Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51117 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hardini Puspitaningrum
"Penelitian kromosom meiosis dan berbagai tahapan pembelahan sel dari beberapa stages perkembangan bunga Hibiscus schizopetalus telah dilakukan sejak bulan Maret hingga Mei 2018. Penelitian ini mengamati kromosom meiosis dan melihat berbagai tahapan pembelahan sel yang ditemukan pada stage 1 sampai 6 yang dikaitkan dengan proses mikrosporogenesis dan karakteristik kromosom haploid atau diploid yang ditemukan pada tiap stages tersebut.
Sampel kuncup bunga yang digunakan dalam penelitian diisolasi dari stage 1 sampai 6 dan dikumpulkan pada pukul 09.00 WIB. Sampel kuncup bunga yang berada pada stage 1 sampai 3 diisolasi dari bagian calyx dan epicalyx-nya, sedangkan sampel kuncup bunga yang berada pada stage 4 sampai 6 diisolasi bagian anther-nya untuk digunakan dalam penelitian. Preparat kromosom dibuat dengan menggunakan metode squash aceto-orcein.
Hasil pengamatan kromosom menunjukkan bahwa kecenderungan pembelahan meiosis 1 ditemukan pada stage 1 sampai 3, sedangkan pembelahan meiosis 2 cenderung ditemukan pada stage 4 sampai 6. Struktur mikrospora diketahui ditemukan pada stage 4, 5, dan 6, sedangkan struktur polen ditemukan pada stage 6. Peluang ditemukannya kromosom yang bersifat haploid semakin tinggi seiring dengan peningkatan stages perkembangan bunga. Diperlukan studi lebih lanjut terkait kromosom dan pembelahan sel pada stages perkembangan bunga dari tanaman lain.

The research on meiotic chromosome and various cell division phases from several stages of Hibiscus schizopetalus flower development had been conducted from March to May 2018. This research observed meiotic chromosome and discovered the various cell division phases that took place in stages 1 to 6 of the flower developmental stages. The association of the results with the process of microsporogenesis and the chromosomal characteristics haploid or diploid which were found at those stages were further assessed.
Flower buds that were used in the study were isolated from stages 1 to 6 and were collected at 9 A.M. Flower buds from stages 1 to 3 were isolated from the calyx and epicalyx, while flower buds from stages 4 to 6 were isolated on the anther part. Chromosome preparation was carried out using the method of aceto orcein squash.
The result of chromosomal observation found that the tendency of meiosis 1 was found in stages 1 to 3, whereas meiosis 2 tended to be found in stages 4 to 6. The microspore structure was found in stage 4, 5, and 6, while the structure of pollen was found in stage 6. Haploid chromosomes were found to increase along with the increase of the stages of flower development. Further studies are needed to learn more about chromosome and cell division in the flower developmental stages of other plants.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaenisa Rachma
"Penelitian untuk mengetahui pengaruh jenis pretreatment terhadap kromosom Hibiscus rosa-sinensis telah dilakukan sejak Agustus 2016 hingga Mei 2017. Penelitian menggunakan dua faktor yaitu faktor pretreatment air dingin, paradichlorobenzene PDB, hydroxyquinoline OQ dan PDB:OQ 1:1 dengan variasi lama perendaman 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Pengaruh masing-masing pretreatment terhadap fase pembelahan sel dari pucuk batang dapat dilihat melalui persentase interfase, profase awal, profase akhir, metafase, anafase, dan telofase.
Morfologi kromosom dan jumlah kromosom juga diamati. Jumlah profase awal dan profase akhir yang tinggi, serta jumlah interfase, metafase, anafase, dan telofase yang rendah digunakan untuk penentuan Pretreatment yang bekerja optimal.
Hasil penelitian menunjukkan pretreatment air dingin dengan lama perendaman 3 jam merupakan pretreatment terbaik untuk observasi kromosom. Morfologi kromosom Hibiscus rosa-sinensis L. yang diperoleh berukuran kecil, dengan jumlah kromosom banyak 2n=ca 28 mdash;67 dan bersifat miksoploidi.

Study to know the effect of pretreatment to Hibiscus rosa sinensis L. chromosome has been carried on since August 2016 to May 2017. There was 2 factors that used, the pretreatment factors cold water, paradichlorobenzene PDB, hydroxyquinoline OQ, and PDB combined with OQ 1 1 and the soaking time length factors 3 hours, 6 hours, 12 hours and 24 hours. The influence of each pretreatment to the phase of cell division of shoot tip could be seen through the percentage of interphase, early prophase, late prophase, metaphase, anaphase, and telophase.
Chromosome morphology and chromosome number also could be observed. The high number of early and late prophase, as well as low number of interphase, metaphase, anaphase, and telophase, indicate that the pretreatment was optimum.
The results showed that pretreatment with cold water in 3 hours was optimum condition for chromosome obervation. The chromosome of Hibiscus rosa sinensis L obtained in this study has small size with large amount in number 2n ca 28 mdash 67 and mixoploid.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wibowo Mangunwardoyo
"Penelitian pemotongan partial kromosom Xanthomonas campestris (X.c) dengan menggunakan enzim restriksi EcoR1 telah dilakukan. DNA kromosom diisolasi dengan metoda CTAB. DNA dengan konsentrasi sekitar 66 Mg/ml dipotong enzim restriksi EcoR1(100 unit/Ml) dengan variasi waktu 0,10,20,30,40,50 dan 60 detik, diinkubasi pada suhu 37°C. Setelah dipotong dilarikan pada elektroforesis dengan konsentrasi agarosa 0,8%, tegangan 60 miliampere, selama 45 menit.
Pola pita diskret dihasilkan mulai pada Inkubasi 30,40,50 dan 60 detik. Inkubasi 30 detik ternyata sudah memberikan hasil pola pita diskret dari DNA kromosom. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pelacakan gen protease dengan menggunakan pelacak yang sudah diketahui mengandung gen protease."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ari Pujianto
"Hasil dan Pembahasan: Dari hasil eksperimen diperoleh hasil kultur sebagai berikut: Dengan menggunakan teknik kultur konvensional, dari 7 metafase, diperoleh 1 kultur yang menunjukkan kromosom dengan kenampakan pita yang optimal. Sedangkan dengan menggunakan teknik kultur resolusi tinggi dengan menggunakan blocking agent pada fase metafase kemudian dilanjutkan dengan releasing agent, dari 13 metafase diperoleh 3 kultur kromosom dengan jumlah pita yang optimal.
Ketiga kultur kromosom ini menunjukkan struktur kromosom yang lebih panjang jika dibanding dengan teknik kultur yang konvensional. Jika dilihat dari prosentase keberhasilan mendapatkan pita-pita yang jelas terlihat, tampak bahwa tidak banyak perbedaan antara teknik kultur konvensional dengan teknik kultur revolusi tinggi, namun jika dilihat dari hasil kulturnya tampak bahwa kultur kromosom resolusi tinggi (Foto 1) menghasilkan kromosom yang lebih panjang dibanding teknik konvensional. (Foto 2). Struktur kromosom yang panjang ini merupakan hasil yang cukup menggembirakan karena dengan struktur yang terentang akan lebih banyak pita yang akan terlihat. Pada Foto 3 dan 4 diperlihatkan kariogram dari kultur kromosom resolusi tinggi dan teknik kultur konvensional.
Masalah yang masih menjadi kendala dalam penelitian ini adalah hasil fotografi yang kurang bagus sehingga meskipun kromosomnya panjang namun pita-pita kurang jelas terlihat. Hal ini disebabkan oleh kaca obyektif yang kurang fokus. Perlu dilakukan penggantian lensa obyektif plan akromat untuk mendapatkan hasil yang optimal. Disamping lensa obyektif, variasi lama inkubasi setelah diberikan releasing agent juga sangat menentukan panjang pendeknya kromosom yang didapat.
Penelitian ini selain mencoba teknik kultur dengan menggunakan blocking agent juga berusaha memodifikasi prosedur agar didapatkan hasil kultur yang paling bagus, karena teknik kultur yang bisa diteruskan pada salah satu laboratorium belum tentu bisa bagus jika diterapkan laboratorium yang lain. Dengan demikian masing-masing laboratorium akan mempunyai kiat-kiat tersendiri untuk mendapatkan hasil yang bagus meskipun prinsipnya tidak jauh berbeda?."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aria Miranda
"Penelitian analisis jumlah kromosom dan perbandingannya dengan ukuran polen pada sembilan variasi bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis, L.) di Kampus UI Depok dan Citayam, Bogor telah dilakukan sejak bulan September 2012 hingga Maret 2013. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jumlah kromosom dan pola ploidi sembilan variasi bunga Hibiscus rosa-sinensis, serta mengetahui perbandingannya dengan ukuran polen. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling pada beberapa lokasi di Kampus UI Depok sebanyak delapan variasi dan satu variasi dari Citayam, Bogor. Sediaan kromosom dibuat dengan menggunakan metode squash Aceto-orcein, dan sediaan polen dibuat dengan menggunakan asetolisis.
Hasil penghitungan kromosom menunjukkan jumlah kromosom yang beragam, dari n=ca. 15 sampai n=ca/ 56, dengan jumlah kromosom paling sedikit ditemukan pada bunga single merah pudar kecil dan paling banyak apda bunga double oranye. Dari perhitungan jumlah kromosom, perbandingannya dengan ukuran polen menunjukkan korelasi yang positif. Ukuran polen yang paling besar dimiliki oleh variasi dengan perkiraan jumlah kromosom yang paling banyak, yaitu bunga double oranye dari Citayam, sementara ukuran polen yang paling kecil dimiliki oleh variasi dengan perkiraan jumlah kromosom yang paling sedikit, yaitu bunga single pink kecil. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mendapatkan jumlah kromosom yang pasti dari Hibiscus rosa-sinensis agar pola ploidi dapat ditentukan.

The analysis of chromosome count and its comparison to pollen grain size in nine variation of shoe-flower (Hibiscus rosa-sinensis, L.) in Universitas Indonesia, Depok and Citayam, Bogor, has been carried on since September 2012 to March 2013. The study is done to gain knowledge on the chromosome count and ploidy level in nine variation of Hibiscus rosa-sinensis, and to know its comparison to the pollen grain size. Purposive sampling was done to collect the samples, eight variation was collected from Universitas Indonesia, Depok, and one variation from Citayam, Bogor. Chromosome slides were prepared using the squash Acetoorcein method, and pollen slides using acetolysis.
Results shows a variety of the chromosome numbers from n=ca. 15 to n=ca. 56, with the smallest number found in the small single petaled pink flower, and the largest number in the double petaled orange flower. The comparison of the chromosome count to the pollen grain size shows a positive correlation. The double petaled orange is the variation with the largest pollen grain size, while the small single petaled pink has the smallest pollen grain size. Further studies are needed to gain the exact chromosome count of Hibiscus rosa-sinensis and to determine the level of ploidy.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama Dewi Yuli Astuti
"Obesitas merupakan masalah kesehatan yang diprediksi terus bertambah hingga tahun 2050. Obesitas ditandai dengan nilai Indeks Massa Tubuh ≥ 30. Penelitian ini dimulai dari studi bioinformatika dibandingkan Orlistat. Gallocatechin gallate berpotensi sebagai anti obesitas yang terdapat dalam kandungan ekstrak daun yang diperoleh dari hasil bioinformatika. Penelitian secara in vivo menggunakan tikus putih betina galur Wistar yang diawali dengan uji induksi dengan 2 kelompok yaitu kelompok non HFD (High Fat Diet) dan HFD dengan pemberian secara oral. Semua tikus diinduksi dengan pakan standar dan pakan diet tinggi lemak selama 10 minggu hingga kenaikan berat badan mencapai 50% dan setelah itu diberi perlakuan dengan pembagian kelompok yaitu A (normal dengan pakan standar), B (HFD), C (HFD+Orlistat 30 mg/KgBB), D (HFD+Ekstrak 10 mg/KgBB), E (HFD+Ekstrak 20 mg/KgBB), dan F (HFD+Ekstrak 40 mg/KgBB) selama 4 minggu. Parameter yang diukur adalah berat badan, indeks lee, food intake, berat lemak viseral, % indeks adipositas, ukuran sel adiposa, profil darah (kolesterol, trigliserida, HDL, LDL, glukosa darah, dan uji toleransi glukosa), pengukuran kadar protein adiponektin, leptin, dan PNLIP dengan metode ELISA sandwich. Berdasarkan penelitian, ekstrak dosis 3 (40 mg/KgBB) memberikan pengaruh signifikan terhadap penurunan berat badan, kontrol nafsu makan dan mengurangi berat lemak viseral, mengurangi ukuran sel adiposa, memperbaiki nilai profil darah, meningkatkan kadar protein adiponektin dan leptin serta mengurangi kadar protein PNLIP.

Obesity is a health problem that is predicted to increase until 2050. Obesity is characterized by a Body Mass Index value ≥ 30. This research started from a bioinformatics study compared to Orlistat. Gallocatechin gallate has potential as an anti-obesity contained in leaf extracts obtained from bioinformatics results. The next stage was to carry out in vivo research using wistar female white rats which divided into non High Fat Diet (HFD) and HFD group with oral administration. All rats were induced with standard feed and high fat diet for 10 weeks until body weight gain reached 50% and after that they were treated according to 6 groups, A (normal with standard feed), B (HFD), C (HFD+Orlistat 30 mg/KgBW), D (HFD+Extract 10 mg/ KgBW), E (HFD+Extract 20 mg/KgBW), and F (HFD+Extract 40 mg/KgBW) for 4 weeks. The parameters measured were body weight, lee index, food intake, visceral fat weight, % adiposity index, adipose cell size, blood profile (cholesterol, triglycerides, HDL, LDL, blood glucose, and glucose tolerance test), measurement of adiponectin, leptin, and PNLIP protein level using the sandwich ELISA method. Based on this research, Extract dose 3 (40 mg/KgBW) has an significant effect on weight loss, appetite control and reduce visceral fat weight, reduce adipose cell size, improve blood profile values, increase adiponectin and leptin protein levels and decrease PNLIP protein level."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Prihatiningsih
"Telah dilakukan penelitian terhadap tiga variasi bentuk bunga Hibiscus rosa¬sinensis L. (single, crested dan double) di kampus UI depok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiganya berbeda dalam jumlah petal, stamen dan pistillum. Bunga single memiliki 5 petal, stamen 46--101 (x=78,68). Bunga crested memiliki petal tambahan berupa staminodium petaloid (7--28, x=19,01), intermediet stamen-petal (1--21, x=9,2), dan stamen (0--44, x=12). Bunga double memiliki staminodium petaloid (5--36, x=18,6), intermediet stamen-petal (0--14, x=5,32), dan stamen (3--88, x= 38). Jumlah petal tambahan berkorelasi negatif dengan jumlah stamen. Bunga single memiliki ovarium normal, bunga crested dan double dapat memiliki ovarium yang tereduksi dan bermodifikasi menjadi sepalodi. Seluruh variasi bunga H. rosa-sinensis memiliki morfologi polen yang seragam yaitu polen soliter, berbentuk globose, prolat sferoidal hingga oblat sferoidal, apertur polypantoporate, ornamentasi eksin berupa ekinet dengan ujung tumpul, membulat, bercabang dua, dan berlekuk. Ukuran polen berbanding lurus dengan ukuran bunga. Bunga single kecil memiliki polen terkecil (dv= 152,156 µm, dh= 178,312 µm), dan single besar memiliki polen terbesar (dv=174,985 µm, dh=206,023 µm). Gen AGAMOUS terekspresi pada bunga single, crested, dan double.

The single-, crested-, double-flowers type of Hibiscus rosa sinensis L. that grown at University of Indonesia, Depok have been studied. The three varieties of flower differ in terms of additional petal, stamen number, and pistillum. Single-flowers have 5 petals, 46--101 (x = 78,68) stamens. Crested-flowers have additional petal such as staminodium petaloid 7--28 (x = 19,01), and intermediate stamen-petal 1--21 (x = 9,2), and 0--44 (x = 12) stamens. Double-flowers have 5--36 (x = 6,18) staminodium petaloid, 0--14 (x=5,32) intermediate stamen-petal, and 3--88 (x = 38) stamens. Number of additional petal negatively correlated with the number of stamenS.Si.ngle-flowers have normal ovaries. Crested-and double-flowers can have a reduced ovaries and modified into sepalodi. All of the H. rosa sinensis varieties have similarity in pollen morphology, that is solitary, globose -, spheroid prolate-, dan spheroid oblate-shaped, with polypantoporate aperture, echinate (spine) with blunt, rounded, bifurcated, and grooved apex. Pollen size has positive correlation with the size of flowers. Small single-flowers have the smallest pollen (dv = 152,156 µm, dh = 178,312 µm), and large single-flowers have the largest pollen (dv = 174,985 µm, dh = 206,023 µm). AGAMOUS gene expressed in single-, crested-, and double-flowers. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S800
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vycka Fikriyani Fairuz
"Kondensasi kromosom pada tahap metafase memiliki peranan penting dalam keberlangsungan siklus sel. Sejauh ini masih terus dilakukan penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi kondensasi kromosom. Kation divalen, terutama kalsium (Ca2+) diketahui memiliki peranan penting dalam kondensasi kromosom manusia. Akan tetapi, peranan Ca2+ terhadap kromosom tumbuhan belum diketahui. Gandum merupakan salah satu organisme model dalam sitogenetika. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai efek Ca2+ kalsium terhadap kondensasi kromsosom gandum (Triticum spp.). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian 1 mM BAPTA (1, 2-bis(2-aminophenoxy) ethane-N, N, N′, N′-tetraacetic acid), 1 mM EDTA (Ethylenediaminetetraacetic acid), sebagai pelekat Ca2+, terhadap struktur kromosom gandum menggunakan mikroskop cahaya dan Scanning Electron Microscope (SEM). Kecambah gandum dipotong bagian ujung akar dan diinkubasi di dalam larutan PFA (Paraformaldehyde) 2%. Sampel diinkubasi dengan enzim selulase 2,5 % dan pectoliase 2,5%. Setelah itu sampel diberi perlakuan masing-masing dengan 1 mM BAPTA, 1 mM EDTA, dan kontrol dengan PBS. Kromosom kemudian diwarnai dengan aceto orcein sedangkan yang diamati SEM dipreparasi melalui tahap fiksasi, post-fiksasi, staining, dehidrasi, dan dikeringkan dengan HMDS (hexamethyldisilazane) sebelum diamati menggunakan SEM. Hasil yang diperoleh pada pengamatan kuantitatif menunjukkan panjang rata-rata untuk kromosom kontrol 12,5±3,4 µm sedangkan pada perlakuan 1 mM BAPTA dan 1 mM EDTA panjang rata-rata yang diperoleh adalah 17,7±6,6 µm dan 41,9±16,3 µm. Struktur kromosom kontrol secara kualitatif lebih padat dan lebih terkondensasi. Akan tetapi kromosom yang diberi perlakuan 1 mM BAPTA dan 1 mM EDTA menunjukkan hasil yang lebih panjang, tersebar, dan terjadi dekondensasi kromosom sehingga serat-serat kromatin lebih terlihat jelas. Hal tersebut menunjukkan Ca2+ memiliki peranan penting dalam kondensasi kromosom gandum.

Chromosome condensation at metaphase has an important role in the continuation of the cell cycle. Researches on the investigation of the major factors affecting chromosome condensation has been conducted so far. Divalent cations, especially Ca2+ has been reported to have an important role in human chromosome condensation. Nevertheless, its effect on the plant chromosome has yet to be evaluated. Wheat (Triticum spp.) is one of the model organisms in cytogenetics.Therefore, study to evaluate the effect of Ca2+ on wheat chromsosomes is required. The purpose of this study was to determine the effect of 1 mM BAPTA and 1 mM EDTA as the Ca2+ chelating agent on the wheat chromosomes using light microscope and SEM (Scanning Electron Microscope). The root tips of wheat sprouts was cut off and incubated in a 2% PFA (Paraformaldehyde)  solution. The sample was incubated with 2.5% cellulase and 2.5% pectoliase enzyme. After that, the samples were treated with 1 mM BAPTA, 1 mM EDTA, and PBS as control. Chromosome were then stained with aceto orcein, while sample for SEM were subjected to SEM preparation including fixation, post-fixtaion, staining, dehydration, and HMDS (hexamethyldisilazane)  drying. The results showed that the average length of the control chromosome was 12.5±3.4 µm, while those treated with 1 mM BAPTA and 1 mM EDTA showed the average length of 17.7 ± 6.6 µm and 41. 9 ± 16.3 µm, respectively. The qualitative observation of the control chromosomes showed the more compact and condensed structure. However, chromosomes treated with 1 mM BAPTA and 1 mM EDTA showed a longer, dispered, and decondensed chromosome showing the chromatin fibers. This result indicated that Ca2+ play an important role in wheat chromosome condensation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Aldi Yazri
"Kromosom merupakan substansi genetik pada makhluk hidup yang diwariskan ke generasi selanjutnya. Kromosom terbentuk melalui proses kondensasi selama siklus sel. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondensasi kromosom adalah protein scaffold dan kation divalen, terutama ion kalsium (Ca2+). Peran ion kalsium terhadap kromosom masih terbatas pada kromosom manusia dan belum pernah dilaporkan pada kromosom tumbuhan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran ion kalsium terhadap struktur kromosom barley menggunakan mikroskop fluoresens dan scanning electron microscope. Kromosom barley diisolasi kemudian diberi perlakuan 1 mM BAPTA sebagai agen pengikat ion kalsium dan PBS sebagai kontrol. Terdapat perbedaan panjang dan struktur kromosom barley setelah diberikan perlakuan 1 mM BAPTA dibandingkan dengan kromosom kontrol. Kromosom kontrol memiliki panjang rata-rata 5,3 μm dengan struktur kromosom yang padat, sedangkan kromosom dengan perlakuan BAPTA memiliki panjang rata-rata 10,7 μm dengan struktur kromosom lebih renggang dan kurang padat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ion kalsium memiliki peranan penting dalam menjaga struktur kromosom barley.

Chromosomes are genetic substances in living organisms that are passed on to the next generation. Chromosomes are formed through the process of condensation during the cell cycle. Factors that influence chromosome condensation are scaffold proteins and divalent cations, especially calcium ions (Ca2+). The role of calcium ions on chromosomes is still limited to human chromosomes and has never been reported on plant chromosomes. The purpose of this study was to determine the role of calcium ions on the structure of barley chromosomes using a fluorescence microscope and scanning electron microscope. The barley chromosome was isolated and then treated with 1 mM BAPTA as a calcium ion chelating agent and PBS as a control. According to the data obtained, there are differences in length and structure of barley chromosomes after being treated with 1 mM BAPTA compared to control chromosomes. The control chromosome has an average length of 5.3 μm with a compact chromosome structure and chromosomes with BAPTA treatment have an average length of 10.7 μm with a less condense chromosome structure. These results indicated that calcium ions have an important role on maintaining the structure of barley chromosomes."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Oktarina
"Penelitian deskripsi jenis dan analisis jumlah kromosom beberapa tumbuhan suku Asteraceae di Kampus UI Depok telah dilakukan pada bulan September 2012 hingga Maret 2013. Sampel diambil secara purposive sampling dan diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi menggunakan kunci determinasi buku Flora of Java. Diperoleh 21 jenis Asteraceae yang tersebar di Kampus UI Depok yang berhasil diidentifikasi, 8 jenis di antaranya berhasil diketahui jumlah kromosomnya, satu jenis Asteraceae yaitu Tridax procumbens dapat digunakan dalam pembuatan kariotipe. Lima jenis Asteraceae yang memiliki variasi jumlah kromosom yaitu Elephantopus scaber (2n=x=9, 2n=x+2=11, 2n=2x-4=14, 2n=2x=18, 2n=2x+1=19, 2n=2x+2=20, 2n=2x+4=22), Tridax procumbens (2n=x= 9, 2n=2x=18, 2n=4x=36), Bidens pilosa (2n=2x+8, 2n=32, 2n=3x=36, 2n=4x =48), Mikania micrantha (2n=x=18, 2n=x+6=24, 2n=2x-4 =32, 2n=2x=36) dan Sphagneticola trilobata (2n=2x=28, 2n =2x-4=32, 2n=2n-8=36). Tiga jenis Asteraceae tidak memiliki variasi jumlah kromosom adalah Cosmos sulphureus (2n=24), Emilia sonchifolia (2n=10), dan Sonchus arvensis (2n=18).

Species description and analysis of chromosomes number on the several plant belongs to Asteraceae that located in University of Indonesia was conducted during September 2012 to March 2013. The study was held using purposive sampling method and samples were identified based on morphological characters using determination keys in Flora of Java book. Twenty one species of Asteraceae scattered in University of Indonesia, Depok were successfully identified. Chromosomes number of eight species were known and one species can be used in karyotyping. The research also suggested that five species of Asteraceae have variation in chromosomes number. They are Elephantopus scaber (2n=x=9, 2n=x+2=11, 2n=2x-4=14, 2n=2x=18, 2n=2x+1=19, 2n=2x+2 = 20, 2n=2x+4=22), Tridax procumbens (2n=x=9, 2n=2x=18, 2n=4x=36), Bidens pilosa (2n=2x+8, 2n=32, 2n=3x=36, 2n=4x=48), Mikania micrantha (2n=x=18, 2n=x+6=24, 2n=2x-4=32, 2n=2x=36) and Sphagneticola trilobata (2n=2x=28, 2n=2x-4=32, 2n=2n-8=36). On the contrary, three species of Asteraceae does not have variation in chromosomes number. They are Cosmos sulphureus (2n=24), Emilia sonchifolia (2n=10), and Sonchus arvensis (2n=18). "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46456
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>