Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121435 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ilham Arfakhsadz Putera
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia terhadap perdagangan komoditas kopi ditinjadu dari ketentuan WTO. Selain itu, penelitian ini juga membahas mengenai dampak dari pelaksanaan ketentuan WTO terhadap pasar dan industri kopi nasional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum seperti buku dan perundang-undangan, serta studi kasus , dimana suatu kesimpulan dapat ditarik yaitu ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia terhadap perdagangan komoditas kopi pada dasarnya sudah sesuai dengan ketentuan WTO, hanya saja dampak dan akibatnya menimbulkan efek yang beragam terhadap perkembangan industri komoditas kopi nasional dan perdagangan kopi indonesia di pasar internasional

ABSTRACT
This study discusses the application of the provisions of Indonesian legislation to trade in coffee commodities are imported from the WTO provisions. In addition, this study also discusses the impact of implementation of WTO provisions on national coffee market and industry. This study uses normative juridical research method with literature study on legal materials such as books and legislation, and case studies, where a conclusion can be drawn that the provisions of Indonesian legislation on coffee commodity trading is basically in accordance with the provisions of the WTO, it 39 s just that the impact and consequences have a diverse effect on the development of national coffee commodity industry and Indonesian coffee trade in the international market."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Ricardo
"Perdagangan pangan internasional berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia. Karena itu, WTO sebagai lembaga internasional yang mengatur perdangangan internasional membuat beberapa ketentuan yang mengatur tentang perdagangan internasional terkait pangan. Penelitian ini menganalisis keselarasan ketentuan hukum perdagangan luar negeri Indonesia terkait pangan ditinjau dari ketentuan WTO, dengan melakukan perbandingan atas prinsip dan peraturan ketentuan perdagangan dan perdagangan luar negeri Indonesia terkait pangan dengan prinsip dan ketentuan WTO. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi kepustakaan menggunakan sumber hukum primer dan sekunder. Penelitian ini menemukan bahwa Indonesia sebagai salah satu anggota WTO, nyatanya memiliki beberapa ketentuan perdagangan pangan yang tidak sesuai dengan ketentuan WTO, yang berdampak terhadap harga dan ketersediaan pangan di dalam negeri.

International food trade plays an important role in meeting world food needs. Consequently, WTO as an intergovernmental organization that regulates international trade makes several provisions governing international trade related to foods. This thesis analyzes the harmony of the provisions of Indonesia’s international trade law based on WTO law, by comparing the principles and regulations of Indonesia’s international trade related to foods and trade with WTO principles and provisions. The method that is used in this thesis is library studies of primary and secondary source of law. This study found that Indonesia, as one of the members of WTO, has several food trade laws that are not in accordance with the WTO law, that impacts the price and availability of foods in the country."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenny Maria Doan
"ABSTRAK
Era perdagangan bebas membawa negara-negara saling bekerja sama untuk mengambil manfaat liberalisasi yang sebesarnya. Salah satu caranya adalah dengan pembentukan kawasan perdagangan preferensial. Kawasan perdagangan preferensial adalah suatu kawasan yang terdiri dari dua atau lebih negara, dimana mereka saling bersepakat untuk menurunkan ataupun menghapuskan tarif dan hambatan non-tarif di antaranya. Dalam penulisan ini, akan dibahas mengenai pengaturan kawasan perdagangan preferensial di dalam WTO. Terdapat tiga cara pembentukan kawasan perdagangan preferensial menurut WTO, yaitu Pasal XXIV GATT 1947, Pasal V GATS 1994, dan ketentuan enabling clause. Ketiga ketentuan tersebut mengatur mengenai kesatuan pabean, kawasan perdagangan bebas, serta suatu interim agreement. Selanjutnya, juga akan dibahas mengenai perkembangan pembentukan kawasan perdagangan preferensial, khususnya yang dilakukan oleh negara berkembang, dengan mengambil contoh ASEAN. ASEAN saat ini memiliki enam kawasan perdagangan preferensial, yaitu lima kawasan perdagangan bebas (ASEAN Free Trade Area, ASEAN-China Free Trade Area, ASEAN-Korea Free Trade Area, ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area, dan ASEAN-India Free Trade Area) serta sebuah kemitraan ekonomi dengan Jepang (ASEAN-Japan Closer Economic Partnership). Terakhir, penulisan ini membahas mengenai implikasi keberlakuan perjanjian tersebut bagi Indonesia. Dalam pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa pembentukan kawasan perdagangan preferensial tidak selalu meningkatkan perdagangan internal para anggotanya. Dalam kaitannya dengan ASEAN, maka Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar, belum dapat memanfaatkan secara penuh keberadaan kawasan perdagangan preferensial tersebut. Bahkan, Indonesia harus meminimalisir dampak dari pelaksanaan kawasan perdagangan preferensial ASEAN yang justru menimbulkan kesulitan bagi industri dalam negeri.

ABSTRACT
The focus of this study is to examine the legal fondations of Preferential Trade Area. Preferential Trade Area is a group of countries in which they agreed to eliminate or reduce the tariff and non-tariff barriers among them. This study will discuss about the formation of Preferential Trade Areas within the WTO Rules. According to WTO, there are three legal fondations for the formation of Preferential Trade Area. They are Article XXIV of GATT 1947, Article V of GATS 1994, and the Enabling Clause. Those provisions define the Preferential Trade Area by Customs Union, Free Trade Area, and Interim Agrreement leading to the formation of Customs Union or Free Trade Area. Moreover, this study also address the recent development of the formation of Preferential Trade Area in some regions, particularly in South East Asia. Therefore, this study will examine the formation of ASEAN Free Trade Area, a free trade area formed by the Members of ASEAN. Since the economic co-operation of ASEAN also involve another countries, namely China, Republic of Korea, Japan, Australia and New Zealand, and India, this sudy will also examine their formation within the WTO Rules. This study will also discuss the implication of those Preferential Trade Areas in Indonesia. Finally, this study will show that there are a large number on the formation of Preferential Trade Area by developing countries. It also shown in this study that the formation of Preferential Trade Area does not always success to increase the internal trade between the members. In regard to Indonesia, the two Preferential Trade Areas which already in force, AFTA and ACFTA, do not significantly improve the Indonesian trade with ASEAN or China. On the other side, those preferential trade areas tend to cause serious injuries to the domestic industries, and therefore the Government is forced to take certain measures in order to minimal the impacts of those preferential trade areas. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S330
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Safira
"Dalam upaya menjaga lingkungan, Uni Eropa memberlakukan peraturan Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II). Gagasan perubahan penggunaan lahan tidak langsung (ILUC), yang membatasi perdagangan minyak sawit mentah (CPO) sementara barang domestik setara lainnya bebas dari pengurangan tersebut, akan menjadi area utama di mana penulis menilai bagaimana RED II diskriminatif terhadap perdagangan Indonesia. dari CPO. Indonesia meminta WTO untuk menyelidiki apakah RED II sesuai dengan komitmen internasional yang digariskan dalam WTO setelah kebijakan ini diumumkan. Penulis akan mengkaji non-diskriminasi berdasarkan hukum WTO, terutama berdasarkan persyaratan Pasal 2.1, 2.2 Technical Barriers to Trade (TBT) serta Pasal I:1 dan III:4 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 bersama dengan kasus hukum WTO terkait. Dengan menggunakan data sekunder dan sumber pustaka, dalam penelitian ini digunakan teknik yuridis-normatif. Kesimpulan dari analisis ini menunjukkan bahwa RED II melanggar kewajiban non-diskriminasi berdasarkan GATT dan TBT karena memperlakukan item yang sebanding secara berbeda, yang menghasilkan perlakuan yang kurang menguntungkan dan kemungkinan persaingan yang tidak merata untuk CPO.

In an effort to safeguard the environment, the European Union enacted the Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II) regulation. The idea of indirect land use change (ILUC), which restricts trade toward crude palm oil (CPO) while other domestically equivalent goods are free from such reduction, will be the main area in which the authors assess how RED II is discriminatory toward Indonesian trade of CPO. Indonesia asked the WTO to investigate whether RED II complies with the international commitments outlined in the WTO after this policy was announced. The author will examine non-discrimination under WTO law, especially based on the requirements of Articles 2.1, 2.2, of the Technical Barriers to Trade as well as Articles I: 1 and III:4 of the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994, along with pertinent WTO case law. Using secondary data and library resources, the juridical-normative technique is being used for this research. The conclusion of this analysis demonstrates that RED II does break the non-discrimination duties based on GATT and TBT since it treats comparable items differently, which results in less favorable treatment and uneven possibilities for competition for CPO."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refri Noventria Putri
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang perlindungan terhadap industri dalam negeri sebagai akibat adanya lonjakan impor. Instrumen yang digunakan dalam upaya melindungi industri dalam negeri melalui penerapan tindakan pengamanan (Safeguard) yang diterapkan melalui peraturan nasional dan internasional berdasarkan ketentuan WTO Agreement mengenai safeguard, baik dalam GATT 1947 maupun Agreement on Safeguard. Penerapan safeguard didasarkan pada prinsip WTO yaitu menciptakan suasana perdagangan internasional yang adil (fair trade). Tiap negara anggota WTO dapat menggunakan instrumen safeguard untuk melindungi negaranya dari kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan impor. Tindakan pengamanan ini dapat dilakukan melalui pengenaan tarif tambahan (bea masuk tambahan impor) atau melalui pembatasan impor (kuota) bergantung dari kebijaksanaan pemerintah dan tingkat keseriusan dari kerugian yang diderita. Apabila yang digunakan melalui pembatasan impor, maka negara anggota meminta kepada negara pengekspor untuk mengurangi jumlah ekspor ke negaranya atau melalui persetujuan yang saling menguntungkan. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas-asas hukum dan kesesuaian hukum dengan cara menganalisisnya menggunakan metode kualitatif. Kemudian, permasalahan yang dibahas dalam Tesis ini adalah mengenai kesesuaian pengaturan safeguard dalam WTO dibandingkan dengan peraturan safeguard di negara Indonesia, Amerika Serikat, India, dan Malaysia mengenai tindakan pengamanan dalam melindungi industri dalam negeri dari lonjakan impor.

ABSTRACT
This thesis discusses the protection of domestic industry against the import surge. The instrument which is used as government?s effort to protect domestic industry is through safeguard measure that implemented under national and international regulation based on WTO Agreement about safeguard, not only in GATT 1994 but also Agreement on Safeguard. Safeguard measure is implementing based on WTO principle which creating fair international trade activity. Each of WTO Members can apply safeguard measure to protect their country from serious injury or threat of serious injury caused by import surge. This safeguard measures can be done by imposition of additional tariff or import restriction (quotas), depends on government?s policy and how serious the injury is. If government decides to apply import restriction as their policy, then they may ask the exporter to decrease the quota of their export into importer country or under agreement which can give advantage to both. This thesis uses normative legal research since it focuses on the research of literature that examines the core principle of law. Data is analyzed using qualitative method. Furthermore, the problem will be discussed on this thesis is about suitability between Safeguard measure on WTO Agreement and safeguard regulation in Indonesia, United States of America, India, and Malaysia in case of safeguard measures to protect domestic industry against import surge."
2014
T42130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Pratama
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas penyesuaian peraturan Tingkat Komponen Dalam
Negeri di Indonesia untuk bisnis retail modern dan ketentuan WTO mengenai Local
Content Requirements. Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Pembentukan WTO
dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing The World Trade Organization, namun sejak 2014, beberapa negara
anggota WTO telah mengajukan concern terkait ketentuan dalam Peraturan Menteri
Perdagangan No. 53/2012, 68/2012, dan 70/2013 yang beberapa pasalnya diubah
dalam 56/2014 yang mengharuskan retail modern untuk menyediakan barang
dagangan hasil produksi dalam negeri minimal 80% (delapan puluh persen) dari
jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan. Ketentuan ini bertentangan dengan
Perjanjian TRIMs, yang berlandaskan Pasal III GATT tentang prinsip National
Treatment dan Pasal XI tentang prinsip Elimination of Quantitative Restrictions,
yang merupakan lampiran dari Perjanjian Pembentukan WTO. Penyesuaian antara
peraturan tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri Indonesia dan Ketentuan Local
Content Requirements akan dilakukan dengan menyesuaikan peraturan dan
penerapan pengecualian dalam ketentuan WTO. Berdasarkan ketentuan WTO,
ketentuan retail modern ini telah melanggar ketentuan WTO baik Perjanjian TRIMs
maupun GATT tanpa adanya pengecualian yang dapat diberlakukan. Untuk
menanggapi hal ini, pelaku usaha retail modern di Indonesia bersedia untuk
mematuhi peraturan perdagangan yang berlaku dan Kementrian Perdagangan akan
mengubah peraturan yang tidak sesuai dengan ketentuan WTO

ABSTRACT
This thesis examined the adjustment of domestic Local Content
Requirements rules in Indonesia for the implementation of Modern Retail business
in Indonesia and the Local Content Requirements provisions of the WTO. Indonesia
showed their self-approval to WTO by ratifying Law Number 7 of 1994 concerning
the Ratification of the Agreement Establishing The World Trade Organization on
November 2, 1994. However, since 2014, the Government of Indonesia has
received protests from WTO member countries in relation to the Local Content
Requirement policy in the form of fulfilling 80% (eighty percent) of domestic
products that must be sold on the modern retail market on Ministry of Trade
Regulation 53/2012, 68/2012, and 70/2013 which was replaced by Regulation
56/2014. These provisions are contrary to the TRIMs Agreement, principled by
Article III GATT on National Treatment and Article XI GATT on General
Elimination of Quantitative Restrictions, which is an annex to the WTO
Establishment Agreement that has been ratified by Indonesia. Comparison between
the regulations of Indonesia's local content requirements and WTO provisions will
be done by looking at the adjustments between regulations and the application of
WTO exceptions. Based on rules of Local Content Requirements, the Modern
Retail has violated TRIMs Agreement with no applicable exceptions on the
provisions. To respond to the concerns raised by member countries, modern
retailers in Indonesia are willing to comply with applicable regulations and the
Ministry of Trade are due to change regulations that are contrary to WTO rules
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Ikhlas Husein
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S23217
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Fachrudin
"World Trade Organization (WTO) adalah organisasi perdagangan yang hampir mencakup seluruh peraturan perdagangan. Namun, bagian penting dari setiap aspek perdagangan diatur dalam Regional Trade Agreement (RTA). RTA antara EFTA-Indonesia menimbulkan pertanyaan apakah perjanjian tersebut akan membuat perdagangan menjadi lebih liberal dan juga pertimbangan apa saja yang mendasarinya. Metode penelitian secara normatif dilakukan untuk mengulas hal tersebut. Serta didukung dengan sifat penelitian yang preskriptif dan juga analisis data secara deduktif. Hasil dari penelitian mengemukakan fakta bahwa perjanjian perdagangan tersebut akan membuat perdagangan menjadi lebih liberal bila merujuk pada konsesi bea masuk. Namun, cenderung akan membuat perdagangan menjadi lebih sulit dari sebelumnya. Berdasarkan fakta demikian, dapat diketahui bahwa dalam merundingkan perjanjian tersebut, Indonesia kurang mempertimbangan aspek ekonomi dari perjanjian bila diuji menurut neraca perdagangan menurut kode HS tertentu. Sehingga, pertimbangan politik merupakan alasan kuat yang utama mengapa Indonesia menegosiasikan RTA dengan EFTA. Preskripsi yang dapat diberikan terkait perjanjian tersebut adalah pertimbangan ekonomi yang lebih diutamakan merujuk kepada neraca perdagangan di mana Indonesia memiliki keunggulan secara komparatif terhadap negara calon mitra dalam RTA berikutnya.

The World Trade Organization (WTO) is an organization that almost covers all regulations.however, the important part of the trade is regulated in the Regional Trade Agremeent (RTA). The RTA between EFTA-Indonesia raises question of whether will the agreement establish trade more liberal and consider what are underlying it. The reseach method is normatively fulfilled to review the subject. The research is supported by prescriptive feature and also the data is deductively analyzed. The result of the research reveal the fact that the agreement would establish trade more liberal if it refers to tariff concessions. But, it tends to create trading more difficult than before. Based on the fact, it can be seen while negotiating the agreement, Indonesia didnot consider the economic aspects if examined according to the balance of payment to specific HS code. Thus, political considerations are the main reason why Indonesia negotiates RTAs to EFTA. The prescriptions that can be given in relations to the agreement is economic considerations should be priory preferred. Refers to the trade balance in which Indonesia has a comparative advantage over to potential partners in the next RTA."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Indah Mei Ruth
"Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan kerjasama multilateral semakin tergantikan oleh kerjasama melalui forum regional dan kerjasama bilateral, tingkat ketidakpercayaan yang semakin meningkat terhadap forum kerjasama multilateral seperti World Trade Organization (WTO) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) karena dinilai tidak efektif dalam peningkatan isu liberalisasi perdagangan global. Indonesia telah menunjukkan sikap positif terhadap pengaturan perdagangan multilateral yang dibuktikan dengan keanggotaan Indonesia dalam GATT sejak tanggal 24 Februari 1950 dan kemudian diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.Larangan ekspor mineral mentah berlaku terhadap penjualan bijih ke luar negeri tanpa proses pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri, maka dari itu setiap bijih harus melalui pemurnian dan pengolahan sampai batasan tertentu yang diatur dalam Undang-Undang barulah dapat di ekspor. Penerapan kebijakan tersebut menimbulkan kecaman oleh Uni Eropa yang menilai kebijakan Indonesia melanggar sejumlah ketentuan dalam The General Agreement of Tariffs and Trade. Putusam Panel WTO terhadap sengketa nomor DS592 tersebut menyatakan Indonesia bersalah melanggar ketentuan dalam GATT. Ketentuan Pasal XI ayat 2 huruf a GATT 1994 tidak relevan lagi diterapkan dalam peradaban masyarakat internasional, mengingat ketika bijih nikel diproduksi maka cadangan nikel akan semakin berkurang.

Over time, the existence of multilateral cooperation is increasingly replaced by cooperation through regional forums and bilateral cooperation, the level of distrust is increasing towards multilateral cooperation forums such as the World Trade Organization and Asia Pacific Economic Cooperation because they are considered ineffective in increasing the issue of global trade liberalization. Indonesia has shown a positive attitude towards multilateral trade arrangements as evidenced by Indonesia's membership in GATT since February 24, 1950 and then ratified through Law Number 7 of 1994.The prohibition on the export of raw minerals applies to the sale of ore abroad without processing and/or refining in the country, therefore each ore must go through refining and processing to certain limits regulated in the law before it can be exported. The implementation of this policy has led to criticism by the European Union which views Indonesia's policy as violating a number of provisions in The General Agreement on Tariffs and Trade. The WTO Panel's decision on the dispute over the number DS592 stated that Indonesia was guilty of violating the provisions of the GATT. The provisions of Article XI paragraph 2 letter a GATT 1994 are no longer relevant to be applied in the civilization of the international community, bearing in mind that when nickel ore is produced, nickel reserves will decrease."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendy Hermawan
"Dalam rangka meminimalisir risiko penyelesaian transaksi bursa, KPEI melaksanakan beberapa kegiatan pengendalian risiko yang salah satunya adalah memastikan penempatan agunan yang diberikan oleh Anggota Kliring kepada KPEI telah memenuhi persyaratan sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang telah ditentukan oleh peraturan dan ketentuan yang berlaku. Deposito adalah satu aset yang dapat ditempatkan oleh Anggota Kliring sebagai agunan. Agunan Deposito berfungsi sebagai penentu nilai batasan transaksi (trading limit) yang dapat digunakan Anggota Kliring untuk melakukan transaksi di Bursa Efek Indonesia dan sebagai penjamin penyelesaian transaksi bursa. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk menganalisa secara yuridis terhadap penempatan deposito sebagai agunan di KPEI ditinjau dari ketentuan perundang-undangan tentang
jaminan yang berlaku di Indonesia. Mengingat yang menjadi obyek agunan adalah deposito yang merupakan benda bergerak, maka penulisan tesis ini bertujuan
untuk menganalisa kesesuaian praktik pengikatan deposito sebagai agunan yang dilakukan oleh KPEI dengan mekanisme jaminan menurut ketentuan-ketentuan mengenai jaminan yang berlaku di Indonesia termasuk menganalisa risiko hukum yang mungkin terjadi. Adapun metode penelitian yang dilakukan adalah tipe penilitian hukum yuridis-normatif dengan menggunakan sumber primer, sekunder dan tersier serta analisis data secara kualitatif.

In order to minimize the risk of transaction settlement of the stock exchange, KPEI carries out several risk control activities, one of which is to ensure placement of collateral provided by Clearing Member to KPEI has fulfilled the requirements in accordance with the procedures and policies as determined by the prevailing rules and regulations. Deposit is one of assets that can be placed by a Clearing Member as a collateral. Deposit collateral serves as a determinant of the limit value of the transaction (trading limit) that can be used by Clearing Member to conduct transactions on the Indonesia Stock Exchange and as securities exchange transaction settlement guarantee. The purpose of this thesis is to analyze the juridical of the use of deposit as collateral in KPEI in terms of prevailing regulations concerning guarantee in Indonesia. Considering that the object of collateral is a deposit that is a moving object (benda bergerak), the writing of this thesis aims to analyze the suitability of deposit binding practices as collateral which is carried out by KPEI with mechanism of guarantee according to the applicable provisions concerning guarantee in Indonesia including analyzing possible legal risk. The method of research conducted is the type of juridical-normative legal research by using primary, secondary and tertiary sources as well as qualitative data analysis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>