Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37512 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fetia Nursih Widiastuti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor sosio-ekonomi dan faktor gender dan perkawinan terhadap gangguan mental emosional wanita menikah di Indonesia. Menggunakan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2016, gangguan mental emosional diukur berdasarkan rincian pertanyaan yang terdiri dari 20 pertanyaan Self Reporting Questionnaire SRQ-20.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa persentase gangguan mental emosional tertinggi pada wanita tinggal di perdesaan, pendidikan SD kebawah, tidak bekerja, indeks kekayaan rendah, durasi perkawinan 21-30 tahun, suami melakukan kegiatan selain bekerja, mengalami kekerasan dalam rumah tangga, usia perkawinan pertama kurang dari 18 tahun, jumlah anak lahir hidup lebih dari enam, dan status kesehatan buruk.
Hasil analisis inferensial menggunakan regresi logistik biner menunjukkan bahwa faktor sosio-ekonomi dan faktor gender dan perkawinan berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan mental emosional. Faktor sosio-ekonomi yang yang berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan mental emosional adalah tingkat pendidikan dan indeks kekayaan. Sedangkan status pekerjaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan mental emosional wanita menikah. Faktor gender dan perkawinan yang berpengaruh signifikan terhadap gangguan mental emosional wanita menikah adalah durasi perkawinan, kegiatan suami dan kekerasan dalam rumah tangga oleh suami. Sedangkan usia kawin pertama secara statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap gangguan mental emosional.

This study aims to determine the influence of socio economic factors and gender and marital factors to common mental disorders among married women in Indonesia. Using the 2016 National Women 39 s Life Experience Survey, common mental disorders were measured on Self Reporting Questionnaire 20 SRQ 20.
The result of descriptive analysis show that the highest percentage of common mental disorder in women living in rural areas, elementary school education, unemployment, low wealth index, duration of marriage 21 30 years, husband doing activities other than work, experiencing domestic violence, age at first marriage less from 18 years, the number of live birth children is more than six, and the health status is bad.
The results of inferential analysis uses binary logistic reggression show that socio economic factors and gender and marital factors significantly influence common mental disorders. The socio economic factors that significantly influence common mental disorders are the level of education and wealth index. While the status of work does not significantly influence the common mental disorders among married women. Gender and marital factors that significantly influence the common mental disorders among married women are the duration of marriage, husbands 39 activities and domestic violence by husbands. While age at the first marriage is not statistically significant effect on common mental disorders.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T50863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasyanti
"Latar Belakang: Jumlah orang dengan gangguan jiwa semakin meningkat, namun tidak diikuti dengan pelayanan psikiatrik yang optimal, baik perawatan secara informal maupun formal, jumlah petugas sosial yang berimbang dan kemampuan teknis keperawatan dalam memberikan pelayanan sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi profil petugas, kebutuhan pengetahuan dan keterampilan bagi petugas panti dan petugas kesehatan Panti Sosial BinaLaras Harapan Sentosa (PSBL) 2 Cipayung.
Metodologi: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-kuantitatif melalui observasi dan pengisian kuesioner bagi seluruh petugas panti dan petugas kesehatan PSBL Harapan Sentosa 2 Cipayung pada periode April-Mei 2014.
Hasil: Didapatkan PNS (50%) dengan tugas sebagai staf administrasi yang memiliki latar belakang pendidikan terbanyak SMA (58,5%) dan belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai kesehatan (73,91%). Pengetahuan yang dibutuhkan: pengertian mengenai gangguan jiwa yang memahami hanya (13%), faktor yang menjadi penyebab munculnya ganggguan jiwa yang memahami (45,6%), gejala yang paling sering muncul terbanyak yang memahami (54,4%), masalah yang sering muncul terbanyak tidak mau merawat diri (54,4%), kebutuhan yang dibutuhkan terbanyak pengertian dan dukungan dari orang yang merawat (72,2%), kesulitan terbanyak menentukan diagnosis dan kriteria gangguan jiwa (50%), kendala terbanyak berkaitan dengan fisik (61%) dan hal yang dapat terjadi jika tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup adalah risiko kekerasan (65,5%). Prioritas pengetahuan yang dibutuhkan: deteksi gangguan jiwa, gangguan jiwa, dan manajemen keperawatan. Prioritas keterampilan: perawatan gangguan jiwa, dan cara mengatasi gaduh gelisah. Dari (95,6%) membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dengan metode yang dipilih pelatihan dan pendampingan perawat yang sudah berpengalaman. Sebanyak (73,9%) menyatakan sudah ada ketersediaan sarana. Sarana tersebut adalah Rumah Sakit (81,5%) dan (100%) bersedia untuk mengikutinya.
Simpulan: Profil petugas panti dan petugas kesehatan di PSBL 2 Harapan Sentosa memiliki tingkat pendidikan terbanyak bukan dengan latar belakang kesehatan dan hanya sedikit petugas panti dan petugas kesehatan yang sudah mendapatkan pelatihan mengenai gangguan jiwa. Petugas panti dan petugas kesehatan membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dibidang kesehatan jiwa mengenai gangguan jiwa, perawatan dan kendala dan kesulitan yang dihadapi dengan metode pelatihan dan pendampingan.

Background: People with mental disorder is increasing nowadays. Unfurtunately it is not followed with optimal mental health services, number of institution officers and technical nursing capability for those officers. The aim of this research is to identified profile, knowledge, and still requirements of intitutions officers and medical staff in Bina Laras Harapan Sentosa 2 Social Institution Cipayung East Jakarta.
Method: The design of this research was qualitative-quantitative through observation and filling up questioner for institution officers and medical staff in Bina Laras Harapan Sentosa 2 Social Institution Cipayung East Jakarta on April-May 2014.
Result: From 46 participants, 50% was administration staff with high school educational background. About 73,91% had never have medical training before. Requirements of knowledge are: knowledge of mental disorder 13% understanding, factors that contribute to the onset of mental disorder 45,6%, symptoms that often appears 54,4%, most encountered problems lack of self caring about 54,4%, crucial needs supoort from caregiver for about 72,2%, difficulties in handling people with mental disorder diagnosis and criteria of mental disorder for about 50%, obstacle in disease for about 61% and things to except with lack of knowledge and skill risk for asssault for about 65,5%. Priority of knowledge needed are detection of mental disorder, mental disorder, and nursing management. Priority of skill are nursing for mental disorder and handling of agitation. About 95,6% officers require knowledge and skill to taking care of people with mental disorder. They prefer training and supporting methods from experienced capable nurse.About 73,9% officers affimerd that there is already hospital 81,5% to help improve, knowledge, skill amd all of the, are willing to participate.
Conclusion:Most of intitutional officers and medical staff in PSBL 2 dont have medical educational back ground. Among them only few have a tarining about mental disorder. Institutional officer and medical staff need knowledge and skill about mental disorder, nursing management and also difficulties in applying methods of training and supporting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dery Abdurrachim Iskandar
"Ditinjau dari pendekatan Model kognitif, secara umum orang dengan Gangguan Depresi Mayor mengalami lima buah simtom Depresi yaitu simtom afektif, simtom, simtom kognitif, simtom motivasional, simtom fisik, dan simtom Behavioral. Model kognitif juga mengungkapkan tingginya kemungkinan terjadinya dependency pada orang dengan gangguan depresi sebagai salah satu bentuk nyata simtom behavioral Depresi Tingginya kemungkinan orang dengan gangguan depresi untuk mengalami dependency cenderung meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami interpersonal dependency, yaitu sebuah bentuk ketergantungan yang dialami oleh seseorang dengan menjadikan orang lain sebagai objek ketergantungan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan wawancara yang dilengkapi oleh metode observasi. Populasinya adalah orang-orang yang telah didiagnosis depresi mayor oleh psikolog maupun psikiater. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan theory based/operation construct sampling, di mana sampel dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional depresi yang termuat dalam DSM IV TR.
Diperoleh beragam gambaran interpersonal dependency pada orang dengan gangguan depresi yang dikelompokan dalam empat dimensi, yaitu kognitif, motivasional, afektif, dan behavioral di mana ditemukan peranan yang lebih dominan pada dimensi kognitif dan afektif. Selain itu diperoleh juga faktor-faktor ekstrinsik pada orang dengan gangguan depresi mayor berupa dalam proses terjadinya interpersonal dependency pada orang dengan gangguan depresi Mayor ,berupa peranan pola asuh orang tua.

Being analyze from The Cognitive Model approach, people who has major depression disorder are generally deliver through five depression symptoms. Those symptoms are affective symptom, cognitive symptom, motivational symptom, physical symptom and behavioral symptom. The Cognitive Model also elaborates the high possibility of dependency that could happen to people who has depression disorder as a frank appearance of behavioral symptom. This high possibility of dependency experienced by the ones who have major depression disorder tends to risen the possibility of interpersonal dependency, a form of dependency happened to certain people by making someone else as the object of the dependency.
This research process was using qualitative method with interview approach and observation method. The population of this research was those people diagnosed having major depression disorder by psychologist and or psychiatrist. The samples has chosen by using the theory based/operation construct sampling, where those samples picked out with certain criteria, based on the theories or depression operational construct stated in DSM IV TR.
During this research, various interpersonal dependency appearances are found in person who has diagnosed with major depression disorder, which could be classified to four dimensions: cognitive, motivational, affective and behavioral. We can also find the dimensions that have more dominant and stronger influence, which are cognitive dimension and affective dimension. Moreover, external factors could also be found occur to person with major depression disorder along with the forming of the interpersonal dependency, like parenting pattern role.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Keliat, Makmur
Jakarta: FIK-WHO, 2006
362.2 MOD
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantobing, S.M.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
616.89 LUM a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Amin
"Skizofrenia merupakan salah satu contoh gangguan jiwa berat dan merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat dan menimbulkan disorganisasi personalitas terbesar yang tidak mempunyai kontak dengan realita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran daerah tempat tinggal terhadap kejadian penyakit skizofrenia pada penderita gangguan jiwa yang dirawat inap di RS.Dr.Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007.
Hasil penelitian menemukan bahwa responden yang tinggal di perkotaan yang menderita penyakit skizofrenia sebanyak 155 orang (82.4%). Berdasarkan hasil analisis multivariat menunjukan bahwa penderita yang tinggal di perkotaan mempunyai resiko 3,22 kali untuk mengalami penyakit skizofrenia dibandingkan dengan yang tinggal di pedesaan, setelah dikontrol dengan tingkat pendidikan, yaitu dengan OR= 3,22 (CI; 1,99 - 5,46 ).

Schizophrenia is one of example of serious mental disorder and the most serious functional psychosis form and cause severest disorganization of personality which does not have any contact to reality.
This study aim to find out the role of residence area for schizophrenia disease to inpatient of mental disorder treated in Dr.Ernaldi Bahar Hospital South Sumatera Province year 2007.
Study result founds that respondent who live in the city area suffering schizophrenia as much as 155 people (82.4%). Based on multivariate analysis, it showed that sufferers who lived in city area have 3,22 times of risks to suffer schizophrenia disease compared with their counterparts in the village, after controlled by education level, with OR = 3,22 (CI; 1,99 - 5,46).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T28809
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Levy, Leo
New York: Behavioral Publ., 1973
362.204 22 LEV e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London: Sage, 2000
616.89 PAT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syafwani
"ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross
sectional. Tujuannya untuk memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan beban keluarga dalam merawat klien dengan perilaku menarik
diri. Populasinya adalah seluruh keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan
perilaku menarik diri di Poliklinik Rumah Sakit Dr. HM. Ansari Saleh Banjarmasin.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 80 responden yang diambil dengan
menggunakan teknik purposive sampiing. Pada analisis bivariat, untuk menguji masing-
masing variabel dependen (beban ekonomi, beban perawatan dan beban psikososial)
dengan masing-masing variabel independen karakteristik klien (tingkat ketergantungan
klien, frekuensi kambuh dan lama klien menarik diri) dan karakteristik keluarga
(penghasilan keluarga, pengetahuan keluarga, nilai keluarga dan dukungan sosial)
digunakan uji regresi linier sederhana. Sedangkan untuk menguji masing-masing
variabel dependen (beban ekonomi, beban perawatan dan beban psikososial) dengan
variabel independen karakterisitik keluarga (pendidikan keluarga) digunakan uji T
independen. Analisis multivariat menggunakan uji regresi linier ganda. Hasil penelilian
menunjukkan bahwa pengetahuan keluarga berhubungan secara signifikan dengan
beban perawatan (p=0,001) dan pengetahuan keluarga juga berhubungan secara
signifikan dengan beban psikososial (p=0,007). Nilai keluarga secara signifikan
berhubungan dengan beban perawatan (p=0,000) dan nilai keluarga juga berhubungan
sccara signifikam dcngan beban psikososial (p=0,000). Ada perbedaan yang signifikan
rata-rata beban perawatan antara keluarga yang berpendidikan rendah dengan keluarga
yang berpendidikan tinggi (p=0,004) dan juga ada perbedaan yang signifikan rata-rata
beban psikososial antara keluarga yang berpendidikan rendah dengan keluarga yang
berpendidikan tinggi (p=0,002). Kesimpulannya adalah faktor-faktor yang berhubungan
dengan beban perawatan dan beban psikososial adalah pengetahuan keluarga,
pendidikan keluarga dan nilai keluarga. Faktor yang paling berhubungan dengan beban
keluarga adalah nilai keluarga. Untuk itu diperlukan penyelenggaraan pendidikan
kesehatan secara terencana, terstruktur dan kontinyu pada keluarga dengan
memperhatikan nilai keluarga; diperlukan perluasan jangkauan lingkup pelayanan
program asuransi kesehatan keluarga miskin secara kualitas dan kuantitas."
2007
T22883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Ilham El Anwary Junior
"Remaja merupakan kelompok usia yang penting bagi bangsa. Namun, remaja rentan mengalami masalah mental, salah satunya gangguan mental emosional. Dari data Riskesdas 2018, didapatkan prevalensi gangguan mental emosional usia remaja 15-24 tahun sebesar 10%. Angka ini diatas angka prevalensi nasional. Sementara itu, Provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah usia produktif tertinggi sei-Indonesia termasuk ke dalam 10 besar Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi seIndonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor yang berhubungan dengan kejadian gangguan mental emosional pada remaja usia 15-24 tahun di Jawa Barat pada tahun 2018. Desain studi yang digunakan adalah studi cross-sectional dengan data lanjutan dari hasil Riskesdas 2018. Sampel yang digunakan pada penelitian ini ialah seluruh penduduk di wilayah Provinsi Jawa Barat yang berusia 15-24 tahun yang telah diwawancara dalam Riskesdas 2018 dan memiliki data lengkap. Total sampel pada penelitian ini, yaitu sebesar 10561 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional pada remaja usia 15-24 tahun di Jawa Barat sebesar 11,2%. Prevalensi gangguan mental emosional tertinggi ditemukan pada remaja berjenis kelamin perempuan (13,3%), tingkat pendidikan rendah (11,7%), telah bercerai (12,2%), tidak bekerja (11,5%), status gizi yang kurus (13,8%), memiliki riwayat penyakit tidak menular (22,4%), mantan perokok (16,4%), dan mengonsumsi alkohol (27,0%). Berdasarkan hasil analisis multivariat, faktor yang paling dominan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian gangguan mental emosional, ialah konsumsi alkohol (PR = 2,43, 95%CI: 1,92-3,06). Kemudian, diikuti dengan jenis kelamin, perilaku merokok, riwayat penyakit tidak menular, dan status pekerjaan.

Adolescents are an important age group for the nation. However, adolescents are prone to experiencing mental problems, one of which is emotional mental disorders. From the 2018 Riskesdas data, the prevalence of mental emotional disorders in adolescents 15-24 years was 10%. This figure is above the national prevalence rate. Meanwhile, West Java Province, which has the highest number of productive ages in Indonesia, is among the top 10 provinces with the highest prevalence of emotional mental disorders in Indonesia. This study aims to determine the relationship between factors associated with the incidence of emotional mental disorders in adolescents aged 15-24 years in West Java in 2018. The study design used was a cross-sectional study with follow-up data from the results of the 2018 Riskesdas. Samples used in this study are all residents in West Java Province aged 15-24 years who have been interviewed in Riskesdas 2018 and have complete data. The total sample in this study, amounting to 10561 samples. The results of this study indicate the prevalence of emotional mental disorders in adolescents aged 15-24 years in West Java by 11.2%. The highest prevalence of mental emotional disorders was found in female adolescents (13.3%), low education level (11.7%), divorced (12.2%), unemployed (11.5%), underweight nutritional status (13.8%), had a history of non-communicable diseases (22.4%), were former smokers (16.4%), and consumed alcohol (27.0%). Based on the results of multivariate analysis, the most dominant risk factor has a significant relationship with the incidence of mental emotional disorders, is alcohol consumption (PR = 2,43, 95%CI: 1,92-3,06). Then, followed by gender, smoking behavior, history of non-communicable diseases, and employment status."
Depok: 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>