Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119404 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Muthia Afifah
"Tanaman sangketan Achyranthes aspera L. merupakan tanaman yang memiliki banyak khasiat. Dalam upaya pengembangan obat tradisional, proses penjaminan mutu dan keamanan obat perlu dilakukan yakni dengan standardisasi. Standardisasi dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak etanol akar dan daun sangketan yang berasal dari tiga daerah yakni Sragen, Klaten, dan Boyolali. Proses ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70.
Hasil pengujian terhadap parameter spesifik simplisia akar sangketan yakni kadar sari larut etanol 3,07-4,28 ; kadar sari larut air 6,16-7,48 ; pola kromatogram menggunakan standar -sitosterol, serta kadar fenol total 1,58-1,82 mgGAE/gram simplisia. Hasil pengujian parameter non spesifik simplisia akar sangketan yakni susut pengeringan 5,25-7,28 ; kadar abu total 12,12-17,62 dan kadar abu tidak larut asam 0,87-1,32. Parameter spesifik ekstrak akar sangketan yakni kadar fenol total 33,90-36,88 mgGAE/gram ekstrak.
Parameter non spesifik ekstrak akar sangketan antara lain kadar abu total 6,26-9,28 ; kadar abu tidak larut asam 0,10-0,12 ; dan kadar air 5,29-6,75. Sementara itu hasil pengujian terhadap parameter spesifik simplisia daun sangketan yakni kadar sari larut etanol 5,83-9,36 ; kadar sari larut air 10,25-15,44 ; pola kromatogram menggunakan standar -sitosterol. Kadar fenol total 0,93-1,15 mgGAE/g simplisia. Parameter non spesifik simplisia daun sangketan antara lain susut pengeringan 15,25-15,91 ; kadar abu total 14,58-20,79 dan kadar abu tidak larut asam 1,75-2,19. Parameter spesifik ekstrak daun sangketan yakni kadar fenol total 6,94-7,68 mgGAE/gram ekstrak. Parameter non spesifik ekstrak daun sangketan kadar abu total 13,18-14,52 ; kadar abu tidak larut asam 0,14-0,29 ; dan kadar air 10,42-11,16.

Sangketan Achyranthes aspera L. is one of many plants which have many efficacies. In the recent development of the traditional medicine, there is a need to have quality assurance and drug security process by standardization. Standardization was carried out on simplicial and ethanolic extract of roots and leaves of sangketan which come from three different regions Sragen, Klaten and Boyolali. Extraction method was maceration with ethanolic 70 as its solvent. The result of specific parameters of roots simplicia of sangketan plant showed ethanol soluble extract 3.07 4.28 water soluble extract 6.16 7.48, chromatogram pattern used sitosterol as standard, and total phenolic content 1.58 1.82 mgGAE g simplicia.
The results of non specific parameters of roots simplicia of sangketan plant showed loos on drying 5.25 7.28 total ash value 12.12 17.62 acid insoluble ash 0.87 1.32. The result of specific parameters of roots rsquo extract of Sangketan plant showed total phenolic content of 33.90 36.88 mgGAE g extract. The result of non specific parameters of roots extract showed total ash value of 6.26 9.28 acid insoluble ash value of 0.10 0.12 and moisture content of 5.29 6.75. Meanwhile, the result of specific parameters of leaves rsquo simplicia of sangketan plant showed ethanol soluble extract 5.83 9.36 water soluble extract 10.25 15.44 chromatogram pattern used sitosterol as standard, and total phenolic content 0.93 1.1,5 mgGAE g simplicia.
The result of non specific parameters of leaves rsquo simplicia of sangketan plant showed loss on drying of 15.25 15.91 total ash value of 14.58 20.79 and acid insoluble ash value of 1.75 2.19. The result of specific parameters of leaves extract of sangketan plant showed total phenolic content of 6.94 7.68 mgGAE g extract. The result of non specific parameters of leaves rsquo extract of sangketan plant showed total ash value of 13.18 14.52 acid insoluble ash value of 0.14 0.29 and moisture content of 10.42 11.16.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasmita Retno Sari
"Dioscorea hispida dan Ayapana triplinervis adalah tanaman yang dapat digunakan dalam berbagai jenis pengobatan tradisional. Dioscorea hispida dan Ayapana triplinervis dapat dijadikan sebagai obat tradisional yang harus terjamin mutu, keamanan, dan manfaatnya, oleh karena itu dibutuhkan adanya standardisasi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh beberapa parameter spesifik dan non spesifik simplisia dan ekstrak etanol 70 umbi Dioscorea hispida dan daun Ayapana triplinervis yang berasal dari tiga daerah yang berbeda.
Hasil pengujian terhadap parameter spesifik simplisia Dioscorea hispida yaitu, kadar sari larut air 11,25; 16,20; kadar sari larut etanol 6,42; 9,39; pola kromatogram diperoleh dengan menggunakan fase gerak toluen-etil asetat-kloroform 5:1:4 ; kadar fenol total 2,15 ndash;2,50 mgGAE/g simplisia. Parameter non spesifik simplisia Dioscorea hispida yaitu, susut pengeringan 10,53; 12,40; kadar abu total 5,81-5,94; kadar abu tidak larut asam 0,20; 0,22.
Parameter spesifik ekstrak Dioscorea hispida yaitu kadar fenol total 10,30; 11,72 mgGAE/g ekstrak. Parameter non spesifik ekstrak umbi Dioscorea hispida yaitu, kadar air 10,27; 10,47; kadar abu total 2,84-2,93; kadar abu tidak larut asam 0,14; 0,19.
Pengujian terhadap parameter spesifik simplisia Ayapana triplinervis yaitu, kadar sari larut air 18,69; 29,30; kadar sari larut etanol 7,73; 11,78; pola kromatogram diperoleh dengan menggunakan fase gerak etil asetat-asam format-air-asam asetat glasial 100:15:17:0,6; kadar flavonoid total 3,31; 4,10 mgRE/g simplisia. Parameter non spesifik simplisia Ayapana triplinervis yaitu, susut pengeringan 13,61; 14,55; kadar abu total 11,54; 11,83; kadar abu tidak larut asam 1,90; 2,66. Parameter spesifik ekstrak Ayapana triplinervis yaitu kadar flavonoid total 14,94; 22,41 mgRE/g ekstrak. Parameter non spesifik ekstrak Ayapana triplinervis yaitu, kadar air 11,07; 12,66; kadar abu total 10,55; 10,89; kadar abu tidak larut asam 0,25; 0,32.

Dioscorea hispida and Ayapana triplinervis are plants that are usually used for traditional treatments. Dioscorea hispida and Ayapana triplinervis can be used as traditional medicine that must be guaranteed on quality, safety, and benefit. Therefore, standardization is needed. This research was aimed to obtain some specific and non specific parameter of simplicia and ethanolic 70 extract of Dioscorea hispida tubers and Ayapana triplinervis leaves from three different regions.
The results showed that the specific parameters of Dioscorea hispida simplicia the total water soluble extract was 11.25; 16.20 the total ethanol soluble extract was 6.42 9.39 the chromatogram profile was obtained by using thin layer chromatography in toluene ethyl acetate chloroform 5 1 4 mobile phase, the total phenolic content was 2.15; 2.50 expressed in mgGAE g simplicia. Non specific parameters of Dioscorea hispida simplicia the total loss on drying was 10.53; 12.40 the total ash content was 5.81; 5.94 the total acid insoluble ash content was 0.20; 0.22 . Specific parameters of Dioscorea hispida extract the total phenolic content was 10.30; 11.72 expressed in mgGAE g extract. Non specific parameters of Dioscorea hispida extract the total water content was 10.27; 0.47 the total ash content was 2.84; 2.93 the total acid insoluble ash content was 0.14; 0.19.
The results showed that the specific parameters of Ayapanatriplinervis simplicia the total water soluble extract was 18.69; 29.30 the total ethanol soluble extract was 7.73; 11.78 the chromatogram profile was obtained by using thin layer chromatography in ethyl acetate formic acid water acetic acid 100:15:17:0.6 mobile phase the total flavonoid content was 3.31; 4.10 expressed in mgRE g simplicia. Non specific parameter of Ayapana triplinervis simplicia the total loss on drying was 13.61; 14.55 the total ash content was 11.54; 11.83 the total acid insoluble ash content was 1.90; 2.66 . Specific parameters of Ayapana triplinervis extract, the total flavonoid content was 14.94; 22.41 expressed in mgRE g extract. Non specific parameters of Ayapana triplinervis extract the total water content was 11.07 12.66 the total ash content was 10.55 10.89 the total acid insoluble ash content was 0.25 0.32.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fitriani
"Daun Belimbing Manis Averrhoa carambola L. merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak khasiat, termasuk untuk kesehatan kulit manusia. Dalam upaya pengembangan obat tradisional, proses penjaminan mutu dan keamanan obat perlu dilakukan standardisasi yang terdiri dari parameter spesifik dan non spesifik. Pengujian dilakukan terhadap simplisia dan fraksi etil asetat daun belimbing manis berasal dari tiga daerah berbeda yakni Depok, Subang, dan Sukabumi. Kadar senyawa terlarut dalam air 14,32, kadar senyawa terlarut dalam etanol 9,69, dan kadar flavonoid total 0,12-0,18 mgQE/gram simplisia. Susut pengeringan 9,70, kadar abu total 7,14, dan kadar abu tidak larut asam 0,31.
Proses ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. Kemudian dilakukan partisi cair-cair sehingga didapatkan fraksi etil asetat. Rendeman fraksi etil asetat daun belimbing manis 4,2-6,2. Kadar air berkisar antara 4,79, kadar abu total 1,55, kadar abu tidak larut asam 0,064, dan kadar flavonoid total 14,63-22,14 mgQE/gram fraksi. Pola kromatogram dari simplisia dan fraksi etil asetat daun belimbing manis yang berasal dari tiga daerah berbeda dilakukan dengan fase gerak kloroform:metanol:air 8:2:0,5 dengan apigenin sebagai standar. Hasil pengujian residu pelarut dan cemaran logam berat Hg, Pb, Cd, As menunjukan bahwa fraksi etil asetat daun belimbing manis tidak mengandung residu pelarut dan cemaran logam berat.

Starfruit Leaf Averrhoa carambola L. is one of the plants that has many benefits, including for human skins health. In efforts to develop traditional medicine, the process of quality assurance and drug safety needs to be done is to standardize consisting of specific and nonspecific parameters. The test was performed on simplicia and fraction of ethyl acetate of starfruit leaves from three different areas Depok, Subang Sukabumi. The water soluble extract 14,32, the ethanol soluble extract 9.69 total flavonoid levels 0.12 0.18 mgQE gram simplicia. Drying losses 9.70, ash content 7.14 acid soluble ash content 0.31.
The process of extract was done by maceration. Liquid partitions was then performed to obtain fraction of ethyl acetate. The yield fraction of ethyl acetate starfruit leaves 4.2 6,2. Water content 4.79, total ash content 1.55, acid soluble ash content 0.064, and total flavonoid levels 14.63 22.14 mgQE gram fraction. The chromatogram pattern of simplicia and ethyl acetate fraction of sweet starfruit leaves from three different regions was performed with chloroform methanol water 8,2 0,5 with apigenin as standard. The results of solvent residues and heavy metal contaminants Hg, Pb, Cd, As showed that the fraction of ethyl acetate did not contain solvent residue and heavy metal contamination.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarni Zakaria
"ABSTRACT
Bisnis obat herbal merupakan usaha sampingan bagi ibu sebagian besar. Peserta pelatihan dan pelatihan Ipteks bagi Masyarakat (IbM) tidak diorganisir secara profesional. Tujuan program IbM adalah: 1) meningkatkan pengetahuan tanaman jamu; 2) memperbaiki skill dalam memilih, mengeringkan, mencampur, menggiling dan membuat simplisia (6M); 3) meningkatkan khasiat dan produksi jamu instars dan 4) untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam pengolahan tumbuhan. Metode program IbM bekerja sama dengan UMKM untuk menyelenggarakan lpteks bagi Masyarakat (IbM) tentang pengetahuan tanaman obat. Pendidikan dan pelatihan kepada peserta kelompok usaha UMKM bahwa khasiat tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat, bagaimana membuat teko dan teko empuk dan teknologi 6 M simplicity. Hasil kegiatan lbM adalah anggota UMKM yang telah menerapkan l) pembuatan dalam memilah umbi antara daun, batang dan akar 2) mengaplikasikan waktu panen toga 3) Cara menghindari kehilangan sifat pengeringan 4) bungkusan herbal diberi label (bedak atau dalam kapsul) dan meningkatkan pendapatan penjual herbal. Disarankan agar kegiatan IbM terus dilakukan setiap tahun untuk memantau perkembangan UMKM agar bisa menjadi pusat tanaman obat dengan melibatkan siswa untuk menciptakan wirausaha baru."
Surabaya: Lembaga Pengabdian, Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Masyarakat (LP4M) Universitas Airlangga, 2017
360 JLM 1:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dieah Siti Rahmawati
"ABSTRAK
Achyranthes aspera atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut Sangketan merupakan tumbuhan liar yang sering digunakan sebagai obat tradisional. Akar Achyranthes aspera ini dapat berkhasiat sebagai penyembuh luka dengan melibatkan peran arginase, arginin, dan metabolitnya yaitu nitrit oksida yang memengaruhi secara langsung proses penyembuhan luka tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dari ekstrak akar Achyranthes aspera dalam menghambat aktivitas arginase. Simplisia diekstraksi secara bertingkat dengan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol dengan metode ultrasound-assisted extraction. Ekstrak yang dihasilkan dari masing-masing pelarut kemudian diuji penghambatannya terhadap aktivitas arginase menggunakan metode kolorimetri dengan microplate, lalu dilakukan penetapan kadar fenol total dan kadar flavonoid total. Uji penghambatan aktivitas arginase oleh ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol pada konsentrasi 100 g/ml secara berurutan adalah 9,56; 17,58; dan 29,77; kandungan fenol total secara berurutan adalah 3,91; 4,83; dan 11,18 mgGAE/gram sampel serta kandungan flavonoid total secara berurutan adalah 0,29; 0,80; dan 0,88 mgQE/gram sampel. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak akar Achyranthes aspera memiliki potensi penghambatan aktivitas arginase yang rendah.

ABSTRACT
Achyranthes aspera, or commonly called as Sangketan in Indonesian is a wild plant that is used as a traditional medicine. The roots of Achyranthes aspera can be used as a wound healer by involving the role of arginine and its metabolites, nitric oxide, that directly affect the wound healing process itself. The aim of this study was to determine the potential of Achyranthes aspera roots extract in inhibiting arginase activity. The simplicia is extracted using ultrasound assisted extraction method with n hexane, ethyl acetate, and methanol solvent. Each extract from different solvents were tested for the inhibition of arginase activity using colorimetric method with microplate, determination of total phenolic concentration, and total flavonoid concentration. The results of inhibition test of arginase activity by n hexane, ethyl acetate, and methanol extract in sequence are 9.56, 17.58 and 29.77 at concentration of 100 g/ml the total phenol concentration in sequence are 3.91 4.83 dan 11.18 mgGAE gram of sample and the total flavonoid concentration in sequence are 0.29 0.80 and 0.88 mgQE gram of sample. From this research it can be concluded that Achyranthes aspera roots extract had low potency of arginase inhibitory activity."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riri Nurul Suci
"Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan inflamasi kronik pada daerah persendian. Daun babandotan terbukti memiliki khasiat dalam terapi inflamasi. Tetapi belum ada data terkait efeknya terhadap artritis reumatoid sehingga dapat dijadikan alternatif terapi artritis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiartritis ekstrak etanol 70% daun babandotan diamati dari volume edema kaki tikus yang diinduksi complete freund?s adjuvant, serta pengaruh ekstrak terhadap kadar TNF-α dan parameter hematologi darah diamati dari jumlah leukosit, limfosit, granulosit, hemoglobin, eritrosit, dan mean cells volume of RBCs (MCV). Penelitian ini menggunakan 30 tikus putih jantan Sprague-Dawley, dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok kontrol normal dan negatif diberikan CMC 0,5%, kelompok kontrol positif diberikan suspensi metotreksat 0,05 mg/200 g bb, kelompok variasi dosis ekstrak diberikan 6,48 mg; 12,96 mg; dan 25,92 mg/200 g bb. Semua kelompok diinduksi 0,1 ml CFA pada hari ke-1 kecuali kelompok kontrol normal. Bahan uji diberikan satu kali sehari secara oral pada hari ke-29 sampai hari ke-49. Pengukuran volume telapak kaki dilakukan pada hari ke- 1, 29, dan 50. Perhitungan parameter hematologi dilakukan pada hari ke-29 dan 50, serta uji kadar TNF-α dilakukan pada hari ke-50. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% daun babandotan, mampu menurunkan volume edema, kadar TNF-α, jumlah leukosit, limfosit, dan granulosit pada kelompok dosis 25,92 mg/200 g BB melalui mekanisme penghambatan sitokin inflamasi seperti TNF-α. Namun pemberian bahan uji tidak signifikan dalam mempengaruhi jumlah hemoglobin, eritrosit, dan MCV.

Rheumatoid arthritis is an autoimmune disease characterized by chronic inflammation in joints. Babandotan leaves is proven to be used in inflammation theraphy, but there is yet any data regarding the effects of the leaves on rheumatoid arthritis. At the same time, the extract can be an alternative arthritis therapy. The aim of this research is to determine the anti-arthritic effect of 70% ethanolic extract of babandotan leaves in terms of reduction in edema volume on rat paw induced by complete freund?s adjuvant (CFA), and the effect of extract to TNF-α and haematological parameters observed the number of leukocytes, lymphocytes, granulocytes, haemoglobin, erythrocytes, and mean cells volume of RBCs (MCV). This research used white male Sprague-Dawley rats which were divided into 6 groups; normal control and negative control groups, both given 0.5% CMC; positive control group, given methotrexate suspension 0.05 mg/200 g bw; the dose variation extract are 6.48 mg; 12.96 mg; 25.92 mg/200 g bw. All the groups were induced with 0.1 ml CFA on day-1, except normal control group. Test material were administered orally once daily on days-29 to 49. Foot-pad volume measurements were performed on days-1, 29, and 50. The number of leukocytes, lymphocytes, granulocytes, haemoglobin, erythrocytes, and mean cells volume of RBCs (MCV) were counted on days-29 and 50, and TNF-α assay were counted on days-50. The results showed that the 70% extract ethanolic of babandotan leaves with a given dose variation have been able decrease edema volume, TNF-α, the number of leukocytes, lymphocytes, granulocytes at 25.92 mg/200 g bw dose groups by inhibit cytokins inflammation. However, administration of the test materials did not significantly influence the number of haemoglobin, erythrocytes, mean cells volume of RBCs (MCV)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Rumaisha
"Individu dengan faktor predisposisi tertentu dapat terserang infeksi Candida Spp. Candida albicans merupakan spesies yang paling banyak ditemukan sebagai penyebab kandidiasis sedangkan Candida krusei merupakan spesies yang menyerang individu dengan imunodefisiensi yang berat. Flukonazol merupakan terapi pilihan utama kandidiasis, akan tetapi sudah banyak ditemukan resistensi pada Candida albicans dan Candida krusei sendiri memiliki resistensi intrinsik terhadap flukonazol dengan angka resistensi global sebesar 78,3%. Amfoterisin B merupakan standar terapi kandidiasis sistemik, tetapi obat ini memiliki toksisitas yang tinggi terhadap ginjal. Oleh karena itu studi lebih lanjut mengenai agen antijamur alternatif pun diperlukan. Daun dan batang ketepeng cina (Senna alata L.) telah lama dimanfaatkan secara tradisional sebagai agen antijamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antijamur ekstrak etanol 70% daun dan batang ketepeng cina terhadap Candida albicans dan Candida krusei serta untuk mengetahui total kadar fenol dan flavonoid pada ekstrak etanol 70% daun dan batang ketepeng cina. Uji aktivitas antijamur dilakukan dengan metode difusi agar dan mikrodilusi. Penetapan total kadar dilakukan secara kolorimetri, dengan reagen Folin- Ciocalteu untuk penetapan total kadar fenol dan aluminium klorida untuk penetapan total kadar flavonoid. Hasil uji aktivitas antijamur menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun ketepeng cina memiliki aktivitas antijamur Candida albicans yang lemah dan bergantung pada konsentrasi uji tetapi tidak memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida krusei. Ekstrak batang tidak memiliki aktivitas antijamur baik terhadap Candida albicans maupun Candida krusei. Kuantifikasi total kadar fenol ekstrak etanol 70% daun dan batang ketepeng cina berturut-turut memperoleh hasil sebesar 94,08±0,36 dan 88,74±0,62 mgEAG/g ekstrak. Penetapan kadar total flavonoid ekstrak etanol 70% daun dan batang ketepeng cina berturut-turut memperoleh kadar sebesar 36,02±0,33 dan 21,39±0,11 mgEK/g ekstrak.

Individuals with certain predisposing factors can be infected by Candida Sp. Candida albicans is the species most found as the cause of candidiasis, while Candida krusei is the species that attacks individuals with severe immunodeficiency. Fluconazole is the main treatment of choice for candidiasis, however, currently resistance has been found in Candida albicans and Candida krusei itself has intrinsic resistance to fluconazole. Amphotericin B is the standard therapy for systemic candidiasis, but this drug has a high toxicity to the kidneys. Therefore, further studies are needed regarding alternative antifungal agents. The leaves and stems of Senna alata L. (ketepeng cina) have long been used traditionally as an alternative treatment of fungal infections. The aim of this study is to determine the antifungal activity of the 70% ethanol extract of the leaves and stems of ketepeng cina against Candida albicans and Candida krusei and to determine the total phenolic and flavonoid content in the 70% ethanol extract of the leaves and stems of ketepeng cina leaves and stems. The antifungal activity test was carried out by agar diffusion and microdilution methods. Determination of total phenol and flavonoid content was carried out by colorimetry using Folin-Ciocalteu reagent for determination of total phenol content and aluminium chloride for determination of total flavonoid content. The antifungal activity test results showed that the 70% ethanol extract of ketepeng cina leaf have antifungal that depends on the test concentration activity against Candida albicans, but not against Candida krusei.On the other hand, the 70% ethanol extract of ketepeng cina stem did not have antifungal activity against both Candida albicans and Candida krusei. Quantification of the total phenol content of 70% ethanol extract of leaves and stems of ketepeng cina obtained results of 94.28 ± 0.36 and 88.79 ± 0.62 mgGAE/g extract, respectively. Determination of total flavonoid content of 70% ethanolic extract of leaves and stems of ketepeng cina obtained levels of 36.02±0.33 and 21.39±0.11 mgQE/g extract, respectively."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Maya Oktaviani
"ABSTRAK
Penggunaan bersama furosemid dengan ekstrak etanol 70% daun kumis kucing (Orthosiphonis stamineus Benth.) menyebabkan interaksi farmakokinetik yang dapat mengubah kadar furosemid dalam plasma. Kemiripan mekanisme antara keduanya memungkinkan terjadinya interaksi yang menimbulkan efek sinergis melalui penghambatan reabsorbsi natrium dalam nefron. Penelitian ini bertujuan mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% daun kumis kucing terhadap parameter farmakokinetik furosemid pada tikus putih jantan. Delapan belas ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan berat sekitar 200 gram dibagi dalam 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol normal yang diberikan CMC 1%, kelompok furosemid yang diberikan suspensi furosemid dosis 7,2 mg/200 g BB, dan kelompok kombinasi yang diberikan suspensi ekstrak etanol 70% daun kumis kucing 700 mg/kg BB selama 4 hari yang dilanjutkan dengan pemberian suspensi furosemid 7,2 mg/200 g BB. Pada hari ke-4 perlakuan dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbital mata tikus dan dianalisis kadar furosemid dalam plasma menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol 70% daun kumis kucing meningkatkan parameter farmakokinetik furosemid pada Cpmaks, dan Area Under Curve (AUC) (P < 0,05). Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% daun kumis kucing meningkatkan parameter farmakokinetik furosemid pada tikus putih jantan.

ABSTRACT
The combinations of furosemide and 70% ethanolic extract of kumis kucing leaves (Orthosiphonis stamineus Benth.) cause pharmacokinetic interactions that can alter levels in plasma. Similarities between the mechanisms of both allows the interaction that causes a synergistic effect through inhibition of sodium reabsorption in the nephron. This study aimed to observed the effect of 70% ethanolic extract of kumis kucing leaves on the pharmacokinetic parameters of furosemid in male white rats. Eighteen Sprague Dawley male rats were divided into 3 groups, which are normal control group was given only 1% CMC, furosemide group was given 7,2 mg/200 g bw suspension of furosemide, and combinations group was given 700 mg/kg bw suspension of 70% ethanolic extract of kumis kucing leaves for 4 days followed by the given a suspension of furosemide 7,2 mg/200 g bw. On the 4th day of treatment performed orbital sinus blood sampling on the eyes of rats and analyzed the levels of furosemide in plasma using High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The results showed 70% ethanolic extract of kumis kucing leaves improve pharmacokinetic parameters of furosemide on Cpmaks, and Area Under the Curve (AUC) (P < 0,05). The conclusion is the 70% ethanolic extract of kumis kucing leaves improve the pharmacokinetic parameters of furosemide on white male rats."
2016
S65176
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynardi Larope Sutanto
"Jumlah penduduk lanjut usia di dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini diikuti dengan semakin naiknya insidensi penyakit tidak menular yang kerap menyerang di usia tua. Penggunaan antioksidan dapat mencegah insidensi penyakit-penyakit tersebut melalui kapasitasnya menangkal peningkatan radikal bebas, inflammaging, dan markamarka inflamasi, seperti TNF-α. Salah satu sumber antioksidan yang paling baik dan banyak tersedia adalah dari tanaman-tanaman herbal, seperti Acalypha indica L. (AI). Tidak hanya banyak tersedia, tanaman ini juga telah dipakai secara empiris oleh berbagai peradaban dunia dan ditemukan memiliki sifat antioksidan. Metode: Penelitian dilaksanakan pada tikus Sprague-Dawley yang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (plasebo), kontrol positif (6 IU vitamin E), perlakuan (250 mg/kg berat badan (mg/kgBB) ekstrak AI), dan kontrol pembanding (tikus muda). Setelah 28 hari, tikus diterminasi dan diambil organ ginjal dan jantungnya untuk dilakukan pengecekan kadar TNF-α menggunakan metode ELISA. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan tes Saphiro-Wilk dan one-way ANOVA. Hasil: Pemberian AI menghasilkan penurunan kadar TNF-α in pada ginjal (0,95 ± 0,76 pg/mg pada kelompok perlakuan vs 1,37 ± 0,41 pg/mg pada kelompok kontrol negatif) dan jantung (15,43 pg/mg ± 2,33 pada kelompok perlakuan vs 16,50 ± 1,33 pg/mg pada kelompok kontrol negatif) tikus tua meski tidak signifikan (p = 0,645 pada ginjal dan p = 0,973 pada jantung). Kesimpulan: Penemuan penurunan TNF-α dalam studi ini menunjukkan potensi penggunaan AI sebagai agen antiinflamasi dan anti penuaan. Penelitian dan investigasi lebih lanjut perlu dilakukan pada AI dengan menggunakan durasi perlakuan, dosis, dan parameter inflammaging yang berbeda.

The world’s elderly are currently rising in numbers every year. This is followed by an increase of noncommunicable diseases which are often found in the elderly. Antioxidants could prevent occurrences of such diseases because of their capacity to counter rising free radicals, inflammaging, and inflammatory markers, such as TNF-α. One of the main abundant sources of antioxidants are herbal plants, such as Acalypha indica L. (AI). AI has been used empirically by different cultures and is found to have antioxidant properties. Method: Research was conducted on Sprague-Dawley rats which were divided into four groups, the negative control (placebo), positive control (6 IU vitamin E), treatment group (250 mg/kg of body weight (mg/kgBW) AI extract), and comparison control (young rats). The rats were terminated after 28 days with their organs, kidneys and hearts examined using ELISA to look for TNF-α concentration. Data were analysed using the Saphiro-Wilk test and one-way ANOVA. Results: AI administration yielded decrease of TNF-α in both the kidneys (0.95 ± 0.76 pg/mg in treatment group vs 1.37 ± 0.41 pg/mg in negative control) and hearts (15.43 pg/mg ± 2.33 in treatment group vs 16.50 ± 1.33 pg/mg in negative control) of aged SD rats, albeit insignificantly (p value for the kidney = 0.645 and p value for the heart = 0.973). Conclusion: This finding of decreased TNF-α suggests a potential anti-inflammatory and anti-aging effect of AI. Further research and investigation need to be made on AI, such as by using different dosages, time, and inflammaging parameters."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ersa Desita
"Carissa carandas L. (karanda) merupakan tanaman yang tumbuh di wilayah subtropis dan tropis. Ekstrak etanol buah karanda matang yang tumbuh di Thailand dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan dan penghambatan tirosinase, namun belum ada penelitian terkait aktivitas buah karanda yang tumbuh di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar flavonoid total, aktivitas antioksidan, dan aktivitas penghambatan tirosinase pada buah karanda mentah dan matang yang tumbuh di Indonesia. Buah karanda diekstraksi dengan etanol 70% menggunakan metode Ultrasound Assisted Extraction (UAE). Penetapan kadar flavonoid total dilakukan dengan metode kolorimetri AlCl3 dengan standar kuersetin. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil) dengan kuersetin sebagai kontrol positif.
Pada uji aktivitas penghambatan tirosinase, L-DOPA (3,4-Dihidroksi-L-fenilalanin) digunakan sebagai substrat dan asam kojat digunakan sebagai kontrol positif. Kadar flavonoid total yang diperoleh dari ekstrak buah karanda mentah dan ekstrak buah karanda matang sebesar 0,93 ± 0,01 dan 1,05 ± 0,01 mg EK/g ekstrak. Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada kuersetin, ekstrak buah mentah, dan ekstrak buah matang diperoleh nilai half-maximal inhibitory concentration (IC50) secara berurutan yaitu 3,57 ± 0,02; 295,34 ± 3,24; dan 232,00 ± 1,33 μg/mL. Pada uji aktivitas penghambatan tirosinase, ekstrak buah mentah dan ekstrak buah matang memiliki nilai IC50 sebesar 18.045,98 ± 2.463,54 dan 14.277,13 ± 80,55 μg/mL, di mana nilai IC50 asam kojat sebagai kontrol positif sebesar 18,37 ± 0,24 μg/mL. Ekstrak etanol 70% buah karanda matang menunjukkan kadar flavonoid, aktivitas antioksidan, dan aktivitas penghambatan tirosinase yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol 70% buah karanda mentah.

Carissa carandas L. (karanda) is a plant that grows in subtropical and tropical areas. Ethanol extract of ripe karanda fruits grown in Thailand was reported has antioxidant and tyrosinase inhibitory activities, but there is no research related to the activity of karanda fruit that grows in Indonesia. This study aimed to determine the total flavonoid content, antioxidant activity, and tyrosinase inhibitory activity of unripe and ripe karanda fruits grows in Indonesia. Karanda fruits was extracted with ethanol 70% using Ultrasound Assisted Extraction (UAE). Determination of total flavonoid content was carried out using the AlCl3 colorimetric method with quercetin as standard. Antioxidant activity assay was carried out using DPPH method (1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl) with quercetin as positive control.
In tyrosinase inhibitory activity assay, L-DOPA (3,4- Dihydroxy-L-phenylalanine) was used as substrate and kojic acid was used as positive control. The total flavonoid content obtained from unripe and ripe karanda fruits extract were 0.93 ± 0,01 and 1.05 ± 0,01 mg QE/g extract, respectively. The antioxidant activity assay using the DPPH method of quercetin, unripe fruits extract, and ripe fruits extract showed half-maximal concentration (IC50) values of 3.57 ± 0.02, 295.34 ± 3.24, and 232.00 ± 1.33 μg/mL, respectively. In tyrosinase inhibitory activity assay, IC50 values of unripe and ripe fruits extracts were 18,045.98 ± 2,463.54 and 14,277.13 ± 80.55 μg/mL, while the IC50 value of kojic acid as positive control was 18.37 ± 0.24 μg/mL. The ethanol 70% extract of ripe karanda fruits showed higher flavonoid content and higher activity as antioxidant and tyrosinase inhibitor than the ethanol 70% extract of unripe karanda fruits.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>