Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24486 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manullang, Grace
"Skripsi ini membahas mengenai Festival Ivan Kupalas Night yang merupakan tradisi Rusia dan muncul ketika Rusia menganut paganisme. Masyarakat Rus Kuno yang kala itu menganut paganisme, menganggap tradisi ini sebagai tradisi penting keagamaan yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari mereka. Akan tetapi, ketika Kristen Ortodoks masuk dan menjadi agama resmi di Rusia, tradisi ini tetap berlangsung dan diakulturasikan dengan agama Kristen Ortodoks. Namun, ketika era Uni Soviet tradisi ini tidak dirayakan dan muncul kembali pada era Federasi Rusia. Pada era Federasi Rusia, masuk arus modernisasi dan keterbukaan terhadap dunia Barat menyebabkan berubahnya makna Festival Ivan Kupala bagi masyarakat Rusia saat ini. Berdasarkan teori kebudayaan populer oleh Tony Bennett 1982 dan Festival Ivan Kupalas Night, mengalami perubahan makna simbolik dan merupakan kebudayaan populer. Perubahan makna dianalisis dengan teori Semiotika oleh Charles Sanders Peirce 1931-1958. Dengan mengggunakan metode deskriptif analisis dan pendekatan kualitatif, penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan makna festival Ivan Kupala Night.

This thesis discusses the Festival Ivan Kupala's Night which is a Russian tradition and emerged when Russia embraced paganism. Ancient Rus society, who at that time embraced paganism, regard this tradition as an important religious tradition associated with their daily activities. However, when Orthodox Christians entered and became the official religion in Russia, this tradition persisted and was acculturated with Orthodox Christianity. However, when the era of the Soviet Union this tradition was not celebrated and reappeared in the era of the Russian Federation. In the era of the Russian Federation, the flow of modernization and openness to the Western world led to the changing meaning of the Ivan Kupala Festival for Russian society today. Based on the popular culture theory by Tony Bennett 1982 and the Ivan Kupala's Night Festival, it has undergone a change of symbolic meaning and is a popular culture. The alteration of meaning was analyzed by semiotic theory by Charles Sanders Peirce 1931 1958. By using descriptive method of analysis and qualitative, this study aims to find out the meaning changes festival Ivan Kupala's Night."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Ayu Shila Febriani Adari
"Festival adalah produk dari budaya yang berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman, tak terkecuali Festival Taylagan yang merupakan salah satu ritual tahunan terpenting bagi dukun Suku Buryat Rusia yang kini juga dipertunjukkan untuk wisatawan. Dengan menggunakan teori semiotik oleh Roland Barthes, peneliti berusaha mengeksplorasi perubahan makna Festival Taylagan ini berdampak kemasyarakat Rusia dan teori The Invention of Tradition oleh Eric Hobsbawm (1992) digunakan untuk membedah inventarisasi tradisi pada Festival Taylagan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, studi kepustakaan, dan teknik wawancara dalam melengkapi data primer maupun sekunder. Hasil penelitian menemukan bahwa perubahan nilai-nilai sakral pada Dukun Buryat Rusia dalam Festival Taylagan telah dimulai sejak kemunculan Neo-shaman sebagai wujud adaptasi kebudayaan dalam kehidupan masyarakat kontemporer.

Festival is a product of culture that develops according to the needs of the times, including the Taylagan Festival which is one of the most important annual rituals for the Russian Buryat Shamans which is now also performed for tourists. This research includes input from the theory of semiotic by Roland Barthes to explore how changes in the meaning of the Taylagan Festival impact Russian society and the theory of the invention of tradition by Eric Hobsbawm (1992) used to analyze the inventory of traditions at the Taylagan Festival. The primary and secondary data requirements were fulfilled by the qualitative method, literature study, and interview. It shows that the change in the sacred values of the Russian Buryat Shamans in the Taylagan Festival has been started since the presence of Neo-shamans as a form of cultural adaptation during the Contemporary Era."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Adriandini
"ABSTRAK
Artikel jurnal ini bertujuan untuk membahas ARKIPEL ? Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival dan kaitannya dengan counter-hegemony terhadap industri film arus utama. Studi literatur atau studi kepustakaan adalah metode yang digunakan dalam mengumpulkan data-data sekunder dalam jurnal ini.
Hasil menunjukkan bahwa ARKIPEL dapat dikategorikan sebagai bentuk counter-hegemony terhadap industri film arus utama dari kehadiran Forum Lenteng sebagai intelektual organik yang mengungkap keburukan sistem lama industri film dan memberikan kesadaran baru melalui rangkaian acara ARKIPEL. ARKIPEL menghadirkan ruang publik sebagai wadah untuk berwacana tentang sinema secara bebas dan menawarkan cara alternatif dalam mengonsumsi sinema. ARKIPEL juga membangkitkan kembali sinema avantgarde dengan memutarkan film-film yang mengandung ?semangat melanggar? atas bentuk-bentuk estetika yang sudah baku. Selain itu, isu lokalitas yang diangkat pada film-film yang diputar dalam ARKIPEL menunjukan ekspresi masing-masing budaya yang mampu membangkitkan semangat lokal.

ABSTRACT
The objective of this journal article is to explore how ARKIPEL - Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival relates to the form of counter-hegemony of mainstream film industry. The literature study is used in this journal to collect secondary data.
The result shows that ARKIPEL can be categorized as a form of counter-hegemony from Forum Lenteng?s role as organic intellectuals to uncover the evil systems of film industry and providing new awareness through a series of events in ARKIPEL. ARKIPEL also presents public spaces as a forum to discuss on cinema and provides an alternative way to consume cinema. ARKIPEL resurrects avant-garde cinema by choosing films that contain "spirit to violate" over the standard aestethic forms of film. In addition, locality issues that found in the choosen films can evoke the local spirit by showing the expression of each culture.
"
2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Maulida Safitri
"Budaya Asia Timur tak lepas dari ritual untuk menghormati eksistensi Dewa. Ritual yang ada di Asia Timur contohnya adalah Festival Bintang yang dilaksanakan di musim panas. Festival ini berasal dari Tiongkok, bernama Festival Qixi. Kemudian masuk ke Korea dan dikenal dengan festival Chilseok. Dari Korea, kemudian masuk ke Jepang dan kemudian dinamakan festival Tanabata. Persamaan dalam tiga festival tersebut adalah sama-sama menjadikan bintang altair dan vega sebagai simbol dalam festival tersebut. Selain bintang, dalam festival Tanabata terdapat beberapa simbol lainnya yang disebut dalam nanatsu no kazari. Simbol tersebut bukan hanya sebagai ornamen atau pajangan, melainkan memiliki arti dan makna tersendiri sehingga wajib ada dalam perayaannya.

East Asian culture cannot be separated from rituals to honor the existence of Gods. Rituals in East Asia, for example, are the Star Festival which is held in the summer. This festival originates from China, named Qixi Festival. Then it entered Korea and became known as the Chilseok Festival. From Korea, then entered Japan and was then called the Tanabata Festival. The similarities in the three festivals are that they both make the stars Altair and Vega the symbols of the festival. Apart from stars, in the Tanabata festival there are several other symbols which are mentioned in nanatsu no kazari. This symbol is not only an ornament or display, but has its own meaning and significance so that it must be present in the celebration."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Nuari
"Skripsi ini membahas perbandingan bentuk dan makna reduplikasi yang terdapat dalam naskah-naskah pada empat periode bahasa di Indonesia: periode bahasa Melayu Kuna, Melayu Klasik, Melayu Peralihan, dan bahasa Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian linguistik diakronis dengan metode deskripsi komparatif. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori klasifikasi bentuk dan makna reduplikasi yang dikemukakan oleh Harimurti Kridalaksana (2007) yang dikombinasikan dengan teori Abdul Chaer (2008). Hasil dari penelitian ini: dalam periode bahasa Melayu Kuna-bahasa Indonesia, bentuk reduplikasi yang bertahan adalah reduplikasi fonologis, dwilingga, dwilingga berimbuhan (me- dan se-), dan paduan leksem yang mengandung reduplikasi. Adapun makna reduplikasi yang bertahan adalah 'jamak', 'intensif', dan 'iteratif'.

This thesis discusses comparisons reduplicated forms and meanings contained in the manuscripts in Indonesian languages in four periods: the period of Ancient Malay, Malay Classic, Transitional Malay, and Indonesian. This research is a diachronic linguistic with comparative-description method. The theory used in this research is the theory of classification of form and meaning of reduplication expressed by Harimurti Kridalaksana (2007) combined with the theory expressed by Abdul Chaer (2008). The results of this study: in the period of Ancient-Malay-Indonesian language, reduplication's form that still exist are phonological reduplication, dwilingga, dwilingga berimbuhan (me- dan se-), and alloys that contain reduplicated lexemes; and reduplication's meaning that still exist are 'plural', 'intensive', and 'iterative'."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafshoh Arrobbaniyah
"Skripsi ini membahas tentang "Bentuk dan Makna Sorban di Indonesia". Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bentuk serta makna sorban yang berkembang di Indonesia. Metode penulisan yang digunakan adalah studi kepustakaan (library search) dengan mencari sumber-sumber referensi yang berkaitan dengan sorban dan perkembangannya di dunia dan Indonesia, serta metode wawancara dengan narasumber untuk menunjang sumber referensi. Analisis yang digunakan adalah teori akulturasi yang dikemukakan oleh Yong Yun Kim serta konsep komodifikasi agama dalam menganalisis makna sorban di Indonesia oleh Pattana Kitiarsa. Hasil dari analisis ini adalah bentuk sorban di Indonesia merupakan hasil akulturasi dengan bentuk sorban di Timur Tengah, khususnya Yaman dan India. Selain sebagai komodifikasi agama, sorban juga dapat bermakna sebagai komoditas.

This undergraduate thesis discusses about "The Form and Meaning of Turban in Indonesia". To determine the form and meaning of turban in Indonesia is the purpose of this study. The methodology which is used in this study is the study of literature (library search) to find the source of references which relating to the turban and its development in the world and Indonesia, also the interviews with informants to support the reference. This undergraduate thesis used the theory of acculturation propounded by Young Yun Kim to analyze the forms of a turban in Indonesia, and the concept of commodification of religion propounded by Pattana Kitiarsa to analyze the meaning of turban in Indonesia. The results of this study is the form of turban in Indonesia is an acculturation product with the turban in Middle East, especially in Yemen and India. Aside from being a religious symbol, turban can also meaningful as a commodity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S58718
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dariyah
"Skripsi ini membahas tentang dampak globalisasi terhadap modifikasi matryoshka sebagai bentuk rusifikasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian membuktikan bahwa Rusia tidak dapat mengelak dari adanya globalisasi. Globalisasi di Rusia didukung oleh faktor perubahan sistem pemerintahan, politik, kebijakan ekonomi, dan kebijakan luar negeri. Salah satu contoh globalisasi, yaitu pada sektor pariwisata. Sejalan dengan berkembangnya pariwisata di Rusia, berkembang pula produksi sovenir seperti matryoshka. Untuk memenuhi dan mengikuti keadaan pasar, produsen melakukan modifikasi baik dari motif, bahan pembuatan, dan fungsinya.Modifikasi dengan masuknya unsur non-Rusia dalam matryoshka merupakan rusifikasi. Oleh karena itu, modifikasi matryoshka merupakan hasil rusifikasi.

This thesis explains about the effects of globalization on matryoshka modification as the form of russification. This thesis is using descriptive form. The result of this research proves that Russia can not avoid the existence of globalization. Globalization in Russia is supported by the changing factors in governmental system, politics, economic policy, and foreign policy. One of the examples of globalization is in tourism. Along with tourism development in Russia, souvenir industry such as matryoshka also rapidly grows. In order to fulfill as well to keep up with the market, producers modify the patterns, materials, and functions. Modification as the result of non-Russian aspects invasion in matryoshka is called russification. Therefore, modification in matryoshka is the result of russification."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S14877
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurun Ala
"Apa yang kamu lakukan pada hari pertama setelah patah hati?” Itu adalah pertama kalinya bagi Rania. Pertama kalinya ia memiliki hubungan spesial dengan seorang lelaki. Juga pertama kalinya ia merasakan patah hati oleh seorang lelaki. Hari-hari setelah patah hati dihabiskannya mengurung diri di kamar, membaca artikel-artikel seputar move-on, bertanya-tanya apa yang salah, mengapa takdir sedemikian menyakitkan untuknya. Biah, sahabat Rania, juga tak bisa berbuat banyak untuk menghibur Rania.
Sebuah toko buku kecil yang baru buka di samping rumah, rupanya mampu menjadi pelarian Rania. Ia pun mengajak Biah ke toko buku itu, melihat-lihat koleksi buku, dan berkenalan dengan pemiliknya, Tama. Rania yang mulanya tidak hobi membaca buku, tiba-tiba mampu menamatkan banyak bacaan. Tama mengizinkan Rania membaca semua koleksi di toko bukunya. Setiap selesai membaca buku, Rania dan Tama duduk di toko buku itu dan mendiskusikannya. Rania bersyukur atas hadirnya Tama dan toko bukunya dalam kehidupan Rania. Setelah ayah dan ibunya bercerai, Rania tinggal dengan ayahnya. Tidak banyak hal yang bisa dilakukan Rania saat tinggal bersama ayahnya.
Kini, ada Tama di sebelah rumahnya. Namun ternyata Rania tidak benar-benar tahu siapa Tama. Satu persatu hal yang tidak Rania ketahui tentang Tama muncul. Rania mulai meragukan arti kehadiran Tama untuknya. Ia mulai takut patah hati kembali.
Selling Point:
Festival Hujan merupakan karya dari penulis Seribu Wajah Ayah, Azhar Nurunala. Festival Hujan diterbitkan oleh Penebit Grasindo tahun 2023. Festival Hujan bercerita tentang seorang perempuan yang patah hati. Hari-hari pertama patah hati, ia banyak membaca artikel tentang menyembuhkan patah hati. Rupanya toko buku di seberang rumahnya yang lebih membantunya. Buku-buku menjadi pelarian patah hatinya. Hujan di sore hari dan secangkir kopi turut pula menjadi saksi Rania dan Tama menghabiskan waktu mereka di toko buku itu. Festival Hujan merupakan novel yang tidak tebal.
Ditulis dengan gaya khas Azhar Nurunala, Festival Hujan—seperti Tuhan Maha Romantis dan Seribu Wajah Ayah—ringan untuk diikuti alur ceritanya. Hal-hal dalam novel juga sangat dekat dan melekat dalam kehidupan sehari-hari. Desain kover Festival Hujan juga terlihat menawan sehingga sangat layak untuk dikoleksi."
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2024
813 NUR f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Wijaya Lim
"Festival Mazu adalah festival besar yang dilakukan di Taiwan. Sebagai negara yang berlimpah warisan sejarahnya, budaya memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Taiwan. Festival Mazu yang ada di Taiwan diadakan sejak suku Han bermigarsi dan mendominasi Taiwan. Dewasa ini, Festival Mazu menjadi festival budaya sekaligus kegiatan keagamaan yang besar di Taiwan. Festival Mazu yang diselenggarakan selama 9 hari dan 8 malam ini diadakan dalam bentuk perjalanan ziarah dari kota ke kota di Taiwan. Ritual-ritual yang dilakukan sangat banyak. Ritual-ritual ini penuh arti, tanda, dan simbol. Tidak hanya di Taiwan, Festival Mazu juga diselenggarakan di Fujian. Pelaksanaan festival di kedua lokasi ini memiliki beberapa perbedaan. Hal-hal itu merupakan latar belakang dibuatnya penelitian ini dengan topik Festival Mazu sebagai Kegiatan Keagamaan di Taiwan. Penelitian ini menganalisis Festival Mazu yang ada di Taiwan sebagai warisan budaya Han, makna dalam ritual-ritual rangkaian kegiatan Festival Mazu, dan perbedaan Festival Mazu di Tiongkok Daratan dan Taiwan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan semiotik sebagaiamana telah dirumuskan oleh Geertz. Hasil analisis penelitian ini memberikan informasi tentang makna simbolis yang ada dalam ritualritual Festival Mazu dan memaparkan perbedaan Festival Mazu yang ada di Tiongkok Daratan dan Taiwan.

Mazu Festival is a large festival held in Taiwan. As a country with abundant historical heritage, culture has a big influence on the lives of Taiwanese people. Mazu Festival in Taiwan has been held since the Han tribe migrated and dominated Taiwan. Nowadays, Mazu Festival is a cultural festival as well as a major religious activity in Taiwan. It is held for 9 days and 8 nights in the form of a pilgrimage, journey from a city to another city in Taiwan. It has many rituals. These rituals are full of meaning, signs, and symbols. Not only in Taiwan, the Mazu Festival is also held in Fujian. The implementation of the festival in both locations have several differences. These are the basis of making this research, with Mazu Festival as a Religious Activity in Taiwan as its topic. This research analyzes Mazu Festival in Taiwan as Hans cultural heritage, meaning in the rituals of Mazu Festivals ceremony, and the differences between Mazu Festival in Mainland China and in Taiwan. The research method used in this paper is a qualitative method with semiotic approach as it has been formulated by Geertz. The results of the analysis of this research provide information about the symbolic meanings in the Mazu Festival rituals and describe the differences of the Mazu Festival in Mainland China and Taiwan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Sabrina
"ABSTRAK
Artikel ini membahas Festival Pernikahan Imilchil di Maroko. Imilchil Marriage Festival (festival pernikahan Imilchil), mengambil nama Imilchil dari tempat berlangsungnya festival ini di sebuah desa di wilayah pegunungan Atlas Tinggi (High Atlas) di Tenggara wilayah Kerajaan Maroko. Di dalam festival ini, muda-mudi bangsa Berber berdatangan dari berbagai pelosok untuk mencari pasangan hidup. Suatu kebiasaan yang unik, bahkan tidak biasa terjadi secara umum di masyarakat Maroko yang dikenal sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim ini. Tujuan penulisan artikel ini adalah: 1. menjelaskan asal-usul Festival Pernikahan Imilchil, 2. memaparkan tahapan rangkaian Festival Pernikahan Imilchil, dan menjelaskan bagaimana festival pencarian pasangan hidup ini dapat terus dipertahankan dalam situasi kebudayaan mayoritas masyarakat Muslim Maroko, yang biasanya menjalankan proses perjodohan. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif-analitis dengan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Festival Pernikahan Imilchil bukanlah festival pernikahan, melainkan suatu tradisi mencari pasangan hidup bagi muda-mudi suku bangsa Berber, dan juga sebagai ajang interaksi sosial bangsa Berber dalam menguatkan jati diri mereka. Keberlangsungan Festival ini difasilitasi dan didukung oleh Pemerintah Kerajaan Maroko, yang meskipun mengedepankan pembangunan nasional bangsa Maroko, namun juga mempertahankan tradisi lokal yang dimiliki oleh semua warga negara Maroko.

ABSTRACT
This article discusses the Imilchil Wedding Festival in Morocco. The Imilchil Festival (Imilchils wedding festival), derives from a word Imilchil from a venue of a festival in High Atlas (Atlas Tinggi) village of the Highlands region of Southeast Morocco. Inside this festival, young Berber people came from various places to find a life partner. It is a unique habit, even an unusual habit occurs in Moroccan societies known as the Muslim population. The purpose of this article is to: 1. explain the origins of the Imilchil Wedding Festival, 2. describe the stage of Imilchil Wedding Festival, and explain how the couple's search festival can be maintained in the cultural situation of the majority of Moroccan Muslim society, who basically run arranged marriage process. The method used in this article is qualitative descriptive-analytical with literature study. The results show that the Imilchil Wedding Festival is not a wedding festival, but the tradition of finding life partners for young Berber ethnic groups, instead it is a place for Berber people to interact socially with one another in strengthening their identity. The sustainability of the Festival is facilitated and supported by the Kingdom of Morocco, despite focusing on the national development of the Moroccan nation, yet also maintaining a local tradition owned by all Moroccan citizens.
"
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>