Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119054 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fikrotul Ulya
"Tesis ini membahas kemampuan mahasiswa Fakultas Psikologi UAngka penemuan kasus menurut Global tuberculosis Report 2016 sebesar 77 dan dikawasan Asia Tenggara sebesar 46,5 . Sedangkan di Indonesia mengalami titik stagnan dalam 5tahun terakhir di kisaran 32 - 33 kasus. Angka penemuan kasus TBC di Kota Depok tahun2016 baru tercapai 58 dari target cakupan. Sedangkan di Kota Bekasi, cakupannya sebesar62 . Sejak tahun 2014 dengan menggunakan strategi PPM Public Private Mix di Kota Depokmelibatkan fasyankes Fasilitas Pelayanan Kesehatan swasta dalam penanganan TBCmenggunakan metode DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse. Saat ini, dari 4 RSswasta yang sudah bekerja sama menjangkau 18,7 kasus TBC di seluruh Kota Depok.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas biaya penerapan strategi DOTS di RumahSakit swasta Kota Depok. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi ekonomi dengan denganmetode kohort retrospektif. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober ndash; April 2018dengan melakukan study comparative antara 3 alternatif Cost Effectiveness Analysis, yaitu Puskesmas yang menggunakan DOTS, RS DOTS dan RS Tanpa DOTS. Peneliti melakukanpenghitungan microcosting dari perspektif societal/masyarakat dengan menghitung biaya yangdikeluarkan oleh pasien dan provider pelayanan kesehatan. Output yang dipakai untuk mengukurpenanganan TBC adalah angka pengobatan lengkap Success Rate . Estimasi biaya berdasarkantarif Rumah Sakit, harga pasar, serta wawancara dari petugas RS.Hasil penelitian dari 36 sampel per kelompok menunjukkan bahwa Success Rate dipuskesmas 86,1 , RS dengan DOTS sebesar 77.78 sedangkan yang non DOTS sebesar 63.89 . Penambahan biaya provider di puskesmas dan RS DOTS meningkatkan success rate. Biayasocietal penatalaksanaan TBC di puskesmas 42 dari biaya di RS swasta. Dari perhitunganACER Average Cost Effectiveness Ratio didapatkan bahwa RS yang melaksanakan strategiDOTS lebih cost effective, dengan nilai ACER di Puskesmas adalah Rp 1.948.284, RS DOTS Rp3.989.576 dan RS tanpa DOTS sebesar Rp 5.390.323. Untuk menaikkan 1 angka kesuksesanpengobatan membutuhkan biaya Rp 10.084.572 dengan melakukan intervensi program DOTS keRS Swasta. Analisis bivariat menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna efektivitas biayaperspektif societal pada pengobatan TBC di puskesmas, RS dengan DOTS, dan RS tanpa DOTS.

According to Global Tuberculosis Report 2016, the number of TB cases 77 andSoutheast Asia cases 46.5. While Indonesia was at a stagnant point in the last 5 years in therange 32 33 of cases. Case Detection Rate 2016 at Depok City only reached 58 of targetcoverage. While at Bekasi, coverage of 62. Since the year 2014 by using strategies of PPM Public Private Mix in the Depok City involves private health service facility to handling TBusing DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse . Currently, partnership between DepokHealth District Office with 4 private hospitals can increase 18.7 of TB cases. The aims of thisstudy is to determine cost effectiveness of DOTS strategy implementation in Private Hospital. This research is a study of the economic evaluation with method a retrospective cohortstudy. This research will be conducted in October ndash April 2018 by doing a comparative studybetween 3 alternatives Cost Effectiveness Analysis , i.e. Public Health Care PHC Puskesmas,DOTS and Non DOTS Private Hospitals. Researchers did a microcosting from the perspective ofsocietal by calculating the costs incurred by the patient and health care provider. Outputmeasured by the number of complete treatment Success Rate . Cost estimation based onHospital rates, market prices, and interviews of the officers of hospital.From 36 samples per group shows that the Success Rate at PHCis 86.1 DOTS hospitalof 77.78 and non DOTS hospital of 63.89 . The addition cost providers PHC and DOTShospital increase success rate. The cost of TB treatment in PHC 42 of costs in a privatehospital. ACER Average Cost Effectiveness Ratio is obtained that the hospital which carry outthe strategy of DOTS is more cost effective. ACER in PHC is Rp 1,948,284, DOTS Hospital Rp3,989,576 and Non DOTS Hospital is Rp 5,390,323. To increase 1 success rate of TBtreatment costs Rp 10,084,572 with intervention DOTS programs into a private hospital. Bivariatanalysis stated that cost effectiveness societal perspectives on TB treatment between PHC, DOTS hospital and Non DOTS hospital has a significant difference.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Apriliana
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang masih menjadi tantangan global. Dalam rangka menanggulangi penyakit Tuberkulosis, terbentuklah kerangka kerja oleh WHO untuk mengendalikan tuberkulosis, yang kemudian menjadi strategi global yaitu DOTS atau Directly Observed Treatment Short-Course. Salah satu yang menghambat kemajuan dari penanggulangan tuberkulosis adalah adanya kasus Multidrug Resistant Tuberculosis atau MDR-TB. Kasus MDR TB terjadi salah satunya disebabkan oleh belum maksimalnya implementasi dari strategi DOTS. Di Kota Depok, Puskesmas Pancoran Mas dan Puskesmas Rangkapan Jaya Baru adalah puskesmas dengan angka MDR-TB tertinggi. Dari dua puskesmas tersebut, gambaran akan manajemen atau pengelolaan dari pelaksanaan strategi DOTS pada program Penanggulangan TB khususnya dalam merespon MDR-TB  sangatlah menarik untuk dianalisis lebih jauh. Dengan metode kualitatif dan dengan pendekatan Logic Model, peneliti menelaah bagaimana keberlangsungan program di kedua puskesmas dari sudut pandang input, activity, dan output nya. Peneliti mengumpulkan data baik primer maupun sekunder, dengan melakukan telaah dokumen dan juga wawancara mendalam ke tiga belas informas.
Dari penelitian ini ditemukan hasil bahwa kedua Puskesmas sebenarnya telah mengimplementasikan strategi DOTS dengan baik yaitu salah satunya dengan melakukan pengobatan sesuai dengan standar, namun terdapat beberapa  kendala dalam pelaksananaan program tersebut yang dapat menjadi faktor pengahambat dari berjalannya program, baik masalah dari segi sumber daya seperti tidak adanya laboratorium disalah satu puskesmas, hingga dari segi pelaksanaan kegiatan, yang menyebabkan kedua puskesmas pada akhirnya tidak dapat mencapai target Penilaian Kinerja Puskesmas. Adanya berbagai macam kendala yang  berasal dari berbagai aspek menjadi faktor masih belum sempurnanya pelaksanaan program penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Pancoran Mas dan Rangkapan Jaya Baru. 

Tuberculosis is a disease that is still become a global challenge. In order to overcome tuberculosis, a framework was established by WHO to control tuberculosis, which later became a global strategy, called DOTS or Directly Observed Treatment Short-Course. One that inhibits the progress of tuberculosis control is the case of Multidrug Resistant Tuberculosis or MDR-TB. MDR-TB cases occur due to the lack of proper implementation of the DOTS strategy. In Depok City, Pancoran Mas Health Center and Rangkapan Jaya Baru Health Center are the health centers with highest MDR-TB cases. Of the two Public Health Centers, an overview of management or management of the implementation of the DOTS strategy in the TB control program, especially in response to MDR-TB, is very interesting to analyze further. With qualitative methods and with the Logic Model approach, the researcher examines how the program's sustainability in the two health centers is from the point of view of input, activity, and output. The researcher collected both primary and secondary data, by reviewing documents and also in-depth interviews with thirteen informants.
From this study, it was found that the two public health centers had actually implemented the DOTS strategy properly, one of which was to carry out treatment in accordance with the standards, but there were several obstacles in implementing the program which could be a limiting factor from the running of the program, both in terms of resources and in terms of the implementation of program activities, which resulted in the two public health centers being unable to reach the target of the Performance Assessment. The various kinds of obstacles that come from various aspects become a factor of the incomplete implementation of the tuberculosis program at the Pancoran Mas Health Center and Rangkapan Jaya Baru. 
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Luspa
"Secara Nasional Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi beban kerja yang berat, karena hampir 70% penderita TB paru adalah penduduk yang berusia produktif terutama mereka yang yang berasal dari ekonomi lemah, RS RK Charitas Kota Palembang merupakan salah satu jalan keluar (outlet) untuk peningkatan cakupan Program Penanggulangan Penyakit TB paru dengan strategi DOTS, sehingga dapat direplikasikan kepada RS swasta lainnya, haI ini terlihat tingginya angka sembuh dari hasil pelaksanaan pengobatan Penyakit TB paru dengan strategi DOTS.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam tentang proses efektifitas Penanggulangan Penyakit TB paru dengan strategi DOTS di RS RK Charitas Kota Palembang, dengan melihat dari pendekatan sistem, yang terdiri dari komponen masukan (input) terdiri dari tenaga pelaksana yang dilihat dari pengetahun, lama kerja, beban kerja dan sikap, serta dana, obat, sarana dan metoda. Komponen proses dilihat dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring. Penelitian ini dilakukan dengan metoda Kualitatif, di mana pengumpulan data dilakukan dengan melaksanakan wawancara mendalam (WM) dengan Direktur RS, Ketua tim Penanggulangan Penyakit TB paru serta Perawat kesehatan dan tenaga Farmasi yang bertugas di Poliklinik DOTS.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa proses Penanggulangan Penyakit TB paru dengan strategi DOTS di RS RK Charitas Palembang secara keseluruhan telah herhasil dengan baik, sesuai dengan Pedoman Nasional Penanggulangan Penyakit TB paru Departemen Kesehatan RI yaitu angka kesembuhan >85%, Drop out <10% dan angka kambuh 4,5%, Namun walau demikian masih terdapat kendala baik di komponen masukan (Input) maupun di pelaksanaan kegiatan. Untuk mereplikasikan keberhasilan Penanggulangan Penyakit TB paru dengan strategi DOTS ke RS swasta lainnya, maka perlu Political Komitmen dari Pimpinan RS, dan pemberian makanan tambahan, bebas biaya retribusi setiap kunjungan serta PMO dari kalangan keluarga sendiri. Dan pihak penanggung jawab Program Penanggulangan Penyakit TB paru yaitu Dinas Kesehatan Kota Palembang diharapkan untuk memberikan umpan balik dan saran dari hasil kerja RS RK Charitas serta benclunarking RS swasta Iainnya ke RS RK Charitas kota Palembang.

Tuberculosis disease currently is still a major problem, because almost 70% of lung tuberculosis sufferers are people in productive age, especially those from lower income. RK Charitas Hospital of Palembang City as one of outlets for improving the coverage of lung tuberculosis disease overcoming program by DOTS. It seems that this strategy can be applied to the other private hospitals, as it can be seen from the high of recovery rate of result implementation treatment of lung tuberculosis disease by DOTS strategy.
The objective of this study is to obtain further information on the process of the effectiveness overcoming of lung tuberculosis disease by DOTS strategy at RK Charitas Hospital of Palembang City. We used system approach that covers of input components that consist of knowledge, working duration, attitude and workload of staff, fund, medicine, means and method. The process component included was planning, implementation and monitoring. This study conducted using qualitative method, where data collected by in-depth interview to the director of the hospital, the chief of the team on lung tuberculosis disease overcoming, nurses, chemistry officer who work at DOTS polyclinic.
Based on the result of this study showed that the process of lung tuberculosis disease overcoming by DOTS strategy at RK Charitas hospital of Palembang. It wholly has been success with good result. And it met with the Lung Tuberculosis Disease Overcoming National Guidelines, MOH RI, i.e. recovery rate > 85%, drop-out < 10% and recurrence rate 4,5%, even though is still having obstacle in input component and the implementation activity. To reapply the success of lung tuberculosis disease overcoming by DOTS strategy to other private hospitals, so it needs Political Commitment of the Hospital's leader, and giving additional food, free from retribution each visiting also the PMO from nuclear family. For one who?s responsible to the program on lung tuberculosis overcoming, the Local Health Service of Palembang City, it is hoped to give a feedback and suggestion to the work achievement of RK Charitas Hospital also the benchmark from other private hospitals to RK Charitas Hospital of Palembang City.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T4036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Menurut laporan WHO (1999) diperkirakan di Indonesia setiap tahunnya ditemukan
583.000 penderita tuberkulosis paru dengan kematian sekitar 140.000 penderita. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui gambaran hasil pengobatan pada penderita tuberkulosis
paru dengan menggunakan strategi Directly Observed Treatment Short Cause (DOTS)
di Puskesmas Beji Kota Depok pada tahun 2005. Desain yang digunakan dalam
penelitian adalah deskriptif sederhana, cross sectional dan melihat distribusi iiekuensi
angka kesembuhan dengan menggunakan kuisioner. Hasil dari penelitian ini pengobatan
pada 26 orang penderita tuberkulosis paru dengan menggunakan strategi DOTS di
Puskesmas Beji Kota Depok tahun 2005 adalah angka kesembuhan 22 orang atau
84,62%. Penderita yang meninggal 2 orang atau 7,69%, sedangkan yang pengobatan
lengkap ada 2 orang atau 7,69%. Penelitian ini merekomendasikan penelitian dengan
menggunakan analisa bivariat atau multivariat untuk mengetahui keterkaitan faktor
internal dan eksternal dari penderita tuberkulosis paru dengan angka kesembuhan."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5530
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsha Nur Alfaiza
"TBC masih merupakan masalah kesehatan dunia, bahkan Indonesia. Pemerintah telah menerapkan program DOTS untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TBC, namun angka tersebut masih belum mencapai target. Selama pandemi Covid-19, program DOTS tetap diselenggarakan dengan adanya penyesuaian pengelolaan input dan process. Tujuan dari penelitian ini yakni mengetahui gambaran pelaksanaan program DOTS selama pandemi Covid-19 di wilayah kerja Puskesmas Depok Jaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Teknik pengumpulan data wawancara mendalam kepada informan utama, yakni Penanggung Jawab Program DOTS, Dokter Penanggung Jawab Program DOTS, Ketua Kader dan PMO, sedangkan informan pendukung, yakni Pasien TBC. Peneliti mengambil data secara daring melalui Zoom Meeting. Hasil penelitian bahwa pelaksanaan program DOTS di tengah pandemi Covid-19 dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan, diantaranya wajib memakai masker dua rangkap dan mencuci tangan pakai sabun. Sumber daya PMO dan petugas puskesmas yang berdedikasi memiliki peran penting dalam upaya penyembuhan pasien TBC. Selain itu, ketersediaan anggaran, sarana, dan prasarana yang cukup dapat menunjang keberlangsungan program agar efektif. Kegiatan utama yang masih rutin diadakan yakni pengobatan TBC melalui pemberian Obat Anti Tuberkulosis yang tidak pernah kurang. Terdapat beberapa kendala dalam program DOTS, antara lain jumlah sumber daya kader kesehatan yang sedikit, kurang tersedianya Tes Cepat Molekuler, dan kurang mendukungnya ruangan pasien TBC. Beberapa kegiatan utama di Puskesmas selama pandemi mengalami penurunan jumlah kegiatan, diantaranya investigasi kontak, skrining, penyuluhan, serta pelatihan. Selain itu terdapat beberapa masalah di pelaksanaan program DOTS yang terjadi selama pandemi Covid-19, yaitu masyarakat yang cenderung individualis, kurang terbuka, dan memiliki mobilitas yang tinggi, sehingga petugas puskesmas dan kader kesehatan seringkali kesulitan dalam melakukan pemantauan terkait dengan investigasi kontak dan pengobatan pasien TBC. Dampaknya, cakupan pengobatan TBC tidak mencapai target, yakni sebesar 71,87% berdasarkan Renstra Puskesmas Depok Jaya Tahun 2021—2026. Hasil penelitian menyarankan untuk Puskesmas dapat memberikan pelatihan kepada kader kesehatan terkait dengan penyikapan investigasi kontak dan edukasi penyakit TBC yang baik kepada masyarakat disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19, memberikan pelatihan kepada PMO terkait memotivasi pasien TBC dalam minum obat secara teratur dan pemeriksaan cek dahak secara rutin, serta perlu melengkapi sarana dan prasarana yang mendukung terkait kebutuhan program DOTS.

TB is still a global health problem, even in Indonesia. The government has implemented the DOTS program to reduce morbidity and mortality due to tuberculosis, but this figure has not yet reached the target. During the Covid-19 pandemic, the DOTS program will continue to be held with adjustments to input and process management. The purpose of this study is to describe the implementation of the DOTS program during the Covid-19 pandemic in the Depok Jaya Health Center work area. This research uses a qualitative approach with a case study design. Data collection technique is in-depth interview with the main informants are the person in charge of the DOTS Program, the doctor in charge of the DOTS Program, the head of the cadre, and the medical supervisors, while the supporting informants are the TB patients. Researchers took data online through Zoom Meeting. The results showed that the DOTS program in the mindst of the Covid-19 pandemic was carried out by implementing health protocols, including the obligation to wear two masks and wash hands with soap. Medication supervisor and health center officer resources have an important role in efforts to cure TB patients. In addition, the availability of sufficient budget, facilities, and infrastructure can support the sustainability of the program to be effective. The main activity that is still routinely held is TB treatment through the provision of Anti Tuberculosis Drugs which is never lacking. There are several obstacles in the DOTS program, including the small number of health cadre resources, the lack of availability of Molecular Rapid Tests, and the lack of support for TBC patient rooms. Several main activities at the Health Center during the pandemic experienced a decrease in the number of activities, including contact investigation, screening, counselling, and training. In addition, there are several problems in the implementation of the DOTS program that occurred during the Covid-19 pandemic. People who tend to be individualistic, less open, and have high mobility, so that health center officers and health cadres often find it difficult to carry out monitoring related to contact investigations and patient treatment. As a result, TB treatment coverage did not reach the target, which is 71,87% based on the Depok Jaya Health Center Strategic Plan 2021—2026. The results of the study suggest that the Puskesmas can provide training to health cadres related to the attitude of contact investigations and TB education to the communities adapted to the Covid-19 pandemic conditions, provide training to medication supervisors related to motivating TB patients to take medication regularly and check sputum regularly, and complete supporting facilities and infrastructure related to the needs of the DOTS program."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachmi Idris
"ABSTRAK
Tahun 1993, ditetapkan WHO sebagai tahun kedaruratan global TB. Ini terjadi akibat: 1) peningkatan kasus TB yang terkait dengan peningkatan kasus AIDS/HIV; 2) tingginya angka migrasi penduduk yang menyebabkan makin meningkatnya penyebaran penyakit TB; 3) perhatian pemerintah yang mulai berkurang dalam pemberantasan penyakit TB (terutama di negara-negara berkembang); 4) munculnya multi drugs resistant obat-obat TB. Di Indonesia, TB masih merupakan permasalahan kesehatan utama dan menduduki tiga besar dari peringkat penyebab kematian bersama-sama penyakit saluran napas dan kardiovaskuler. Untuk mengatasi permasalahan di atas, WHO memperkenalkan strategi directly observed treatment short course (DOTS). Strategi DOTS merupakan strategi untuk program penanggulangan TB (P2TB) yang terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu: 1) komitmen politik dari penentu kebijakan; 2) penegakan diagnosis dengan pemeriksaan hapusan sputum; 3) penggunaan obat paduan jangka pendek yang ampuh dan gratis; 4) adanya pengawas penderita menelan obat (PMO); 5) adanya sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Penerapan strategi DOTS, dapat meningkatkan cakupan penderita lebih dari 70% dengan angka kesembuhan lebih dari 85%, angka konversi setelah fase intensif lebih dari 80% dan angka kesalahan laboratorium kurang dari 5%.
Indonesia, sejak tahun 1995 mulai menerapkan strategi DOTS melalui puskesmas namun hasilnya tidak optimal karena tidak melibatkan sarana pelayanan lain. Kemampuan cakupan optimal puskesmas diperkirakan hanya sekitar sepertiga (30%) dari total penderita TB yang ada di masyarakat. Sepertiga penderita TB lainnya (30%) berobat ke dokter praktek swasta (DPS). Untuk memperluas cakupan pengobatan penderita TB maka strategi DOTS harus diterapkan pada DPS.
Pentingnya keterlibatan DPS dalam P2TB merupakan strategi global dari WHO. WHO berpendapat bahwa DPS dan pemerintah (pengelola P2TB) harus bermitra untuk bersama-sama memberantas TB, yang di beberapa negara telah terbukti keberhasilannya. Namun demikian, untuk menjalankan program kemitraan antara pemerintah dan DPS dalam P2TB bukanlah upaya yang mudah karena: 1) sifat dan karakter DPS (sebagai sektor swasta) sangat berbeda dengan pelaksana program kesehatan masyarakat (sebagai sektor publik); 2) adanya kompleksitas manajerial P2TB strategi DOTS yang harus disesuaikan dengan kondisi DPS. Untuk itu, perlu diciptakan model (kemitraan) yang dapat melibatkan DPS menjalankan strategi DOTS. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengimplementasikan serta mendeskripsikan proses dan mengevaluasi efek model kemitraan tersebut (selanjutnya disebut model ini disebut model kemitraan DPS-TB DOTS).
Penelitian ini menggunakan desain penelitian operasional, yaitu studi eksplorasi dan studi intervensi lapangan. Studi eksplorasi memerlukan dua tahap, yaitu: pertama, untuk menganalisis masalah (problem analysis/identification); kedua, menyusun model penyelesaian masalah (solution development). Studi intervensi lapangan bertujuan untuk mendeskripsi proses pelaksanaan model kemitraan DPS-TB DOTS dan mengevaluasi efek dari model kemitraan DPS-TB DOTS.
Studi eksplorasi menganalisis masalah menggunakan metode penelitian survai dan pendekatan kualitatif melalui diskusi kelompok terarah. Studi eksplorasi untuk menyusun model penyelesaian masalah menggunakan studi kepustakaan dan pertemuan pakar; yang menghasilkan model kemitraan teoretis DPS-TB DOTS. Studi intervensi terdiri dan 2 fase: 1) penyesuaian model kemitraan teoretis DPS-TB DOTS untuk dijadikan model kemitraan implementatif DPS-TB DOTS; 2) mengujicobakan model kemitraan implementatif DPS-TB DOTS di wilayah intervensi. Metode penyesuaian model adalah seminar dan curah pendapat. Metode studi intervensi adalah post test only with control group.
Dari hasil analisis masalah didapatkan bahwa DPS pada prinsipnya bersedia untuk terlibat dalam P2TB strategi DOTS dan tidak mengharapkan penghargaan (apalagi secara materi). Namun demikian, ada beberapa permasalahan yang teridentifikasikan apabila DPS akan dilibatkan, yaitu: 1) secara umum DPS belum paham tentang strategi DOTS; 2) perlu pengorganisasian untuk melibatkan DPS; 3) adanya kesulitan untuk menjalan prosedur diagnosis pemeriksaan sputum; 4) fungsi PMO tidak dapat dijalankan sendiri oleh DPS; 5) adanya keraguan tentang keberlanjutan dan tata cara distribusi obat; 6) sebagian DPS tidak bersedia untuk mencatat dan melaporkan pasien TB yang diobati. Berdasarkan temuan ini, dilakukan pertemuan pakar dan studi kepustakaan untuk mendapatkan model kemitraan teoretis DPS-TB DOTS yang menghasilkan: alternatif model pengorganisasian untuk melibatkan DPS, alternatif manajemen dari masing-masing komponen strategi DOTS. Model kemitraan teoretis merupakan model dasar yang dapat diterapkan pada seluruh DPS. Pada studi intervensi, model kemitraan teoretis setelah disesuaikan dengan kondisi lokal (yang bersifat spesifik di wilayah penelitian) menghasilkan model kemitraan implementatif DPS-TB DOTS di Palembang (model Palembang).
Terdapat dua aspek panting pada model Palembang, yaitu: 1) aspek pengorganisasian yang terdiri dari satuan gugus tugas dan Kelompok Dokter Pemerhati dan Pengobat TB; 2) aspek manajerial pelaksanaan yang meliputi alternatif dari alur rujukan laboratorium pemeriksaan sputum, rujukan kasus, pencatatan dan pelaporan dan penyediaan obat. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa 1) pada sisi proses pelaksanaannya, model dapat berjalan dengan baik; b) pada sisi evaluasi efek dari pelaksanaannya, temyata dibuktikan bahwa model menghasilkan efektivitas program yang lebih baik.
Pelajaran dari model Palembang adalah DPS dapat dilibatkan untuk menjalankan P2TB strategi DOTS. Keterlibatan ini telah menempatkan DPS sebagai bagian dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang ada dalam satu wilayah yang merupakan satu pendekatan kesehatan masyarakat baru (new public health approach). Pendekatan ini telah menciptakan hubungan (linkage) antara pelayanan kesehatan publik dengan pelayanan kesehatan swasta, yang membentuk sistem pelayanan kesehatan "publik privat miks". Disarankan temuan ini dapat dikembangkan di tempat lain sesuai dengan kondisi lokal yang ada di wilayah tersebut.

ABSTRACT
Public Private Partnership Between Public Health Sector And Private Practitioners On TB Control Program Through DOTS Strategy At Palembang CityTuberculosis as a global emergency was stated by WHO in 1993. This warning related to: 1) High incidence ADS/REV; 2) spreading TB among refugees and migrants; 3) lack of government concern; 4) multi drugs resistant of anti TB. In Indonesia, up to now TB is still a main public health problem. Based on some health household survey (recently 1995), it has been found that TB is around the second or the third greatest killer among cardiovascular diseases and respiratory system.
Faced this situation WHO recognized DOTS strategy that is success to against TB in developing countries. DOTS strategy has five component: 1) government commitment to sustained TB control activities; 2) case detection by sputum smear microscopy; 3) a regular, uninterrupted supply of all essential anti-TB drugs; 4) directly observed treatment (DOT); 5) recording and reporting system. Applying DOTS strategy could be: 1) increases coverage more than 70%; 2) increases conversion rate (after intensive phase) more than 80%; 3) decreases error rate (for lab sputum examination) less than 5%.
Since 1995, Indonesia applied DOTS strategy but up to now the data reflected slow progress of TB coverage because the implementation is covered in the puskesmas only. In fact, various health institutions treat TB patients, among them is the private practitioners (PPs). Current estimates indicate that each of the PPs and other private sectors diagnose and treat around 30% of the total numbers of TB cases.
The significant of the involvement of private practitioners is WHO global strategy. WHO ask the government to build a partnership with private sector (the PPs) to against TB. But, there are some constrains to build the partnership between government (as a public sector) with PPs (as a private sector) because: 1) the difference characters between them; 2) the management complexity of DOTS strategy itself that need adjustment for PPs to conduct that strategy. Therefore need to create program (model) that could be involved the private practitioners to increase the TB coverage in the term of mutual benefit between those sectors.
This research have three goals: the first goal is, to create model to involvement PPs on national tuberculosis program and implement the model, the second goal is, to describe the process of model implementation; and the third goal is, to evaluate model impact i.e. the effectiveness of the program. The research method is operational research design that consists of two stages. First stage is exploration study to analysis current situation to involve the PPs (problem analysis/problem identification) and to develop problem solution (model development) base on problem identification. Second stage is intervention study to evaluate the fitness and impact of the model (solution validation) in a period of intervention.
The exploration study to analysis current situation (problem analysis/problem identification) use survey method as a quantitative study and qualitative study-focus group discussion as additional method The exploration study to develop problem solution (model development) use literature review and expert meeting; the product of this stage is theoretical public private partnership model. The intervention study have two phase: 1) adjusting the theoretical public private partnership model to be the implementing model base on local specific environment at the intervention area; 2) to intervene implementing public private partnership model at the intervention area The method of the adjusting model is seminar and brainstorming. The method of intervention is the posttest design only with control group.
Problem analysis found that the PPs available to conduct DOTS strategy principally. But there are potential problems, i.e. 1) the PPS has lack of knowledge about DOTS strategy; 2) the PPs need to be organized; 3) the problem in sputum smear examination; 4) there is no PPs manpower to conduct DOT activity; 5) the PPs is not sure about sustainability free anti TB drug; 6) The difficulty to conduct of the reporting system. Base on that finding, to be conducted expert meeting and literature review that produce theoretical model which consist of organizational alternative to involve PPs and management alternative for sputum smear examination, DOT, anti TB drug supply, and reporting system. The theoretical model is agreed as a general model if DOTS strategy will be implemented on PPs. In the intervention study, the theoretical model that was adjusted according to local specific environment at the intervention area has produced implementing public private partnership model (known as "model impelrnentatif DPS-TB DOTS" at Palembang City).
Palembang model has two important aspect, i.e.: 1) organizational aspect, consist of: DOTS taskforce and PPs group of TB Control; 2) management aspect, consist of the alternatives of sputum examination, case referral, reporting and recording and drug supply. The conclusion of this result shows that model fit to be conducted by PPs. At the process evaluation, DPS run the model in the line with standard. At the impact evaluation, the model enhances the effectiveness of the PPs performance to handle TB patients.
Palembang lesson learn found that there is a new approach in the TB control program (public sector) to involve the PPS (private sector) to conduct public health program. This approach builds linkage, which put private provider as a part of the whole health service system. In the communicable disease control program, this is a new public health approach-known as public private mix health service system-that could be replicable to other place through some condition, especially local specificity at that area."
Depok: 2003
D569
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eriska Dara Funna
"ABSTRAK
Tuberkulosis tercatat sebagai penyebab kematian nomor sembilan di dunia dan Indonesia menjadi negara kedua dengan kejadian tuberkulosis terbanyak di dunia. Dalam upaya mengendalikan tuberkulosis, pelaksanaan metode DOT directly observed treatment dibandingkan metode SAT self administered treatment menjadi hal yang penting untuk menjamin kepatuhan pasien. Tuberkulosis juga menyebabkan pengeluaran yang tidak sedikit karena pasien harus menjalani terapi dalam jangka waktu yang panjang, sehingga dibutuhkan suatu studi untuk menghubungkan kualitas hidup yang pasien peroleh dengan biaya yang harus dikeluarkan selama pengobatan. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis utilitas-biaya untuk melihat bagaimana pengaruh metode DOT dan SAT terhadap kualitas hidup pasien dan biaya yang dibutuhkan untuk setiap metode tersebut. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Subjek penelitian adalah pasien tuberkulosis kategori I yang berumur 18 tahun ke atas di RSPAD Gatot Soebroto. Utilitas diperoleh dengan bantuan kuesioner EQ-5D-5L dan biaya yang digunakan dilihat dari perspektif masyarakat dengan komponen biaya medis langsung, biaya non medis langsung, dan biaya tidak langsung. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah nilai utilitas sebesar 0,718 dengan total biaya pengobatan sebesar Rp5.499.656,00 pada kelompok DOT n=12 dan nilai utilitas sebesar 0,838 dengan total biaya biaya pengobatan sebesar Rp5.804.887,00 pada kelompok SAT n=30. Berdasarkan nilai tersebut, diperoleh rasio utilitas-biaya sebesar Rp7.659.688,02 pada kelompok DOT, Rp6.927.072,79 pada kelompok SAT, dan rasio inkremental utilitas-biaya sebesar Rp2.543.592/utilitas. Hasil yang telah diperoleh menunjukkan bahwa di RSPAD Gatot Soebroto kelompok DOT lebih utilitas-biaya dibandingkan kelompok SAT.

ABSTRACT
Tuberculosis TB recorded as the 9th cause of death worldwide and Indonesia becomes the 2nd country with the highest TB incidence worldwide. Implementation of DOT directly observed treatment method compared to SAT self administered treatment method is the important thing to ensure patient compliance. Tuberculosis also causes a lot of expenditures because patients have to undergo therapy for a long period of time, so a study is needed to link the quality of life that patients get with the costs at the expense of treatment. In this study, a cost utility analysis was conducted to see how the DOT and SAT methods influence the patient 39 s quality of life and how much it costs for each method. This study used a cross sectional design with primary data and secondary data collection. The subjects were tuberculosis category I patients aged 18 years and over at RSPAD Gatot Soebroto. Utilities were obtained with the help of the EQ 5D 5L questionnaire and the costs used were viewed from a social perspective with the components of direct medical costs, direct non medical costs, and indirect costs. The results obtained in this study is the utility value of 0.718 with total medical expenses Rp5.499.656,00 in the DOT group n 12 and the utility value of 0.838 with the total cost of medical expenses Rp5.804.887,00 in the SAT group n 30 . Based on these values, the average cost utility rasio in the DOT group was Rp7,659,688.02, in the SAT group was Rp6,927,072.79, and an incremental cost utility ratio was Rp2,543,592 utility. The results showed that in RSPAD Gatot Soebroto the DOT group is more cost utility than the SAT group."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gebhy Bamba
"Kebutuhan akan pelayanan dasar kesehatan di Kota Depok terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya. Sebagai wilayah penyangga DKI Jakarta, Depok mendapat tekanan migrasi penduduk cukup tinggi. Dibalik perkembangan kota yang begitu pesat, timbul permasalahan sosial seperti munculnya permasalahan kesehatan yaitu angka kematian ibu masih tinggi dan belum mencapai target. Faktor penyebab utama kematian ibu di Kota Depok adalah pendarahan saat melahirkan.
Melihat persoalan tersebut, pentingnya peran institusi pelayanan dasar kesehatan yakni rumah sakit swasta yang tersebar di Kota Depok untuk meminimalisir terjadinya kasus demikian. Sejalan dengan itu, RS Swasta Bunda Margonda dan Tugu Ibu berusaha menawarkan pelayanan dan fasilitas yang terbaik untuk menjangkau ibu hamil sehingga kebutuhan mereka untuk memperoleh pelayanan kesehatan persalinan dapat terpenuhi dengan baik.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pola spasial jangkauan pelayanan kesehatan persalinan RS Swasta Bunda Margonda dan Tugu Ibu di Kota Depok berdasarkan sisi penawaran pihak rumah sakit sebagai variabel meliputi aksesibilitas, fasilitas, dan harga kamar. Metode yang digunakan adalah analisis keruangan spasial diantaranya buffer dan overlay.
Hasil menunjukkan jangkauan pelayanan kesehatan persalinan RS Bunda Margonda lebih jauh dan luas dibandingkan RS Tugu Ibu. Jangkauan pelayanan Bunda Margonda sejauh 20,42 km dan diikuti dengan jumlah 228 pasien. Sedangkan jangkauan Tugu ibu sejauh 12,52 km dengan jumlah 130 pasien. Hal tersebut dikarenakan lokasi RS Bunda Margonda yang strategis berada di pusat kota serta aksesibilitas yang lebih baik dengan jumlah trayek angkutan umum lebih banyak kemudian memiliki fasilitas yang lebih memadai.

The need for basic health services in Depok City continues to increase along with increasing number of population annually. As the buffer zone of DKI Jakarta, Depok City has suffered from high population migration pressure. Behind the rapid development of the city, causing social problems that the maternal mortality rate is still high and has not reached the target. The main cause of maternal mortality in Depok City is bleeding during childbirth.
Seeing the issue, the importance of the role of basic health service institutions, namely private hospitals in Depok City to minimize the occurrence of such cases. In line with that, Bunda Margonda and Tugu Ibu as a private hospital trying to offer the best service and facilities to reach pregnant woment so that their need to get delivery health service can be fulfilled well.
The purpose of this research is to analyze the spatial pattern of coverage of delivery health service of Bunda Margonda and Tugu Ibu private hospital in Depok City based on hospital rsquo s supply side as variable include accessibility, facility, and room price. The method used is spatial analysis such as buffer and overlay.
The results indicate the coverage of health service delivery of Bunda Margonda Hospital is further and wider compared to Tugu Ibu. Bunda Margonda reaches 20.42 km with the amount of 228 patients. While the coverage of Tugu Ibu as far as 12.52 km with the amount of 130 patients. That rsquo s because location of Bunda Margonda Hospital is strategically located in the city center and has better accessibility with more number of public transport routes also has more adequate facilities.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosef Muhamad Rchman Baniaz
"eHealth TB merupakan inovasi sistem informasi kesehatan yang dilakukan secara elektronik untuk menghadapi epidemi TB. eHealth TB menghadapi kendala missing case TB terkait kemampuan sumber daya manusia dan ketidakberhasilan sistem informasi kesehatan dengan terjadinya underreporting data terkait TB tahun 2012 dan 2013 di Jawa Barat pada Puskesmas di Kabupaten Cianjur dan Tasikmalaya. sehingga menghasilkan kualitas data yang rendah. Berdasarkan studi pendahuluan di kota Tasikmalaya, penggunaan eHealth TB petugas layanan DOTS Puskesmas rendah. Studi ini menggunakan data primer melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner model UTAUT menggunakan desain cross sectional. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang berhubungan dalam penerimaan penggunaan eHealth TB. Subyek penelitian menggunakan total sampling 87 orang. Hasil uji statistik menunjukkan pengguna eHealth TB hanya mencapai 75%, penggunaan eHealth TB terbanyak adalah SITRUST, sedangkan penggunaan SITT hanya mencapai 11%. Harapan usaha berhubungan dengan intensi perilaku (B=0,733) dan sikap penggunaan (B=0,569) eHealth TB. Sedangkan perilaku penggunaan berhubungan dengan jenis kelamin dengan OR=0,029 berarti perempuan cenderung menggunakan eHealth TB sebanyak 34 kali dibanding lakilaki. Perlu dilakukan pengawasan, diseminasi berkala dan pelatihan SITT. Penguatan perilaku penggunaan eHealth TB diberikan melalaui penghargaan, sanksi dan manfaat.

eHealth TB is an electronic health information system innovation that conducted electronically in alleviating TB epidemic. Obstacle in eHealth TB is missing TB case due to human resource issue and unsuccess of the health information system by underreporting data related to TB in 2012 and 2013 in West Java at primary health care in Cianjur and Tasikmalaya District that resulting in low data quality. Preliminary study in Tasikmalaya City, show the Use of eHealth TB by user in DOTS facility of primary health care was low. The study used primary data through interviews using the UTAUT model questionnaire with cross sectional design. Research objectives to know the related factors in the use acceptance of the eHealth TB. The study subjects used total sampling with 87 people. Statistical results show the eHealth TB user only reaches 75%, the most use of eHealth TB is SITRUST, while the use of SITT only reaches 11%. Effort expectacy relate to behavioral intention (B=0,733) and use behavior (B=0,569). Usage relates to gender with OR=0,029 means women tend to use eHealth TB 34 times than men. Further evaluation of the use of eHealth TB especially SITT is reviewed in terms of user, organization, technology and benefit."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>