Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176234 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frieschika Atshiilah
"Skripsi berikut membahas tentang energi dan sumber daya yaitu mineral dan pertambangan batubara yang merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan dan membutuhkan pengelolaan yang baik. Dasar pengelolaan sumber daya alam diamanatkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa hak menguasasi Negara dan bertujuan ldquo;manfaat terbesar untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan didasari asas otonomi daerah tersebut maka adanya pembagian atas urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan antara Pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pasca pemerintah mengeluarkan Undang-undang 23 Tahun 2014 terjadi pengalihan kewenangan yang sebelumnya pengelolaann sumber daya alam pada Pemerintah daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan provinsi sedangkan Undang-undang 4 Tahun 2009 masih memberikan kewenangan pemberian izin pada pemerintah kabupaten/kota. Hal ini menunjukan bahwa terjadi disharmonisasi antar undang-undang yang mengatur kewenangan pengelolaan sumber daya daya pertambangan mineral dan batubara khususnya dalam kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan. Untuk itu, Pemerintah disarankan untuk mempercepat penyelesaian pembahasan RUU Minerba dan segera menindaklanjuti kelembagaan yang berubah setelah beralihnya kewenangan ke Pemerintah Provinsi.

The following thesis is discussing about energy and natural resources especially mineral and coal mining sector are the non renewable energy and requiring attention to managing. Basic managing the natural resources basis which is mandated by Article 33 paragraph 3 of the 1945 Indonesian Constitution which are the state control ldquo hak menguasai Negara rdquo and the goal of ldquo The largest benefit for the peoples prosperity. In term of the management by central government authority distributed the management of mineral and coal based on the principles of local autonomy. Based on the principle autonomy with the area hence the Division Government Affairs who became the authority between the central government and local government. Since government issuing Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government there has been a transfer of authority to grant Mining Business Permit from the district city government to the provincial government while Law Number 4 Year 2009 concerning Mineral and Coal still gives the authority to grant Mining Business Authority to the district city government. This situation shows that there is horizontal disharmony between the governing legislation in the licensing mining authority. Thus, government should to accelerate the completion coal and mineral bill immediately follow up the institutional changes after the transfer of authority to central government. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revia Adini
"Implikasi lahirnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebabkan perubahan kewenangan pemerintah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan. Adanya perubahan kewenangan tersebut menimbulkan suatu kemungkinan terjadinya kesalahan dari pejabat pemerintah dalam melakukan kegiatan pengaturan dan pengurusan di sector pertambangan. Oleh karenanya, penulisan ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kewenangan gubernur dalam hal pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) setelah berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan menganalisis keabsahan dari pencabutan IUP PT Sebuku Batubai Coal (PT Sebuku) oleh Gubernur Kalimantan Selatan. Hasil dari penelitian penulis menunjukkan bahwa kewenangan gubernur dalam hal pencabutan IUP setelah berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengalami perluasan. Gubernur memiliki wewenang untuk mencabut IUP yang wilayah pertambangannya berada di 1 (satu) daerah provinsi termasuk juga terhadap IUP yang telah diterbitkan oleh bupati/walikota Selain itu, pencabutan IUP PT Sebuku telah tidak sah karena mengandung cacat prosedur dan cacat substansi. Untuk mencegah timbulnya kesewenang wenangan pemerintah dalam mencabut IUP dikemudian hari, diperlukan adanya peningkatan pengawasan dari pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksankan oleh pemerintah provinsi. Disamping itu, diperlukan juga adanya sanksi bagi bupati/walikota apabila melalaikan kewajibannya untuk menyerahkan dokumen IUP dalam rangka melakukan evaluasi dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2015. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, dan menggunakan bahan bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

The implications of Law 23 of 2014 concerning Regional Government led to changes in government authority in carrying out government affairs in the mining sector. The change in authority has created a possibility of errors from government officials in conducting regulatory and management activities in the mining sector. Therefore, this thesis aims to analyze how the governors authority in terms of revoking a mining permits (MP) after the enactment of Law 23/2014 and analyzing the validity of the revocation of PT Sebuku Batubai Coal (PT Sebuku) MP by South Kalimantan Governor. The results of the authors research indicate that the governors authority in terms of revocation of MP after the enactment of Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government has undergone expansion. The Governor has the authority to revoke the MP whose mining area is in 1 (one) provincial area including the MP that has been issued by the regent or mayor. In addition, revocation of PT Sebukus MP has been invalid because it contains procedural and substance defects. To prevent the arising of arbitrariness of the government in revoking MPs in the future, it is necessary to increase supervision from the central government on the implementation of mining business management carried out by the provincial government. Besides that, there is also a need for sanctions for regents or mayors if they neglect their obligation to submit MP documents in order to evaluate the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation Number 43 of 2015. The research method in writing this thesis is juridicalnormative research, and uses library materials such as primary, secondary and tertiary legal materials."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Guwanda
"Penyediaan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau. Disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengubah tugas dan wewenang Pemerintah Daerah yang berakibat terhadap pelaksanaan tanggung jawab Pemerintah tersebut. Penelitian ini membahas kewenangan Pemerintah Daerah sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 serta bentuk pelaksanaan oleh Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang disempurnakan dengan perbandingan contoh Badan/Lembaga yang ada di negara lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan kewenangan Pemerintah Daerah akibat pembagian urusan kewenangan konkuren yang dapat menghambat penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Maka dari itu, perlu ada bentuk pelaksanaan untuk melengkapi peran Pemerintah Daerah dalam penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bentuk pelaksanaan tersebut adalah dengan pembentukan dan/atau penunjukan Badan Pelaksana di tingkat Pusat dan Daerah. Tingkat Pusat dilakukan dengan melakukan penunjukan Perum Perumnas oleh Pemerintah Pusat dan di daerah dilakukan pembentukan atau penugasan Badan Pelaksana oleh pemerintah daerah dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah.

Provision of Houses for Low-Income Communities is the responsibility of the Central Government and Regional Governments so that people are able to live and inhabit decent and affordable homes. The enactment of Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government changed the duties and authority of the Regional Government which resulted in the implementation of the Government's responsibilities. This study discusses the authority of the Regional Government before and after the enactment of Law Number 23 Year 2014 and the form of implementation by the Regional Government to carry out its responsibilities. The research method used is a normative legal research method that is refined by comparing examples of agencies/institutions in other countries.
The results of this study indicate that there is a change in the authority of the Regional Government due to the distribution of concurrent authority functions that can hinder the provision of housing for Low-Income Communities. Therefore, there needs to be a form of implementation to complement the role of the Regional Government in providing housing for Low-Income Communities. The form of implementation is the establishment and/or appointment of Implementing Agency at the Central and Regional levels. The Central Level is carried out by the appointment of Perum Perumnas by the Central Government and in the regions the establishment or assignment of the Implementing Agency by the regional government in the form of Regional Owned Enterprises."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Hanibaldi
"Pada bidang energi dan sumberdaya alam terdapat sektor pertambangan Mineral dan Batubara merupakan energi yang tak dapat diperbaharui serta berasal dari bawah tanah, sehingga memerlukan perhatian dalam melakukan pengelelolaan. Dalam hal pengelolaan tersebut pemerintah pusat medistribusikan kewenangannya untuk melakukan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara berdasarkan pada asas-asas otonomi daerah. Dengan didasari atas asas-asas otonomi daerah tersebut maka adanya pembagian atas urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sumberdaya alam mineral dan batubara berdasarkan pada UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara diberikan secara setelah berlakunya UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

In the field of energy and natural resources containing mineral and coal mining sector are the non-renewable energy and derived from underground, requiring attention in managing. In terms of the management of the central government authority distributed the management of mineral and coal based on the principles of local autonomy. Based on the principles of local autonomy discords by the top division of government affairs under the authority of the central government, provincial government and regency/district governments. The authority of regency/district government in natural resource management of mineral and coal base Law Number 4 Year 2009 in concern Mineral and Coal granted after the enactment of Law Number 23 Year 2014 on Regional Government."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S59328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifah Rizmadeta
"UU Cipta Kerja mengubah beberapa pengaturan perizinan, termasuk perizinan bangunan gedung. Tahun 2021 lalu, MK mengeluarkan Putusan MK No. 91/PUUXVIII/2020 yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat sehingga pelaksanaan UU Cipta Kerja yang berkaitan dengan hal-hal strategis dan berdampak luas harus ditangguhkan termasuk membentuk peraturan pelaksana baru. Dalam pengimplementasiannya, penyelenggaraan PBG mengalami kendala di daerah, dalam penelitian ini adalah Kota Serang. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen yang terdiri atas bahan hukum primer dan sekunder, serta wawancara dengan pihak terkait. Dalam penelitian ini, kewenangan pemerintah dalam penyelenggaraan PBG setelah UU Cipta Kerja masih menjadi kewenangan daerah yang dilaksanakan oleh DPMPTSP. Kewenangan tersebut masih sama dengan regulasi bangunan gedung sebelum UU Cipta Kerja. Hubungan kewenangan pusat dan daerah terlihat dari terintegrasinya pemerintah pusat dan daerah melalui sistem SIMBG yang mana pemerintah pusat dapat melakukan pengawasan langsung terhadap izin yang diterbitkan oleh daerah. Adapun kendala yang dihadapi oleh Kota Serang dalam penyelenggaraan PBG setelah UU Cipta Kerja adalah tidak adanya penyesuaian regulasi daerah terhadap UU terbaru. Sehingga, penyelenggaraan PBG terhambat termasuk penarikan retribusinya yang menyebabkan perolehan PAD menurun. Putusan MK tersebut tidak berimplikasi terhadap pembentukan regulasi PBG di daerah mengingat pemerintah daerah hanya melaksanakan kebijakan yang sudah ditetapkan dalam beberapa peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja. Oleh sebab itu, penulis berharap Kota Serang dapat segera mengesahkan Perda PBG yang telah disesuaikan dengan UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya. Hal tersebut sebagai solusi permasalahan penyelenggaraan PBG di daerah terutama dalam hal retribusi.

Law of the Job Creation led to changes in building permit regulation. In 2021, the Constitutional Court of Indonesia issued Constitutional Court Decision No. 91/PUU-XVIII/2020 which stated that the Law of the Job Creation was unconstitutional so its implementation related to strategic matters and had a broad impact should be suspended, including forming new implementing regulations. There are some constraints on the level of local government in the implementation of building permits. This research uses juridical-normative methods with data collection tools in the form of document studies consisting of primary and secondary legal materials, as well as conducting interviews with related informants. In this research, implementation of PBG after the Law of the Job Creation is still a regional authority implemented by DPMPTSP. This authority is still the same as the building regulations before the Law of the Job Creation. The relationship between central and regional authorities can be seen from the integration governments through the SIMBG system where the central government can conduct direct supervision of permits issued by the regions. The constraints faced by local governments is there are no regulatory adjustments in the regional level. This caused the issuance of building permits to be obstructed including the retribution that reduced regional revenues. The Constitutional Court's decision has no implications for the implementation of PBG in the regions considering that local governments just implement policies that have been stipulated in several implementing regulations of Law of the Job Creation. Therefore, the author hopes that Serang City can immediately establish PBG Regulation which has been adjusted to the new regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rona Versonita
"Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang pembebasan kawasan hutan untuk pengembangan panas bumi dan Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah memberikan dampak terhadap usaha pengembangan panas bumi di Indonesia yang memunculkan persepsi dari para pemangku kebijakan Stakeholders. Fokus penelitian ini memaparkan bagaimana persepsi stakeholders terhadap kedua Undang - Undang tersebut. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan adalah dengan wawancara dan studi literatur. Kemudian berdasarkan teori stakeholders dan konsep suistainable development, masalah pengalihan fungsi lahan dan pengalihan kewenangan pemerintah pusat - daerah yang diatur dalam Undang - Undang tersebut dapat mempercepat pengembangan energi panas bumi di Indonesia.Kata kunci : Panas bumi, Persepsi, Stakeholders, Suistainable Development, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah.

Geothermal Development Efforts and central and local government relations Study Stakeholders perception on Acts Number 21 year 2014 and Acts Number 23 year 2014 .Acts Number 21 year 2014 on the acquisition of forest areas for geothermal development and Acts Number 23 of 2014 on local government has an impact on the business development of geothermal energy in Indonesia gave rise to the perception of the stakeholders. The focus of this study describes how the perception of stakeholders about the Acts. Therefore, the research method is used by interview and literature study. Then, based on stakeholder theory and suistainable developmentconcepts, problems of land conversion and the transfer of power central ndash local government. Therefore, that Acts can accelerate the development of geothermal energy in Indonesia.Keyword Geothermal, Perception, Stakeholders,Suistainable Development Central Goverment, Local Government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S65761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Salman Al-Farisi
"Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 seolah mereduksi kewenangan pemerintah daerah. Sebanyak 19 pasal yang telah direvisi yang bertalian dengan kewenangan pemerintah daerah hampir seluruh kewenangan pemerintah daerah ditarik menjadi kewenangan pusat, di dalam penelitian ini akan menyajikan persoalan mengenai ketengan pemerintah daerah pada urusan mineral batubara kepada pemerintah pusat. kewenangan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota pada urusan pertambangan, merupakan urusan yang bersifat concurrent yang dalam penanganannya melibatkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menarik sebagian besar kewenangan dan tidak melibatkan pemerintah daerah tentu berpotensi berimplikasi negatif dalam hal penyelenggaraan urusan pertambangan mineral dan batubara, misalnya, mencakup dana bagi hasil, tanggung jawab sosial perusahaan, resistensi masyarakat setempat akibat kurang jelasnya mekanisme keberatan atau penolakan mereka terhadap kehadiran penambangan di daerahnya, lemahnya isu pengawasan dan pembinaan dalam mengurangi tingkat risiko sosial dan lingkungan, dan lebih penting memangkas jarak antara pemerintah dan masyarakat. 
.....The revision of Law Number 4 of 2009 to Law Number 3 of 2020 revised 135 articles from the 217 articles contained in Law Number. 4 of 2009, in detail there are 73 articles that have been added, 51 articles have been amended, and 11 articles have been deleted. As many as 19 revised articles relating to the authority of local governments, almost all local government authorities have been withdrawn to the central authority, leaving room for delegation of part of the authority of the Central Government to provincial local governments for the issuance of IPR and SIPB, in this study will present the implications of regional city district governments. no longer have space of authority in coal mineral mining affairs. the authority of the provincial and district / city governments in mining affairs, is a concurrent affair which in its handling involves the central government and regional governments, withdrawing most of the authority and does not involve local governments, of course, has the potential to have negative implications in terms of carrying out mineral and coal mining affairs. for example, it includes profit-sharing funds, corporate social responsibility, local community resistance due to unclear mechanisms for their objection or resistance to the presence of mining in their area, weak issues of supervision and guidance in reducing the level of social and environmental risk, and more importantly reducing the distance between the government and Public. 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alodia Nathania
"Skripsi ini membahas mengenai dua pokok permasalahan seperti pengaturan terkait kewenangan di bidang mineral dan batubara khususnya dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan serta pengaruh sentralisasi kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan setelah berlakunya UU No. 3/2020. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penarikan kembali kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan dari Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat menyebabkan tata laksana pengelolaan dan pengawasan pertambangan mineral dan batubara di Pemerintah Pusat kurang terkendali. Oleh karena itu, diperlukan adanya pembagian kewenangan dalam tata laksana pengelolaan dan pengawasan pertambangan mineral dan batubara antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pengaturan dalam peraturan pelaksana UU No. 3/2020 agar permasalahan dalam pelaksanaan pengelolaan dan pengawasan terhadap pertambangan mineral dan batubara dapat teratasi.

This thesis discusses two main issues such as the regulations related to mineral and coal mining, especially in the issuance of mining business permit, and the impact of the centralization of mining business permit issuance authority after the Law No. 3/2020. The research method used is juridical-normative method. The result of this research indicates that the withdrawal of the authority to issue mining business permit from the regional government to the central government causes a disorder to the management of mineral and coal mining. Therefore, the authority to control and supervise the management of mineral and coal mining needs to be divided between central government and regional government and to be regulated in the regulation regarding the implementation of the Law No. 3/2020 in order to overcome the mineral and coal mining management problems."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Dwi Safitri
"Skripsi ini membahas mengenai kontradiksi antara Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahu 2012 dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 menyatakan bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Sedangkan pasal 7A Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 menyatakan bahwa IUP dapat dialihkan dengan syarat kepemilikan sekurangnya 51% saham pada pihak dimana IUP akan dialihkan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa larangan pengalihan IUP harus dipertegas pada Undang-Undang Minerba dan peraturan pelaksananya.

This thesis discusses the contradiction between the Government Regulation No. 24 of 2012 and Act No. 4 of 2009 on Mineral and Coal. Article 93 paragraph (1) of Law No. 4 of 2009 states that the Mining Business License (IUP) is not transferable to another party. While Article 7A of Government Regulation No. 24 of 2012 states that IUP can be transferred with the requierement, ownership of minimum 51% of shares the party where IUP will be transferred. This research is a qualitative descriptive design. This research result suggest that prohibition of transferring IUP should be emphasized in mining law and in implementing regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Widowati
"ABSTRAK
Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha pertambangan panas bumi diperlukan dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik good corporate governance dalam pengusahaan pertambangan panas bumi dan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang abuse of power Undang Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi telah membagi kewenangan pengusahaan panas bumi dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi telah diserahkan kepada Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota sesuai dengan kewenangannya yang disesuaikan dengan wilayah administrasi dimana potensi panas bumi tersebut berada Meskipun kewenangan pengusahaan panas bumi telah dibagi sampai dengan Pemerintah Daerah namun perlu diingat bahwa dimilikinya kewenangan dalam pengusahaan panas bumi juga mewajibkan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan pengawasan langsung dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan usaha pertambangan yang diterbitkannya tersebut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah Pusat memiliki tugas dan wewenang pula untuk melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten kota Undang Undang Nomor 27 Tahun 2003 telah memberikan pula kewenangan kepada Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha pertambangan panas bumi yang dilakukan oleh Gubernur Bupati dan Walikota Namun sayangnya pembagian kewenangan tersebut tidak diikuti dengan pengaturan mengenai sanksi bagi pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewenangannya sesuai peraturan perundang undangan Hal yang demikian kiranya yang melatarbelakangi permasalahan terkait dengan pelaksanaan kewenangan pengelolaan sumber daya alam pada umumnya dan pengelolaan panas bumi pada khususnya kepada Pemerintah Daerah Kata kunci kewenangan panas bumi pembinaan dan pengawasan

ABSTRACT
Guidance and supervision of the implementation of the geothermal mining is necessary in order to realize good governance corporate governance in geothermal exploitation and to avoid abuse of power abuse of power Law No 27 Year 2003 on Geothermal has divided authority and publishing exploitation of geothermal Geothermal Mining Permit has been submitted to the Central Government Provincial Government and Regency City in accordance with the authority which is adapted to the administrative area where the geothermal potential located Although geothermal concession authority has been divided up by the regional government but keep in mind that it has the authority in geothermal exploitation also requires local governments to carry out direct supervision and is responsible for the implementation of the issuance of the mining business Law No 32 Year 2004 on Regional Government provides that the Governor in his capacity as representative of the Central Government also has the duty and authority to provide guidance and oversight for the regional administration of the district city Law No 27 of 2003 has also authorizes the Minister to direct and supervise the operation of the geothermal mining is done by the Governor the Regent and the Mayor But unfortunately the division of powers is not followed by sanctions for the regulation of local governments that do not run the appropriate authority legislation It is thus presumably the underlying problems associated with the implementation of natural resources management authority in general and in particular the management of geothermal energy to local government Keywords authority geothermal guidance and supervision"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>