Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angela Tiurma Utha
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai benturan antara kepentingan hukum dan hak atas privasi dalam perolehan alat bukti elektronik, khususnya dalam hal alat bukti elektronik didapatkan oleh seorang individu. Tidak adanya pengaturan secara detail mengenai perolehan alat bukti elektronik dalam hukum acara pidana sangat memungkinkan adanya benturan hak antarindividu. Dalam penyelesaiannya di pengadilan, Hakim harus menentukan hak yang harus didahulukan beserta dengan landasan hukum yang sesuai dengan kaidah hukum acara pidana yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang akan menjawab permasalahan skripsi ini berdasarkan dasar hukum yang berlaku. Pada simpulan penelitian ini didapatkan bahwa Majelis Hakim dalam menentukan kepentingan hukum yang harus didahulukan mengutamakan kebenaran materil yang terungkap serta mengesampingkan bagaimana seseorang dalam memperoleh alat bukti elektronik tersebut.

ABSTRACT
This thesis will discuss the collision between the parties concerned with two different rights, especially in terms of electronic devices obtained by individuals. The lack of in depth regulation about electronic evidence in legal events allows the collision of right between individuals. In its decision, the Judge will determine the rights which will take precedence with the law in accordance with the rules of the criminal procedural law in force. This study uses the normative juridical method that will be used for the thesis followed by the applicable legal basis. Therefore it can be concluded that the Panel of Judges in determining legal interest between parties should prioritize the material truth revealed and should put aside the way someone acquires electronic evidences."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tahapary, Joan Venzka
"Penggunaan tanda tangan elektronik pada suatu dokumen elektronik, dapat menjamin keamanan suatu pesan informasi elektronik, yang menggunakan jaringan publik, karena tanda tangan elektronik dibuat berdasarkan teknologi kriptografi asimetris. Dari penelitian, terdapat perbedaan pendapat mengenai kekuatan pembuktian dokumen elektronik, yang ditandatangani dengan tanda tangan elektronik yang digunakan sebagai alat bukti dipersidangan. Pemerintah hendaknya segera mengesahkan Peraturan Pemerintah mengenai Tanda Tangan Elektronik dan Peraturan Pemerintah mengenai Sertifikasi Elektronik, sehingga ada aturan hukum lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Dokumen elektronik yang telah ditandatangani dengan tanda tangan elektronik, mempunyai daya pembuktian yang sama dengan akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sedangkan para notaris berpendapat dokumen elektronik yang ditandatangani dengan tanda tangan elektronik, hanya mempunyai kekuatan pembuktian dibawahtangan, karena tidak memenuhi syarat sebagai akta otentik, yaitu tidak menghadap kepada pejabat yang berwenang.

The use of electronic signatures on an electronic document, can guarantee the security of an electronic information message, which uses a public network, because an electronic signature based on asymmetric cryptography technology. From research, there is a difference of opinion regarding the strength of proof electronic documents, signed by electronic signature that is used as evidence dipersidangan. The government should immediately ratify the Government Regulation on Electronic Signatures and Certification Regulations on Electronic Government, so there is further legal rules of Law Number 11 Year 2008. Electronic documents signed with electronic signatures, have the same evidentiary power of the authentic deed made by the competent authority, having issued Law Number 11 Year 2008 on Information and Electronic Transaction, whereas the electronic document notary public opinion that was signed with the sign electronic hand, only has the power of proof , because it does not qualify as an authentic deed, that is not facing to the authorities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T 28679
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Anifah
"Lahirnya era digital pada teknologi finansial ditandai dengan munculnya layanan keuangan berbasis teknologi yang dikenal dengan istilah Financial Technology atau fintech. Bentuk dasar fintech antara lain pembayaran (digital wallets, P2P payments), investasi (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), pembiayaan (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), asuransi (risk management), lintas-proses (big data analysis, predicitive modeling), infrastruktur (security). P2P lending merupakan suatu layanan yang disediakan oleh suatu perusahaan kepada masyarakat dengan tujuan pinjam meminjam uang secara online melalui website atau aplikasi yang dikelola oleh perusahaan tersebut. Dalam pelaksaaan timbul permasalahan terkait dengan perlindungan privasi dan data pribadi pengguna aplikasi dalam transaksi elektronik peer to peer lending. Hal ini dikarenakan belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perlindungan data pribadi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekataan undang-undang, historis, dan konseptual. Guna mengantisipai hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan sebagai wasit industri keuangan telah mengeluarkan aturan pembatasan data yang dapat diakses, yakni Camera, Michrophone dan Location (CAMILAN), akan tetapi pelaksaannya masih timbul kendala terkait dengan pemberian sanksi terhadap pelanggar. Pengguna aplikasi yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, dan apabila ditemukan adanya unsur pidana, maka dapat membuat laporan polisi.

The birth of the digital era in financial technology was marked by the emergence of technology-based financial services known as Financial Technology or fintech. Basic forms of fintech include payments (digital wallets, P2P payments), investments (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), financing (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), insurance (risk management), cross-process (big data analysis, predictive modeling), and infrastructure (security). Peer to peer lending is a service provided by a company to the community with the aim of borrowing money online through a website or application managed by the company. In its implementation, problems arise regarding the protection of the privacy and personal data of the application users in peer to peer lending electronic transactions. This is due to the absence of laws specifically regulating the protection of personal data. This study uses the normative juridical method with a range of laws, historical, and conceptual. In order to anticipate this, the Otoritas Jasa Keuangan, as a referee in the financial industry has issued a regulation limiting data that can be accessed, namely camera, microphone and location (CAMILAN), but the implementation is still a problem related to sanctions against violators. Application users who feel disadvantaged can file a lawsuit, and if any criminal element is found, they can make a police report."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Risya Dameris
"Tesis ini membahas bagaimana ketentuan hukum yang mengatur perlindungan data pribadi secara global dan regional khususnya dalam penerapannya pada suatu transaksi elektronik di Indonesia khususnya OECD dan APEC ketentuan hukum yang mengatur perlindungan data pribadi secara global dan regional khususnya dalam penerapannya pada suatu transaksi elektronik khususnya OECD Guidelines 1980 dan APEC Privacy Frame Work 2004. Prinsip best practices berkembang dari prinsip Fair Information Principle menjadi OECD Guidelines, kemudia berkembang menjadi APEC Privacy Framework, dan kemudian menjadi EU-US Safe Harbor Principle yang merupakan alternatif penyelesaian terhadap persoalan pertukaran data lintas negara (cross border data flow) Untuk melakukan pertukaran data dalam rangka perdagangan internasional, Indonesia perlu menerapkan perlindungan data pribadi sesuai dengan prinsip best practices yang diakui di dunia internasional. Dalam rangka perdagangan internasional, perbedaan standar perlindungan data pribadi di suatu negara dapat menjadi suatu hambatan dalam transaksi elektronik. Oleh karena itu, perlu diupayakan adanya suatu standar perlindungan data pribadi yang dapat menjamin perlindungan terhadap data pribadi sehingga menimbulkan kepercayaan dari negara - negara khususnya memandang pengaturan perlindungan privasi dengan cara government rule yang dianut oleh Uni Eropa. Kebijakan Pemerintah dalam membuat call center pengaduan dan implementasi dari ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia terkait perlindungan data pribadi dalam persoalan Spamming SMS Broadcast masih belum cukup memadai dan penerapannya tidak dapat menghentikan penyelenggaraan SMS Broadcast yang melanggar hak privasi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan peraturan yang ada yaitu Permenkominfo No. 01/PER/M.KOMINFO/01/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke Banyak Tujuan (Broadcast) tidak memenuhi prinsip-prinsip best practices, yaitu : Preventing Harm dan Accountability.

This thesis discusses how the legal provisions governing the protection of personal data globally and regionally especially in its application to an electronic transaction in Indonesia. This thesis describes some best practices that developed in international business practices, such as the OECD Guidelines Governing the Protection of Privacy and transborder Flows of Personal Data 1980; Convention for the Protection of Individuals with Regard to Automatic Processing of Personal Data 1985; United Nations Guidelines concerning Computerized Personal Data Files 1990; European Community Directive on the Processing of Personal Data and on The Free Movement of Such Data 1995; APEC Privacy Framework 2004. Nevertheless, the focus in the discussion of this thesis is the OECD Privacy Guidelines and APEC 1980 Frame Work 2004. To exchange data in international trade, Indonesia needs to implement the protection of personal data in accordance with the principles of best practices is recognized internationally. In order of international trade, the differences in standards of personal data protection in a country can become a barrier in electronic transactions. Therefore, it is necessary the existence of a personal data protection standards which can guarantee the protection of personal data, build trust of countries in particular minded privacy protection settings in a way government rule adopted by the European Union. Associated with the implementation of privacy protection, the number of SMS Broadcast circulating in the community to make the Government created a call center complaint and attempt to apply the provisions in force in Indonesia. Protection of personal data in Broadcast SMS Spamming issue is still not sufficient and the application is not able to stop the implementation of SMS Broadcast that violates the privacy rights of the public. That is because existing regulations are Permenkominfo No.01/PER/M.KOMINFO/01/2009 on Implementation and Delivery Services Premium Messaging Short Message Service (SMS) to Many Destinations (Broadcast) does not meet the principles of best practices, namely: Preventing Harm and Accountability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunia Baharani
"Pada dasarnya, film biopic menampilkan cerita tentang kehidupan atau sebagian kehidupan dari seseorang, yang biasanya adalah orang ternama dalam sebuah film. Pembuatan film biopic tidak selalu mendapatkan izin dari orang yang nyata yang dijadikan inspirasi. Permasalahan ini membuat timbul pertanyaan terkait apakah pembuatan film biopic melanggar hak privasi orang lain dengan adanya penambahan fiksi dan tidak perlunya izin dalam pembuatannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana hukum hak cipta dalam mengatur sebuah karya yang mengandung privasi milik orang lain serta apakah menganalisa apakah pembuatan film biopic merupakan sesuatu yang melanggar hak privasi milik orang lain. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif, yang dilakukan dengan cara menganalisa bahan-bahan hukum primer berupa peraturan-peraturan, yurisprudensi dan peraturan internasional, serta bahan pustaka atau sekunder berupa buku artikel, jurnal dan sebagainya. Yang kemudian penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam menganalisa data untuk menghasilkan analisis preskriptif dari permasalahan yang ada. Pada kesimpulannya, tulisan ini menemukan bahwa terkait konten dari ciptaan yang berupa fakta, bukanlah sesuatu yang masuk dalam pengaturan dari hukum hak cipta dan selama sebuah fakta didapatkan dengan sah, maka seseorang dapat dengan bebas membuat konten dari fakta tersebut, yang kemudian disimpulkan bahwa hal inilah yang menjadi dasar dari pembuatan film biopic. Hukum hak cipta dan hak privasi dalam penciptaan biopic berlaku tanpa bersinggungan satu sama lain, keduanya memberikan perlindungan, yang satu pada pembuat film yang satu bagi orang terkait yang dijadikan inspirasi.

Basically, biopic movies tell stories about the life or part of life of a person, in which usually a well-known person, in a film. The creation of biopic films does not always get permission from real people who are used as inspiration. This problem raises questions regarding whether the making of a biopic film violates the privacy rights of others by adding fiction and not requiring permission to make it. The purpose of this study is to analyze how copyright law regulates a work that contains the privacy of other people and whether to analyze whether the making of a biopic film is something that violates the privacy rights of other people. This type of research is juridical-normative research, which is carried out by analyzing primary legal materials in the form of regulations, jurisprudence and international regulations, as well as library or secondary materials in the form of books, articles, journals and so on. Which then this research uses qualitative methods in analyzing data to produce a prescriptive analysis of the existing problems. In conclusion, this paper finds that regarding the content of works in the form of facts, it is not something that is included in the regulation of copyright law and as long as a fact is obtained legally, then someone can freely create content from that fact, which is then concluded that this is which became the basis of making biopic films. Copyright law and privacy rights in the creation of biopics apply without interfering with each other, both provide protection, one for the filmmaker and one for related people who are used as inspiration."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diptanala Dimitri
"Setiap warganegara memiliki hak untuk memperoleh informasi. Untuk mendukung hal tersebut, keberadaan pers menjadi penting di dalam memenuhi informasi yang berkaitan dengan kepentingan umum. Namun, tidak jarang pengungkapan informasi yang dilakukan pers dalam suatu karya jurnalistik melanggar hak privasi yang jelas dilindungi oleh Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945. Skripsi ini membahas bagaimana perlindungan hak privasi yang terdapat di Indonesia dengan melakukan perbandingan terhadap Amerika Serikat dan Prancis. Selain itu, akan dibahas pula mengenai pertanggungjawaban pers secara perdata atas pelanggaran hak privasi yang dilakukan dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum.
Pokok permasalahan tersebut dijawab dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menghasilkan kesimpulan bahwa Indonesia memang mengakui keberadaan hak privasi dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Namun pengaturannya, khususnya terkait dengan pers, masih belum spesifik dan perlu diatur lebih lanjut. Pengungkapan terhadap hal-hal yang berkenaan dengan hak privasi memang diperbolehkan, namun harus diatur dalam undang-undang. Pers yang melanggar hak privasi dapat dituntut ganti rugi dengan Pasal 1365 KUHPerdata, terutama atas dasar melanggar kepatutan dan pihak yang bertanggung jawab tidak terbatas pada Perusahaan Pers saja.

Each citizen has the right of information. In order to support this matter, the role of the press has become important to give any information related to public interest. However, in certain cases, the disclosure of information which had been gathered by press within journalistic works violates the right of privacy which is protected under Article 28 G section 1 Indonesia's Constitution 1945. This thesis discusses the protection of privacy right in Indonesia compared to those in the United States of America and France. Furthermore, this thesis discusses the civil liability if the press regarding violation of privacy right which associates with Article 1365 of Indonesia's Civil Code concerning tort claim.
The principal problem is answered by using normative judicial method which brings into conclusion that Indonesia has recognized the right of privacy through several regulations. However, there is no exact rule about the right to privacy itself and it is important to make further regulation. The disclosures against matters related to privacy are allowed as long as it is governed by law. Press who violates someone's right to privacy can be liable for damages as it is stated under Article 1365 of Indonesia's Civil Code, especially on the basis of violation of equity (appropriateness).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S269
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tampubolon, Ulises
"Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan memberikan hak menguasai atas hutan kepada Pemerintah Cq Departemen Kehutanan untuk mengelota atau mengurus kawasari hutan Negara, sementara Pasat 67 mengakui hak Masyarakat Hukum Adat untuk mengetola atau mengurus hutan adatnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 16801Menhut-III/2002, tanggal 26 September 2002 KPKS Bukit Harapan diberi Ijin Usaha Perkebunan atas lahan seLuas 23.000 hektar di Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kecamatan Padang Lawas. Namun karena dinilai telah melanggar peruntukan fungsi hutan dari hutan produksi menjadi lahan perkebunan, maka berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 3.419/Menhut-II/2004, tanggal 13 Oktober 2004, Ijin Usaha Perkebunan atas nama KPKS Bukit Harapan dicabut.
Dasar hukum sanksi pencabutan Ijin Usaha Perkebunan adalah Pasal 4 Jo. Pasal 10 Undang-Undang Kehutanan, Gouvernemen Besluit No. 50/1924, dan Kepmenhut No. 9231KptsfUm/1211982, tanggal 27 Desember 1982 tentang penunjukan areal hutan di wilayah Propinsi Dati I Sumatera Utara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). Pencabutan Ijin Usaha Perkebunan tersebut pada akhirnya di bawa ke Pengaditan Tata Usaha Negara. KPKS Bukit Harapan menggugat mengacu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Tujuan Penulisan Tesis ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penerapan kebijakan Pemerintah Cq. Departemen Kehutanan terhadap pengelotaan hutan yang didalamnya terdapat hutan adat dari Masyarakat Hukum Adat di Hutan Padang Lawas, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sehingga memperoleh gambaran objektif atas pencabutan Ijin Usaha Perkebunan didasarkan pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dengan membahas, bagaimanakah sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan yang mengatur hutan adat dengan kebijakan pengelotaan hutan produksi, dan bagaimanakah penyelesaian sengketa benturan kepentingan antara Pemerintah Cq. Departemen Kehutanan dengan Masyarakat Hukum Adat terhadap pengelotaan hutan produksi di Kecamatan Padang Lawas Tapanuli Selatan. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 19651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina
"ABSTRAK
Tesis ini membahas kasus penggelapan BPHTB yang dilakukan oleh
notaris/PPAT ASD. Pokok permasalahan yang penulis angkat adalah bagaimana
tanggung jawab hukum notaris/PPAT ASD yang melakukan penggelapan BPHTB
ditinjau dari hukum pidana dan kode etik PPAT serta apakah penggelapan
BPHTB yang dilakukan oleh notaris/PPAT ASD dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran kode etik ataukah hanya pelanggaran pidana. Dari sudut pandang
hukum pidana, sanksi bagi notaris/PPAT ASD yang melakukan penggelapan
BPHTB diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
sedangkan dari sudut pandang kode etik, penulis mengkategorikan penggelapan
BPHTB sebagai pelanggaran kode etik PPAT karena penggelapan BPHTB telah
melanggar prinsip kejujuran dan prinsip bertanggung jawab yang harus dimiliki
oleh notaris/PPAT serta melanggar isi sumpah jabatan PPAT terkait dengan
pelecehan terhadap martabat PPAT. Pada intinya, kode etik dan hukum saling
terkait. Dalam hal terjadi pelanggaran kode etik maka sepanjang pelanggaran yang
dilakukan tersebut juga menyangkut pelanggaran terhadap hukum negara, maka
notaris/PPAT yang bersangkutan juga dapat dikenakan sanksi pidana.
Penulisan tesis ini memakai metode yuridis normatif dimana penulis akan
membahas semua permasalahan yang ada dengan cara menganalisis kasus dan
mengkaitkannya dengan peraturan perundangan sedangkan kesimpulan diambil
dengan menggunakan pola pikir induktif.

ABSTRACT
This thesis discussed about the embezzlement case of BPHTB1 by a notary
public/PPAT2, ASD3. The core issues of this thesis are to observe how the notary,
who carried out BPHTB embezzlement, be held responsible by law and PPAT’s
code of ethics. The other one will be: should the BPHTB embezzlement be
categorized as violating the PPAT’s code of ethics or is it only a matter of
criminal law violation. From criminal law point of view, the penalty for notary
who embezzles BPHTB is regulated on Article 372 Criminal Code. While from
point of view of ethical code, researcher categorizes the BPHTB embezzlement as
violation of PPAT ethical code. Since the act of BPHTB embezzlement violates
the principles of honesty and responsibility, which all notaries ought to have, also
it violates the oath of PPAT regarding the abuse of PPAT’s values. The code of
ethic and law are mutually bound. If an ethical code violation was to happen, then
as long as all following violations relate to the state law violation, then the
concerned notary/PPAT is to be penalized to criminal sanctions. Researcher
applies the normative judicial method in this thesis where research questions are
explored, discussed and analyzed through case study in relation to relevant laws.
Conclusion of the thesis is presented through inductive method."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>