Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124611 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairina Nur Aini
"Penelitian ini mengkaji mengenai respons verbal anak Jepang usia 2-4 tahun terhadap ujaran direktif orang tua. Korpus dalam penelitian ini adalah reality show dari stasiun tv Jepang, NTV yang berjudul Hajimete no Otsukai Suruhan Pertama Orang Tua. Alasan pemilihan korpus ini adalah i percakapan antara orang dewasa dan anak tidak dibuat-buat dan tidak diatur, sehingga partisipan tutur dapat berbicara dengan bebas tanpa bergantung pada naskah, ii partisipan tutur yang beragam, setiap episode terdiri dari orang dewasa dan anak yang berbeda sehingga cara anak dalam merespons ujaran pun berbeda, iii variasi topik percakapan, mengenai keseharian antara orang dewasa dan anak usia 2-4 tahun.
Penelitian ini menemukan tiga buah rangkaian respons anak usia 2-4 tahun terhadap ujaran direktif, yakni i rangkaian respons menerima, ii rangkaian respons menolak, dan iii rangkaian respons menolak menerima. Dari analisis rangkaian ujaran tersebut, rangkaian respons anak usia 2-4 tahun atas ujaran direktif memperlihatkan realitas pengungkapan respons. Ada anak yang segera menerima ujaran direktif, ada anak yang menolak, ada pula anak yang menolak terlebih dahulu sebelum menerima.

This study examines the verbal response of Japanese children age 2-4 year old to adult directive utterance. The corpus of this study is Japanese reality show from NTV tv station entitled Hajimete no Otsukai My First Errands . The reasons for selecting this corpus are i the conversation between adult children isn scripted, so that participants can speak freely, ii various speech participants, each episodes have different adult and children so that children response to utterance is dissimilar, iii variations of conversational topics, about daily life between adult and 2-4 year old children.
This study establish three response sequences that 2-4 year old compose to directive utterance, i response sequence of agreement, ii response sequence of disagreement, and iii response sequence of disagreement and then agreement. From the investigation shows that children age 2-4 year old frame about reality of the response disclosure to adult directive utterance. There are children who immediately accepting directive utterance, there are children who turned down directive utterance, and there is also children whocbeing disapproval before being cooperation to directive utterance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Nadhifa Mazaya
"Penelitian ini mengkaji tentang rangkaian ujaran direktif bahasa Jepang terhadap anak usia 2-5 tahun. Rangkaian ujaran direktif itu disampaikan oleh orang tua. Sumber data yang digunakan berupa video percakapan antara orang tua dan anak yang diunggah di Youtube. Alasan memilih sumber data itu antara lain, rekaman percakapan bersifat impromptu sehingga memperlihatkan gambaran realisasi ujaran direktif terhadap anak. Video percakapan yang diamati berjumlah lima video. Dari kelima video itu, ditemukan kombinasi ujaran direktif langsung dan taklangsung. Rangkaian ujaran direktif yang ditemukan dalam penelitian ini ada lima pola. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada umumnya kombinasi ujaran terdiri dari tiga sampai enam rangkaian direktif. Dengan kata lain, penutur mengatakan ujaran direktif kepada anak lebih dari satu kali, bahkan berkali-kali. Ujaran taklangsung cukup produktif direalisasikan terhadap anak usia 2-5 tahun. Tampaknya anak usia 2-5 tahun dapat mengerti ujaran direktif taklangsung. Bahkan dari 5 video yang ada, 3 video data 3, 4 dan 5 memperlihatkan bahwa ujaran direktif taklangsung efektif digunakan. Anak melakukan permintaan orang tua setelah orang tua mengatakan ujaran direktif taklangsung.

This study reviews sequences of directive utterances in Japanese speech to children aged 2 to 5 years old. The sequences of directive utterances are delivered by parents. The data sources used are conversational videos between parents and children uploaded on Youtube. The reason for choosing such data sources is that the videos are recorded impromptu, and thus, they show the realization of directive utterances to children. There are, in total, five videos observed. From the videos, it is revealed that there is a combination between direct and indirect directive utterances. The study also identified 5 patterns in the directive utterances. Based on the results, the combination of utterances generally consists of 3 to 6 sequences of directive utterances. In other words, speakers use directive utterances to children more than once and even repeatedly. Indirect directive utterances are delivered to children in the age range of 2 to 5 years old productively. It seems that those children are able to understand indirect directive utterances. Out of five videos, three videos data 3, 4 and 5 showed that indirect directive utterances are effectively used. The children performed their parents rsquo requests after their parents used indirect directive utterances.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarita Michelle Tan
"Tindak tutur menolak dalam bahasa Jepang pada umumnya disampaikan secara tidak langsung dengan moda verbal. Namun, tampaknya anak-anak Jepang tidak hanya menggunakan moda verbal pada saat menolak. Berdasarkan pengamatan awal, tampaknya anak-anak Jepang menggunakan moda verbal dan nonverbal pada saat menolak. Oleh karena itu, variasi moda verbal dan nonverbal menolak pada anak menarik untuk dicermati. Permasalahan penelitian ini adalah multimodalitas respons menolak dalam bahasa Jepang oleh anak usia 2–4 tahun. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan respons anak ketika menolak, baik secara verbal maupun nonverbal. Data penelitian ini adalah 7 video respons menolak anak ketika orang tua meminta anaknya untuk melakukan sesuatu. Video itu diperoleh dari acara reality show yang berjudul Hajimete no Otsukai.
Temuan penelitian ini adalah pola multimodalitas respons menolak, yaitu (i) respons tuturan menolak disertai moda nonverbal mengangguk, menunduk, menangis, menatap ibu, (ii) respons tuturan menolak disertai moda nonverbal menunduk, menatap ayah, melihat ke kanan, (iii) respons tuturan menolak disertai moda nonverbal menunduk, menatap ayah, menggelengkan kepala, (iv) respons tuturan menolak disertai moda nonverbal menunduk, menangis, melihat ayah, menggelengkan kepala, melihat ke kiri, bersandar pada ayah, (v) respons tuturan menolak disertai moda nonverbal menangis, mengusap tangan, menarik ibu, (vi) respons tuturan menolak disertai moda nonverbal melihat ayah, membuka dan menutup pintu, mundur selangkah, (vii) respons tuturan menolak disertai moda nonverbal melihat ibu, melihat ke kanan dan kiri, berjalan pulang. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak Jepang cenderung menolak dengan menggabungkan moda verbal dan nonverbal.

Refusal speech act in Japanese is generally conveyed indirectly with the verbal mode. However, it seems that Japanese children do not only use verbal modes when refusing. Based on initial observations, it seems that Japanese children use both verbal and nonverbal modes when refusing. Therefore, the variety of verbal and nonverbal modes of refusing by children is interesting to observe. The problem of this study is the multimodality of refusal responses in Japanese by 2–4 years old children. The purpose of this study is to explain children's responses when refusing, both verbally and nonverbally. The data of this study are 7 videos of children's refusal responses when parents ask their children to do something. The videos were obtained from a reality show called Hajimete no Otsukai.
The findings of this study are multimodality patterns of refusal responses, (i) refusal speech response with nonverbal modes of nodding, looking down, crying, looking at mother, (ii) refusal speech response with nonverbal modes of looking down, looking at father, looking to the right, (iii) refusal speech response with nonverbal modes of looking down, looking at father, shaking the head, (iv) refusal speech response with nonverbal modes of looking down, crying, looking at father, shaking the head, looking to the left, leaning on the father, (v) refusal speech response with nonverbal mode of crying, rubbing hands, pulling mother, (vi) refusal speech response with nonverbal mode of looking at father, opening and closing the door, taking a step back, (vii) refusal speech response with nonverbal mode of looking at mother, looking to the right and left, walking home. This shows that Japanese children tend to refuse by combining verbal and nonverbal modes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Devita Riyani
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan koreksi ujaran repair bahasa Jepang yang dituturkan orang tua terhadap anak usia 2-3 tahun. Anak usia 2-3 tahun tampaknya sering tidak memahami ujaran orang tuanya. Berdasarkan pengamatan orang tua melakukan koreksi atas ujarannya sendiri agar dipahami oleh anak. Unsur leksikal dan gramatikal seperti apa yang dipilih saat melakukan repair menjadi fokus pada penelitian ini. Sumber data penelitian ini adalah ujaran repair beberapa video percakapan antara orang tua dengan anaknya. Video tersebut diperoleh dari situs berbagi Youtube. Rekaman video ditranskripsi dengan program ELAN EUDICO Linguistic Annotator.
Berdasarkan hasil analisis repair ujaran terbagi atas lima tipe, yaitu i koreksi ujaran dengan subtitusi interogativa dan penambahan unsur leksikal-gramatikal, ii koreksi ujaran dengan pelesapan unsur leksikal, iii koreksi ujaran dengan pelesapan unsur leksikal dan subtitusi gramatikal, iv koreksi ujaran dengan penambahan unsur leksikal dan gramatikal, dan v koreksi ujaran dengan pelesapan unsur leksikal dan penambahan unsur leksikal-gramatikal. Dengan perkataan lain, kesimpulan penelitian ini ialah repair ujaran dilakukan dengan i subtitusi, ii pelesapan, dan iii penambahan unsur leksikal atau gramatikal.

This study aims to elucidate self repair in Japanese speech performed by parents to their children aged 2 3 years old. Those children often seem unable to understand their parents rsquo utterances. Based on observation, parents repair their own utterances in order to be understood by their children. This study focuses on what types of lexical and grammatical items are chosen when parents perform self repair. The sources used in this study are repair utterances in some conversational videos between parents and their children. The videos were transcribed using ELAN EUDICO Linguistic Annotator.
Based on the analysis, self repair is classified into five types, namely i repair with a substitution of interrogatives and an addition of lexical grammatical items ii repair with an omission of lexical items iii repair with an omission of lexical items and a substitution of grammatical items iv repair with an addition of lexical and grammatical items and v repair with an omission of lexical items and an addition of lexical grammatical items. In other words, this study concludes that repair is performed by using i substitution ii omission and iii addition of either lexical or grammatical items.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenie Nurfauziah
"Percakapan merupakan salah satu proses komunikasi. Ada berbagai cara mengutarakan ujaran dalam percakapan. Dalam setiap ujaran mengandung makna yang ingin disampaikan penutur, baik secara implisit maupun eksplisit. Makna dugaan dalam sebuah ujaran disebut dengan implikatur. Sedangkan eksplikatur ialah bentuk eksplisit dari sebuah ujaran. Skripsi ini membahas tentang eksplikatur dalam implikatur ujaran pada variety show. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan implikatur ujaran bahasa Jepang melalui eksplikatur berdasarkan interaksi ujaran dan konteks situasional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan 12 data yang sudah dianalisis, implikatur dapat dibagi tiga jenis, yaitu implikatur konvensional, implikatur percakapan, dan implikatur konvensional percakapan. Dengan membagi jenis implikatur tersebut, maksud ujaran penutur dapat diketahui berdasarkan interaksi ujaran dan konteks situasionalnya secara eksplisit.
ABSTRACT Conversation is one of communication processes. There are ways to communicate a speech in a conversation. Every speech contains meaning in which the speaker intends to convey implicitly and explicitly. Presumed meaning in a speech is referred as an implicature, while explicit form is referred as an explicature. The focus of this study is to explain the explicature in implicature on a variety show. The purpose of this study is to explain the implicature in Japanese speech through explicature based on speech interactions and situational contexts. The research rsquo s result shows that based on the 12 datas analyzed, implicatures can be divided into three types conventional implicature, conversational implicature, and conversational conventional implicature. By dividing the three implicatures, the speaker rsquo s intended meaning can be recognized based on the speech interaction between explicit speech and situational context."
2017
S66350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Kusmiyati
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas pengaruh asfiksia pada bayi prematur terhadap kualitas hidup anak usia 2-4 tahun, dengan desain kohort retrospektif. Data asfiksia diperoleh dari catatan medik RSUP Dr. Sardjito, sedangkan kualitas hidup anak dinilai menggunakan PedsQL. Analisis data menggunakan regresi cox.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh asfiksia terhadap kualitas hidup anak dengan RR: 2,2 (CI: 1.19-4.08). Asfiksia berpengaruh pada fungsi fisik dengan RR: 2,4 (CI: 1.33-4.36) dan fungsi sosial RR: 2,4 (CI: 1.36-4.15) tetapi tidak bermakna pada fungsi emosi RR: 1.4 (CI: 0.86-2.29) dan fungsi sekolah RR: 1.2 (CI: 0.63-2.31).

ABSTRACT
This dissertation discusses the association of asphyxia in premature infants to the quality of life of children aged 2-4 years with retrospective cohort design. Asphyxia data were obtained from the medical records of Dr. Sardjito hospital, while the quality of life of children data were assessed using PedsQL. Data were analyzed using Cox regression.
The results of study showed strong association of asphyxia to the quality of life of children with RR: 2.2 (CI: 1:19 to 4:08). Risk of asphyxia effects on physical function was RR: 2.4 (CI: 1:33 to 4:36) and on social functioning was RR: 2.4 (CI: 1:36 to 4:15). However, the risk was not significant to the emotional function with RR: 1.4 (CI: 0.86-2.29 ) and school functions RR: 1.2 (CI: 0.63-2.31).
"
2016
D2167
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Intan Nurrahma
"Terrace House merupakan reality show Jepang yang menampilkan kehidupan laki-laki dan perempuan Jepang yang tinggal dalam satu rumah megah. Namun, berbeda dengan reality show lainnya, Terrace House tidak dipenuhi drama dan pesertanya tidak selalu mempunyai tujuan untuk menemukan pasangan. Para peserta perempuan juga tidak menampilkan stereotip perempuan Jepang yang lemah lembut dan pasif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana perempuan Jepang direpresentasikan dalam reality show Jepang Terrace House. Penulis menggunakan teori representasi Stuart Hall (1997) sebagai konsep dasar dan teori gender Oakley (1972) serta konsep gender stereotip Yoko Sugihara dan Emiko Katsurada (2000) dengan metode analisis deskriptif dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi perempuan yang melawan stereotip gender tetapi di saat bersamaan sesuai dengan stereotip gender. Reality show ini dapat dilihat sebagai refleksi terhadap masyarakat Jepang saat ini dengan partisipasi perempuan karier yang meningkat namun kesengjangan gender yang masih sangat tinggi.
Kata kunci: feminin, gender, reality show, representasi, stereotip

Terrace House is a Japanese reality show that shows the lives of Japanese men and women living in one magnificent house. However, unlike any other reality shows, Terrace House is not full of drama and the participants do not always have the goal to find a partner. The female participants also do not present the stereotypes of meek and passive Japanese women. This study aims to see how Japanese women are represented in Japanese reality show Terrace House. The writer uses the representation theory from Stuart Hall (1997) as the basic concept and gender theory from Oakley (1972) as well as the stereotypical gender concepts from Yoko Sugihara and Emiko Katsurada (2000) with descriptive analysis methods. The results showed that women's representation opposes gender stereotypes but at the same time is in line with gender stereotypes. This reality show can be seen as a reflection of current Japanese society with increased participation of career women but still a very high gender gap.
Keywords: feminine, gender, reality show, representation, stereotypes
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Ng
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005
899.221 CLA u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Pratiwi
"Penelitian ini membahas tindak tutur direktif bahasa Jepang dalam anime Gakuen Babysitters. Teori tindak tutur direktif yang dikemukakan oleh Searle menjadi acuan dalam penelitian ini. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, yakni menjelaskan tuturan direktif yang disampaikan oleh dewasa kepada anak-anak dan tuturan direktif anak-anak kepada dewasa. Hasil penelitian ini menunjukan tindak tutur direktif dalam anime Gakuen Babysitter diperoleh data berjumlah 81. Tindak tutur direktif oleh dewasa kepada anak-anak berjumlah 44 data, terdiri dari perintah, permintaan, larangan, ajakan, dan izin. Tindak tutur direktif anak-anak kepada dewasa berjumlah 37 data, terdiri dari perintah, permintaan, dan larangan. Tuturan anak-anak cenderung menggunakan kata halus dan santun, seperti penggunaan bentuk ~te kudasai, ~naide kudasai, dan onegai shimasu. Berbeda dengan anak-anak, tuturan dewasa menggunakan bentuk yang terdengar kasar, memaksa dan penggunaanya hanya dapat digunakan oleh orang dengan status lebih tinggi, seperti bentuk ~ro, ~na, ~nasai, dan ~te kure.

This research discusses Japanese directive speech acts in the anime Gakuen Babysitters. The theory of directive speech acts put forward by Searle becomes a reference in this study. The purpose of this research is to explain the directive speech delivered by adults to children and children's directive speech to adults. The results of this study show that directive speech acts in the anime Gakuen Babysitter obtained data totaling 81. Directive speech acts by adults to children amounted to 44 data, consisting of commands, requests, prohibitions, invitations, and permissions. Directive speech acts of children to adults amounted to 37 data, consisting of commands, requests, and prohibitions. Children's speech tends to use subtle and polite words, such as the use of the forms ~te kudasai, ~naide kudasai, and onegai shimasu. In contrast to children, adult speech uses forms that sound harsh, forceful and can only be used by people with higher status, such as the forms ~ro, ~na, ~nasai, and ~te kure."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rahmah Dia
"Program Tausiyah On The Street merupakan tayangan religi, yang ditayangkan pada media televisi. Program ini menyajikan bentuk penyampaian dakwah yang lebih komunikatif yaitu mengunjungi bermacam komunitas, dan pemilihan tema dakwah yang mampu menjadi solusi permasalahan keseharian. Dengan menggunakan teori reception analysis dan paradigma konstruktivis, penelitian kualitatif ini bertujuan mengkaji pemaknaan individu terhadap isi dakwah pada program reality show religi Tausiyah On The Street. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan sisi pemaknaan pada ketiga informan penelitian dibentuk oleh latar belakang, pengetahuan, pengalaman, dan aspek budaya yang ada di lingkungannya serta mengaitkan isi media massa lain yang pernah mereka konsumsi sebelumnya.

Tausiyah On The Street is a religious program, aired on television media. This program provides form of preaching with more communicative when meeting individuals in diverse communities, with various preaching themes that can be solution everyday life problems. By using the reception analysis theory and constructivist paradigm, this qualitative study aims to describe an overview of the individual meaning making process of preaching content on Tausiyah On The Street. From the analysis result, be concluded that the difference in the meaning making process of the informants were shaped by their background, knowledge, experience, and cultural aspects created by society, also associate other media content they ever consume before."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44703
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>