Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86754 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satria Pratama Putra Apriyanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas kemampuan Bitcoin yang tidak mempunyai legalitas hukum dan ditolak dalam fungsinya oleh Undang-Undang, namun sifat yang diterima dan dipersepsikan oleh sebagian masyarakat adalah sebagai alat tukar dan aset berpeluang untuk digunakan dalam kejahatan ekonomi. Dengan belum adanya pengaturan secara khusus mengenai Bitcoin, secara otomatis akan menimbulkan celah hukum penggunaan Bitcoin dalam melakukan kejahatan yang syarat akan pencucian uang, sehingga perlu dibahas bagaimana bentuk penanganan hukum yang tepat apabila kedepannya Bitcoin mempunyai peran dominan sebagai alat perantara pembayaran dalam transaksi kejahatan dan penyimpan hasil tindak kejahatan yang merugikan negara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyarankan untuk dibuat aturan khusus Bitcoin baik berisi definisi, klasifikasi, larangan, batasan, sanksi, pengawasan, maupun pembentukan lembaga khusus dari para ahli cryptocurrency untuk memusatkan fungsi-fungsi transaksi Bitcoin dalam satu wadah lembaga ataupun company untuk memudahkan pengawasan dan memperkecil ruang terjadinya kejahatan.

ABSTRACT
This thesis discusses the ability of Bitcoin that has no legal legality and is rejected in its function by law, but the nature that is accepted and perceived by some people is as a means of exchange and assets are likely to be used in economic crime. In the absence of any special arrangement regarding Bitcoin, it will automatically create a legal loophole for the use of Bitcoin in committing a crime on the condition of money laundering, so it is necessary to discuss how the right form of legal handling should be in the future Bitcoin has a dominant role as an intermediary means of payment in crime and deposit transactions proceeds of crime that harm the state. This research is a qualitative research with descriptive design. The results of the study suggest that Bitcoin's special rules either contain definitions, classifications, restrictions, limitations, sanctions, supervision, or the establishment of specialized agencies of cryptocurrency specialists to centralize the functions of Bitcoin transactions in a single institution or company to facilitate monitoring and minimize the space of occurrence crime."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arindra Bratanatha
"Skripsi ini membahas membahas mengenai pengawasan terhadap online escrow service sebagai bagian dari sistem pembayaran dalam transaksi e-commerce di Indonesia. Online escrow service atau biasa disebut rekening bersama merupakan metode pembayaran yang paling aman dan minim resiko dalam transaksi e-commerce yang bersifat customer to customer (C2C). Hal ini dikarenakan uang dari pembeli akan dibayarkan oleh pihak ketiga kepada penjual apabila barang telah diterima dan diperiksa oleh pembeli.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan penelitian yuridis normatif yang mendasarkan pada peraturan perundang-undangan serta ketentuan mengenai online escrow service secara internasional (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Hingga kini belum ada pengaturan dan pengawasan terkait online escrow service di Indonesia. Mengingat dana yang ditahan oleh penyelenggara online escrow service cukup besar, sudah seharusnya kegiatan online escrow service diatur dan diawasi secara khusus dalam peraturan perundang-undangan.

This thesis discusses the supervison on Online Escrow Service as Part of Payment System in e-commerce transaction in Indonesia. Online escrow service also known as "Rekening Bersama" is a safest payment method and low-risk in C2C e-commerce transactions. It caused by the money from buyer would be paid by a third party to the seller if the goods have been received and inspected by buyer.
This research uses normative juridical, specifically national and international (US & EU) laws and regulations. For now on, there is no laws and superivision regard online escrow service in Indonesia. In respect of big amount that hold by online escrow service, therefore the online escrow service should be regulated by law and supervised.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartanto Budiman
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S22213
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2001
S25971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafardi
"Electronic Commerce atau disingkat E-Commerce, adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers, dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan jaringan komputer (computer network) yaitu Internet. Electronic Commerce berkembang begitu pesat dimana perkembangan tersebut hampir meliputi seluruh spektrum kegiatan komersial. Perkembangan Electronic Commrce yang begitu pesat tersebut ternyata juga menimbulkan perrnasalahan, dimana salah satu permasalahan tersebut menyangkut aspek hukum. Sebagaimana lazimnya dalam suatu perdagangan konvensional, dalam transaksi Electronic Commerce (e-Commerce) pun tidak tertutup kemungkinan akan terjadinya masalah-masalah hukum, khususnya dalam hukum perikatan, seperti wanprestasi atau inkar janji yang dilakukan oleh para pihak yang terlibat didalamnya. Bagaimankah penyelesaian masalah-masalah tersebut, apakah wanprestasi dalam transaksi Electronic Commerce tersebut dapat diselesaikan berdasarkan hukum perjanjian sebagaimana yang diatur dala KUHPerdata Buku ke-III, dan bagaimanakah konsekuensi terhadap wanprestasi tersebut ditinjau dari aspek hukum perjanjian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21102
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Revino Irsali Vaditra
"ABSTRAK
Electronic commerce e-commerce merupakan kegiatan perdagangan yang dilakukan melalui sistem elektronik. Akibat adanya fenomena beralihnya kegiatan perdagangan konvensional kepada e-commerce khususnya di Indonesia, timbul juga permasalahan hukum terkait hal tersebut. Skripsi ini membahas mengenai dasar pengaturan e-commerce di Indonesia. Selain itu dibahas juga mengenai tanggung jawab yang diberikan oleh hukum di Indonesia kepada pihak penyedia platform e-commerce yang berbasis user generated content UGC sebagai pihak yang menyelenggarakan sarana perdagangan melalui sistem elektronik. Skripsi ini juga menganalisis mengenai Surat Edaran Menteri Kominfo No. 5 Tahun 2016 mengenai batasan tanggung jawab antara pihak penyedia platform dan pihak merchant yang terjadi didalam e-commerce UGC. Penelitian ini dilakukan dengan metode normatif empiris. Hasil penelitian menunjukan bahwa, mengenai kegiatan e-commerce sampai saat ini diatur didalam UU Perdagangan Tahun 2014, UU ITE, dan PP 82 Tahun 2012, selain itu untuk mengisi kekosongan hukum digunakan peraturan terkait kegiatan perdagangan konvensional. Berdasarkan ketentuan UU Perdagangan, UU ITE, UU Hak Cipta, dan UU Perlindungan Konsumen, pihak penyedia platform e-commerce UGC bertanggung jawab terhadap seluruh konten yang terdapat didalam platform yang dikelolanya. SE No.5 Tahun 2016 tidak dapat menjadi dasar hukum untuk memberikan batasan tanggung jawab bagi penyedia platform UGC karena ldquo;baju rdquo; surat edaran yang tidak termasuk dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia. Dikeluarkannya surat edaran tersebut oleh kementerian Kominfo dirasa kurang tepat, karena kominfo seharusnya mengatur mengenai penggunaan sistem elektronik dalam suatu kegiatan bisnis secara internal, dan tidak pada konteks komersia

ABSTRACT
E-commerce is a trading activity conducted through electronic systems. Due to the phenomenon of the shift of conventional trading activities to e commerce especially in Indonesia, there are legal issues related to it. This thesis discusses the legal basis of e commerce in Indonesia, discusses the responsibilities given by law in Indonesia to the user generated content e commerce providers as means of trading through electronic systems, and also analyzes the Circular Letter of the Minister of Communication and Information Technology No. 5 of 2016 concerning the limitation of liability between the e commerce UGC and the Merchant. This research is done by analytical descriptive method. The results show that, Indonesian e commerce activities regulated in KUHD, the Trade Act of 2014, EIT act, and GR 82 Year 2012, in addition to fill the legal void used rules related to conventional trading activities. Under the terms of the Trade Law, the EIT Act, the Copyright Act, and the Consumer Protection Act, UGC 39 s e commerce platform providers are responsible for all content contained within the platform they manage. CL No. 5 of 2016 can not be the legal basis for setting limits on liability for UGC e commerce because circulars letter are not included in the hierarchy of legislation in Indonesia. The release of the circular by the Ministry of Communications and Informatics is deemed inadequate, as it should regulate the use of electronic systems in an internal business activity, and not in a commercial context."
2017
S68301
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christyanto Noviantoro
"Eksistensi teknologi informasi dengan segala bentuk perkembangannya yang salah satunya telah dimanfaatkan dalam aktivitas e-commerce disamping menjanjikan sejumlah harapan, pada saat yang sama juga melahirkan berbagai permasalahan hukum. Pada kenyataannya permasalahan hukum yang muncul lebih banyak merugikan konsumen. Dalam rangka mewujudkan perlindungan konsumen, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam mengenai e-commerce yang dapat ditinjau dari berbagai aspek khususnya aspek yuridis. Pokok permasalahan dalam penelitian ini antara lain mengenai apakah yang menjadi karakteristik aktivitas e-commerce hingga menjadi unsur khas dan pembeda dari perjanjian konvensional serta dampaknya terhadap permasalahan hukum yang muncul; mengingat sampai dengan saat ini belum ada regulasi yang secara khusus mengatur tentang e-commerce maka tindakan apa saja yang perlu di lakukan oleh pihak-pihak terkait dalam rangka memberikan perlindungan konsumen bilamana terjadi permasalahan hukum dalam aktivitas e-commerce/serta efektifitas KUH Perdata sebagai dasar hukum perjanjian maupun dasar hukum untuk menyelesaikan sengketa yang muncul dalam aktivitas e-commerce. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normatif dengan memanfaatkan sumber bahan pustaka sebagai data sekunder. Pada prinsipnya aktivitas e-commerce tidak berbeda dengan perjanjian konvensional, yang membedakan hanyalah sarana yang dipergunaan. Belum adanya regulasi yang secara khusus mengatur tentang e-commerce, bukan berarti terjadi kekosongan hukum, karena e-commerce akan diatur oleh hukum perjanjian non elektronik yang berlaku, yaitu Buku III KUH Perdata . Demikian pula bila terjadi sengketa, para pihak dapat mencari penyelesaiannya dalam ketentuan tersebut. mencermati perkembangan aktivitas e-commerce di Indonesia, maka untuk menjamin kepastian hukum dan upaya untuk mewujudkan perlindungan konsumen, sudah selayaknya bila pemerintah membentuk regulasi yang secara khusus mengatur tentang e-commerce serta memberlakukan standardisasi penyelenggaraan e-commerce bagi para pelaku usaha."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Radityanti
"Skripsi ini menganalisis apakah peraturan perundang-undangan di Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap kepentingan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM dan/ atau industri dalam negeri dalam perdagangan elektronik lintas batas cross-border e-commerce atau tidak dengan membandingkan peraturan perundang-undangan serupa di Republik Rakyat Cina, serta mencari tahu bagaimana seharusnya peraturan perundangan-undangan melindungi UMKM dan/atau industri dalam negeri dan kepentingannya dalam cross-border e-commerce. Dengan melakukan penelitian yuridis-normatif, dapat disimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan di Indonesia belum dapat memberikan perlindungan terhadap UMKM dan/ atau industri dalam negeri dan kepentingannya dalam cross-border e-commerce apabila dibandingkan dengan Republik Rakyat Cina. Republik Rakyat Cina telah mengeluarkan beberapa peraturan yang dikhususkan pada cross-border e-commerce yang dapat melindungi industri dalam negeri termasuk UMKM, seperti perpajakan dan bea masuk dalam transaksi cross-border e-commerce, pembatasan transaksi, dan pembatasan komoditas yang dapat diimpor melalui cross-border e-commerce, sedangkan Indonesia belum cukup dalam mengatur hal tersebut. Peraturan yang diberlakukan oleh Republik Rakyat Cina penting untuk diterapkan terutama untuk melindugi produk UMKM dan/ atau industri dalam negeri dari produk impor dari cross-border e-commerce. Oleh karena itu, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk merevisi peraturan perundang-undangan yang telah ada atau menerbitkan peraturan perundang-undangan yang dikhususkan untuk melindungi UMKM dan/ atau industri dalam negeri dan kepentingannya dalam cross-border e-commerce.

This undergraduate thesis analyzed whether Indonesias laws and regulations has provide protection towards Micro, Small, and Medium Enterprises MSMEs and or domestic industry interests in cross border e-commerce or not by comparing such laws and regulations in Peoples Republic of China, and how should the laws and regulations provide protection towards MSMEs and or domestic industry in cross border e commerce. By conducting juridical normative research, it concludes that Indonesia has not fully provide protection towards MSMEs and or domestic industry interest in cross border e commerce if compared to Peoples Republic of China. Peoples Republic of China has enacted several regulations that are specialized for cross border e commerce which provide protection towards domestic industry including MSMEs, such as cross border e commerce taxation and duties, transaction limit, and limitation of commodities on cross border e commerce import while, Indonesia has not fully provide to enact such laws and regulations. The laws and regulations that Peoples Republic of China enacted are important to be implemented, especially to protect MSMEs and or domestic industry products from the imported products via cross border e-commerce. Therefore, the government should consider revising the prevailing laws and regulations or promulgate laws and regulations that are specialized to protect MSMEs and its interests in cross border e-commerce.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Abigail
"Adanya transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang memiliki risiko kerugian konsumen, membutuhkan mekanisme pelaporan serta ganti rugi yang efektif serta menjamin pertanggungjawaban marketplace, maupun pedagang (merchant). Melalui ketentuan PP PMSE, disertakan sarana pelaporan kerugian konsumen melalui Kementerian Perdagangan dalam ketentuan Pasal 18 PP ini. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi alur serta mekanisme pelaporan konsumen atas kerugian yang diderita dalam transaksi di marketplace dan untuk mengidentifikasi bagaimana pertanggungjawaban marketplace juga merchant dalam hal terjadi kerugian konsumen setelah keberlakuan PP PMSE. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, di mana objek kajian dalam penelitian ini merupakan hukum positif yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan ketentuan Pasal 18 PP PMSE, Kementerian Perdagangan memproses pengaduan yang masuk dari konsumen yang dirugikan dalam transaksi e-commerce dan penyelesaian pengaduan dilakukan dengan cara mempertemukan konsumen dengan pelaku usaha sampai mencapai kesepakatan. Hal ini merupakan kewenangan yang dimilikinya melalui tugas pokok serta fungsi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan. Selanjutnya, pelaku usaha berkewajiban untuk menyelesaikan pelaporan tersebut agar tidak masuk ke dalam daftar prioritas pengawasan Kementerian Perdagangan. Dalam transaksi di marketplace, tanggung jawab yang dimiliki oleh marketplace adalah untuk menjamin bahwa penyelenggaraan sistem elektronik dalam pelantar yang ia sediakan aman, andal, serta bertanggung jawab dan dapat dipercaya oleh publik. Sedangkan merchant memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang benar, jelas, serta jujur kepada konsumen. Konsumen yang mengalami kerugian berhak atas penukaran atau pembatalan pembelian barang dan atau jasa dalam kurun waktu minimal 2 (dua) hari kerja setelah barang sampai di tempat konsumen.

The existence of trade transactions through electronic systems that have a risk of consumers’ loss, requires an effective reporting and redress mechanism that guarantees the accountability of the marketplace, as well as the merchants using the platform. Pursuant to Article 18 of PP PMSE, consumers may report or file a complaint regarding the losses suffered to the Ministry of Trade in the event of being harmed through e-commerce transactions. This study aims to identify the mechanism of consumer reporting for losses suffered in transactions in the marketplace and to identify how the marketplace and merchants are liable in the event of consumer losses after the PMSE PP comes into effect. The research method used in this thesis is normative legal research, where the object of study in this research is the applicable positive laws. The results of this study indicate that in implementing the provisions of Article 18 PP PMSE, the Ministry of Trade processes incoming complaints from consumers who are disadvantaged in e-commerce transactions and complaint resolution is carried out by bringing consumers together with business actors to reach an agreement. This authority is carried out by the Ministry of Trade through the main tasks and functions listed in the Regulation of the Minister of Trade Number 29 of 2022 concerning the Organization and Work Procedure of the Ministry of Trade. Furthermore, business actors are obligated to complete the report so that they are not included in the priority list of supervision of the Ministry of Trade. In transactions on the marketplace, the responsibility of the marketplace is to ensure that the implementation of the electronic system on the platform it provides is safe, reliable, responsible and can be trusted by the public. Meanwhile, merchants have the responsibility to provide correct, clear, and honest information to consumers. Consumers who suffer losses have the right to exchange or cancel purchases of goods and or services within a minimum period of 2 (two) workdays after the goods are received by the consumers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>