. Saran dari penelitian ini perlunya perbaikan dalam institusi pengadilan dalam memutus perkara tidak hanya secara gramatikal, tetapi memahami maksud dari undang-undang dan pendapat para ahli.

This research discusses the application of the law of wills in court decisions. This resulted in different views among the panel of judges at various levels of the court regarding the validity of the testament. The testator in this case bequest his assets in the testament by giving a certificate of ownership of inheritance object of the will to the legatee of the testament. Prior to death, the testator sells the bequest grant object to another party as stated in the deed of sale and purchase using a substitute certificate that has been issued. The legatee of the testament files a lawsuit for the cancellation of the sale and purchase agreement on the basis that the testator is not capable of carrying out legal actions and the testator is no longer entitled to the object of the will since the signing of the testament. The problems raised in this research are the comparison of the legal application of law of wills by court institutions and the legal consequences of the sale and purchase agreement against the testament. To answer these problems, a normative juridical research method is used, with an explanatory research typology. The results of the analysis of this reseacrh are that the panel of judges of the Supreme Court canceled the judex facti decision that ratified the testament. The transfer of rights through the sale and purchase of the object of a testament is a form of revocation of a testament that results in a testament is no longer valid for the legatee as stipulated in Article 996 of the Civil Code. The revocation of a testament through a sale and purchase carried out by the testator in a sick condition cannot be concluded as a legally flawed agreement. With the cancellation of the testament, the sale and purchase deed is legally binding. The suggestions from this research is that the need for improvements in court institutions in deciding cases not only grammatically, but also understanding the intent of the law and the opinions of experts to provide legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Paramita Johan
"Guna menjamin suatu kredit, jaminan kebendaan memiliki posisi yang lebih kuat dan strategis bagi penyaluran kredit Bank, khususnya tanah, karena selain memberikan kedudukan sebagai kreditur preferen, secara ekonomis tanah juga mempunyai prospek yang menguntungkan karena harganya yang terus meningkat. Dalam penjaminan suatu benda, harus diperhatikan kewenangan bertindak yang dimiliki penjamin atas benda tersebut, maka dalam pembuatan perjanjian penjaminan, Notaris harus memperhatikan status perkawinan penghadap terkait dengan pemilikan benda agar terjamin keabsahan akta perjanjian penjaminan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis.
Simpulan penelitian menyatakan bahwa penjaminan atas harta bersama harus dilakukan dengan persetujuan pasangan nikah untuk sahnya perjanjian tersebut dan Notaris yang membuat akta perjanjian penjaminan harta bersama tanpa persetujuan pasangan nikah penghadap dapat dikenakan sanksi sebagai pertanggung jawabannya. Hasil penelitian menyarankan bahwa Notaris harus bertindak cermat dan profesional agar pembuatan aktanya dapat dipertanggung jawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan.

In order to guarantee a credit, collateral has a stronger and strategic position for Bank as the creditor, particularly in the form of land, because aside from giving the title of creditor as a preferred creditor, land economically also has profitable prospects because the price tends to increase over time. Making an object as collateral must consider the authority of guarantor, then for the making of mortgage agreement deed, a Notary must consider the appearer’s marital status associated with the ownership in order to be assured of the validity of the mortgage agreement deed according to the applicable legislation. This research uses the juridical normative method. The data obtained were analyzed using qualitative methods that produce descriptive analytical data.
A summary of the research states that the guarantee of joint marital property must be done with spouse consent to legitimate that agreement and the Notary who made mortgage agreement deed of joint marital property without appearer’s spouse consent could be penalized as a form of responsibility. Results of the study suggests that the Notary must act meticulously and professionally in order to make accountable deeds to all parties concerned.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Erika Suredja
"Dalam proses pendaftaran tanah seringkali timbul suatu masalah yang salah satunya adalah terbitnya tumpang tindih sertipikat diatas suatu bidang tanah yang sama. Salah satu contoh kasusnya terdapat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 734 PK/Pdt/2017 yang terjadi di Kota Bandung. Dalam kasus ini, penulis melakukan analisis mengenai bagaimana kesesuaian pertimbangan dan amar putusan majelis hakim dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah pada kasus tumpang tindih dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 734 PK/Pdt/2017. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan studi dokumen. Berdasarkan analisis Penulis maka ditemukan bahwa penyebab terjadinya tumpang tindih sertipikat adalah adanya ketidaktelitian dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung yang melakukan pelanggaran asas-asas umum pemerintahan baik. Simpulan dari penelitian adalah terdapat pertimbangan hakim yang kurang tepat mengenai asal-usul objek sengketa yang merupakan tanah negara dan pemenuhan syarat sah perjanjian serta juga perlindungan hukum pemegang hak berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 734 Pk/Pdt/2017 belum tercapai karena belum diterapkan peraturan perundang-undangan sebagaimana mestinya.

In the land registration process, problems often arise and one which is the issuance of overlapping land certificates on the same plot of land. One example of this issue is the Supreme Court Decision Number 734/PK/Pdt/2017 which occurred in the city of Bandung. In this case, the author analyzes how the considerations and decisions made by the panel of judges match the law and legal protection for the right land holders in overlapping cases in the Supreme Court Decision Number 734/PK/Pdt/2017. The research method used in this thesis is normative juridical using document studies. Based on the author’s analysis, it was found that the cause of overlapping certificates was the inaccuracy of the Head of Bandung City Land Office who violated the general principles of good governance. The conclusion of the research is there is an inappropriate judge’s consideration regarding the origin of the object of dispute which is a state land and the fulfillment of legal requirements of the agreements as well as the legal protection of the right holder based on the Supreme Court Decision Number 734/PK/Pdt/2017 has not been achieved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanni Dwi Abriyanti
"ABSTRAK
Seringkali PPAT tidak cermat dalam memeriksa
keaslian dokumen setiap membuat akta, sehingga akta
yang telah dibuat oleh PPAT dapat, keadaan inilah
yang membuat penulis tertarik untuk membahas
mengenai hibah terhadap harta bersama, karena dalam
kasus ini, akta hibah PPAT dibatalkan karena tidak
mendapat persetujuan isteri, dikarenakan obyek hibah
adalah harta bersama. Permasalahan yang diangkat
dalam kasus ini, mengenai konsekuensi terhadap hibah
harta bersama yang tidak mendapat persetujuan
isteri, pengadilan yang berwenang mengadili dan
memutus perkara serta pertanggungjawaban terhadap
PPAT yang lalai sehingga mengakibatkan akta hibah
dibatalkan. Untuk menjawab permasalahan hukum dalam
kasus tersebut, maka dilakukan penelitian
kepustakaan yang bersifat deskriptif analitis untuk
menggambarkan peraturan-peraturan yang berlaku yaitu
Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
yang dikaitkan dengan teori-teori hukum dalam
praktek pelaksanaannya berkenaan dengan permasalahan
yang ada. Dari analisa terhadap putusan Perkara
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3634
K/PDT/1999 tersebut dapat diketahui bahwa
perbuatan hibah oleh suami terhadap harta bersama
tanpa disertai dengan persetujuan dari isteri
mengakibatkan akta hibah tersebut menjadi cacat
hukum dan dapat dimintakan pembatalan akta hibah
oleh pengadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
berwenang untuk memutus perkara hibah menurut Pasal
50 ayat (1) Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang
peradilan Agama. PPAT yang terbukti lalai dapat
dikenakan sanksi pelanggaran ringan yang ada dalam
PP No. 37 Tahun 1998."
2007
T38054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Gede Yudi Putra Wibawa
"Penelitian ini membahas mengenai keabsahaan pengalihan harta bersama dengan isteri pertama melalui persetujuan isteri kedua dalam akta jual beli tanah serta implikasinya terhadap pembeli tanah yang bersangkutan sebagaimana hal tersebut terjadi dalam perkara yang diputus oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 2273K/PDT/2021. Secara garis besar harta bersama A berupa tanah telah dialihkan oleh almarhum suaminya semasa hidupnya tanpa persetujuan A tetapi dengan persetujuan isteri lain secara dibawah tangan yang melampirkan akta nikah dan akta-akta lainnya, namun A tidak pernah mengetahui perkawinan tersebut. A mengajukan gugatan terhadap C karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyatakan Akta Jual Beli batal demi hukum, namun Majelis Hakim menolak gugatan. Dalam membahas permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan analisis kualitatif. Adapun pembahasan yang diperoleh yaitu keabsahan pengalihan tanah SHM Nomor 2588 terkesan menggantung, di satu sisi Majelis Hakim menyatakan A berhak atas tanah SHM Nomor 2588 sedangkan Majelis Hakim menyatakan harus ada putusan pengadilan yang menyatakan terjadi pemalsuan terhadap identitas penjual tanah SHM Nomor 2588 dan merekomendasikan menggugat kepada penjual yang tidak berhak, akan tetapi penjual yaitu suaminya telah meninggal, yang semestinya Majelis Hakim menangguhkan pemeriksaan perkara untuk diteruskan kepada pejabat yang berwenang menuntut dugaan pemalsuan tersebut berdasarkan Pasal 138 Ayat (7) HIR dan Pasal 138 Ayat (8) HIR untuk mengetahui pihak yang harusnya digugat oleh A. Kepada C diberikan perlindungan hukum karena telah beritikad baik dalam membeli obyek jual beli tanah yang sesuai dengan prosedur/tata cara yang berlaku sehingga jual beli dianggap sah.

This research discusses the legality of transferring joint asset with the first wife through the consent of the second wife in the deed of sale and purchase of the land and the implications for the purchaser of the land that happened in a case decided by the Supreme Court through Decision Number 2273K/PDT/2021. A's joint asset in the form of the land was transferred by her late husband during his lifetime without A's consent but with the consent of another wife who attached a marriage certificate and other certificates, but A never knew about the marriage. A filed a lawsuit against C because he had committed an unlawful act and declared the sale and purchase deed null and void, but the Judges rejected the lawsuit. In discussing these problems using doctrinal research method with qualitative analysis. The results of this research are the validity of the transfer of the land of SHM Number 2588, the Judges stated that A had the right of the land of SHM Number 2588, while the Judges stated that there must be a court decision stating that there was falsification of the identity of the seller of the land of SHM Number 2588 and recommending suing the seller who is not have the right, but the seller, namely her husband, had died, the Judges should have postponed the examination of the case to be forwarded to the official authorized to prosecute the alleged forgery based on Article 138 Paragraph (7) HIR and Article 138 Paragraph (8) HIR to find out which party should be sued by A. C is given legal protection because he has good faith in buying the land of SHM Number 2588 with the procedures, so that the sale and purchase are considered valid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Kinanti
"ABSTRAK
Pembebanan Jaminan Hak Tanggungan Terhadap Harta Bersama Yang Belum Dibagi Waris Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 353 K/PDT/2015 Bank mempunyai fungsi untuk menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Dana yang disalurkan ke bank oleh masyarakat disimpan dalam bentuk tabungan atau deposito, sedangkan dana yang disalurkan bank kepada masyarakat yang membutuhkan disalurkan dalam bentuk pinjaman/kredit. Kredit yang disalurkan oleh bank mengandung risiko, untuk itu perjanjian kredit selalu diiringi dengan perjanjian pembebanan jaminan. Hak Tanggungan adalah salah satu bentuk lembaga jaminan yang paling banyak diminati oleh bank. Akan tetapi penyerahan jaminan dapat menimbulkan masalah apabila penyerahan jaminan dilakukan tanpa persetujuan dari pihak yang turut atas objek jaminan. Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian, Penulis dapat membuat simpulan bahwa pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh tanpa persetujuan pihak yang turut memiliki serta objek jaminan adalah tidak sah dan pihak yang merasa keberatan atas pembebanan jaminan dapat mengajukan pembatalan ke Pengadilan. Bank untuk memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat harus menerapkan prinsip perkreditan dengan baik, yaitu dengan melakukan analisa mengenai calon nasabah sebelum menyetujui pemberian kredit. Selain itu, Notaris/PPAT sebagai pihak yang berwenang untuk membuat akta dalam menjalankan jabatannya pada saat membuat akta harus secara saksama dan teliti menganalisa para pihak yang membuat akta.Kata kunci: Hak Tanggungan, Harta Bersama, Waris.

ABSTRACT
Mortgage Guarantee Imposition of Community Property That Has Not Been Divided Inheritance Analysis of The Supreme Court Verdict Number 353 K Pdt 2015 Bank has a function to raise funds from communities and distribute it back to communities. Communities submit their funds to the bank as savings or deposits, then the funds that are collected from communities will be distributed to those in need as loans credits. Bank credit may pose risk, therefore every credit agreement is accompanied by the imposition of a guarantee agreement. Mortgage is the most in demand form of security by banks. However, the handover of collateral can cause problems when it held without the consent of the parties who also having the security object. The study was conduct by the research of normative literature, by collecting data from literature and analyzing data qualitatively by the systematic application of laws and regulations that applied. Based on these study, authors conclude that the imposition of mortgage without the consent of the parties who also having a security object is not valid and those parties can claim for the cancellation to the court. To provide a credit facilities to the public, bank must apply the principle of good credit by analyzing customers rsquo prospective before approving a loan. In addition, the Notary PPAT as the competent authority to make a deed while doing their job must be carefully and thoroughly analyze the parties to a deed.Keywords Mortgage, Heir, Community Property"
2017
T47201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>