Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 234571 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rahadian Prayudha
"ABSTRAK
Inovasi yang dilakukan di dalam organisasi sektor publik telah menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik dan menuju pemerintahan kelas dunia. Namun dalam pelaksanaannya, prakondisi proses inovasi yang berada di dalam organisasi sektor publik, khususnya di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam mencanangkan suatu inovasi berbasis IT masih kurang, sehingga harus diteliti dari enam variabel berdasarkan teori A-to-F Model Kotler, 2015 . Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan Pos Positivis dengan metode pengumpulan data kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap informan dan studi pustaka. Hasil penelitian menggambarkan bahwa prakondisi proses inovasi SIGA-BN di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggunakan teori A-to-F Model berdasarkan variabel prakondisi activators, prakondisi browsers, prakondisi creators, prakondisi developers, prakondisi executors, dan prakondisi facilitators. Diharapkan, dari penelitian ini organisasi sektor publik yang ingin membangun suatu inovasi, dapat terlebih dahulu membuat prakondisi dalam membangun proses inovasi tersebut, sehingga inovasi yang dicanangkan bisa terus berlanjut

ABSTRACT
Innovation conducted within public sector organizations has become an obligation that must be implemented in the process of organizing public services and towards world class government. In practice, however, the preconditioning of innovation processes within public sector organizations, particularly in the Ministry of Women 39 s Empowerment and Child Protection in launching an IT based innovation is lacking, so it should be examined from six variables based on the A to F Model Kotler, 2015 . In this study, researchers used Pos Positivis approach with qualitative data collection methods by conducting in depth interviews on informants and literature study. The results of this study illustrate that the pre conditions of the SIGA BN innovation process at the Ministry of Women 39 s Empowerment and Child Protection use A to F Model theory based on precondition activator variables, pre conditions browsers, precondition creators, precondition developers, precondition executors, and precondition facilitators. Hopefully, from this research public sector organizations that want to build an innovation, can first make the preconditions in building the innovation process, so that innovation can be launched continuously "
2018
T51327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Darol Affiah
"Dalam sepuluh tahun terakhir ini, salah satu gejala sosial yang menarik untuk dicermati adalah mengenai pengaruh perspektif gender terhadap ajaran Islam dan gerakan organisasi perempuan Islam. Pengaruh tersebut dapat diamati dengan maraknya diskusi, pendidikan dan pelatihan serta penerbitan buku yang mensosialisasikan gagasan keadilan gender ke dalam berbagai komunitas Islam.
Berdasarkan pada fenomena sosial di atas, penelitian ini ingin menjawab pertanyaan: faktor-faktor apa yang melatarbelakangi diadopsinya analisis gender ke dalam organisasi perempuan Islam dan dalam bentuk apa pengaruh tersebut terhadap gerakan organisasi?
Penelitian menunjukkan bahwa analisis gender dan pengaruhnya terhadap gerakan organisasi perempuan Islam dengan organisasi Fatayat Nahdlatul Ulama sebagai kasus dilatarbelakangi oleh adanya pertarungan wacana dan kebijakan terhadap pendekatan Woman In Development (WID) dari mereka yang menggunakan pendekatan Gender and Development (GAD). Pendekatan terakhir ini menjadi titik pandang bagi sejumlah individu dan organisasi-organisasi LSM perempuan untuk melakukan counter culture dalam menggugat dan menantang nilai-nilai yang dibakukan oleh masyarakat dan negara. Bentuk penggugatan tersebut antara lain dengan membentuk organisasi yang memunculkan perspektif tanding mengenai ideologi gender dan melakukan proses penyadaran terhadap komunitas perempuan pada tingkat akar rumput. Oranisasi-organisasi ini melahirkan arah dan gerakan baru bagi perempuan Indonesia yang sering disebut gerakan yang berwawasan gender.
Gerakan yang sama dilakukan oleh kelompok perempuan Muslim yang dikategorikan sebagai kelompok "Muslim Transformatif'?. Dengan analisis gender, mereka membedah teks-teks keagamaan Islam, terutama al-Quran, Hadis dan berbagai literatur hukum Islam serta menafsirkan ulang (reinterpretasi) sejumlah tema-tema keagamaan seperti tema kepemimpinan perempuan, hak waris bagi perempuan, nilai kesaksian perempuan, hak-hak reproduksi perempuan, hak menentukan pasangan hidup bagi perempuan, poligami, sunat bagi perempuan (mutilasi), aborsi, dan lain-lain.
Sejumlah literatur agama yang dipergunakan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan madrasah ditinjau kembali dan aksi kongkret pun telah dilakukan, seperti upaya amandemen terhadap undang-undang negara yang memiliki bias gender, terutama yang didasarkan pada perspektif hukum Islam, seperti UU Perkawinan tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Disamping itu telah berdiri pusat-pusat penanganan perempuan korban kekerasan yang berbasis pada lembaga-lembaga keagamaan, seperti yang dibentuk oleh Puan Amal Hayati di beberapa pesantren, seperti Pesantren Nurul Islam, Jember, Pesantren Al-Ishlahiah, Malang, Pesantren Aqidah Usmaniah, Madura, dan lain-lain.
Pengaruh yang paling terlihat dari analisis gender terhadap gerakan perempuan Islam adalah pada organisasi Fatayat Nahdlatul Ulama. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, hampir semua program organisasi ini berbasis pada analisis gender. Program yang telah dilakukannya antara lain membentuk crisis center untuk mengatasi kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan Pusat Informasi Kesehatan Reproduksi (PIKER). Hal yang jauh lebih penting dari pengaruh tersebut adalah membuka perspektif baru yang bergerak pada tiga tataran utama, yaitu: (1) dari eksklusif ke inklusif; (2) dari kejumudan ke pencerahan dan pemberdayaan; dan (3) dari kekangan ke pembebasan dan demokrasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erica Christiana
"Berdasarkan konsep transitivitas Halliday, studi ini bertujuan untuk menganalisis perdebatan antara Senator Hawley dan Profesor Bridges yang dilakukan pada 12 Juli 2022. Perdebatan ini berfokus pada topik people with the capacity for pregnancy yang berujung pada pandangan tentang identitas gender. Kombinasi metode kuantitatif dan kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi distribusi keenam proses konsep transitivitas dan hubungannya dengan klausa yang dipilih masing-masing partisipan untuk menampilkan ideologi mereka. Analisis menemukan bahwa Senator Hawley secara dominan menggunakan proses mental dalam klausa-klausanya yang terdiri dari proses keinginan, proses kognitif, dan proses emosi. Sedangkan, Profesor Bridges seringkali menunjukkan penggunaan proses relasional dalam klausanya yang terdiri dari proses atribusi dan proses identifikasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses yang digunakan dalam klausa berfungsi untuk mengedepankan perbedaan ideologi gender antara Senator Hawley dan Profesor Bridges. Proses relasional yang digunakan oleh Profesor Bridges menunjukkan identifikasi gender Senator Hawley yang kaku dengan cara mengidentifikasi dan menyadari keragaman gender. Senator Hawley melawan pernyataan Profesor Bridges menggunakan proses mental dengan meminta klarifikasi untuk menyelaraskan kesadaran mereka tentang gender. Hal ini menampilkan pemahahaman Senator Hawley terkait polarisasi gender, yang mengarah kepada transphobia.

Based on Halliday’s transitivity concept, this paper aims to analyze the debate between Senator Hawley and Professor Bridges conducted on July 12, 2022. The debate focuses on the topic of people with a capacity for pregnancy which led to views of gender identity. A combination of quantitative and qualitative method is used to explore the distribution of the six processes within the transitivity concept and its relation to the clause chosen to showcase each of the participants’ ideologies. The analysis has found that Senator Hawley dominantly uses the mental process within his clauses consisting of the desideration process, cognition process, and emotion process. In comparison, Professor Bridges shows high use of relational process within her clauses consisting of the attribution process and identification process. The analysis shows that the used processes in the clause do hold function to put forward the different ideologies on gender between Senator Hawley and Professor Bridges. The relational processes used by Professor Bridges points out Senator Hawley's rigid identification of gender by identifying and valuing the variety of genders. Senator Hawley counters Professor Bridges' allegations using mental processes by asking clarification to align their awareness on gender, which also displays his gender polarization, leading to transphobia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Masthuriyah Sa'dan
Yogyakarta: Suka Press, 2022
305.3 MAS s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Savitri
"Di Indonesia, upaya memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender (KKG) bagi perempuan mulai memperlihatkan arah lebih jelas dengan diterbitkannya Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan. Strategi pengarusutamaan gender bertujuan terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya mencapai maksud akan dilihat dari keseriusan dan konsistensi pemerintah dalam mengadopsi konsep-konsep yang relevan dengan KKG.
Penelitin ini menggunakan studi dokumen sebagai metodologi. Dokumen yang diteliti adalah GBII 199-2000, Propenas 2000-2004 dan Renstra 2000-2004 dari empat bidang pembangunan, yakni pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan dan perencanaan pembangunan. Analisis dilakukan dengan menggunakan skala pengukuran yang ditetapkan berdasarkan pengadopsian konsep-konsep yang relevan dengan GAD, PUG, WID dan Nilai Dasar KKG di setiap dokumen. Selain itu, juga dianalisis konsistensi di dalam setiap dokumen (internal) dan antar dokumen (eksternal) dalam mengadopsi konsep-konsep tersebut. Hasil analisa berupa uraian yang bersifat deskriptif dan kualitatif.
Hasil penelitian menemukan bahwa pembangunan pendidikan terlihat cukup serius mengupayakan pencapaian KKG. Hal ini dapat dilihat dari perhatian terhadap relasi gender laki-laki dan perempuan sebagai faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendidikan dan tindak lanjut dalam bentuk affirmative action, seperti beasiswa dan kelompok belajar untuk perempuan buta huruf. Namun demikian, tidak ditemukan strategi PUG.
Pembangunan pemberdayaan perempuan terlihat memenuhi semua ide dan pemikiran yang diperlukan dalam upaya mencapai KKG, namun letaknya parsial yakni di bawah pembangunan sosial budaya. Keterbatasan kedudukan dan peran serta kewenangan Kementrian Pemberdayaan Perempuan akan membuat upaya pencapaian KKG melalui strategi PUG ke dalam seluruh proses pembangunan berpotensi menghadapi kendala di masa datang.
Pembangunan kesehatan terlihat cukup serius dengan kecenderungan WID cukup kuat, khususnya kesehatan reproduksi, anemia ibu hamil, KB dan sebagainya. Hal menarik berkaitan dengan pengarusutamaan gender adalah pemberian kesempatan kepada perempuan dalam pengambilan keputusan alokasi dana.
DaIam upaya KKG, peran pembangunan yang dilakukan Bappenas dituangkan dalam dokumen Propenas masih terbatas di tingkat konsep dasar seperti demokrasi, akuntibilitas, transparansi, penegakan hukum dan pemerintahan yang baik. Sementara konsep efisiensi dan efekt1fitas merupakan landasan penting bagaimana melakukan perencaan pembangunan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa seluruh dokumen memperlihatkan konsistensi internal dalam mengadopsi konsep-konsep yang relevan dengan KKG. Sementara konsistensi eksternal di masing-masing bidang pembangunan bervariasi.
The Government's Efforts to Promote Gender Equity and Equality in DevelopmentDewayani Attempts to promote gender equity and equality (GEE) for women in Indonesia by the Government have just started to be more apparent since the issuance of Presidential Decree No. 9 Year 2000 regarding Gender Mainstreaming in Development. Gender Mainstreaming strategy aims at ensuring planning, implementation and monitoring, evaluation as well as taking consideration on gender perspectives in order to promote gender equality and equity within family, society and nation. The objective of the study is to evaluate the government's consistency in adopting concepts relevant to GEE into the related policies. Using document study as a method, the study investigates documents of GBHN (National Development Guidance). Propenas (Five Years Development Plan) and Renstra (Strategic Plan) of four sectors of development, which are of education, health, women empowerment, and development plan. Analysis of the level of seriousness is carried out by using measurement scale based on the adopted concepts relevant to GAD, PUG (Gender Mainstreaming), W ID and the basic value of GEE in each document. The consistency in each document (internal) and between documents (external) in adopting concepts is also analyzed. The result of the analysis is presented in descriptive and qualitative manner.
In the area of education, findings show that the government has extensively adopted concepts relevant to GEE as seen from the identification of gender relation as significant factor responsible for women's lack of education with affirmative action as a remedy. However, no PUG strategy has been identified.
The improvement of women's empowerment seems to fulfill all of the ideas and opinion, needed to achieve GEE. Yet because it is positioned only as a partial component of socio-cultural development, and also because of the Iimited role, position and authority of the State Ministry of Women Empowerment, the efforts in achieving the GEE in all development process through PUG strategy are potentially facing constraints in the future.
In the health sector the government demonstrates moderate efforts in adopting concepts relevant to GEE. On the other hand, a significant emphasis on WID is apparent, especially in the issues of reproduction health, anemia of pregnant women, and else. A positive finding for promoting GEE is opportunities for women in decision-making and budget allocation.
In terms of development planning, only basic concepts relevant to GEE is adopted, such as democracy, accountability, transparency, legal enforcement and good governance, while efficiency and affectivity become fundamental concepts in planning activity.
In general, it can be concluded that while each document has show internal consistency in adopting concepts relevant to GEE, it demonstrates that external consistency in each sector of development is at variance.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Huwaida
"Dance Cover merupakan salah satu kegiatan mengikuti gerakan tarian dari para artis K-pop. Anggota dance cover dituntut untuk memiliki kemiripan dari segi gerakan,kostum ,postur tubuh serta ekspresi yang ditampilkan. Namun, perilaku tersebut sering mendapatkan stereotip buruk di dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, melalui penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan pengamatan berperan ini saya akan mencoba untuk melihat identitas dan ekspresi gender serta tanggapan dari keluarga dan teman sebaya terhadap identitas dan ekspresi gender yang mereka tunjukkan. Dari penelitian yang dilakukan terhadap enam orang remaja pria yang mengikuti dance cover terlihat bahwa identitas gender mereka adalah laki-laki,namun mereka mengekspresikan gender mereka secara androgini dan sudah mulai ada keluarga serta teman-teman sebaya mereka yang tidak bermasalah dengan ekspresi gender yang mereka tunjukkan.
Dance cover is one of the activities to follow the dance move from the K-pop artist. All the members of dance cover need to have the similarities in their dance relate to costume, posture and expression with the K-pop who they covered. However their behavior was often get a bad stereotype in Indonesia society. Therefore with this research with using qualitative approach with in-depth interviews and participative observation methods, I will try to describe their identity and gender expression as well as feedback from their family and friends from the identity and gender expression as their appearance. The research was conducted against six boys who followed a dance cover showed that the identity of their gender were a boy but they not expressed their gender as masculine. They express the gender as a androgyny and nowadays their family and some friends not bothered at all with their gender expression that they show up."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S62691
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamzah Abdul Aziz
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prakondisi proses inovasi melalui A-to-F Model di PT Pratama Indomitra Konsultan dimana perusahaan ini sedang melakukan inovasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah A-to-F Model oleh De Bes and Kotler (2015) dengan lima prakondisi yaitu Activators, Browsers, Creators, Developers, Executors, dan Facilitators. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan postpositivisme dengan teknik pengumpulan data melalui in-depth interview dan studi literatur. Hasil dan temuan penting pada penelitian ini adalah PT PIK telah melaksanakan inovasi secara terpisah dan memiliki fokus dan tujuan yang berbeda oleh masing – masing divisi serta telah memenuhi kerangka A-to-F Model secara sebagian. Adapun divisi yang melaksanakan inovasi yakni TP Doc, Tax Research Institute, Knowledge and Development Center, Tax Consulting dan Compliance, dan Asistensi Perpajakan. Temuan yakni (1) Activators, 5 dari 5 indikator terpenuhi dengan rincian terdapat batasan ruang lingkup inovasi, penentuan fokus inovasi, teknologi, struktur, keterampilan, pengetahuan dan kapabilitas, mampu mempengaruhi lingkungan, serta menetapkan strategi, sasaran, dan tujuan inovasi dalam pelaksanaan inovasi. (2) Browsers, 3 dari 3 indikator terpenuhi dibuktikan dari terdapatnya dukungan informasi, pemanfaatan teknologi dan proses eksplorasi dalam pengembangan inovasi. Selanjutnya (3) Creators, 3 dari 3 indikator terpenuhi berdasarkan pada temuan yakni terdapat dukungan dari pimpinan, pembentukan tim untuk menciptakan ide-ide baru, pengembangan ide dan analisa konsep, peluang dan solusi dalam pelaksanaan inovasi pada masing – masing divisi yang melaksanakan inovasi. (4) Developers, 3 dari 4 indikator sudah terpenuhi dalam pelaksanaan inovasi oleh masing – masing divisi. Hal ini didasarkan pada temuan penelitian yaitu terdapat keterlibatan para pihak dalam pengembangan inovasi, pengembangan produk inovasi, pengembangan ide menjadi solusi inovasi. Namun terdapat indikator yang tidak terpenuhi yakni strategi pemberdayaan inovasi. Dimensi (5) Executors, 4 dari 5 indikator yang ada sudah terpenuhi ditandai dengan adanya eksekusi penerapan inovasi, struktur organisasi, proses menjelaskan inovasi dalam organisasi, dan fasilitas dialog. Namun indikator standar dan prosedur tidak terpenuhi karena tidak ditemukan SOP dalam proses inovasi. (6) Facilitators, 4 dari 4 indikator sudah terpenuhi yang ditandai dengan adanya dana pendukung inovasi, pengaturan proses inovasi, catatan perbaikan dan proses pertimbangan dalam pelaksanaan inovas, dan pengambilan keputusan berjalannya inovasi.

This study aims to analyze the prerequisites of the innovation process through the A-to-F Model at PT Pratama Indomitra Konsultan where this company is innovating. The theory used in this study is the A-to-F Model by De Bes and Kotler (2015) with five prerequisites namely Activators, Browsers, Creators, Developers, Executors, and Facilitators. This research approach uses a post-positivism approach with data collection techniques through in-depth interviews and literature studies. Important results and findings in this study are that PT PIK has carried out innovations separately and has a different focus and objectives by each division and has partially fulfilled the A-to-F Model framework. The divisions that carry out innovations are TP Doc, Tax Research Institute, Knowledge and Development Center, Tax Consulting and Compliance, and Tax Assistance. The findings are (1) Activators, 5 out of 5 indicators are fulfilled with details of the limitations of the scope of innovation, determining the focus of innovation, technology, structure, skills, knowledge and capabilities, being able to influence the environment, and setting strategies, goals and innovation objectives in implementing innovation. (2) Browsers, 3 of the 3 indicators are met as evidenced by the availability of information support, technology utilization and the exploration process in the development of innovation. Furthermore (3) Creators, 3 of the 3 indicators are fulfilled based on the findings, namely there is support from the leadership, forming a team to create new ideas, developing ideas and analyzing concepts, opportunities and solutions in implementing innovation in each division that implements innovation. (4) Developers, 3 out of 4 indicators have been fulfilled in the implementation of innovation by each division. This is based on research findings, namely that there is involvement of parties in the development of innovation, development of innovative products, development of ideas into innovative solutions. However, there are indicators that are not fulfilled, namely the innovation empowerment strategy. Dimension (5) Executors, 4 of the 5 existing indicators have been met marked by the implementation of innovation implementation, organizational structure, the process of explaining innovation within the organization, and dialogue facilities. However, standard indicators and procedures were not met because no SOP was found in the innovation process. (6) Facilitators, 4 out of 4 indicators have been fulfilled which is marked by the existence of innovation support funds, innovation process arrangements, records of improvement and consideration processes in implementing innovations, and making decisions on whether innovation will be run or not."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audria Sabila Andjani
"Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat partisipasi para fans dalam fandom telah mencapai tingkat keterlibatan yang semakin tinggi. Karya fans yang berfokus pada slashing atau pada pasangan laki-laki telah sering menjadi subyek diskusi akademis karena dianggap sebagai wadah untuk mengeksplorasi konstruksi gender. Namun, hanya sedikit penelitian akademis yang dilakukan pada karya self-insert karena karya heterosexual diasumsikan tidak
memiliki potensi subversif yang sama seperti karya ‘slashing’. Penelitian ini akan berfokus pada karya self-insert dalam bentuk fan work baik dalam bentuk visual ataupun textual pada fandom anime pada khususnya, karena secara historis, fandom anime lebih dikenal sebagai fandom yang didominasi laki-laki. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan mengambil konsep dari gender performativity theory, penelitian ini akan membandingkan dan mengkaji protagonis wanita dalam karya self-insert di fandom anime dan bagaimana karya tersebut telah mengeksplorasi secara kreatif identitas gender dan seksual mereka sebagai bentuk perlawanan terhadap norma gender konvensional.

In recent years, fan participation in their respective fandoms have reached new levels of higher and deeper involvement than ever before. Fan made works that focus on ’slashing’ or the pairing of two male characters have been subject to plenty of academic discussions as they offer rich data to explore gendered discourses in the narrative construction of fictional and real-life identities. However, there has been less academic research done on self-insertion fan works where the author inserts her own self into the narrative. Self-insertion fan works more often than not, focus on heterosexual relationships, and thus has been neglected by scholars as it is assumed that
heterosexual works do not have the same subversive potential as slash fan works do. Though self-insertion fan works has been seen as an inherently feminine practice, this paper will focus on self-insertion fan works in the form of fan fiction, and visual forms of self-insert fan works by the anime fandom in particular, as the anime fandom has been historically known to be more male dominated. By using a qualitative approach to the study and
drawing on concepts from gender performativity theory, this paper will compare and examine the female protagonists in several chosen self-insert fan works in the anime fandom and how the female authors have creatively explored and played with their gendered and sexual identities as a form of resistance to conventional gendered discourses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Diantha Azzahra
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas performativitas gender pada tokoh Nagisa dalam film Midnight Swan (2020) karya Uchida Eiji serta menganalisis pandangan masyarakat Jepang terhadap performativitas gender yang ditampilkan oleh Nagisa dalam film tersebut. Penelitian ini menerapkan dua teori dalam kerangka analisis, yaitu performativitas gender oleh Judith Butler (1990) dan teori kode-kode televisi John Fiske (1999) yang terbagi dalam tiga level, yaitu realitas, representasi, dan ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dan visual dalam film Midnight Swan. Ditemukan delapan data yang menunjukkan performativitas gender Nagisa dan lima data yang menggambarkan pandangan masyarakat terhadap performativitas gender Nagisa. Temuan ini menunjukkan bahwa tokoh Nagisa tidak hanya ditunjukkan melalui karakternya sebagai transgender, tetapi juga ditunjukkan dengan menjadi seorang ibu dan penari kabaret. Pandangan masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu menerima dan menolak performativitas gender Nagisa. Meskipun penolakan akibat budaya patriarki yang telah terinternalisasi pada masyarakat Jepang kerap ditampilkan dalam film, ada sebagian masyarakat Jepang yang masih memberikan pandangan terbuka terhadap performativitas gender yang ditunjukkan Nagisa. Film Midnight Swan menunjukkan bahwa tidak mudah bagi individu yang mengidentifikasikan dirinya sebagai transgender untuk menjalani hidup di lingkungan masyarakat yang bersifat heteronormatif dengan beragam perspektif terkait isu gender.

This study aims to discuss the gender performativity on the character Nagisa in Uchida Eiji's film Midnight Swan (2020) and analyze the perception of Nagisa's gender performativity within Japanese society as depicted in the movie. This study utilizes two theories in the analytical framework: Judith Butler's concept of gender performativity (1990) and John Fiske's theory of television codes (1999). Fiske's theory is further categorized into three levels: actuality, representation, and ideology. The research method used is text analysis and visual analysis in the Midnight Swan movie. A total of eight data points were identified to assess Nagisa's gender performativity, while five data points were used to analyze society's perspectives on Nagisa's gender performativity. These findings show that Nagisa's character is not solely defined by her transgender identity but also shown through her roles as a mother and cabaret dancer. Society's perspectives on Nagisa's gender performativity can be categorized into two distinct groups: accepting and rejecting Nagisa's gender performativity. Despite the frequent rejection portrayal of internalized patriarchal culture in the film, liberal society nevertheless maintains an open perspective towards Nagisa's gender performativity. The Midnight Swan movie portrays the challenges faced by people who identify themselves as LGBT, including those who are transgender to live their lives in a society with diverse perspectives regarding gender issues."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Novitadewi Susanto
"Masuknya budaya populer Korea, terutama musik pop, memunculkan fenomena baru yang lain yaitu roleplay di kalangan para penggemarnya. Roleplay merupakan permainan peran, baik memainkan peran karakter fiksi maupun publik figur di kehidupan nyata. Setiap orang dibebaskan memainkan karakter yang mereka inginkan dan mendorong pemain untuk memainkan karakter dengan identitas yang berbeda, salah satunya identitas gender. Dari sinilah muncul fenomena gender swap. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi dengan metode observasi dan wawancara mendalam secara daring untuk menyesuaikan dengan pandemi COVID-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana seseorang mengonstruksikan identitas gender yang berbeda dan kaitannya dengan stereotip gender yang berlaku. Hasil dari penelitian ini adalah informan mengonstruksikan identitas gender yang berbeda dengan tindakan performatif yang dilakukan secara berulang-ulang melalui tampilan akun, typing, dan interaksi sosial. Dalam mengonstruksikan identitas gendernya, informan melanggengkan dan menentang stereotip gender secara bersamaan.

The entry of Korean pop culture, especially pop music, has led to another new phenomenon, namely roleplay among fans. Roleplay is a role-playing game, both playing the role of fictional characters and public figures in real life. Everyone is free to play the character they want and encourages players to play characters with different identities, one of which is gender identity. This is where the gender swap phenomenon emerges. This study uses an ethnographic approach with online observation and in-depth interviews to adapt to the COVID-19 pandemic. The purpose of this study is to see how a person constructs a different gender identity and its relation to prevailing gender stereotypes. The results of this study are informants construct different gender identities with performative actions that are carried out repeatedly through account display, typing, and social interaction. In constructing their gender identity, informants perpetuate and oppose gender stereotypes simultaneously."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>