Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Apriansyah Saputra
"ABSTRAK
Peremajaan bangunan, wilayah maupun kota sering menjadi solusi dalam masalah penataan kota agar memiliki kualitas yang lebih baik. Kegiatan peremajaan, dalam pengertian yang lebih umum, merupakan kegiatan yang menyangkut upaya untuk menata ulang struktur dan morfologi lahan secara menyeluruh. Jakarta, sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, bisnis, industri, menjadi tujuan utama para pendatang untuk mencari pekerjaan. Hal itu menyebabkan pesatnya peningkatan jumlah penduduk Jakarta dari tahun ke tahun dan ruang kota yang tersedia berbanding terbalik dengan kebutuhan akan perumahan. Keterbatasan ruang kota tersebut ditambah nilai lahan yang tinggi tidak memungkinkan pembangunan perumahan baru di pusat kota. Hal itu menyebabkan masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk memiliki hunian di tengah kota sehingga harus tersingkir ke pinggiraan dan menimbulkan masalah baru seperti kebutuhan biaya transportasi dan waktu yang lama untuk mereka sampai ke lokasi kerja, kemacetan dan polusi udara. Solusi dari permasalah tersebut adalah peremajaan bangunan dengan pemanfaatan bangunan yang sudah ada. Dalam hal ini, penulis mengangkat kasus peremajaan rumah susun Kebon Kacang XI yang sudah hampir memasuki batas umur bangunan dan terlihat kumuh menyebabkan kesenjangan visibilitas antara rusun dengan bangunan lainnya dan dapat mengakibatkan rusun terkena dampak gentrifikasi. Selain itu, rumah susun Kebon Kacang XI terletak di pusat kota Jakarta dan mengalami peningkatan koefisien luas bangunan KLB yang tinggi sehingga bisa memaksimalkan kapasitas unit yang bisa dibangun demi memenuhi kebutuhan penyediaan tempat tinggal yang terjangkau di pusat kota. Tujuan dari paper ini adalah untuk mencari tahu dan membandingkan tiga bentuk peremajaan yang tepat sebagai solusi dari penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah di pusat kota melalui pendekatan revitalisasi, rehabilitasi dan redevelopment.

ABSTRACT
Rejuvenation of buildings, land, and cities are usually being the solution to the problem of arranging the city to have a better quality. Rejuvenation activities, in a more general sense, are activities involving efforts to rearrange the structure and morphology of the land as a whole. Jakarta, as the center of government, commerce, business, industry, became the main destination of migrants to find employment. That caused the rapid increase in the population of Jakarta from year to year and the availability of city space is inversely proportional to the need for housing. The limitation of the city space plus the high value of land does not allow the construction of new housing in the center of city. It causes people have no ability to live in the middle of the city so that it should be pushed out to the outskirts and cause new problems such as the need for transportation costs and a long time for them to get to their workplace, causes traffic jam, and air pollution. This problem can be cured by rejuvenation of buildings with the utilization of existing buildings. In this case, the authors raised the case of rejuvenation Kebon Kacang XI flats that have almost entered the age limit of the building and becoming slum cause the visibility gap between the flats with other buildings in the neighborhood and can lead it to be gentrified. In addition, the Kebon Kacang XI flats are located in downtown Jakarta and have increased the high coefficient of a building so that it can maximize the capacity of units that can be built in order to meet the needs of affordable housing in the city center. The purpose of this paper is to find out and compare three appropriate forms of rejuvenation as a solution of housing procurement for low income communities in the city center through revitalization, rehabilitation, and redevelopment of Kebon Kacang XI flats."
2018
T50859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kollin A. Akbar
"Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu melakukan kegiatan yang bersifat interaksi, karena manusia merupakan mahluk sosial sehingga memerlukan kehadiran orang lain untuk melakukan kontak sosial dan komunikasi sewaktu menjalani kehidupannya. Ketika berinteraksi manusia akan, memilih suatu tempat untuk melangsungkan kegiatan tersebut. Tempat yang dipilih tentunya telah memenuhi persyaratan dan sesuai dengan keinginan serta telah memiliki arti khusus pada diri pengguna sehingga menurutnya pantas untuk dijadikan sebagai seiring kegiatan berinteraksi.
Penghuni Rumah Susun Kebon Kacang ternyata lebih memilih koridor sebagai tempat mereka melakukan kegiatan berinteraksi. Di sana beragam bentuk kegiatan berinteraksi telah dilakukan oleh mereka. Terjadinya penambahan fungsi pada koridor rumah susun ini tentunya telah menandakan bahwa koridor disana memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai seiring kegiatan berinteraksi. Untuk itu skripsi ini akan membahas mengenai potensi sebuah koridor sebagai seiring kegiatan berinteraksi, baik dilihat dari faktor setring fisik, pemilihan seiring oleh pengguna maupun perilaku penghuni didalam seiring tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uguy, Mediana Johanna Hendriette
"ABSTRAK
Pada akhir milenium ke dua ini, dengan laju pertumbuhan penduduk perkotaan empat sampai lima persen per tahun, diperkirakan empat puluh persen penduduk Indonesia atau sekitar tujuh puluh delapan juta jiwa akan tinggal di wilayah perkotaan. Untuk DKI Jakarta, jumlah penduduknya diduga akan menjadi tujuh belas setengah juta jiwa. Sedangkan kawasan Jabotabek yang perkembangannya tidak bisa dipisahkan dari DKI Jakarta, jumlah penduduknya akan mencapai tiga puluh satu setengah juta jiwa.
Jumlah penduduk yang tinggi dan langkanya lahan perkotaan mengharuskan dilakukannya berbagai upaya untuk meningkatkan daya dukung lahan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membangun secara vertikal. Untuk bangunan hunian, pembangunan rumah massal seperti rumah susun bagi kota-kota besar seperti Jakarta merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan lagi.
Dalam proses desain rumah susun kendala utama yang dihadapi adalah biaya yang harus ditekan serendah mungkin namun tetap memberikan akomodasi yang memadai. Dengan kata lain, bagaimana menciptakan ukuran-ukuran ruang yang minimum, bagaimana mengoptimalkan penggunaan ruang, dan bagaimana membuat denah-denah perencanaan yang sederhana dan mudah dibangun.
Pendekatan ini menghasilkan lingkungan hunian yang mempunyai karakteristik khas yaitu kepadatan tinggi, ruangan-ruangan terbatas, dan kedekatan fisik antar rumah yang sangat ketat secara horisontal maupun vertikal.
Rumah bagi suatu keluarga, dalam berbagai bentuknya termasuk unit hunian atau satuan rumah susun, pada hakekatnya mempunyai tiga makna yaitu: menyediakan perlindungan fisik bagi keluarga, wadah bagi kegiatan-kegiatan keluarga, dan perlindungan psikologis terhadap tekanan-tekanan dari dunia luar.
Dengan kondisi lingkungan fisik demikian dan perhatian khusus pada aspek psikologis tersebut, studi ini menelaah secara khusus tentang perilaku spasial penghuni di lingkungan rumah susun.
Perilaku spasial merupakan kegiatan penggunaan ruang di sekitar individu untuk mengatur interaksi social. Perilaku spasial yang penting bagi desain perumahan adalah privasi, ruang pribadi (personal space), teritorialitas, dan kesesakan.
Penelitian yang dilakukan diarahkan untuk menjawab pertanyaan -pertanyaan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor perbedaan individu dan desain fisik apa saja yang berpengaruh pada privasi?
2. Bagaimana pengaruh privasi terhadap kesesakan?
3. Bagaimana perilaku ruang pribadi, teritorialitas, dan perilaku lainnya dari penghuni rumah susun untuk mencapai privasi harapan?
4. Alternatif desain apa saja yang dapat diusulkan untuk pengembangan rumah susun?
Penelitian dilakukan di Rumah Susun Tanah Abang dan Kebon Kacang, Jakarta Pusat. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak distratifikasi (stratified random sampling) dan ditetapkan 100 responden terpilih yang selanjutnya dianalisis secara statistik dengan bantuan program Microstat. Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji chi-square.
Rangkuman hasil Penelitian adalah sebagai berikut:
1. Tuntutan privasi penghuni rumah susun dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor lingkungan fisik. Terbukti adanya hubungan yang signifikan antara privasi dengan penghasilan, jenis pekerjaan, dan lama huni. Faktor lingkungan fisik yang terbukti ada hubungannya secara signifikan adalah luas unit hunian, kepadatan unit hunian, dan tipe rencana lantai.
2. Tipe rencana lantai berpengaruh pada jenis privasi berupa keinginan untuk menjauh dari gangguan kebisingan dan keinginan untuk membatasi keakraban dengan orang tertentu saja. Pada tipe cluster tingkat keinginan untuk menjauh dari gangguan kebisingan adalah tinggi, sedangkan pada tipe linier rendah. Pada aspek keinginan untuk membatasi keakraban dengan orang tertentu, kedua tipe menunjukkan tingkat yang sama-sama tinggi.
3. Ada hubungan yang sangat signifikan antara privasi dan kesesakan; makin tinggi tuntutan privasi, makin tinggi persepsi kesesakannya.
4. Untuk mencapai tingkat privasi yang diharapkan, penghuni rumah susun melakukan mekanisme kontrol berupa perilaku ruang pribadi, teritorialitas, dan perilaku lainnya. Beberapa indikasi dari adanya mekanisme kontrol tersebut adalah: tidak terpenuhinya ruang yang cukup untuk menjaga jarak dengan orang lain pada koridor dan tangga, pemberian identitas tertentu pada unit hunian atau blok bangunan, danadanya peraturan-peraturan tertentu yang dibuat oleh penghuni.
Dari segi desain arsitektur, diperoleh beberapa temuan sebagai berikut:
1. Di samping ukuran ruangan-ruangan yang dirasakan sempit oleh penghuni, denah-denah yang ada kurang memberikan fleksibilitas penggunaan ruang pada penghuninya. Dimensi ruangan yang kecil pada rumah susun merupakan konsekuensi logis dari biaya yang harus ditekan serendah mungkin sesuai kemampuan kelompok sasaran yang dituju, namun demikian harus tetap disediakan wadah yang memadai bagi keluarga yang menghuninya. Untuk itu rancangan ruang dan furniturnya harus mempunyai fleksibilitas tinggi dan berfungsi ganda. Fleksibilitas penggunaan ruang dan penggunaan furnitur memungkinkan penghuni menata ruang tinggalnya menjadi bermacam-macam pola, misalnya pola slang dan pola malam.Dalam menyediakan ruangan berfungsi ganda, ruang makan seharusnya digabung dengan ruang dapur, tidak dengan ruang tamu seperti diterapkan di rumah susun yang ada. Untuk tipe sangat kecil yang dihuni keluarga (T-21 ternyata dihuni oleh rata-rata 5 orang), harus disediakan ruang tinggal berfungsi ganda yang dapat dibagi menjadi minimal dua ruang untuk orang tua dan anak-anak. Ruang tinggal tidak dibagi menjadi ruang tidur dan ruang duduk, tetapi ruang I dan ruang II yang masing-masing berfungsi ganda.
2. Dalam desain unit hunian di RSKK maupun RSTA, tidak ada ruang peralihan antara selasar dan ruang tinggal. Untuk menyediakan privasi yang cukup, harus dibuat ruang peralihan dari yang bersifat publik (selasar) ke yang privat (ruang tinggal). Diusulkan untuk menempatkan ruang kerja yang berfungsi ganda: mempersiapkan bahan masakan, setrika, "ngobrol" dengan tetangga, dan lain-lain sebagai ruang peralihan tersebut, yang menjadi bantalan penyangga (buffer) antara selasar dengan ruang tinggal tempat berbagai aktivitas keluarga.
3. Ukuran lebar selasar dan tangga dirasakan tidak memadai oleh penghuni RSTA, sedangkan bagi penghuni RSKK hanya selasar yang dirasakan sempit. Ukuran lebar selasar dan tangga harus mempertimbangkan jarak sosial atau jarak untuk hubungan yang bersifat formal dan tidak akrab yaitu 1,3 m sampai 4 m. Namun dengan ukuran 1,5 m seperti lebar tangga di RSKK sudah dirasakan memadai oleh penghuni.
4. Diusulkan tipe rencana lantai linier ganda dengan rumah-rumah yang berhadapan untuk memperkembangkan rangsangan sosial atau interaksi ketetanggaan yang menyenangkan, di samping menyediakan ruang bersama pada tiap lantai bangunan. Namun agar memberikan privasi bagi tiap keluarga atau unit hunian, harus disediakan bantalan penyangga antara selasar dan ruang tinggal, dan letak pintu harus diatur berselang-seling sehingga tidak berhadapan langsung.
5. Konsep teritorialitas yang berfungsi personalisasi dan pertahanan dapat digunakan untuk mempermudah pengelolaan kenyamanan, keamanan dan keasrian lingkungan rumah susun. Sedapat mungkin semua ruang yang terbentuk di lingkungan rumah susun 'dimiliki" oleh individu atau kelompok. Namun juga harus diberikan batas yang jelas antara kepemilikan perorangan dan kolektif.
6. Guna minimasi biaya dan menyediakan fleksibilitas yang tinggi pada penghuni untuk menata huniannya, konstruksi bangunan rumah susun dapat dibatasi pada bagian-bagian yang kepemilikan dan kontrolnya kolektif, sedangkan bagian yang dimiliki dan penataannya diputuskan oleh individu, dibiarkan dibangun sendiri oleh penghuni sesuai potensinya.
Penelitian lebih jauh perlu dilakukan untuk mengungkap efek lanjutan dari penanggulangan (coping) akan tegangan-tegangan yang mungkin ada pada penghuni rumah susun; misalnya kemungkinan timbulnya sindrom 'ketidakberdayaan yang dipelajari? (learned helplessness) pada hunian sempit dan padat atau gejala-gejala fisiologis dan psikologis lainnya.
Juga perlu digali lebih jauh berbagai dampak positif jangka panjang berupa perubahan perilaku yang disebabkan oleh lingkungan fisik berupa desain yang spesifik.
Kesalahan atau kekurangan yang bersifat teknis bangunan pada desain rumah dalam perumahan massal akan dikalikan berlipatganda sehingga mengakibatkan kerugian atau pemborosan besar.
Tetapi kegagalan memahami interaksi perilaku dan lingkungan fisik tersebut dapat mendatangkan kerugian yang jauh lebih besar bahkan malapetaka berupa hancurnya lingkungan rumah susun secara keseluruhan, lingkungan fisik maupun sosialnya.

ABSTRACT
At the end of this second millennium, it is estimated that forty percents of Indonesian citizen, or about seventy eight million people, will live in urban area. In Jakarta, the number will reach seventeen and a half million.
The fact that the high density people is faced to the scarcity of land in urban area needs many efforts to improve the carrying capacity of the land. One of the efforts is to build the city vertically. For residential buildings, the choice of mass housing such as flats or 'rumah susun' is a necessity.
Extra attention must be paid to give the best acommodations within limited funds: how to set minimum room sizes and dimensions, how to optimize the use of space, and how to make simple plans which are easy to construct. The meaning of a house for a family in general is also valid for a dwelling unit in a flat_ At least there are three meanings of a house: providing physical shelter for the family, places for family activities, and psychological shelter from pressures of the outside world.
Giving special focus on the psychological aspect, this thesis studies especially the spatial behavior. Spatial behavior is to activities of using the space surrounding an individu to organize the social interaction. In housing design, the most important kinds of spatial behavior are privacy, personal space, territoriality, and crowding; which are the scope of this study.
The research itself is directed to answer these questions:
1. What factors of individual differences and physical design which relate to the privacy of the residents?
2. How does privacy relate to crowding?
3. How do the residents behave in personal space, territoriality, and other behavior to get the expected privacy?
4. What design alternatives can be proposed for better flat development?
The field research was taken place at the flats of Tanah Abang and Kebon Kacang, Central Jakarta. Stratified random sampling was applied and a hundred selected respondents were fixed. Then the data was analyzed statistically with the aid of microstate program. Testing of hypothesis was done by using chi-square test.
The findings of this research are:
1. The privacy of flat residents is related to individual and physical environment factors. There are significant relations between privacy and the salary, the type of the earn of living, and how much time the residents have been living in the flats. The physical environment factors which relate significantly to privacy are the area of the dwelling unit, the inner density, and the type of floor plan.
2. The floor plan type is related to the need of avoiding noise and the need of limiting the intimacy to certain people. The need of avoiding noise on the cluster type is high but on the linear type is low. For the need of limiting the intimacy, both type are high.
3. There is a very significant relation between privacy and crowding; the higher the privacy the higher the crowding.
4. In order to get the expected privacy, the residents do control mechanisms such as personal space, territoriality, and other behaviors
From the architectural design aspect, it can be pointed out several findings and alternatives:
1. For the very small dwelling unit (T-21 or smaller) the need of flexibility is a necessity. The flexibility of using rooms and furniture gives the residents the availabilities to create various room patterns, such as day pattern or night pattern. In a small unit for a family, it should be provided a multifunction room that can be separated into two rooms; room I for the children and room II for the parents.
2. There should be a transitional space between public and private zone in a house. The alternative design is to place multifunctional worked room between the corridor and the living room.
3. The width dimensions of corridors and stairs in flat building should fit the social distance or the distance to keep formal and not intimate communication between two people or more.
4. In order to propose social interaction among the residents and also provide privacy, the floor plan type should be the twin corridor and the doors face each other are arranged alternately.
5. The concept of territoriality which has the functions of personalization and defense can be used to make the environmental management of the flat more easier. But there should be a straight boundary that differs the individual and collective property.
6. For minimizing cost and providing high flexibility, the design and construction of a flat should allow the residents to build the individual parts, which are notcollective properties, of the building by themselves.
More researches need to be done to find probable aftereffects of coping with the stresses which probably exist in the environment. Besides that, the positive impacts that may become of, should also be learned.
Technical mistakes made in mass housing design could result in multiple loss or wastefulness, but the failure of understanding the interaction between behavior and certain physical environment we built, may plunge the environment in disaster.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listyowati Sumanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
TA3964
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Hayati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perkara perpanjangan Hak Guna Bangunan atas tanah bersama yang berada di atas tanah Hak Pengelolaan. Perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut harus disetujui oleh Pemegang Hak Pengelolaan. Namun pada kasus dalam penelitian ini, PERUM PERUMNAS sebagai pemegang Hak Pengelolaan tidak memberikan persetujuan tersebut sehingga perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan atas Rumah Susun Kebon Kacang tersebut terhambat hingga sekarang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris analitis. Hasil penelitian menyarankan hendaknya faktor-faktor non hukum dihilangkan dalam proses perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut. Tesis ini menyimpulkan bahwa PERUM PERUMNAS tidak lagi sebagai pemegang Hak Pengelolaan karena tugas dan fungsinya telah selesai sehingga persetujuan dari PERUM PERUMNAS tersebut tidak diperlukan lagi. Hasil penelitian menyarankan hendaknya faktor-faktor non hukum dihilangkan dalam proses perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut sehingga proses perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan dapat segera terselesaikan.

ABSTRACT
This thesis is discussing about the case of building rights title extension on joint land which above the land rights management. The extension of land rights certificate must approved by the right holder. However, in this case of the research, PERUM PERUMNAS as the right holder does not give approval as of building rights title extension of Kebon Kacang flats is hampered until now. This research is using normative juridical method which is explanatory analytics. The result of this research is to recommend removing non-legal factors in the extension process of Land Rights Certificate. This thesis is concluded that PERUMNAS is no longer holding the rights management because of the working period and function has finished so the approval from PERUM PERUMNAS is no longer needed. Result of the research is recommended non-legal factors should be removed in extension process of Land Rights Certificate so the extension process immediately completed.
"
2016
T46605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grasia Ratih Dewi P.
"Rumah susun di Indonesia memiliki kecenderungan untuk menjadi tempat terjadinya tindak kejahatan. Oscar Newman, seorang arsitek Amerika, pernah melakukan sebuah studi tentang meningkatnya kejadian tindak kejahatan pads lingkungan perumahan di Amerika Sedkat. Studi tersebut mencetuskan suatu teori yang dinamakan defensible space. Teori defensible space adalah teori yang mengemukakan tentang penciptaan suatu lingkungan hunian yang dapat dikontrol oleh penghuninya untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan. Karena itu, dicoba untuk mencad hubungan antara teod defensible space dengan tindak kejahatan yang tedadi di lingkungan rumah susun. Untuk mencari hubungan tersebut, dilakukan studi literature untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung terjadinya sebuah lingkungan yang terkontrol dan dapat mencegah tindak kejahatan. Lalu untuk mengetahui tentang sejauh mana faktor-faktor tersebut mendukung pelaksanaan keamanan suatu lingkungan hunian, dilakukan pengamatan langsung. Pembahasan dilakukan dengan pendekatan psikologi lingkungan. Hasil yang didapat adalah bahwa pads rumah susun di Indonesia belum didapati faktor-faktor defensible space yang secara kuat mendukung keamanan secara keseluruhan. Sehingga disimpulkan bahwa faktor defensible space belum secara merata diterapkan pada rumah susun di Indonesia, dan bahwa untuk menuju lingkungan rumah susun yang defensible, ada banyak hal serta-perbaikan yang perlu dilakukan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Andriesa Sharif
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oxford: Reed Educational and Professional, 1994
R 690.24 BUI
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
"This study is about the readiness and willingness of stakeholders to upgrade slum areas through the construction of flats. The results of this study are expected to provide more information and new ideas on the subject. The study includes four principal issues, namely the readiness of local governments in providing a flat area; willingness of the developer in the construction of flats; willingness of agencies to support the construction of flats, and the willingness of the people living in the slums to occupy flats. The study was concluded in Semarang.
The conclusion of this study is that in general the stakeholders (local government, Developer, PLN, PDAM, Society) has the readiness to rejuvenate rundown areas through the construction of flats. In order to rejuvenate, it is required cooperation and incentives. In addition, some recommendatios need to be followed up that is the socialization and coordination on planning and implementation of regional rejuvenation through the flats so that each stakeholder understands and support the steps that can be implemented in a secure, peaceful and constitutional."
JPUKIA 4:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>