Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Rakhmadita
"Indonesia dan Cina adalah anggota dari perjanjian TRIPS dan merupakan anggota dari WTO. Sebagai anggota dari WTO, Indonesia, dan China wajib mematuhi TRIPS dan karena itu ada beberapa ketentuan dalam TRIPS yang perlu diatur atau diubah dalam setiap peraturan perundang-undangan dari hak kekayaan intelektual masing-masing negara. Salah satunya adalah border measure sebagai sarana perlindungan oleh pabean terhadap barang-barang kekayaan intelektual yang diimpor atau diekspor, yang dipandang sebagai langkah efektif untuk menghentikan pelanggaran hak kekayaan intelektual karena dapat menghentikan barang yang melanggar tersebut sebelum memasuki dan beredar bebas dan luas ke pasar bebas. Salah satu mekanisme yang disebutkan dalam TRIPS adalah penegahan ex-officio. Dalam mendukung hal ini, ada mekanisme yang disebut sebagai perekaman yang memungkinkan pemilik atau pemegang hak kekayaan intelektual hak untuk merekam hak mereka di bea cukai. Sekarang, Indonesia dan Cina memiliki telah memiliki peraturan yang sama tentang perekaman dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan yang baru diberlakukan Nomor 40/PMK.04/2018 tentang tentang Perekaman, Penegahan, Jaminan, Penangguhan Sementara, Monitoring dan Evaluasi Dalam Rangka Pengendalian Impor atau Ekspor Barang Yang Diduga Merupakan atau Berasal Dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Dalam membandingkan kerangka peraturan kedua negara ini, ada beberapa perbedaan dan persamaan yang ditemukan. Satu hal yang patut disebutkan, adalah bagaimana Indonesia tidak mengizinkan perusahaan asing yang didirikan untuk merekam hak mereka dalam sistem perekaman di bea cukai, tidak seperti China. Ditemukan dengan pendekatan teoritis bahwa sebenarnya ada beberapa poin yang mendukung mengapa Indonesia harus memasukkan perusahaan-perusahaan asing untuk diizinkan merekam hak mereka di bea cukai seperti, pertumbuhan ekonomi individu dan negara, merangsang produktivitas pasar, dan sebagai sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Both Indonesia and China are part of the TRIPS Agreement and are members of the WTO. As the members of WTO, Indonesia and China are obliged to comply to the TRIPS and therefore there are several provision in TRIPS that needs to be regulated or amended in each of the country 39s intellectual property regime. One of such is the border measures as the means of customs protection towards intellectual property goods that are being imported or exported, which is seen as an effective measure to stop the infringement of intellectual property right because it might stop the infringed goods before it enters into and circulated freely and broadly to the free market. One of the mechanisms mentioned in TRIPS is the ex officio detention. In supporting this authority, there is a mechanism called customs recordation that allows the owner or right holder of the intellectual property right to record their right in the customs. Now, Indonesia and China both have the same regulatory frameworks of customs recordation, by the newly enacted Minister of Finance Regulation Number 40 PMK.04 2018 concerning Recordation, Detention Penegahan, Guarantee, Suspension Penangguhan, Monitoring and Evaluation in Regards to The Control Over Imported or Exported Goods Suspected or Resulted from Intellectual Property Rights Infringement. In comparing the two countries regulatory frameworks, there are several differences and similarities that are found. One worth to be mentioned is how Indonesia does not allow foreign established companies to record their IPR in customs recordation system, unlike China. It is found by a theoretical approach that there are actually several points that support on why does Indonesia shall include foreign established companies in recordation system such as, it generates economic growth of individual and country, stimulate market productivity, and as a means to the development of science and technology.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Budi Mulyasari
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual bagi Peneliti di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan melakukan telaahan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang HKI, dan kebijkan yang mengatur mengenai Peneliti Pegawai Negeri Sipil, serta pengumpulan bahan sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan dan menyarankan bahwa karena Peraturan Perundang-Undangan di Bidang HKI yang ada saat ini masih harus didukung dengan peraturan yang bersifat lebih teknis, kiranya segera disusun regulasi intern yang dapat secara langsung diimplementasikan di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Serta perlu adanya harmonisasi penyusunan peraturan yang terkait dengan standar pemberian royalti bagi peneliti.

The Focus of this Study is the protection of Intellectual Property Rights for Researcher at the Ministry of Public Works. The research was conducted with a normative juridical method by doing research paper on the legislation in the field of IPR, and policies governing the Civil Service researcher, as well as the collection of secondary materials. The study concluded and recommended that since the Regulation Legislation in the Field of Intellectual Property Rights which is currently still must be supported with a regulations that are more technical, would be composed of internal regulation that can be directly implemented in Ministry of Public Works. And the need for harmonization of regulations related to the preparation of standard royalty provision for researchers.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31745
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indonesia and Australia: Asian Law Group, [Date of publication not identified]
346.048 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Ilysia Irfana Ampri
"Sebagai suatu negara yang kaya akan warisan budaya, Indonesia kerap mengembangkan ekonomi kreatif guna mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah yang secara bersamaan dapat memberikan kontribusi terharap perekonomian. Pada tahun 2019, subsektor ekonomi kreatif tersendiri telah menyumbang Rp1.153,4 Triliun atau 7.3% terhadap total PDB nasional. Melihat potensi para pelaku ekonomi kreatif, pemerintah memperkenalkan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang salah satunya adalah jaminan fidusia atas kekayaan intelektual melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Meskipun jaminan fidusia atas kekayaan intelektual telah sebelumnya diatur melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2016 tentang Hak Cipta, hingga saat ini, belum terdapat penerapan atas konsep tersebut di Indonesia. Sedangkan, beberapa negara yang terkenal akan infrastruktur kekayaan intelektual yang dimilikinya sudah banyak menerapkan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual, seperti Inggris dan Singapura. Maka dari itu, penelitian ini membandingkan pengaturan serta penerapan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual di Indonesia, Inggris, dan Singapura guna memberikan rekomendasi agar jaminan fidusia atas KI dapat diterapkan secara masif dan menguntungkan para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis sebagai metode penelitian. Pada Skripsi ini, terdapat penemuan yang dapat dimanfaatkan guna mengoptimalkan penerapan dari jaminan fidusia berbasis kekayaan intelektual yakni diperlukannya langkah bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk menggerakkan perbankan dalam penerapan dari skema ini, memastikan bahwa para penilai memiliki kapabilitas untuk menghitung valuasi atas kekayaan intelektual, dan diperlukannya pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme eksekusi jaminan fidusia atas kekayaan intelektual.

As a country rich in cultural heritage, Indonesia realizes the potential of its creative economy in developing micro, small, and medium enterprises as well as the nation’s economy. In 2019, the creative economy sub-sector alone contributed IDR 1,153.4 trillion or 7.3% of the total national GDP. Seeing the potential of creative economy actors, the Indonesian government introduced “intellectual property-based financing schemes”, which consists of fiduciary guarantees for intellectual property as regulated through Government Regulation no. 24 of 2022, a derivative regulation from Law No. 24 of 2019 concerning the Creative Economy. Although fiduciary guarantees for intellectual property have previously been regulated through Law no. 13 of 2016 concerning Patents and Law No. 28 of 2016 concerning Copyright, until now, there has been no implementation of this concept in Indonesia. Meanwhile, several countries that are known for their intellectual property infrastructure have implemented fiduciary guarantees for intellectual property, such as the United Kingdom and Singapore. Therefore, this study compares the regulation and implementation of fiduciary guarantees for intellectual property in Indonesia, the United Kingdom, and Singapore to provide recommendations for Indonesia so that fiduciary guarantees for intellectual property can be implemented massively and benefit creative economy actors. This thesis uses a normative juridical approach with an analytical descriptive typology as a research method. In this thesis, there are findings that can be used to optimize the application of intellectual property-based fiduciary guarantees, namely the need for steps for the Financial Services Authority to mobilize banks in the implementation of this scheme, ensuring that appraisers have the capability to calculate valuations on intellectual property, and the need for more regulation further regarding the mechanism of execution of fiduciary guarantees on intellectual property assets."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2004
346.048 KOM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Agustian Hassim
Jakarta: RAH & Partners Law Firm, 2008
346.048 RUD k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yoyo Arifardhani
"ABSTRAK
Kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat cepat dewasa ini, merupakan salah satu faktor pendorong globalisasi dunia. Karena suatu barang dan atau jasa yang diproduksi dan diperkenalkan di suatu negara maka pada saat yang singkat dapat pula dihadirkan dinegara lain. Keberadaan benda dan jasa tersebut dalam proses pembuatannya menggunakan HAKI, oleh sebab itu memerlukan perlindungan hukum terhadapnya, untuk menghindari adanya usaha pemalsuan dan persaingan yang tidak wajar dari pihak lain.
Dengan melihat gambaran secara singkat ini dapatlah dikatakan bahwa perlindungan terhadap HAKI menjadi hal yang penting bagi negara-negara di dunia saat ini. Dimana perlindungan terhadap HAKI merupakan usaha untuk melindungi kepentingan perekonomian suatu negara terutama kepentingan dalam perdagangan Internasional.
Keberadaan HAKI juga sangat penting bagi perusahaan multinasional didalam melaksanakan kegiatan bisnisnya di negara lain. Karena akan memberikan perlindungan bagi perusahaan multinasional didalam berkarya dan mengembangkan inovasi-inovasi terhadap produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Sehingga kemungkinan pembajakan dan penjiplakan dari pihak lain atas produk dan karya dari perusahaan multinasioanal dapat dihilangkan.
Kemudian ditinjau dari banyaknya kegiatan pembangunan bangsa Indonesia pada saat ini yang membutuhkan modal sangat besar maka diperlukan adanya dana dari luar negeri (Penanaman Modal Asing) selain dana dari dalam negeri (Penanaman Modal Dalam Negeri). Bagi para penanam modal asing (Multinational Corporation) keadaan lemahnya penegakan
hukum HAKI di Indonesia juga merupakan salah satu faktor di dalam mempertimbangkan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Oleh sebab itu pemerintah telah mengeluarkan tiga undang-undang yang telah diperbaharui yang mengatur mengenai HAKI, yaitu UU No. 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta, UU No. 13 tahun 1997 tentang Hak Paten dan UU No. 14 tahun 1997 tentang Hak Merek. Walaupun telah ada peraturan perundangan yang mengatur tentang HAKI di Indonesia, tetapi didalam penegakan hukumnya belumlah dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal in! dapat dilihat dari masih banyaknya pelanggaran HAKI yaitu adanya barang tiruan yang beredar di pasaran tanah air. Oleh sebab adanya pelanggaran HAKI yang terjadi ini mengakibatkan kerugikan bagi perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia, karena HAKI yang dimilikinya tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan alasan tersebut diatas, maka kami berusaha membuat suatu pokok permasalahan dan menganalisa mengenai hambatan yang dijumpai dalam penegakan hukum HAKI di Indonesia dengan dampak-dampak yang terjadi akibat kurang efektifnya penegakan hukum HAKI. Dan kami juga menganalisa mengenai usaha-usaha yang perlu dilakukan didalam upaya penegakan hukum HAKI di Indonesia. Serta harapan yang ingin dicapai dengan adanya perlindungan hukum HAKI bagi perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia. Dan terakhir didalam saran yang kami buat, kami berusaha memberikan jalan keluar agar supaya penegakan hukum HAKI dapat berjalan lebih efektif untuk memberikan perlindungan hukum kepada para pemiliknya. Kami juga memilih perusahaan multinasional dari Jepang yaitu PT. YKK INDONESIA ZIPPER CO. LTD sebagai studi kasus didalam membahas mengenai pentingnya HAKI bagi sebuah perusahaan multinasional."
Lengkap +
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kardo Eliezer
"ABSTRAK
Sifat kekayaan intelektual yang unik dan keterbatasan data menjadikan 25% rule
sebagai pilihan otoritas pajak di Indonesia dalam menentukan tarif royalti wajar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui relevansi 25% rule di Indonesia dengan
pengujian kuantitatif terhadap perusahaan terbuka di Indonesia dan mencari tahu
penggunaannya oleh otoritas pajak di Indonesia melalui pendekatan kualitatif
melalui studi putusan pengadilan maupun wawancara para pihak yang juga
menggali lebih lanjut dampak yang mungkin terjadi apabila 25% rule digunakan
sebagai pengaturan resmi. Berdasarkan penelitian, dapat diketahui bahwa 25%
rule sangat relevan di Indonesia sehingga memiliki manfaat untuk dijadikan safe
harbor sehingga memberikan kepastian baik bagi Wajib Pajak maupun otoritas
pajak.

ABSTRACT
The unique nature of intellectual property and the lack of data, result in using 25%
rule by the authorities of Indonesia in determining reasonable royalty rates. This
research use quantitative approach on public company to understand the relevance
of a 25% rule in Indonesia and to find out its use by the tax authorities in
Indonesia through a qualitative approach by studying the court rulings and
interviewing the authorized parties. It also explores the impact that may occur if
the 25% rule is used as the formal regulation in Indonesia. Based on research, it is
known that the 25% rule is highly relevant in Indonesia so it may be used as safe
harbor to provide certainty for both the taxpayer and the tax authorities."
Lengkap +
2017
S65830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Patrick Aditya Josua Parulian, Author
"Hak kekayaan intelektual merupakan bagian dari instrumen ekonomi yang berisikan perlindungan akan hal-hal seperti inovasi dan hak cipta. Di saat bersamaan, hak kekayaan intelektual memiliki nilai politik karena menunjukkan relasi dan perbedaan kuasa antara negara maju dan negara berkembang. Dalam fenomena masa kini, salah satu aktor yang sedang gencar menggunakan hak kekayaan intelektual bagi kepentingan ekonomi politik mereka adalah China. Sebagai salah satu kekuatan yang sedang dalam kenaikan, timbul tarik ulur kepentingan terkait isu hak kekayaan intelektual di China yang didasari pada bagaimana China memandang hak kekayaan intelektual serta bagaimana konsep ini diatur di dalam China, dan China tetap harus menghadapi tantangan dari pemanfaatan hak kekayaan intelektual secara eksternal melalui tekanan dari kekuatan aktor-aktor eksternal yang kerap mengawasi perilaku internasional China. Karya ini menunjukkan bagaimana China dalam perkembangan dan kenaikannya memaanfaatkan hak kekayaan intelektual dan dampak apa yang muncul dari pengunaan hak kekayaan intelektual ini, baik secara domestik dan secara global.

Intellectual property rights are part of economic instruments that contain protection for things such as innovation and copyright. At the same time, intellectual property rights have political value because they show relations and power differences between developed and developing countries. In today`s phenomenon, one of the actors who are intensively using intellectual property rights for their political economy interests is China. As one of the forces that is on the rise, there is a tug of war regarding the issue of intellectual property rights in China which is grounded on how China perceive intellectual property rights and how this concept is governed inside China, and China still has to face the challenges of using intellectual property rights externally through pressures from the power of external actors that monitors China`s international behavior. This work shows how China in its development and increase made use of intellectual property rights and the impact that emerged from the use of intellectual property rights, both domestically and globally."
Lengkap +
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Ilysia Irfana Ampri
"Sebagai suatu negara yang kaya akan warisan budaya, Indonesia kerap mengembangkan ekonomi kreatif guna mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah yang secara bersamaan dapat memberikan kontribusi terharap perekonomian. Pada tahun 2019, subsektor ekonomi kreatif tersendiri telah menyumbang Rp1.153,4 Triliun atau 7.3% terhadap total PDB nasional. Melihat potensi para pelaku ekonomi kreatif, pemerintah memperkenalkan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang salah satunya adalah jaminan fidusia atas KI melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Meskipun jaminan fidusia atas kekayaan intelektual telah sebelumnya diatur melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2016 tentang Hak Cipta, hingga saat ini, belum terdapat penerapan atas konsep tersebut di Indonesia. Sedangkan, beberapa negara yang terkenal akan infrastruktur kekayaan intelektual yang dimilikinya sudah banyak menerapkan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual, seperti Inggris dan Singapura. Maka dari itu, penelitian ini membandingkan pengaturan serta penerapan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual di Indonesia, Inggris, dan Singapura guna memberikan rekomendasi agar jaminan fidusia atas KI dapat diterapkan secara masif dan menguntungkan para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis sebagai metode penelitian. Pada Skripsi ini, terdapat penemuan yang dapat dimanfaatkan guna mengoptimalkan penerapan dari jaminan fidusia berbasis kekayaan intelektualm yakni diperlukannya langkah bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk menggerakan perbankan dalam penerapan dari skema ini, memastikan bahwa para penilai memiliki kapabilitas untuk menghitung valuasi atas KI, dan diperlukannya pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme eksekusi jaminan fidusia atas KI.

As a country rich in cultural heritage, Indonesia realizes the potential of its creative economy in developing micro, small, and medium and contributing to the nation’s economy. In 2019, the creative economy sub-sector alone contributed IDR 1,153.4 trillion or 7.3% of the total national GDP. Seeing the potential of creative economy actors, the Indonesian government introduced “intellectual property-based financing schemes”, which consists of fiduciary guarantees for intellectual property as regulated through Government Regulation no. 24 of 2022, a derivative regulation from Law no. 24 of 2019 concerning the Creative Economy. Although fiduciary guarantees for intellectual property have previously been regulated through Law no. 13 of 2016 concerning Patents and Law no. 28 of 2016 concerning Copyright, until now, there has been no implementation of this concept in Indonesia. Meanwhile, several countries that are known for their intellectual property infrastructure have implemented fiduciary guarantees for intellectual property, such as the United Kingdom and Singapore. Therefore, this study compares the regulation and implementation of fiduciary guarantees for intellectual property in Indonesia, the United Kingdom, and Singapore to provide recommendations for Indonesia so that fiduciary guarantees for intellectual property can be implemented massively and benefit creative economy actors. This thesis uses a normative juridical approach with an analytical descriptive typology as a research method. In this thesis, there are findings that can be used to optimize the application of intellectual property-based fiduciary guarantees, namely the need for steps for the Financial Services Authority to mobilize banks in the implementation of this scheme, ensuring that appraisers have the capability to calculate valuations on intellectual property, and the need for more regulation further regarding the mechanism of execution of fiduciary guarantees on intellectual property assets."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>