Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162602 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pakpahan, Julita Kristina E.A.
"ABSTRAK
Prevalensi stunting anak usia sekolah terjadi fluktuasi yaitu 32% tahun 2001, menjadi 30% tahun 2004, meningkat menjadi 33,4% tahun 2007, menurun kembali tahun 2010 menjadi 28,3%, namun kembali meningkat tahun 2013 menjadi 31,7%. Stunting banyak terjadi pada anak yang tinggal di daerah kumuh dengan asupan yang tidak adekuat dan infeksi penyakit berulang-ulang. Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi pemberian makanan, dimana ibu dengan pendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang bergizi dibandingkan dengan ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan stunting pada anak usia sekolah di daerah kumuh data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan desain penelitian adalah cross sectional. Populasi adalah anak usia sekolah umur 5-18 tahun di daerah kumuh. Hasil analisis multivariat dengan cox regression, menunjukan anak usia sekolah dengan pendidikan ibu rendah memiliki peluang sebesar 1,327 (CI 95%, 1,246- 1,414) kali mengalami kejadian stunting dibandingkan dengan anak usia sekolah dengan pendidikan ibu tinggi setelah dikontrol oleh pekerjaan ayah dan pendidikan ibu yang berinteraksi dengan penyakit infeksi. Perlu dilakukannya program pendidikan pengasuhan dan pendidikan gizi masyarakat bagi ibu yang tinggal di daerah kumuh dengan cara melakukan penyuluhan dan kunjungan rumah.

ABSTRACT
Prevalence of school-age children stunting was 32% in 2001, to 30% in 2004, increased to 33.4% in 2007, decreased again in 2010 to 28.3%, but increased again in 2013 to 31.7%. Stunting occurs mostly in children who live in slums with inadequate intake and recurrent disease infections. The level of maternal education affects provision of food, which mother whose higher education tend to choose nutritious foods compared with mothers whose low education. This study aims to know relationship the mother education with stunting in school-age children in slum area of Basic Health Research (Riskesdas) in 2013 and research design is cross sectional. The population is school-age children 5- 18 years old in slums. The results of multivariate analysis with cox regression showed that school-age children with low mothers education had a chance of 1,327 (95% CI, 1,246-1,414) times of stunting incidence compared with school-aged children with high maternal education after controlled by father's work and maternal education interact with infectious diseases. Needs to do education programs for the care and education of community nutrition for mothers who live in slums by counseling and home visits."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnita
"Anak usia sekolah merupakan pemirsa televisi yang paling rawan, karena mudah dipengaruhi iklan. Televisi saat ini didominasi oleh iklan makanan dan minuman yang tinggi lemak, gula dan garam. Survei pendahuluan menunjukkan bahwa anak menonton televisi lebih dari 2 jam per hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh iklan makanan dan minuman di televisi terhadap preferensi makanan dan minuman anak usia sekolah di SDN 115466 Kabupaten Labuhanbatu Utara Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016. Penelitian dilaksanakan pada bulan April- Juni 2016. Penelitian menggunakan disain kuasi eksperimen (one group pretestposttest design), dengan total sampel 68 siswa kelas IV dan V. Analisis yang digunakan adalah Uji T Dependen. Intervensi dilakukan dengan melihat rekaman 10 iklan makanan dan minuman yang ada di televisi dengan durasi 5 menit dan tanpa pengulangan. Pre test preferensi makanan dan minuman dilakukan sebelum intervensi, post test1 dilakukan sesaat setelah intervensi, post tes2 dilakukan 1 minggu setelah post test1, dan post test3 dilakukan 1 minggu setelah post test2.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh iklan makanan dan minuman di televisi terhadap preferensi makanan dan minuman anak sebelum dan sesudah intervensi. Preferensi Pre Test - Post Test1 (p=0,0005), Pre Test - Post Test2 (p=0,0005), Pre Test - Post Test3 (p=0,0005). Tidak terdapat perbedaan preferensi makanan dan minuman Post Test1 - Post Test2 (p=0,541), Post Test2 - Post Test3 (p=0,436), hal ini menunjukkan bahwa preferensi dapat bertahan lebih dari 2 minggu setelah melihat iklan. Perlu dilakukan pembatasan paparan iklan terhadap anak, dengan membatasi waktu menonton televisi, dan pendampingan oleh orang tua.

The school age children is viewers television that most prone to be affected by ads. Television program is dominated by ads of foods and beverages with high fat, sugar dan salt. Priliminary survei found that duration of the school age children watching television is more than 2 hours a day. The purpose of this research is to know the influence of foods and beverages ads on television to the school age children foods and beverages preferences, May-June 2016. The design of research is quasi experiment (one group pretest-posttest design) with 68th student on IV and V degree as the sample. The analysis used the T dependent test. The intervention is by looking at the footage 10 food and beverage advertising on television with 5 minutes duration and without repetition. Pre test food and beverage preferences conducted before the intervention, post test1 conducted shortly after the intervention, post tes2 held 1 week after post test1 and test3 held 1 week post after post test2.
The results of the research show that there is the influence of foods and baverages ads in television on childrens preferences before and after intervension exposure to foods and baveragess ads. There are difference preferences in foods and baverages Pre Test - Post Test1 (p=0,0005), Pre Test-Post Test2 (p=0,0005), Pre Test -Post Test3 (p=0,0005). There aren?t difference preferences in foods and baverages in Post Test1-Post Test2 (p=0,541), Post Test2-Post Test3 (p=0,436), it show that the preferences can stay more than 2 weeks after intervention. The restriction of exposure the ads of children is needed with limiting time of watching television and parents instruction."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azrimaidaliza
"Hasil pemantauan gizi dan kesehatan (Nutrition and Health Surveillance System/NSS) tahun I999-2003 menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang (berat badan menurut umur <-2 SD dari median NCHS), yaitu di atas 30% (klasifikasi WHO) pada balita di daerah kumuh perkotaan maupun pedesaan. Prevalensi gizi kurang tersebut lebih tinggi di daerah kumuh perkotaan dibandingkan daerah kumuh pedesaan. Kota Jakarta merupakan salah satu daerah kumuh perkotaan yang terrnasuk dalam daerah pengumpulan data NSS. Di daerah ini, prevalensi gizi kurang tinggi pada anak usia 12-23 bulan (Juni-September 2003), yaitu 42% dan prevalensi ASI eksklusif paling rendah dibandingkan dengan ketiga daerah kumuh perkotaan lainnya (Surabaya, Semarang dan Makassar), yaitu hanya 1%.
Penelitian ini merupakan penelitian survei menggunakan data sekunder NSS yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak umur 6-24 bulan daerah kumuh perkotaan di Jakarta tahun 2003. Jumlah sampel sebanyak 1031 anak dan analisis data meliputi univariat, bivariat dan multivariat. Analisis multivariat menggunakan analisis Regresi Logistik Ganda.
Hasil penelitian menunjukkan anak umur 18-24 bulan berisiko mengalami gizi kurang 3,041 kali dan anak umur 12-17 bulan berisiko mengalami gizi kurang 2,443 kali dibanding anak umur 6-11 bulan. Kemudian anak dengan berat badan lahir < 2,5 kg berisiko mengalami gizi kurang 3,018 kali dibanding anak dengan berat badan lahir > 2,5 kg. Selanjutnya ibu dengan IMT S 18,5 berisiko mempunyai anak gizi kurang sebesar 1,828 kali dibanding ibu dengan IMT > 18,5. Adapun keluarga dengan jumlah balita > 2 orang berisiko mempunyai anak gizi kurang 1,407 kali dibanding keluarga dengan jumlah balita 1 orang. Faktor paling dominan berhubungan dengan status gizi anak adalah umur bayi/anak berikutnya berat badan lahir, IMT ibu dan jumlah balita. Umur bayi/anak terutama umur 18-24 bulan berisiko lebih besar menderita gizi kurang karena pada umur tersebut anak mulai mengalarni gangguan pertumbuhan akibat efek kurnulatif dani faktor ASI dan makanan yang tidal( diberikan secara adekuat pada umur sebelumnya. Di samping itu, anak mempunyai riwayat berat badan lahir rendah sehingga sulit mengejar ketinggalan pertumbuhannya, status gizi ibu yang kurang balk dan banyaknya balita dalam keluarga berdampak pada pertumbuhan anak. Oleh karena itu, perlu pemantauan status gizi anak, status gizi ibu prahamil, selama hamil dan pasta hamil. Selain itu, perlu penyuluhan mengenai pemberian MP-ASI umur 4-6 bulan dan pemberian makanan tambahan pada anak serta suplementasi vitamin pada ibu.

Nutrition and Health Surveillance System (NSS) year 1999-2003 shows prevalence of underweight (weight for age < -2 SD from NCHS median) is very high , that is above 30% (WHO classification) on infant at rural and urban slum areas. An underweight prevalence at urban slum areas is higher than rural slum areas. Jakarta is the one of slum area that include in NSS data collection area. In this area, prevalence of underweight children 12-23 months of age (June-September 2003), is 42% and prevalence of exclusive breastfeeding is the lowest compared with other three urban slum areas (Surabaya, Semarang and Makassar), is only 1%.
This research is a survey research using NSS secondary data that aimed to identify factors that related with nutrient status of children 6-24 months of age in urban slum of Jakarta year 2003. Total sample are 1031 children and data analysis consist of univariate, bivariate and multivariate. Multivariate analysis use double logistic regression analysis.
Research result show child 18-24 months of age have risk in having underweight 3,041 times and child 12-17 months of age have risk in having underweight 2,443 times compared with child 6-11 months of age. Moreover, child with birth weight < 2,5 kilo have risk in having underweight 3,018 times compared with child with birth weight >. 2,5 kilo. While mother with Body Mass Index (BMI)
BMI > 18,5. Meanwhile family with under-five child member > 2 have risk 1,407 times in having underweight child compared to family with one under-five child member. The most dominant factor related to child nutrient status is child age, after that birth weight, mother's BMI and under-five child member. Child 18-24 months of age have bigger risk in having underweight because, at that age, the child begin to have growth problem result from cumulative effect from breastfeeding factor and not enough food given at previous age. Besides that, child with low birth weight record is difficult to catch up their growth, mother nutrient status and the amount of under-five child impact to child growth. Thus, the need of children nutrient status surveillance, mother nutrient status of before pregnancy, during pregnancy and after pregnancy. Besides that, the need of health promotion about complementary feeding 4-6 month age and extra food distribution to child and vitamin supplement to mother."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Damayanti
"Di Indonesia, masalah gizi buruk masih sangat memprihatinkan dan salah satu daerah dengan status gizi buruk terbanyak adalah Nusa Tenggara Timur NTT. Salah satu desa di NTT yang juga merupakan desa miskin dan sulit air adalah Desa Pero Konda di Sumba Barat Daya. Oleh karena itu, diduga banyak kejadian kekurangan gizi pada daerah tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan asupan protein pada anak usia 2-12 tahun di Desa Pero Konda. Desain penelitian ini adalah potong lintang analitik. Data yang digunakan adalah data primer. Data diambil melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, serta dengan bantuan instrumen kuesioner food recall 24 jam. Status gizi ditentukan berdasarkan Kurva CDC-2000 dengan indeks berat badan menurut usia BB/U, tinggi badan menurut usia TB/U, dan berat badan menurut tinggi badan BB/TB. Setelah itu, data diolah dengan SPSS versi 20 dan dianalisis dengan uji chi-square. Terdapat 99 responden pada penelitian ini. Hasilnya menunjukkan terdapat 52 orang responden perempuan 52,5 dan 47 orang responden laki-laki 47,5. Dari hasil pengukuran status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB didapatkan 57 responden 57,6 berperawakan kurus, 33 responden 33,3 berperawakan pendek, dan 34 responden 34,3 memiliki status gizi kurang. Sebanyak 34 responden 34,3 memiliki asupan protein yang cukup dan 65 responden 65,7 memiliki asupan protein kurang. Berdasarkan anamnesis food recall, asupan protein terbanyak didapat dari protein hewani cumi dan ikan. Pada uji chi-square, tidak terdapat perbedaan bermakna antara kecukupan asupan protein dengan status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Disimpulkan, status gizi pada anak di Desa Pero Konda tergolong kurang dan tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik dengan asupan protein.

In Indonesia, undernourished is still become a concern problem and province which has the most undernourished children is Nusa Tenggara Timur NTT. One of its village where poverty and lack of water are common is Pero Konda at Sumba Barat Daya. Based on the data, a study needs to be done. This study aims to evaluate the association between protein intake with the nutritional status of children age 2-12 years old in Pero Konda. Analytic cross sectional studies using primary data was used in this study. The weight and height of the children were measured, and the 24 hour food recall was gathered through questionnaire. Nutritional statuses were assessed using curve of CDC 2000 grow chart with weighth for age index W/A, height for age index H/A, and weight for height index W/H. After that, the data processed using SPSS version 20 and analyzed with chi square test. There were 99 respondent in this study. The results showed there were 52 girl respondents 52,5 and 47 boy respondents 47,5. Based on the results of nutritional statusses rsquo measures using W/A, H/A, and W/H index, there were 57 respondent 57,6 wasting, 33 respondent 33,3 stunting, and 34 respondent 34,3 undernourished. A total of 34 respondents 34,3 had adequate protein intake and 65 respondents 65,7 have poor protein intake. Based on the anamnesis food recall, the highest protein sources were from animal protein squid and fish. In the chi square test, there are no significant differences between the protein intake and nutritional status based on W/A, H/A, and W/H index. In conclusion, the nutritional status of children in Pero Konda was considered undernourished and there was no statistically significant association with protein intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermansyah
"Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk kekurangan gizi yang terutama terjadi pada anak-anak umur dibawah lima tahun (balita) dan merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi. Masalah gizi memiliki dimensi yang luas, tidak hanya merupakan masalah kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan Iingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antara wilayah ataupun antara kelompok masyarakat, bahkan akar masalah ini dapat berbeda antara kelompok usia balita.
Kondisi krisis ekonomi yang terus berkelanjutan sampan saat ini, akan menyebabkan daya beli pada masyarakat secara umum menjadi menurun, karena disatu pihak relatif banyak yang kehilangan sumber mata pencaharian sementara dipihak lain adanya peningkatan harga barang dan jasa. Hal ini dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap kesehatan dan gizi masyarakat terutama keluarga miskin.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP anak umur 6 - 59 bulan terutama pads keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto. Faktor-faktor yang diteliti adalah konsumsi energi, konsumsi protein, pemberian kolostrum, pemberian ASI, pemberian makanan tambahan (PMT), diare, ISPA, berat badan lahir umur anak, jenis kelamin anak, pendidikan ibu, pekerjaan ibu clan jumlah anggota keluarga.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional) dengan pendekatan kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak umur 6 - 59 bulan di daerah IDT Kota Sawahlunto dan tergolong dalam kelompok keluarga miskin. Analisis data dilakukan analisis multivariat regresi logistik dengan jumlah sampel sebanyak 430 orang.
Hasil pengolahan dan analisis data didapatkan bahwa prevalensi KEP anak umur 6 - 59 bulan pada keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto adalah sebesar 21,6%. Kemudian anak dengan konsumsi energi kurang berisiko untuk menderita KEP 29,42 kali (95% CI : 9,266 - 93,387) dibandingkan anak yang memperoleh konsumsi energi cukup dan anak dengan konsumsi protein kurang berisiko untuk menderita KEP 2,99 kali (95% CI : 1,043 - 8,585) dibandingkan anak yang memperoleh konsumsi protein cukup. Sementara itu anak dengan pola menyusui secara Non Eksklusif berisiko untuk menderita KEP 6,69 kali (95% CI : 2,490 - 17,968) dibandingkan anak yang memiliki pola menyusui secara Eksklusif, anak yang mengalami sakit Diare berisiko untuk menderita KEP 7,74 kali (95% CI: 2,383 - 25,126) dibandingkan anak yang tidak sakit Diare dan anak yang mengalami sakit ISPA berisiko untuk menderita KEP 17,71 kali (95% Cl : 6,167 -- 50,830) dibandingkan anak yang tidak sakit ISPA Selanjutnya anak dengan berat badan lahir rendah berisiko untuk menderita KEP 4,3 I kali (95% CI : 1,342 -- 13,867) dibandingkan anak yang mempunyai berat badan lahir normal serta anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga besar berisiko untuk menderita KEP 6,39 kali (95% CI : 2,350 -- 17,372) dibandingkan anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga kecil.
Disimpulkan bahwa kejadian KEP anak umur 6 - 59 bulan terutama pada keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto berhubungan erat dengan faktor konsumsi energi, ISPA, Diare, pemberian ASI, jumlah anggota keluarga, berat badan lahir serta konsumsi protein."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 2747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Zainudin
"Zinc merupakan mikronutrien yang mempengaruhi status gizi anak usia 10-12 tahun. Status gizi yang tidak ideal merupakan salah satu masalah kesehatan anak usia sekolah 10-12 tahun di SD Negeri X Kampung Serang yang lokasinya berdekatan dengan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status gizi anak usia sekolah dan hubungannya dengan asupan zinc dari makanan. Desain penelitian adalah cross-sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari 2011 dari hasil pengukuran antopometri dan wawancara survei konsumsi makanan (Food Frequency Questionnaire) pada 68 subjek dengan yang dipilih berdasarkan consecutive sampling. Data yang terkumpul kemudian diolah melalui nutrisurvey untuk mengetahui asupan zinc dalam makanan sedangkan data status gizi didapat dari klasifikasi berdasarkan IMT/U, BB/U dan TB/U. Mayoritas responden memiliki status gizi kurang, yakni 51.2% berdasarkan BB/U dan 51.5% berdasarkan TB/U. Dilihat dari asupannya, 67 responden (99%) memiliki asupan zinc kurang. Dari uji statistik (Fisher), diketahui terdapat hubungan tidak bermakna antara asupan zinc dengan status gizi anak, baik berdasarkan IMT/U, BB/U maupun TB/U dengan nilai probabilitas masing-masing adalah p=0.879, p=0.576 dan p=0.515 (p>0.05). Disimpulkan bahwa status gizi dan asupan zinc pada anak sekolah usia 10-12 tahun di SDN X tidak memiliki hubungan yang bermakna.

Zinc is a micronutrient that affects nutritional status of children aged 10-12 years. Nutritional status which is not ideal is one of the health problems of children aged 10- 12 years in the SDN X, Serang Village, which is located close to the Final Disposal Waste Bantar Gebang. The purpose of this study is to determine the nutritional status of school-age children and its relation to zinc intake from food. The research is designed using cross sectional method. The data was collected in January 2011 from an antopometri measurement and an interview of food consumption in 68 subjects based on consecutive sampling. The data then processed through nutrisurvey to know he intake of zinc in the diet while the nutritional status data was classified based on weight-age percentil, height-age percentil and body mass index-age percentil. Most respondents have less nutritional status, which is 51.2% based on weight-age percentil and 51.5% based on height-age percentil. 67 respondents (99%) have less zinc intake. Based on statistical tests (Fisher), there is no significant relationship between zinc intake and nutritional status of children based on the weight-age percentil, height-age percentil and body mass index-age percentil with probability value p = 0879, p = 0576 and p = 0515 (p> 0.05). In conclusion, nutritional status of school children aged 10-12 years in SDN X has no significant relationship with zinc intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Halim
"Prevalensi stunting pada balita di Indonesia, khususnya Kabupaten Bogor masih tergolong tinggi. Keragaman konsumsi pangan, salah satu penilaian pada praktik pemberian makan bayi dan anak, merupakan salah satu determinan utama dalam kejadian stunting. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan keragaman konsumsi pangan dan faktor lainnya dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan jumlah sampel 149 anak usia 6-35 bulan di Kecamatan Babakan Madang selama bulan April-Juni 2019. Skor keragaman konsumsi pangan diambil dari 1x24hr food recall berdasarkan 7 kelompok pangan dan dikategorikan berdasarkan beragam (<4 kelompok pangan) dan tidak beragam (≥4 kelompok). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting pada anak sebesar 32.2%. 31.5% anak mengonsumsi pangan tidak beragam. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan bermakna antara keragaman konsumsi pangan (p=0.033), minimum acceptable diet (p=0.013), dan konsumsi sayur dan buah sumber vitamin A (p=0.015). Maka dari itu, upaya intervensi perlu dilakukan dengan meningkatkan keragaman pangan dan kualitas makan bayi dan anak dalam menurunkan risiko kejadian stunting di tingkat keluarga dan masyarakat.

Prevalence of stunting among under children in Indonesia, particularly in Bogor, East Java, is still considered high. Dietary diversity, one of the important assessments in infant and child feeding practice, is one of important determinants of stunting. This study is aimed to examine associations between dietary diversity with other factors with prevalence of stunting among children. A cross-sectional design study involving 149 children aged 6-35 months in Babakan Madang District from April-June 2019 was performed in this study. Dietary diversity scores were collected from 1x24hr food recall based on 7 food groups and categorized as low (<4 food groups) and high (≥4 food groups). Results showed the prevalence of stunting in this study is 32.2%. 31.5% of the children had low dietary diversity. Using chi-square analysis, there was significant associations in prevalence of stunting in children in dietary diversity (p=0.033), minimum acceptable diet (p=0.013), and consumption of vitamin A-rich fruits and vegetables (p=0.015). Interventions should be taken by improving dietary diversity to reduce the burden and prevalence of stunting in both household and community level."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rooswidiawati Dewi
"Penyebab langsung status gizi adalah asupan dan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung adalah pola asuh, ketersediaan pangan, sanitasi ,air bersih, dan pelayanan kesehatan dasar. Prevalensi balita kurus di Kecamatan Beruntung Baru berada lebih tinggi dari ambang batas 0.5% yaitu 13.36%. Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi menggunakan kuesioner. Metode yang digunakan Cross Sectional. Analisis univariat menunjukkan prevalensi anak dengan status gizi sangat kurus 0.75 %, 28% kurus, 69% normal dan 2.25% gemuk.
Hasil analisis Bivariat ditemukan berhubungan bermakna pada jumlah balita dalam keluarga (p=0.000), Jumlah anggota keluarga (p=0.007), jumlah penghasilan keluarga (p=0.027), pola asuh gizi (p=0.030), pemberian ASI ekslusif (p=0.029), Penyakit infeksi (p=0.029), asupan energi (p=0.001), asupan protein (p=0.00) dan variabel sanitasi dasar (p=0.010) serta pelayanan kesehatan (p=0.002). Variabel tidak berhubungan adalah umur, jenis kelamin dan berat badan lahir.
The immediate cause nutritional status is the intake and of infectious diseases. Indirect cause is the pattern of care, availability of food, sanitation, clean water and basic health services. The prevalence of underweight children in the District of Beruntung Baru higher than the 0.5% threshold is 13,36%. This study uses primary data collected through interviews and observation with questionnaires. Used Cross Sectional methods. Univariate analysis showed the prevalence of nutritional status of children with a very thin 0.75%, 28% lean, 69% normal and 2.25% fat.
Bivariate analysis of the results found to be related significantly to the number of children in the family (p=0.000), number of family members (p=0.007), number of family income (p=0.027), parenting nutrition (p= 0.030), exclusive breastfeeding (p=0.029), Infectious diseases (p = 0.029), energy intake (p = 0.001), protein intake (p = 0.00) and basic sanitation (p = 0.010) as well as health services (p = 0.002).Variables are not related to age, sex and birth weight.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chitra Septiarini
"Perubahan konsumsi makanan pada anak usia Sekolah Dasar (SD) yang bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan barat mengakibatkan terjadinya peningkatan prevalensi obesitas atau gizi lebih, terutama dari golongan sosial ekonomi menengah ke atas. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan perubahan pola hidup dan pola makan yang sehat dan bergizi seimbang pada anak SD.
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode baru berupa diari makanan untuk memantau dan menilai konsumsi makanan dan sebagai media pendidikan gizi untuk anak usia SD pada siswa kelas V SD Bani Saleh V, Bekasi Timur Tahun 2008. Desain penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Informannya adalah 52 siswasiswi kelas V dan 5 orang guru SD. Selain itu juga dilakukan uji validitas. Data yang diperoleh diolah dengan mencatat hasil, membuat transkrip dan melakukan kajian isi (content analysis).
Hasil penelitian memperlihatkan rancangan metode dan media baru yang dikembangkan berupa diari makanan berbentuk buku yang terdiri dari beberapa bagian, antara lain : sampul depan, halaman identitas pemilik, halaman identitas keluarga dan sahabat, halaman makanan kesukaan, cerita tentang makanan, cerita tentang diari makanan, petunjuk pengisian, lembar isian diari makanan, pesan-pesan gizi dan kesehatan, dan permainan-permainan.
Sebagian besar informan menginginkan perubahan tampilan rancangan diari makanan untuk desain latar belakang, gambar dan teks pada bagian sampul depan, halaman identitas pemilik, halaman identitas keluarga dan sahabat, halaman makanan kesukaan, cerita tentang makanan, cerita tentang diari makanan, petunjuk pengisian dan lembar isian. Secara statistik dengan uji korelasi Pearson dan T-test diperoleh hasil bahwa metode diari makanan mempunyai validitas tinggi untuk menilai intake beberapa zat gizi tertentu dari makanan yang dikonsumsi anak-anak.

The changing of food consumption in elementary school children which moves from traditional food to western food can be result in improvement of obesity prevalent, especially for high and middle class society. To solve the problem, it needs the changing our life style, healthy food and proportional nutrition food in elementary school children.
The purpose this study is to develop new method like food diary to observe and assesment diet and as a nutrition education media for fifth grades elementary school in Bani Saleh V, East Bekasi, 2008. This study uses qualitative method. The informant are 52 fifth grades and 5 teachers elementary school in Bani Saleh V, East Bekasi. Beside that, there is validity study. The data can be got by the result, make a transcript and analysis with content analysis.
The result of this study shows the method and new media as food diary book which contain some parts : cover, owner identity page, families and friends identity page, favourite food page, story about food, story about food diary, filling instructions, the form of food diary, the message of health and nutrition, and games. The most important want changing of performance food diary for background design, picture, and text in cover, owner identity page, families and friends identity page, favourite food page, story about food, story about food diary, filling instructions, and the form of food diary. According to statistic with Pearson Correlation dan T-Test can get the result that the method of food diary has high validity to intake some nutrient from food which children consumption."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sacha Audindra
"Latar Belakang: Prevalensi infeksi parasit usus masih tinggi di Indonesia, terutama pada anak-anak usia sekolah karena beberapa faktor termasuk kebersihan yang buruk, faktor sosial ekonomi, perilaku, dan penduduk yang padat. Saat ini faktor-faktor tersebut masih ditemukan di Indonesia, sehingga angka infeksi masih tinggi. Nutrisi dan infeksi parasit memiliki hubungan erat. Infeksi parasite usus dapat menyebabkan gangguan penyerapan makanan dan status gizi pada anak usia sekolah yang membutuhkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh. Infeksi parasit usus sebagai penyebab kekurangan gizi masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan dapat menunda pertumbuhan anak.Metode: Sampel diperoleh dari SDN Kalibata 04, Jakarta Selatan dengan cara mengumpulkan tinja dari murid kelas 1-5. Secara total ada 157 anak mengumpulkan sampel mereka. Pemeriksaan langsung dari tinja dilakukan di Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia menggunakan lugol dan eosin. Data status gizi didapatkan dengan pemeriksaan fisik langsung berat dan tinggi badan yang digunakan untuk menghitung persentil indeks massa tubuh IMT. Setelah itu, data dianalisis menggunakan uji Chi-square; SPSS versi 20 untuk mengetahui apakah ada hubungan antara infeksi parasit usus dan status gizi.Hasil: Sampel diperiksa sebanyak 157 tinja dan ditemukan adanya 60 anak 38.2 positif terinfeksi dengan berbagai macam parasit. Sebagian besar infeksi disebabkan oleh B. hominis, yang menginfeksi 44 anak 69,4. Infeksi lain disebabkan oleh G. intestinalis 15,3, T. trichiura 1,4, cacing tambang 1,4, dan infeksi campuran B. hominis dan E. coli 4,2 , dan B.hominis dengan G. intestinalis 4,2. Dari total anak yang terinfeksi, 17 anak 28,3 memiliki IMT di bawah 5 persentil, dianggap sebagai kekurangan gizi. Secara statistik, terdapat hubungan antara infeksi parasit usus dan status gizi di SDN Kalibata 04, Jakarta Selatan. Kesimpulan: Kejadian infeksi parasit usus di SDN Kalibata 04 adalah 38,2 dengan 28,3 dari anak-anak yang terinfeksi memiliki gizi kurang. Pada penelitian ini bisa disimpulkan ada hubungan antara infeksi parasit usus dan status gizi di SDN Kalibata 04, Jakarta Selatan.

Background Prevalence of intestinal parasitic infection still high in Indonesia, especially in the school aged children. Several factors including poor hygiene, socioeconomic factors, behavior, and crowded population have a contribution in this high prevalence. Nutrition and parasitic infection are closely linked. Intestinal parasitic infection can cause malabsorption and malnutrition especially in school aged children while they need adequate nutrition intake to grow. Therefore, intestinal parasite infection in school aged children is become a major public health problem since it will delay their growth.Methods Sample is obtained from SDN Kalibata 04, South Jakarta by collecting the children's stool from 1st 5th grade. Direct examination of the stool is conducted in the Parasitology Department, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia by Lugol and eosin staining. Additionally, data of nutritional status was obtained by direct physical examination of the weight and height of the children and then they were used to calculate the BMI percentile. Thereafter, data was analyzed using Chi square test, SPSS version 20 to know is there any association between intestinal parasitic infection and nutritional status.Results From the total 157 stool examined in the laboratory, there were 60 38.2 children positively infected with various kinds of intestinal parasites. Mostly the infection is caused by B. hominis, which infect 44 children 69.4 . Other infection is caused by G. intestinalis 15.3, T. trichiura 1.4, hookworm 1.4, and mixed infection of B. hominis and E. coli 4.2, and B.hominis with G. intestinalis 4.2 . From the total of infected children, 17 children 28.3 have BMI below 5th percentile, and it was considered as malnourished. Moreover, 67 uninfected children have healthy weight. Statistically, there is association between intestinal parasitic infection and nutritional status in SDN Kalibata 04, South Jakarta. Conclusion The incidence of intestinal parasitic infection in SDN Kalibata 04 is 38.2. Moreover, 28.3 of the infected children were malnourished and it is suggested that children with intestinal parasite infection has low nutritional status in SDN Kalibata 04, South Jakarta. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>